Anda di halaman 1dari 12

TUGAS INDIVIDU

MODEL PROMOSI KESEHATAN

Dosen Pengampu:
Bpk. M. Ridwan, S.KM, MPH

Disusun Oleh:
LUCIANA LORENZA
G1A115067

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
1. Health Belief Model
Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966,
kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980. Health belief model
adalah suatu model yang digunakan untuk menggambarkan kepercayaan individu
terhadap perilaku hidup sehat, sehingga individu akan melakukan perilaku sehat,
perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku pencegahan maupun penggunaan
fasilitas kesehatan. Konsep utama dari health belief model adalah perilaku sehat
ditentukan oleh kepercaaan individu atau presepsi tentang penyakit dan sarana
yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit.
Gambaran Health belief model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya:
a. Perceived susceptibility
Hal ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut risiko
dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit secara medis, dimensi
tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa, perkiraan pribadi
terhadap adanya resusceptibilily (timbul kepekaan kembali), dan susceptibilily
(kepekaan) terhadap penyakit secara umum.
b. Perceived severity
Perasaan mengenai keseriusan terhadap suatu penyakit, meliputi kegiatan
evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian,
cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek
pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial).
c. Perceived benefitsm
Hal ini tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari
berbagai upaya yang tersedia dalam mengurangi ancaman penyakit, atau
keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived benefit) dalam mengambil
upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang memperlihatkan suatu
kepercayaan terhadap adanya kepekaan (susceptibility) dan keseriusan
(seriousness), sering tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya
kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa manjur
dan cocok.
d. Perceived barriers
Aspek-aspek negatif yang potensial dalam suatu upaya kesehatan (seperti:
ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan (seperti:
khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin berperan sebagai
halangan untuk merekomendasikan suatu perilaku.
e. Health motivation
Terdiri atas kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health value.
f. Cues to action
Merupakan suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi
isyarat bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. Isyarat-
isyarat yang berupa faktor-faktor eksternal maupun internal, misalnya pesan-
pesan pada media massa, nasihat atau anjuran kawan atau anggota keluarga
lain, aspek sosiodemografis (tingkat pendidikan, lingkungan tempat tinggal,
pengasuhan dan pengawasan orang tua, pergaulan dengan teman, agama, suku,
keadaan ekonomi, sosial, dan budaya), serta self-efficacy (keyakinan seseorang
bahwa dia mempunyai kemampuan untuk melakukan atau menampilkan suatu
perilaku tertentu).
Tiga faktor penting dalam Health Belief Model, yaitu :
1. Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu
penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.
2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah
perilaku.
3. Perilaku itu sendiri.

2. Transtheoretical Model
Transtheoretical Model yang diperkenalkan oleh James Prochaska, John
Norcross dan Carlo DiClemente (1994) dalam W. F, Velicer, dkk. (1998),
menggambarkan bahwa seseorang dianggap berhasil dan permanen mengadopsi
suatu perilaku bila telah melalui lima “tahap perubahan” meliputi:
a. Pra Perenungan (Precontemplation)
Tahap manakala seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi terhadap
masa depan yang dapat diperkirakan, biasanya diukur dalam enam bulan
berikutnya. Orang pada tahap ini disebabkan oleh tidak tahu atau kurang tahu
mengenai konsekuensi suatu perilaku atau mereka telah mencoba berubah
beberapa kali dan patah semangat terhadap kemampuan berubahnya.
b. Perenungan (Contemplation)
Tahap manakala seseorang peduli untuk berubah pada enam bulan
berikutnya. Mereka lebih peduli kemungkinan perubahan tetapi seringkali
peduli terhadap kosenkuensi secara akut. Keseimbangan antara biaya dan
keuntungan perubahan dapat menimbulkan amat sangat ambivalen, sehingga
dapat menahan seseorang dalam tahap ini untuk waktu yang lama.
c. Persiapan (Preparation)
Tahap manakala seseorang peduli melakukan aksi dengan segera di masa
mendatang, biasanya diukur bulan berikutnya. Mereka telah secara khusus
melakukan beberapa aksi yang signifikan pada tahun sebelumnya.
d. Aksi (Action)
Tahap manakala seseorang telah membuat modifikasi yang spesifik dan
jelas pada gaya hidupnya selama enam bulan terakhir. Karena aksi ini dapat
diamati, perubahan perilaku sering setarakan sebagai aksi. Dalam
Transtheoretical Model, aksi hanya satu dari lima tahap, tidak semua
modifikasi perilaku disebut sebagai aksi.
e. Pemeliharaan (Maintenance)
Tahap manakala seseorang berupaya untuk mencegah kambuh tetapi
mereka tidak menerapkan proses perubahan sesering aksinya. Mereka tidak
tergiur untuk kembali dan meningkatkan dengan lebih percaya diri untuk
melanjutkan perubahannya.
3. Interactive Domain Model (IDM)
Menurut Kahan & Goodstads (2001) Interactive Domain Model (IDM)
adalah: suatu model atau konsep yang dapat dipergunakan untuk melihat,
menganalisa, dan sekaligus mendasari rencana intervensi untuk mencegah
penyakit dan masalah kesehatan yang dilakukan oleh tenaga promosi kesehatan
yang terdiri dari 3 domain, yaitu:
- Domain dasar (fondasi) yang meliputi unsur tujuan, nilai, teori
- Domain pemahaman lingkungan
- Domain praktek
Setiap domain tersebut saling berinteraksi dan berhubungan dengan lingkungan
internal dan eksternal. Lingkungan internal adalah lingkungan yang ada pada
masyarakat tersebut antara lain: sosial budaya, ekonomi, sedangkan lingkungan
eksternal adalah lingkungan yang tidak berada dalam masyarakat tersebut, tetapi
berpengaruh terhadap masyarakat tersebut misalnya kebijakan Puskesmas dll.

4. Precede-Procede
Model perencanaan promosi kesehatan yang sering digunakan adalah
Precede-Proceed. Model Precede-Proceed memungkinkan suatu struktur
komprehensif untuk menilai tingkat kesehatan, kebutuhan kualitas kehidupan dan
untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi promosi kesehatan
dan program kesehatan publik lainnya.
Precede (Predisposing, Reinforcing, and Enabling Causes in Educational
Diagnosis and Evaluation) menggambarkan perencanaan proses diagnosis untuk
membantu perkembangan program kesehatan atau edukasi kesehatan. Proceed
(Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Enviromental
Development) mendampingi proses implementasi dan evaluasi dari program atau
intervensi yang telah dirancang menggunakan Precede.
Precede terdiri atas 5 fase, yaitu:
1. Fase pertama menentukan kualias kehidupan atau permasalahan sosial dan
kebutuhan suatu populasi.
2. Fase kedua terdiri dari penentuan faktor kesehatan untuk permasalahan
kesehatan.
3. Fase ketiga menganalisis faktor perilaku dan lingkungan.
4. Pada fase keempat, pengindentifikasian faktor-faktor predisposing,
reinforcing, dan enabling.
5. Fase kelima meliputi penentuan promosi kesehatan, edukasi kesehatan, dan
atau kebijakan terkait intervensi mana yang paling sesuai untuk mendorong
perubahan yang diinginkan pada perilaku atau lingkungan, dan pada faktor
yang mendukung perilaku dan lingkungan tersebut.
Proceed terdiri atas 4 fase tambahan, yaitu:
1. Fase keenam, intervensi pada fase kelima diimplementasikan.
2. Fase ketujuh dilakukan proses evaluasi dari intervensi-intervensi tersebut.
3. Fase kedelapan mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor
pendukung perilaku dan pada perilaku itu sendiri.
4. Fase terakhir terdiri atas evaluasi outcome, yang menentukan efek terbesar
pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas kehidupan suatu populasi.

5. The Policy Rainbow


Kesehatan dan kesejahteraan individu dan populasi di semua kelompok umur
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik di dalam dan di luar kontrol individu. Salah
satu model yang menangkap hubungan timbal balik antara faktor-faktor ini adalah
Dahlgren dan Whitehead (1991) 'Kebijakan Rainbow', yang menggambarkan
lapisan pengaruh potensi individu untuk kesehatan. Whitehead (1995) menjelaskan
faktor ini sebagai orang-orang yang tetap (inti faktor non dimodifikasi), seperti
usia, jenis kelamin dan genetik dan satu set faktor yang berpotensi dimodifikasi
dinyatakan sebagai serangkaian lapisan pengaruh termasuk: gaya hidup pribadi,
fisik dan sosial lingkungan dan lebih luas sosial ekonomi, budaya dan lingkungan
kondisi.
The Dahlgren dan Whitehead Model telah berguna dalam memberikan
kerangka untuk memunculkan pertanyaan tentang besarnya kontribusi dari
masing-masing lapisan untuk kesehatan, kelayakan mengubah faktor spesifik dan
tindakan pelengkap yang akan diperlukan untuk mempengaruhi faktor terkait di
lapisan lainnya. Domain penentu kesehatan terhadap kematian dini telah
diperkirakan sebagai berikut:
- 30% dari kecenderungan genetik
- 15% dari keadaan sosial
- 5% dari paparan lingkungan
- 40% dari pola perilaku
- 10% dari kekurangan dalam perawatan medis

6. The Theory of Planned Behaviour


Theory of planned behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen
yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan
oleh Fishbein dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned behavior ini sama seperti
teori reason action yaitu intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu.
Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor motivasi yang mempengaruhi
perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras orang mau berusaha untuk
mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan individu untuk melakukan
suatu perilaku.
Reason action theory mengatakan ada dua faktor penentu intensi yaitu sikap
pribadi dan norma subjektif. Sikap merupakan evaluasi positif atau negatif
individu terhadap perilaku tertentu. Sedangkan norma subjektif adalah persepsi
seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
tertentu. Namun Ajzen berpendapat bahwa teori reason action belum dapat
menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol
seseorang. Karena itu dalam theory of planned behavior Ajzen menambahkan satu
faktor yang menentukan intensi yaitu perceived behavioral control.
Perceived behavioral control merupakan persepsi individu terhadap kontrol
yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu. Faktor ini menurut Ajzen
mengacu pada persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya memunculkan
tingkah laku tertentu dan diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman masa
lalu dan juga hambatan yang diantisipasi. Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor ini
yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control dapat memprediksi
intensi individu dalam melakukan perilaku tertentu.

7. Communication Theory
McGuire (1964), menegaskan bahwa komunikasi dapat dipergunakan untuk
mengubah sikap dan perilaku kesehatan yang secara langsung terkait dengan
rantai kausal yang sama. Efektivitas upaya komunikasi yang diberikan tergantung
dari berbagai input (stimulus) serta output (tanggapan terhadap stimulus).
Perubahan pengetahuan dan sikap merupakan prekondisi bagi perubahan perilaku
kesehatan.

8. Community Mobilization
Merupakan proses pengembangan kapasitas melalui individu, komunitas
atau organisasi untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan
secara partisipatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
kebutuhan lain, baik atas inisiatif sendiri atau dirangsang oleh orang lain.

9. Social Network and Social Support Theory


Social support adalah kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan
yang diperoleh dan dirasakan seseorang dari hubungannya dengan orang lain.
Bedasarkan pengertian dapat dilihat bahwa sumber social support berasal dari
orang lain yang berinteraksi dengan individu sehingga individu dapat merasakan
kenyamanan fisik dan psikologis. Orang lain yang maksud mencangkup pasangan
hidup, orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, rekan kerja, pihak medis, dan
anggota kelompok masyarakat.
Social support timbul oleh adanya persepsi bahwa terdapat orang-orang yang
akan membantu apabila terjadi suatu keadaan atau peristiwa yang dipandang akan
menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat meningkatkan
perasaan positif serta meningkatkan harga diri. Kondisi atau keadaan psikologis ini
dapat mempengaruhi respon-respon dan perilaku individu sehingga berpengaruh
terhadap kesejahteraan individu secara umum.
House (dalam Smet, 1994) membedakan social support ke dalam empat
bentuk, yaitu:
a. Dukungan emosional : mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan
b. Dukungan penghargaan : terjadi melalui ungkapan penghargaan positif untuk
orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan
individu.
c. Dukungan instrumental : mencakup bantuan langsung, seperti memberikan
bantuan berupa uang, barang, dan sebagainya.
d. Dukungan informatif : mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran
ataupun umpan balik.
Sedangkan Wills & Fegan (dalam Sarafino, 2006) mengemukakan 4 bentuk-
bentuk social support, yaitu:
a. Emotional or esteem support
Jenis dukungan ini melibatkan rasa empati, peduli terhadap seseorang
sehingga memberikan perasaan nyaman, perhatian, dan penerimaan secara
positif, dan memberikan semangat kepada orang yang dihadapi.
b. Tangible or Instrumental Support
Dukungan jenis ini meliputi bantuan yang diberikan secara langsung atau
nyata, sebagaimana orang yang memberikan atau meminjamkan uang atau
langsung menolong teman sekerjanya yang sedang mengalami stres.
c. Informational Support
Jenis dukungan ini adalah dengan memberikan nasehat, arahan, sugesti
atau feedback mengenai bagaimana orang melakukan sesuatu. Dukungan ini
dapat dilakukan dengan memberi informasi yang dibutuhkan oleh seseorang.
Adanya informasi akan membantu individu memahami situasi yang stressful
lebih baik dan dapat menetapkan sumber dan strategi coping yang harus
dilakukan untuk mengatasinya.
d. Companionship Support
Dukungan jenis ini merupakan kesediaan untuk meluangkan waktu
dengan orang lain dengan memberikan perasaan keanggotaan dalam suatu
kelompok orang yang tertarik untuk saling berbagi dan kegiatan sosial. Hal ini
dapat mengurangi stres dengan terpenuhinya kebutuhan affiliation dan
berhubungan dengan orang lain, dengan menolong seseorang yang terganggu
dari kekhawatiran akan masalah yang ia miliki, atau memfasilitasi perasaan
yang positif
Sarafino (2006) dan Taylor (2009) mengemukakan dua teori untuk
menjelaskan bagaimana social support mempengaruhi kesehatan, yaitu:
1. Buffering Hypotesis
Social support akan mempengaruhi kesehatan dengan berfungsi sebagai
pelindung dari stres. Social support melindungi seseorang untuk melawan
efek-efek negatif dari stres tinggi. Buffering effect bekerja dengan dua cara,
yaitu: pertama saat seseorang bertemu dengan stresor yang kuat, dan yang
kedua adalah social support dapat memodifikasi respon-respon seseorang
sesudah munculnya stresor
2. Direct effect hypotesis Individu dengan tingkat social support yang tinggi
memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai.
Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan
membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu
kepada gaya hidup yang sehat.
Dalam Sarafino (2006) disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul
dari social support, antara lain:
1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal
ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa
tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak
meperhatikan dukungan yang diberikan.
2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu.
3. Sumber dukungan memberikan contoh yang buruk pada individu seperti
melakukan atau menyarankan perilaku tidak sehat.
4. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu
yang diinginkannya.
DAFTAR PUSTAKA

Maulana, Heri D. J.. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta:EGC

M. Ridwan. 2009. Promosi Kesehatan dalam Rangka Perubahan Perilaku. Jurnal


Kesehatan “Metro Sai Wawai” Volime II No. 2 Edisi Desember 2009, ISSN:19779-
469.

Taylor, S. E., (2012), Health Psychology (8th edition). New York: McGraw-Hill
Higher Education.

Stanley, M. A., Maddux, J. E. 1986. Cognitive Processes in Health Enhancement:


Investigation of a Combined Protection Motivation and Self-Efficacy Model. Basic
and Applied Social Psychology, 7(2).

Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed.). Berkshire: Open
University Press.

Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention, and behavior: An
introduction to theory and research. Philippines: Addison-Wesley Publishing
Company.

Fishbein, M., & Ajzen, I. (1980). Understanding attitudes and predicting social
behavior. New Jersey: Prentice Hall Engelwood Cliffs.

Fishbein, M., & Ajzen, I. (2010). Predicting and changing behavior: The reasoned
action approach. New York: Psychology Press.

Anda mungkin juga menyukai