Anda di halaman 1dari 7

Apakah Palembang Layak Disebut Sebagai Kota Pusaka?

Nama : Nyayu Arista Mahdalena

NIM : 03061281722050

Mata Kuliah : Pelestarian Kawasan dan Bangunan

Dosen Pengajar : Ir. Arie Siswanto, Mcrp, PH.D

: Rizka Drastiani, S.T.,M.Sc.

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN 2019
Apakah palembang layak disebut sebagai kota pusaka?

Palembang merupakan kota yang ditetapkan sebagai anggota kota pusaka indonesia
(JKPI) yang dibentuk pada tanggal 28 oktober 2008, lalu mengapa kita masih
pempertanyakan apakah Palembang layak atau tidak menjadi kota wisata?
Palembang sebagai ibu kota Propinsi Sumatera Selatan, punya banyak potensi aset
wisata budaya. Kota yang sudah berusia 13 abad lebih ini banyak meninggalkan jej ak-
jejak sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Secara kronologis, peninggalan itu berasal
dari zaman Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, sampai zaman
kolonial Belanda. Dulu perencanaan kota pada masa Sriwijaya umumnya berada di
meander Sungai Musi yang berupa tanggul alam atau tanah yang meninggi. Hal ini
menunjukkan bahwa Sri Jayanasa menempatkan lokasi pemukiman sesuai dengan kondisi
geografis Palembang.

Seharusnya kota yang memiliki kekayaan alam dan juga budaya dapat membangun
karakter yang kuat berdasarkan kekuatan alam dan budayanya. Tetapi dalam arus globalisasi,
Kota tersebut hanyut dalam keseragaman, tumbuh seperti kota lain, tanpa nama dan tanpa
indentitas.
Palembang merupakan salah satu kota yang dimaksud, Palembang merupakan kota
pusaka yang objek pusaka-nya berada disekitaran sungai Musi yang merupakan sungai yang
membelah kota palembang menjadi ulu dan ilir, Tetapi dikarenakan belum adanya zonasi
kawasan Kota Pusaka Palembang hal inilah yang menjadi awal permasalahan dalam
pengembangan Kota Pusaka Palembang.
Permasalahan lain timbul antara lain adalah pembongkaran bangun, bangun-bangun yang
merupakan objek Kota Pusaka di bongkar, digusur hal ini diakibatkan oleh ketidaktahuan,
ketidakpedulian dan salah urus dari baik dari masyarakat maupun pemerintah. Objek-objek
yang dimaksud, contoh sebagai berikut:
1. Pembongkaran hotel Schwartz yang berada dijalan merdeka
2. Rencana pengusuran lahan objek pusaka sekanak
3. Serta Rencana pembangunan Jembatan Musi III yang melintasi kawasan kampung
arab Al-Munawar
Ketiga contoh tersebut dapat dikatakan sebagai hal negatif yang mengakibatkan
berkurangnya objek-objek pengembangan Kota Pusaka dan termasuk bangunan yang
seharusnya dilestarikan, yang berguna sebagai identitas kota yang juga berdampak pada daya
tarik wisata dan juga PAD.
Berdasarkan kondisi diatas maka timbul satu pertanyaan apakah benar Palembang layak
menjadi Kota Pusaka sedang masyarakat serta pemerintahnya tidak tahu bahkantidak peduli
dengan aset/objek yang seharusnya kita lestarikan sebagai objek Pusaka.
Terdapat 20 objek yang berpotensi yang mendukung kota Palembang sebagai Kota
Pusaka. Keduapuluh objek tersebut berada tersebar disepanjang tepian sungai Musi, Objek
tersebut yaitu:
1. Benteng kuto Besak
2. Masjid Agung
3. Kampung Arab Al-Munawar 13 Ulu
4. Kampung Kapiten 7 Ulu
5. Klenteng Chandra Nadi 10 Ulu
6. Pasar 16 Ilir
7. Sekanak
8. Jalan Merdeka
9. Kampung 3-4 Ulu
10. Sungai Musi
11. Lansekap Budaya di sepanjang Sungai Musi
12. Kampung Assegaf
13. Makam Kesultanan Palembang Darussalam
14. Talang Semut
15. Situs Karanganyar
16. Bukit Siguntang
17. Pulau Kemaro
18. PT. Pusri
19. PT. Pertamina plaju
20. Pelabuhan Boom Baru

Berikut merupakan peta zonasi kawasan Pusaka Kota Palembang:

Sumber : Jurnal Teknik Pomits (Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota
Pusaka)
Dan berdasarkan analisa terdapat 3 kategori kelompok potensi berdasarkan
keduapuluh objek yang disebutkan diatas, berikut hasilnya:
1. Objek yang memiliki potensi besar yaitu, Benteng Kuto Besak, Masjid Agung,
Kampung Kapiten 7 Ulu, Klenteng Chandra Nadi 10 Ulu, pasar 16 Ilir, Sekanak,
Jalan Merdeka, Kampung 3-4 Ulu, Sungai Musi, dan juga Lansekap Budaya di
Sepanjang Sungai Musi
2. Objek yang cukup berpotensi yaitu, Kampung Assegaf, Makam Kesultanan
Palembang Darussalam, Talang Semut, Situs Karanganyar, Bukit Sigungtang, Pulau
Kemaro
3. Objek yang kurang berpotensi yaitu, PT. Pusri, PT. Pertamina Plaju, Pelabuhan Boom
baru

Begitu banyak Objek Kota yang seharusnya dapat dikembangkan sebagai Objek Pusaka,
objek-objek inilah yang seharusnya dipertahankan dan menjadi identitas dan karakter dari
kota Palembang sehingga kota Palembang dapat dikatakan sebagai kota Pusaka, yang
menjadi permasalahan ialah sikap masyarakatnya, bagaimana dalam menyikapi hal tersebut,
pelestarian kawasan yang seharusnya dilakukan malah ditindak sebaliknya, objek-objek
Pusaka dibongkar, digusur untuk kepentingan pembangunan bangunan baru. Bangunan dan
objek pusaka bukan hanya berada ditepianSuangai Musi tetapi juga berada di area perkotaan
sehingga lahan yang terdapat objek2 pusaka rentan sekali dilirik untuk dijadikan lahan untuk
pembangunan gedung baru.
Dengan dalih revitalisasi bangunan cagar budaya dihancurkan, kita bisa mengambil contoh
dari kawasan pasar Cinde yang beberapa saat lalu menjadi perbincangan hangat, kawasan
pasar yang merupakan cagar budaya dihancurkan dan menyisakan tiang-tiang Cendawa yang
menjadi ciri khasnya, ya hal tersebut dilakukan dengan dalih revitalisasi oleh pemerintah
walaupun sebelumnya telah dikeluarkan surat keputusan, bangunan tetap saja dihancurkan,
pemerintah mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan untuk mengoptimalisasi pasar yang
sudah berusia puluhan tahun.

Tiang Cendawa yang tersisa


Sumber : detiknews
Mereka mengatakan bahwa bangunan dihancurkan dengan tetap mempertahankan situs
budayanya, yaitu Tiang Cendawa, selain itu makamSultan Pertama Palembang, Abd Ar-
Rahman yang pernah berkuasa pada tahun 1662-1702 yang ada di kawasan pasar Cinde tidak
akan disentuh. Lalu jika hal ini dibiarkan apakah semua bangunan yang sudah tua, bangunan
pusaka, objek pusaka dengan alasan optimalisasi dan revitalisasi akan mengalami hal yang
sama? Jika ia, maka apa yang akan tersisa, situs-situs yang terdapat didalamnya?, lalu
bagaimana jika situs itu juga ikut hancur bersamaan dengan penghancuran yang
dilakukan.Maka hal terakhir yang didapatkan ialah hilangnya bangunan-bangunan Pusaka
serta hilangnya identitas kota. Jika sudah begitu bagaimana dengan predikat Palembang
sebagai kota Pusaka, bagaimana kita mengembangkan, bagimana kita melestarikan Objek
Pusaka jika objeknya saja sudah tiada.
Begitu banyak hal yang dapat kita lihat bagaimana objek-objek pusaka itu hilang bersamaan
dengan globalisasi yang berlangsung saat ini, zaman memang semakin maju tapi bukankah
hal tersebut tidak perlu mengajak serta hilangnya objek Pusaka.
Palembang memang masih memiliki banyak objek Pusaka, maka yang perlu dilakukan ialah
melestarikannya, selain dari pembongkaran dan pemghacuran objek pusaka, pemerintahan
kota palembang juga tetap melestarikan berbagai objek pusaka, salah satunya ialah Kambang
Iwak yang berada di kawasan Talang Semut.Pada masa ini, pusat pemerintahan Kota
Palembang dipindahkan ke lokasi baru, yaitu sebelah barat BKB. Di kawasan ini juga
didirikan bangunan-bangunan umum, dan dilakukan pemindahan lokasi pasar, yang
semula di atas perahu di Sungai Musi lalu dipermanenkan di sebelah timur benteng. Dalam
tata ruang Kota Palembang abad XX M ini, dibangun pula lokasi pemukiman orang-orang
Eropa di sebelah barat benteng. Kalau sekarang ini kita bisa lihat di sekitar kawasan
Kambang Iwak. Kawasan Kambang Iwak yang dulunya dikenal sebagai kawasan para
banci seks beraksi kalau malam, sekarang sudah sangat berubah. Hal ini karena adanya
terobosan pengelolaan kawasan wisata, termasuk mengelola area Kambang Iwak menjadi
Kambang Iwak Park, yakni area taman hijau untuk olahraga marathon.

Selain itu ada juga kawasan jalan Merdeka yang tidak berbeda jauh dengan kawasan
Talang Semut dari segi Arsitekturnya, di sepanjang Jl. Merdeka dan sekitarnya, masih
terdapat beberapa bangunan kuno dari masa Kolonial, seperti Kantor Walikota Palembang,
dan Kantor Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sumatera Selatan. Lalu di sekitar
Talang Semut selain masih ada sekolah dan gereja kuno, juga masih dapat dilihat
lansekapnya seperti jaringan jalan yang mengikuti keadaan kontur lahan setempat yang
berbukit-bukit.

Daya tarik dari bangunan-bangunan di sepanjang Jl. Merdeka dan Talang Semut ini adalah
gaya arsitekturnya yang punya ciri khas, yang pernah jadi trend gaya hidup di Indonesia
pada awal abad XX, dan dikenal dengan istilah gaya indis, Kekhasan yang tercermin pada
bangunan-bangunan tersebut terletak pada penggabungan gaya arsitektur Eropa dengan
gaya arsitektur Indonesia. Tentu saja, jika peninggalan-peninggalan arkeologi itu ingin
dijadikan objek wisata, maka diperlukan perencanaan yang matang dan komprehensif.
Kawasan-kawasan yang terkonsentrasi peninggalan-peninggalan arkeologi tersebut
sebaiknya ditetapkan terlebih dahulu menjadi kawasan bersejarah. Di kawasan itu juga
perlu dibangun fasilitas-fasilitas umum yang sangat penting demi kelestarian peninggalan-
peninggalan arkeologi yang terdapat di dalamnya. Pembangunan semua fasilitas umum ini
dimaksudkan agar para wisatawan yang datang tidak terfokus di satu tempat dan bisa
dikendalikan.

Kawasan Bukit Siguntang juga merupakan Kawasan Strategis Nasional yang dianggap
penting untuk diatur dan dikembangkan. Berangkat dari hal tersebut Kementerian PUPR
melalui Direktorat Bina Penataan Bangunan melakukan penataan di kawasan tersebut.
Penataan kawasan Bukit Siguntang dilakukan melalui kolaborasi bersama Pemerintah Daerah
selama kurang lebih tiga periode Tahun Anggaran. Terakhir penataan kawasan Situs
Arkeologi Bukit Siguntang dilaksanakan pada tahun 2017. Penataan kawasan Situs Arkeologi
Bukit Siguntang TA 2017 meliputi pembangunan fasilitas-fasilitas pendukung dan galeri
yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat arkeologi, informasi, ekskavasi, rekreasi/wisata dan
lain-lain dan pada tanggal 26 Juni 2018 Galeri Bukit Siguntang resmi dibuka (pasca
penataan), hal ini juga diharapkan agar pembangunan galeri dapat menarik minat pengunjung
/wisatawan untuk datang.
Banyak sekali hal yang dapat dilakukan untuk melestarikan bangunan-bangunan dan cagar
budaya di Kota palembang, hal ini juga dapat menajadikan Palembang pantas arau layak
untuk dijadikan kota Pusaka, banyak hal yang dapat dipertahankan dan juga ada beberapa hal
yang memang harus dilakukan perombakan tetapi bukan berarti hal itu menjadikan pihak-
pihak terkait semena-mena untuk melakukan perombakan dengan alasan revitalisasi dan
pengoptimalisasian, banyak sekali objek pusaka yang masih dapat kita lestarikan, masih
banyak juga objek pusaka yang dapat dipertahakan dan masih ada objek wisata yang dapat
dikembangkan, memang benar jika ada objek pusaka yang kurang berpontensi tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa objek tersebut dapat dikembangkan sehingga dapat
berpontensi lebih, sekarang tergantung bagaimana kita menyikapi hal tersebut, bagaimana
cara untuk melestarikan objek tersebut sehingga layak untuk disebut sebagai objek pusaka
untuk kota palembang.
DAFTAR PUSTAKA

“Bangunan Bersejarah Kota Palembang”,Palembang-tourism. 29 Januari 2014. 28


Februari 2019. < http://www.palembang-tourism.com/english/destinasi-341-bangunan-
bersejarah-kota-palembang.html>
“Palembang Resmi Ditetapkan sebagai Kota Pusaka.” Liputan6. 14 mei
2015.28 Februari 2019
<https://www.liputan6.com/news/read/2232005/palembang-resmi-
dinobatkan-sebagai-kota-pusaka>
“Pasar di Palembang di Bongkar Aliansi LAnggar UU.” Detik. 8 Januari 2018. 28
Februari 2019.< https://m.detik.com/news/berita/d-3804374/pasar-bersejarah-di-
palembang-dibongkar-aliansi-langgar-uu>

Ardhan .Taufiq, dan Putu Gde Ariastita.2014. Arahan Pengembangan


Kota PalembangSebagai Kota Pusaka. Surabaya: Jurnal Teknik
Pomits.

Anda mungkin juga menyukai