Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR SEL GERMINAL

A. Pengertian
Tumor sel germinal merupakan tumor yang berasal dari sel-sel germinal embrional, dan dapat
memiliki unsur-unsur tumor yang terdiri dari lapisan endodermal, mesodermal, dan ektodermal.
Tumor ini dapat tumbuh di gonad maupun ekstra gonad. Lokasi dan tipe spesifik tumor bergantung
pada umur anak. Tumor ini dikelompokkan bersama karena seluruhnya tampak berasal dari sel-sel
germinal. Kebanyakan tumor maligna memproduksi marker yang dapat dinilai secara serologis.
Tumor sel germinal dapat berupa tumor yang bersifat benigna ataupun maligna.Tumor sel germinal
berasal dari sel-sel yang berkembang pada embrio, sel-sel yang akan membentuk sistem reproduksi
pada pria dan wanita. Setelah perkembangannya,sel-sel ini turun mengikuti garis tengah tubuh dan
menuju ke pelvis wanita sebagai sel-sel primordial yang membentuk ovarium atau ke skrotum pria
sebagai sel-sel primordial yang membentuk testis. Tumor sel germinal mencakup sekitar 3%
keseluruhan kanker pada anak. 90% tumor sel germinal merupakan tumor gonad, yang ditemukan
diovarium atau testis dan lebih sering ditemukan pada anak dan remaja.
Kebanyakan tumor sel germinal lainnya seperti tumor ekstragonad lebih sering ditemukan pada bayi,
dan muncul ketika sel-sel germinal gagal bermigrasi. Tumor-tumor sel germinal seperti ini cenderung
berkembang di punggung bawah, dada, dan kepala. Sebanyak 5-10% tumor sel germinal terdapat di
mediastinum. Tumor sel germinal benigna juga dikenal sebagai teratoma benigna atau tumor
dermoid utamanya bila konsistensinya keras. Bila tumor ini berbentuk kistik maka disebut juga
sebagai kista epidermoid atau dermoid. Tumor sel germinal maligna dibagi menjadi seminoma dan
nonseminoma pada laki-laki, atau dysgerminoma dan nondysgerminoma pada wanita. Tumor
nonseminoma disebut juga teratoma maligna, dan dibagi lagi lebih lanjutmenjadi koriokarsinoma,
karsinoma embrional, tseratoma, mixed tumor, dan yolc sac carcinoma berdasarkan tipe
histologik sel-selnya.

B. Patofisiologi

Beberapa teori tentang jaringan asal tumor telah dikemukakan. Bukti klinis terbaik menunjukkan
bahwa kebanyakan diakibatkan oleh diferensiasi abnormal sel germinal fetus yang berasal dari yolc
sac. Pada minggu ke-4 dan ke-5 gestasi, sel-sel germinal bermigrasi ke gonadal ridge. Migrasi
normal sel-sel germinal ini dapat menyebabkan tumor gonad, sementara migrasi yang abnormal
mengakibatkan berkembangnya tumor ekstragonad. Teratoma umumnya didapatkan pada garis
tengah tubuh atau gonad.
Perbedaan dalam diferensiasi teratoma gonad dapat dijelaskan berdasarkan model patogensis, yang
mengemukakan bahwa teratoma ovarium, teratoma testis prepubertal, dan kista dermoid/epidermoid
berkembang dari sel-sel germinal benigna. Di sisi lain, teratoma testis postpubertas berasal dari sel
germinal maligna (IGCNU) yang berkembang menjadi tumor sel germinal bentuk non-teratomatous,
yang pada akhirnya berdiferansiasi membentuk elemen teratomatous.
Transformasi maligna pada teratoma testis postpubertas muncul sebelum diferensiasi teratomatous
(transformasi maligna ‘preteratomatous’), sedangkan untuk teratoma ovarium yang jarang
ditemukan dengan elemen maligna, transformasi maligna muncul setelah berkembangnya teratoma
(transformasi maligna ‘postteratomatous’). Hal ini terjadi pada kista dermoid yang
neoplasma somatik maligna. Sel-sel primordial dapat menjadi sel germinal atipik (atau karsinomain
situ) yang berhubungan dengan kebanyakan tipe tumor testis. Faktor-faktor yang mengatur evolusi
menjadi malignansi, atau secara alternatif, yang mengatur apoptosis dan membatasi proses
pembelahan sel-sel germinal masih belum dapat dijelaskan.Beberapa gen yang telah diidentifikasi
terlibat dalam proses ini termasuk aberasi kromosom 12, mutasi c-kit, dan (kemungkinan) ekspresi
D2 cyclins.
Salah satu gambaran molekular umum yang berhubungan dengan evolusi tumor sel germinal adalah
over expression material genetik lengan pendek kromosom 12. Isokromosom ini, 1(12p), telah
diidentifikasi sebagai marker genetik pada semua tumor sel germinal maligna, termasuk karsinoma
in situ dan tumor sel germinal ekstragonad. Schneider dkk. Tumor sel germinal ektragonad pada anak
di bawah 8 tahun tidak memiliki isokromosom 12, tetapi menunjukkan perubahan kromosom 1 dan
6.
C-kit merupakan glikoprotein transmembran, yang diproduksi oleh gen c-kit yang merupakan
bagian dari reseptor tirosin kinase. Penelitian menunjukkan fungsi Kit tirosinkinase penting dalam
perkembangan dan maturasi spermatogonia, dan proseshematopoetik normal. Mutasi c-kit dijumpai
pada beberapa keganasan seperti leukemia,seminoma, melanoma, dan tumor stroma gastrointestinal.
MAGE A4 merupakan bagian dari MAGE A4 gene family, yang terdiri daris etidaknya 12 gen
yang teraktivasi pada berbagai tumor, termasuk tumor sel germinal dan melanoma. Gen-gen ini
mengkode antigen tumor yang dapat dikenali denganlimfosit T sitolitik tumor spesifik., dan
tampaknya berperan dalam imunitas pada beberapa tumor. Aubry dkk. menghipotesiskan bahwa
MAGE A4 diekspresikan padasel germinal premiotik dan tumor sel germinal yang menunjukkan
perkembangan selgerminal klasik sedangkan pada tumor dengan diferensiasi embrionik,
ektraembrionik, atau somatik masih belum jelas. Namun, peranan MAGE A4 secara fungsional
dalam progresi sel germinal primordial menuju ke arah malignansi masih belum dapat dipastikan.
Cyclin tipe D (D1, D2, dan D3) merupakan regulator penting dalam fungsi siklus sel,khususnya fase
G1. Pada laki-laki, defisiensi cyclin D dapat menyebabkan hipoplasiatestis. Sicinski dkk.
menunjukkan bahwa pada tumor sel germinal seringkali ditemukan kadar cyclin D2 yang tinggi,
tetapi dengan kadar cyclin D1 dan D3 yang sangat rendah, atau tidak ada sama sekali. Hal ini
menunjukkan peningkatan ekspresi gen cyclin D2 pada jalur perkembangan sel. Salinan ektra
kromosom 12p 13, yang mengadung gencyclin D2, umumnya ditemukan pada tumor sel germinal
testis, dan diduga disebabkan oleh isokromosom 12.
C. Etiologi

Penyebab pasti tumor sel germinal masih belum diketahui. Meskipun demikian,beberapa kelainan
herediter telah dihubungkan dengan peningkatan faktor resiko berkembangnya tumor ini. Beberapa
sindrom yang menyebabkan kromosom sex ekstra atau hilangnya kromosom sex dapat
menyebabkan perkembangan sistem reproduksiyang tidak sempurna atau abnormal, dan
meningkatkan resiko berkembangnya tumor sel germinal.
Bayi-bayi yang lahir dengan malformasi sistem saraf pusat, traktus genito-urinarius atau vertebra
spinalis kaudalis mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi. Sebagai tambahan, bayi laki-laki dengan
cryptochidisme yaitu kondisi testis tidak turun ke kantung skrotum, memiliki resiko berkembangnya
tumor sel testikular yang lebih tinggi.
D. Manifestasi Klinis
Presentasi klinis tumor ini bergantung pada lokasi berkembangnya tumor. Tumor sakrokoksigeal
mungkin dapat terdignosis sejak masa prenatal berdasarkan temuan ultrasonografi, tumor ini
mungkin muncul pada janin-janin yang besar untuk masagestasi, prematur atau fetal hidrops.
Teratoma yang lebih besar dari 5 cm biasanya menyebabkan distosia dan kemungkinan ruptur uteri
sehingga seksio sesarea elektif harus dilakukan pada pasien seperti ini. Tumor sakrokoksigeal yang
tidak terdiagnosis prenatal dapat diketahui saat persalinan, pada minggu-minggu pertama setelah
persalinan atau mungkin terlambat ditemukan. Massa ovarium utamanya menyebabkan nyeri
abdomen, adanya massa, distended, atau emesis. Dua pertiga anak perempuan yang terkena datang
dengan dengan keluhan nyeri sebagai gejala utamanya. Nyeri akut dan kronik muncul dengan
frekuensi yang sama. Pada situasi-situasi di mana terjadi nyeri akut, diagnosis biasanya berhubungan
dengan torsi ovarium, dengan konsekuensi terganggunya vaskularisasi ovarium. Pada kondisi seperti
ini, massa biasanya kurang menonjol, dan baru ditemukan kemudian. Penentuan stadium yang
digunakan untuk tumor sel germinal anak masih berbeda dengan yang digunakan untuk dewasa.
Sistem ini berdasarkan perbedaan-perbedaan masing-masing tipe tumor baik pada anak maupun
dewasa.
Gejala tergantung pada lokasi tumor:
 Tengah dada - di sini dapat menyebabkan nyeri dada, masalah pernapasan,
batuk, penurunan berat badan, mual dan demam. Pasien mungkin juga memiliki
pembuluh darah menonjol di dada dan leher mereka. Tumor ini paling sering
didiagnosis pada pria berusia 20-an.
 Punggung bawah -EGCT di sini biasanya muncul sebagai massa di perut bagian
bawah atau bokong. Mereka lebih sering didiagnosis pada bayi atau anak kecil
daripada orang dewasa. Massa dapat menyebabkan kesulitan dalam berjalan,
kencing, atau buang air besar.
 Kembali ke perut – EGCT di bagian belakang perut dapat menyebabkan sakit
punggung atau masalah ginjal. (Massa dapat memberi tekanan pada tabung yang
mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih.) Terkadang, massa perut dapat
dirasakan selama pemeriksaan fisik.
 Otak (kelenjar pineal) Tumor sel induk dapat menekan bagian otak dan
mengganggu aliran cairan di sekitar otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini
bisa menyebabkan
o sakit kepala
o mual
o muntah
o Hilang ingatan
o kekurangan energi
o kesulitan berjalan
o ketidakmampuan untuk melihat ke atas
o gerakan mata yang tidak terkendali
o penglihatan ganda

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara lainberupa biopsi,
dilakukan dengan mengambil sebagian kecil dari tumor dan kemudiandiperiksakan di bawah
mikroskop jaringan yang diambil biasanya berukuran 1 cm, digunakan untuk menentukan jenis
tumor.
Foto thoraks dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis maupununtuk menilai
metastasis tumor. Pemeriksaan USG sangat berguna dalam menentukan karakteristik massa testis
dan menilai massa abdomen. Pemeriksaan radiologis berupaCT Scan, dan/atau MRI umumnya
dilakukan untuk menentukan ukuran tumor, dan lokasinya secara tepat. Pemeriksaan CT Scan pada
saat diagnosis penting untuk menentukan dan mengevaluasi massa tumor primer ataupun metastasis
pada regio pelvis dan abdomen. Tumor sel germinal biasanya memproduksi marker berupa protein-
protein, yangdapat membantu dalam menegakkan diagnosis. Protein-protein ini dapat terdeteksi
didalam darah. Bila temuan marker positif, hasilnya ini harus dievaluasi dalam setiapsiklus
kemoterapi untuk mengevaluasi respon tumor terhadap terapi yang diberikan,dan untuk mendeteksi
rekurensi tumor.
Human chorionic gonadotropin (hCG)
hCG merupakan glikoprotein dengan berat 33 kD, tersusun dari subunit αdan β dan memiliki
waktu paruh selama 3 hari. Subunit α memiliki kemiripan antigen dengan hormon TSH,
FSH, dan LH, sedangkan subunit β, secara antigenik berbeda. Oleh karena itu, dalam praktik
onkologi, subunit β lah yang digunakan untuk menilai kadar serumnya. Protein ini dapat diukur
dengan metode radioimmunoassay. hCGdisekresikan oleh mixed tumor atau pure
koriokarsinoma, selain itu disekresikanpula oleh sel-sel tunggal synsitiotrofoblast selama masa
kehamilan untukmempertahankan korpus luteum. Peningkatan kadar hCG ditemukan pada:
- Tumor sel germinal. Kadar hCG dapat meningkat pada pasien-pasien denganseminoma,
koriokarsinoma, dan embrional karsinoma.
- Jarang pada keganasan lain seperti hepatoblastoma, dan keganasanpankreas, kolon, payudara,
paru-paru, dan limpa.
- Peningkatan yang tiba-tiba mungkin terjadi setelah kemoterapi yangmenginduksi lisis sel.
Alpha fetoprotein (aFP)
aFP merupakan glikoprotein dengan berat molekul 130 kD, diproduksi oleh fetal yolc sac, hati,
dan usus. Merupakan protein serum yang predominan pada trimester pertama kehamilan, dan
kadarnya terus meningkat sampai mencapai puncaknya pada minggu ke-12-14 gestasi. Setelah
trimester pertama, hati merupakan satu-satunya organ yang mensintesis aFP, akibat yolc sac yang
beregresi. Pada saat lahir, kadarnya bervariasi antara 10.000 ng/ml sampai dengan 70.000 ng/ml.
umur gestasi merupakan penentu utama kadar aFP padasaat lahir. Bayi preterm memiliki kadar yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadarnya pada bayi aterm. Kadarnya menurun dengan waktu
paruh 5-7 hari, dan nilai normal < 10 ng/ml dicapai pada umur 8 bulan sampai 1 tahun. (9,10)
Tumor sel germinal
 Kadar aFP meningkat pada pasien-pasien dengan yolc sac tumor, karsinomaembrional,
dan mixed tumor.
 Penggunaannya dalam tumor sel germinal termasuk diagnosis massa testis,penentuan stadium,
prognosis, dan follow up rekurensi.
 Pasien-pasien dengan kadar aFP > 10.000 ng/ml dihubungkan dengan prognosis yang buruk
 Peningkatan aFP secara tiba-tiba dapat terjadi pada post kemoterapi akibat lisis sel-sel tumor
atau akibat perubahan fungsi hati.

F. Pengobatan

Bedah tumor
Tujuan terapi adalah untuk membuang tumor dan jaringan disekitarnya(margin), dengan tujuan
untuk menyingkirkan semua sel-sel tumor. Bila memungkinkan, tumor dan jaingan disekitarnya di
reseksi, selama tidak menyebabkan morbiditas yang berat. Tumor sel germinal sakrokoksigeus
membutuhkan esksisi komplit koksigeus, karena eksisi inkomplit berhubungan dengan resiko tinggi
rekurensi tumor. Beberapa pasien dengan tumor maligna mungkin memiiki massa tumor
residusetelah kemoterapi. Massa residu ini mungkin memiliki elemen maligna. Oleh karena itu, terapi
bedah dapat membantu mencapai respon terapi komplit atau mendokumentasikan repon tumor
terhadap kemoterapi.
Kemoterapi
Ini pengobatan kemoterapi termasuk penggunaan cisplatin,etoposid dan bleomisin. Untuk tumor
yang beresiko rendah (tumor testis stadium II dan tumor ovarium stadium II), terapi BEP selama 4
siklus memiliki angka kesembuhan sebesar 94%-100%. Untuk tumor resiko tinggi (stadium III dan
IV tumor testis dan ovarium, dan tumor ekstragonad stadium I-IV), BEP dosis tinggi memiliki angka
survival yang lebih baik, meskipun dengan toksisitas terapi yang meningkat. Terapi teratoma matur
adalah bedah reseksi, kemoterapi tidak diberikan sebagai terapi neoplasma ini. Namun, adanya
elemen maligna di antara tumor ini mengharuskan tumor diterapi sesuai dengan protab tumor sel
germinal maligna.Sementara itu, peran kemoterapi pada teratoma imatur masih kontroversi. Dalam
penelitian retrospektif teratoma imatur ovarium yang diterapi dengan bedah reseksisaja menunjukkan
angka rata-rata rekurensi tumor sebesar 70% pada pasien-pasienteratoma imatur stadium 3. Hal ini
mengarahkan klinisi pada rekomendasi kemoterapi adjuvant untuk pasien-pasien dengan teratoma
imatur stadium 3. Hubungan yang sama belum ditemukan pada teratoma imatur yang muncul di
lokasi lain.
Fase-Fase Kemoterapi
1. Fase G0, dikenal juga sebagai fase istirahat. Ketika ada sinyal untuk
berkembang, sel ini akan memasuki fase G1. Contoh obat yang aktif pada fase
ini adalah glukokortikoid untuk limfosit matur.
2. Fase G1, pada fase ini sel siap untuk membelah diri yang diperantarai oleh
beberapa protein penting untuk berproduksi. Fase ini berlangsung 18-30 jam.
Contoh obat yang aktif pada fase ini adalah L-asparaginase.
3. Fase S, disebut sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di copy. Fase
ini berlangsung selama 18-20 jam. Contoh obat yang aktif pada fase ini adalah
procarbazine dan antimetabolit.
4. Fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung 2-10 jam. Contoh
obat yang aktif pada fase ini adalah bleomycin dan alkaloid tumbuhan.
5. Fase M, sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit. Contoh
obat yang aktif pada fase ini adalah alkaloid tumbuhan.

G. Asuhan keperawatan
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Nyeri pada daerah tumor
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Pemeriksaan fisik
a. Paru-paru : ada massa, sesak
b. Abdomen: ada massa, nyeri
c. Genitalia : ada massa
6. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan diet
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik
7. Rencana keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan dan Kriteria Hasil :

NOC
 Pain Level,
 Pain control
 Comfort level
Kriteria Hasil :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Intervensi Keperawatan :

NIC
Pain Management
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa Iampau
 Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Tujuan dan Kriteria Hasil :


NOC :
- Respiratory status : Ventilation
- Respiratory status : Airway patency
- Vital sign Status
Kriteria Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi Keperawatan :
NIC :
Airway Management
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2

Oxygen Therapy
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


asupan diet

Tujuan dan Kriteria Hasil :


NOC
 Nutritional Status : food and Fluid Intake
 Nutritional Status: nutrient Intake
 Weight control
Kriteria Hasil :
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
 Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi Keperawatan :
NIC
Nutrition Management
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
 Berikan substansi gula
 Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nutrisi

b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomik

Tujuan dan Kriteria Hasil :


NOC
 Urinary elimination
 Urinary Contiunence
Kriteria Hasil :
 Kandung kemih kosong secara penuh
 Tidak ada residu urine > 100-200 cc
 Intake cairan dalam rentang normal
 Bebas dari ISK
 Tidak ada spasme bladder
 Balance cairan seimbang

Intervensi keperawatan :
NIC
Urinary Retention Care
 Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontinensia
(misalnya, output urin, pola berkemih kemih, fungsi kognitif, dan masalah
kencing praeksisten)
 Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau properti alpha
agonis
 Memonitor efek dari obat-obatan yang diresepkan, seperti calcium channel
blockers dan antikolinergik
 Menyediakan penghapusan privasi
 Gunakan kekuatan sugesti dengan menjalankan air atau disiram toilet
 Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin untuk perut,
membelai tinggi batin, atau air
 Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)
 Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
 Menyediakan manuver Crede, yang diperlukan
 Gunakan double-void teknik
 Masukkan kateter kemih, sesuai
 Anjurkan pasien / keluarga untuk merekam output urin, sesuai
 Instruksikan cara-cara untuk menghindari konstipasi atau impaksi tinja
 Memantau asupan dan keluaran
 Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
 Membantu dengan toilet secara berkala
DAFTAR PUSTAKA

Adkins, Stanton E. Pediatric Teratomas and Other Germ Cell TumorsTreatment & Management. 2011. Di
akses pada www.emedicine.medscape.com

Anonim. 2016. What Germ Cell Tumors?. Di akses pada www.webmd.com/cancer/germ-cell-tumors


Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Signal, AK. Argawala, S. Tumour Markers In Pediatric Solid Tumors. 2005. Journal of Association of
Pediatric Surgery. Vol. 10. p. 182-90

Stelle, Glend D. Philips, Theodore L. Chabner, Bruce A. (eds). Raghavan,Derek. Nevile, A Munro. 2003. In
Biology of Germ Cell Tumors. American Cancer Society: Atlas of Clinical Oncology. London: BC Decker
Inc.

Anda mungkin juga menyukai