Laporan Stela Fix Poll PDF
Laporan Stela Fix Poll PDF
Disusun Oleh :
KELOMPOK G2
Disusun Oleh :
Muhammad Fikri Baihaqi (165040207111102)
Dyah Ayu agustin (165040201111137)
Siti Mu’anifa (165040201111139)
Febri Ayu Alista (165040201111179)
Muhammad Taqiyudin Majid (165040201111195)
Muhammad Ridho (165040201111216)
Ika Putri Maulida (165040201111248)
Wiwin Solikhah (165040201111275)
Syahrullah Bagus Harmana (165040207111003)
Pradina Tiyas Putri (165040207111013)
Sonia Berliana (165040207111018)
Waode Mariyatul Qibtiyah (165040207111052)
Redita Dwi Agustina (165040207111056)
Mayank Alifa Taskiya (165040207111060)
Bachtiar Dio widagdo (165040207111073)
Nilam Kinanti (165040207111087)
Benediktus Lucky Aditya N (165040207111105)
Stepani Astrid Kheisa R. I. (165040207111125)
R. Muhammd Yusuf Adi Pujo (165040207111126)
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
laporan besar praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan serta mampu
menyelesaikannya dengan baik. Laporan yang kami susun dengan sistematis dan
sebaik mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah praktikum Survei Tanah
dan Evaluasi Lahan.
Dengan terselesainya laporan praktikum ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan laporan ini, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing
baik pada saat praktikum serta memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
laporan ini.
Demikian laporan yang kami buat, mohon kritik dan sarannya atas kekurangan
dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan bagi kami selaku penulis.
Penyusun.
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL....................................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.2 Tujuan 2
1.3 Manfaat 2
iv
4.1Morfologi Tanah 23
4.4Keseusaian Lahan 39
4.5 Zonasi 70
V. KESIMPULAN ..................................................................................................... 74
LAMPIRAN ............................................................................................................... 78
v
DAFTAR TABEL
vi
Tabel 29.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.1 .................... 53
Tabel 30.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.2 .................... 54
Tabel 31.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.3 .................... 55
Tabel 32.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopiarabika G2.4 ..................... 56
Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1 .............................. 57
Tabel 34.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.2 .............................. 58
Tabel 35.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.3 .............................. 59
Tabel 36.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.4 .............................. 60
Tabel 37.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.1 .............................. 61
Tabel 38. Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.2 ............................. 62
Tabel 39.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.3 .............................. 63
Tabel 40.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.4 .............................. 64
vii
1
I. PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Setelah dilakukan praktikum survei tanah dan evaluasi lahan, maka manfaat
yang didapatkan bisa lebih memahami pengelompokan tanah berdasarkan karakteristik
yang sama sehingga mampu membuat satuan peta tanah. Selain itu, juga dapat
memahami mekanisme pasca survei tanah yang berkaitan dengan evaluasi lahan
meliputi penentuan kelas kemampuan lahan, kelas kesesuaian lahan dan juga
3
memberikan rekomendasi yang berpotensi dapat diterapkan pada lahan yang telah
disurvei.
4
Metode yang digunakan dalam penentuan titik pengamatan adalah metode grid
kaku. Metode ini digunakan karena skala peta 1: 3000 di mana skala tersebut
merupakan skala besar. Apabila digolongkan pada peta tanah termasuk dalam peta
tanah sangat detail. Selain itu, penerapan metode grid kaku ini dikarenakan belum
6
adanya foto udara karena lokasi pengamatan (UB Forest) merupakan hutan yang
daerahnya terdapat banyak vegetasi dengan tajuk yang menutupi lahan. Sehingga,
dapat menyebabkan hasil dari foto udara tidak maksimal. Dengan adanya hal tersebut,
cara paling mudah dalam menentukan lokasi pengamatan yaitu dengan pengukuran
jarak setiap titiknya. Jarak pengamatan dibuat secara teratur degan jarak tertentu yang
kemudian menghasilkan jalur segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah survei.
Di UB Forest jarak titik pengamatan yang digunakan yaitu 90 meter di mana jarak
setiap titik pada peta 3 cm dan skala peta hasil 1:3000. Penggunaan jarak pengamatan
secara teratur hingga membentuk jalur segi empat membuat pola pengamatan tanah
teratur baik jarak horizontal maupun vertikal. Menurut Rayes et al. (2014) menyatakan
bahwa metode grid kaku digunakan untuk melakukan survei tanah detail sampai
dengan sangat detail di mana foto udara tidak tersedia. Apabila dilakukan foto udara
dengan skala besar dapat membuat hasil tidak maksimal. Hal ini dikarenakan daerah
yang akan di survei tertutup oleh vegetasi yang rapat dan lebat. Sehingga cara termudah
untuk menentukan daerah survei dapat melalui pengukuran jarak. Pengamatan pada
metode ini dilakukan dengan pola teratur pada interval titik pengamatan yg berjarak
sama dalam kedua arah. Metode ini sangat cocok diterapkan di daerah-daerah di mana
posisi pemeta sukar ditentukan dengan pasti.
2.4.1 Minipit
Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil
dan lebih dangkal berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. Tujuan dibentuk minipit untuk
mendapatkan data sifat-sifat morfologi horizon tanah untuk mengetahui penyebaran
variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Langkah pertama yang
dilakukan dalam deskripsi minipit adalah menentukan tempat yang sesuai dengan titik
koordinat yang terdapat pada peta dan telah memenuhi syarat. Lokasi pembuatan
penampang tanah harus dilakukan pada tanah yang representatif dan sedapat mungkin
tanahnya masih alami. Penampang tanah tidak boleh dibuat pada bekas timbunan
sampah/pupuk (Balai penelitian tanah, 2004). Apabila sudah ditemukan titik yang
tepat, tanah kemudian digali sedalam 50 cm menggunakan cangkul dan atau sekop.
8
2.4.2 Pemboran
Untuk melengkapi deskripsi lapisan yang lebih dalam, maka dapat dilanjutkan
dengan pemboran sampai kedalaman yang diinginkan (Balai penelitian tanah, 2004).
Pengeboran dilakukan sebanyak 6 kali dengan tiap satu kali pengeboran sedalam 20
cm. Jadi, total kedalaman 6 kali pengeboran sedalam 120 cm. Pengamatan identifikasi
menggunakan bor dengan cara memutar searah jarum jam secara perlahan sampai mata
10
bor (20 cm) masuk seluruhnya kedalam tanah dan kemudian di angkat keatas searah
jarum jam. Tanah yang berada di bagian terluar dari lubang bor dibersihkan untuk
mencegah adanya percampuran dengan tanah yang ada didalam bor tersebut.
Selanjutnya, tanah yang terdapat dalam bor dikeluarkan dan dibentangkan pada
permukaan kertas yang datar untuk dilakukan identifikasi dari segi warna, tekstur dan
konsistensinya.
2.4.3 Profil Tanah
Klasifikasi tanah adalah suatu cara pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan
ciri tanah yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah dikenal,
diingat, dipahami dan dibedakan dengan tanah-tanah lainnya. Setiap jenis tanah
memiliki sifat dan ciri tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Setiap jenis
tanah memiliki sifat, ciri, potensi kesesuaian tanaman dan kendala tertentu untuk
pertanian sehingga memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang spesifik untuk dapat
berproduksi optimal. Untuk dapat mengklasifikasikan tanah, data deskripsi minipit atau
profil tanah disertai data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu tanah harus
diperoleh terlebih dahulu. Kemudian mengacu pada buku Key to Soil Taxonomy yang
diterbitkan oleh Soil Survey Staff (2003 atau versi baru), dapat dilakukan klasifikasi
tanah mulai dari kategori ordo hingga seri, tergantung tujuan survey atau macam peta
tanah yang akan dibuat. Menurut Rayes (2007), Klasifikasi tanah final dilakukan
setelah memperoleh data hasil analisis laboratorium dari contoh-contoh tanah yang
diambil dari pedon pewakil. Klasifikasi tanah diawali dengan alur deskripsi tanah yang
dilakukan secara manual dengan metode feeling yaitu pengambilan sampel tanah
dengan menggunakan ujung jari telunjuk dan ujung ibu jari kemudian dirasakan untuk
menentukan tekstur tanah, dan konsistensi tanah. Untuk deskripsi warna dilakukan
dengan menggunakan buku Munsell Colour Chart. Kemudian ditentukan epipedon dan
endopedon tanahnya. Setelah itu dilakukan pengklasifikasian tanah dengan
menggunakan Kunci Taksonomi Tanah berdasarkan data-data yang didapatkan dari
hasil deskripsi tanah. diagramnya bisa dilihat dibawah ini:
12
Menetukan Epipedon
Menetukan Endopedon
lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan)
sesuai dengan potensinya.
Metode yang digunakan adalah metode survei. Penentuan kelas kemampuan
lahan berdasarkan USDA yang dimodifikasi (Arsyad 2010) dan pembuatan peta
klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan metode overley (geoprocessing) dengan
Sistem Informasi Geografi. Untuk penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG),
sumber data yang dapat digunakan sebagai masukan (input) di dalam sistem ini adalah
survei lapangan (pengukuran lapangan), peta, dan data dari penginderaan jauh. Output
(keluaran) dari analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan (zonasi) yang
merupakan gambaran dari tingkatan kemampuan lahan pada daerah penelitian.
Survei Lapangan
Karakteristik Lahan
Kemampuan Lahan
Klasifikasi
kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai atau mampu untuk pertanian.
Menurut Arsyad (2010), Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya
lebih tinggi dibandingkan hasil yang bisa dicapai. Berikut merupakan prosedur kerja
dalam menentukkan kemampuan lahan :
1. Persiapan bahan dan alat dan pembuatan peta dasar / peta kerja.
2. Kajian pustaka wilayah penelitian khususnya informasi lereng, penggunaan
lahan dan batas wilayah daerah penelitian.
3. Pembuatan peta unit lahan berdasarkan peta kedalaman tanah, lereng, dan
penggunaan lahan. Pengecekkan kembali (ground check) penggunaan lahan
dari data sebelumnya, tutupan batuan dan ancaman banjir. Data data yang
diperoleh selanjutnya dideskripsikan dan disusun dalam bentuk tabel.
Menurut Djaenudi (2011) cara yang dapat digunakan untuk menilai kesesuain
lahan, yaitu dengan perkalian parameter, penjumlahan, mencocokkan antara kualitas
lahan dan karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan syarat
tumbuh tanaman atau komoditas yang ingin dibudidaya. Klasifikasi kesesuain lahan
berbeda pada tiap tingkat penamaan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu ordo, kelas, dan unit. Ordo menyatakan
keadaan kesesuaian lahan secara global sedangkan kelas menyatakan keadaan tingkat
kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara
lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). Pada tingkat
kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai dibedakan kedalam 3 kelas yaitu lahan sangat
sesuai (S1) dimana lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata
terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor
dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata, cukup sesuai (S2) dimana
lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya
dapat diatasi oleh petani sendiri, dan sesuai marginal (S3) dimana lahan mempunyai
faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan yang lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Sedangkan lahan yang tergolong odo tidak sesuai tidak dibedakan
kedalam kelas-kelas.
17
berdebu dan liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak plastis, memiliki
drainase yang sedang serta permeabilitas yang sedang. Pada titik kedua dapat diketahui
bahwa karateristik tektur tanahnya yaitu lempung berdebu dan lempung liat berdebu,
memiliki konsistensi agak lekat agak plastis dan lekat plastik, dengan tingkat drainase
yang sedang serta memiliki tingkat permeabilitas yang sedang. Pada titik pengamatan
ketiga dapat diketahui bahwa pada titik tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dan
lempung dengan konsistensi tanah agak lekat dan juga agak plastis dengan tingkat
drainase sedang serta memiliki permeabilitas yang sedang. Pada titik ke empat dapat
diketahui bahwa karakteristik tanah pada titik tersebut memiliki tektur lempung,
lempung berdebu, dan lempung liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak
plastis, memiliki drainase yang agak lambat dengan tingkat permeabilitas yang agak
lambat..
3.4 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Vink, 2002). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua
kelompok besar yaitu pengunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian. Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan
pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas
kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi
penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah,
kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga
tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri,
maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 2000). Menurut Barlowe (2007)
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis,
faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan
biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan
oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum
20
bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan
keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (2004) faktor-faktor yang mendorong
perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya.
Humudepts. Kemudian pada SPL 6 terdapat SPT Kompleks Typic Humudepts, Typic
Dystrudepts, Typic Hapludolls. Pada SPL 11 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts,
typic dystrudepts. Dan terakhir pada SPL 7 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts,
Typic Hapludolls
23
Pada titik pengamatan G2.1 terdapat enam horizon dengan kedalaman 0-135
cm. Keenam horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan empat kali
pemboran. Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4. Warna
pada masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat sangat gelap (10YR 2/2),
hitam (10YR 2/1), hitam (7,5YR 2/1), coklat gelap (7,5YR 3/3), dan coklat gelap
(7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon Ap dan A adalah lembung berdebu sedangkan
tekstur pada horizon Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4 adalah lempung. Kelekatan pada
horizon Ap, A Bw1 dan Bw2 tergolong agak lekat dan horizon Bw3, dan Bw4
tergolong lekat sedangkan plastisitas pada horizon Ap, A, Bw1 dan Bw2 tergolong
agak plastis dan pada horizon Bw3, dan Bw4 tergolong plastis. Jenis pori yang
ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pada horizon Ap, A, dan Bw1 adalah
sedikit. Topografi dan kejelasan pada horizon pertama adalah berombak dan baur,
sedangkan pada horizon kedua dan ketiga adalah rata dan baur. Pada horizon Bw2,
Bw3 dan Bw4 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan
topografi antar horizon.
4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 2
Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman jagung, kopi
dan pinus pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan
membuat minipit dan pengeboran. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data
sebagai berikut :
25
Pada titik pengamatan G2.2 terdapat lima horizon dengan kedalaman 0-135 cm.
Kelima horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran.
Horizon tersebut adalah horizon A1, A2, Bw, Bw1, dan Bw2. Warna pada masing-
masing horizon adalah hitam (7,5YR 2,5/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat sangat gelap
(7,5YR 2/2), coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3), dan coklat sangat gelap (10YR 2/2).
Tekstur pada horizon A1, dan A2 adalah lembung berdebu sedangkan tekstur pada
horizon Bw, Bw1, dan Bw2 adalah lempung liat berdebu. Kelekatan pada horizon A1
dan Bw1 tergolong lekat dan horizon A2, Bw, dan Bw2 tergolong agak lekat sedangkan
plastisitas pada horizon A1, Bw1, dan Bw2 tergolong plastis dan pada horizon A2, dan
Bw tergolong agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori meso dengan
ukuran sedang, dengan jumlah pada horizon A1, A2, dan B adalah biasa, sedikit, dan
banyak. Pada horizon A1 jumlah perakaran sedang tergolong biasa sedangkan pada
horizon A2 dan B tergolong sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah
berombak dan baur. Pada horizon Bw1 dan Bw2 tidak dilakukan pengamatan struktur,
konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
4.1.3 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 3
Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman kopi pada
sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat minipit
dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi,
warna tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah,
kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data
sebagai berikut :
27
Pada titik pengamatan G2.2 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-143
cm. Keempat horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali
pemboran. Horizon tersebut adalah horizon A, Bw1, Bw2 dan Bw3. Warna pada
masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat gelap
(7,5YR 2/2), coklat tua (7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon A adalah lempung berdebu,
Bw1 adalah lempung, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah lempung.
Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat sedangkan plastisitas adalah
28
agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pori
banyak.
Pada horizon A dan Bw1 yang diamati melalui minipit masing-masing
memiliki perakaran halus banyak dan sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga
horizon adalah berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan
pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
Untuk horizon pertama diberi nama A karena terbentuk pada permukaan atas
tanah, serta tidak terdapat struktur batuan asli dan menunjukkan akumulasi bahan
organik yang terhumufikasi terlihat dari warna tanah yang gelap serta pada horizon
tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan. Lapisan tanah dengan
kedalaman 12/19 cm hingga 143 cm termasuk horizon Bw karena perubahan warna
hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari horizon sebelumnya.
Pemberian imbuhan w karena pada tiap lapisan memiliki perubahan pada warna dan
tekstur.
Berdasarkan hasil pengamatan diatas didapatkan bahwa perbedaaan tiap
horizon banyak terdapat pada warna. Perbedaan warna yang terdapat pada tiap horizon
dikarenakan, terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi intensitas warna, seperti kadar
lengas tanah, kadar bahan organik, dan kadar mineral (Sutedjo dan Kartasapoetra,
2008).
4.1.4.Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 4
Pada titik pertama terletak pada lahan yang miring, dengan tanaman cabai pada
titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan melakukan minipid dan
pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi, warna
tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah, kondisi
perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai
berikut :
29
Pada titik pengamatan G2.4 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-135
cm. Horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran.
Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, dan Bw3. Warna pada masing-
masing horizon adalah coklat gelap (10YR 2,5/2), hitam (7,5YR 2,5/1), coklat (7,5YR
4/4), coklat gelap (7,5YR 4/6). Tekstur pada horizon Ap adalah lempung,A adalah
lempung, Bw1 adalah lempung berdebu, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah
lempung liat berdebu. Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat
sedangkan plastisitas adalah agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori
meso dengan jumlah pori banyak.
Pada horizon Ap yang diamati melalui minipit memiliki perakaran halus
dengan jumlah biasa. Sementara pada horizon A dan Bw1 memiliki perakaran halus
dengan jumlah yang sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah
berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan pengamatan struktur,
konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
Horizon pertama diberi nama Ap karena titik ini merupakan lahan budidaya
cabai, dimana pada lahan tersebut dilakukan pengolahan untuk mendapatkan hasil
budidaya yang maksimal. Untuk horizon kedua diberi nama A karena sifatnya sama dengan
horizon diatasnya dan pada horizon tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan.
Selanjutnya, lapisan dengan kedalaman 22/28 cm hingga 135 cm termasuk horizon B
karena perubahan warna hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari
horizon A. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2008) horizon B memiliki horizon
yang mempunyai value warna lebih rendah, kroma lebih tinggi, atau hue lebih merah
(terang) dari horizon diatasnya atau dibawahnya.
ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan nilai value lembab ≤ 3 dan nilai
kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai KB < 50%.
Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh,
ketebalannya yaitu 0 – 22/28 cm. Value yang diperoleh 2,5 dan kromanya 2. pH yang
didapatkan setelah diukur melalui metode universal yaitu 7 sehingga tanah memiliki
KB < 50%. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa
epipedon umbrik memiliki ciri – ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan
nilai value lembab ≤ 3 dan nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai
KB < 50%.
Endopedon yang didapatkan yaitu endopedon kambik pada titik G2.1, G2.2,
G2.3, dan G2.4. Disebut sebagai endopedon kambik karena adanya perkembangan
struktur pada titik 1 hingga titik 4 yaitu berstruktur gumpal membulat dan tidak
ditemukannya adanya eluviasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu, et al.
(2014) bahwa horizon penciri bawah (endopedon) dikategorikan ke dalam endopedon
kambik karena telah mengalami perkembangan struktur tanah, tidak adanya proses
eluviasi liat, serta kandungan pasir yang meningkat seiring dengan bertambahnya
kedalaman tanah.
Titik G2.1 dapat dikatakan memiliki endopedon kambik karena horizon
permukaan memiliki tebal 25 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini
sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik
memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat
halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus. Pernyataan ini didukung
oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus,
ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak
memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun
dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik.
Titik G2.2 memiliki endopedon kambik karena memiliki ketebalan 45 cm dan
memiliki tekstur lempung liat berdebu Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah
(2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau
lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau
33
yang lebih halus. Pernyataan ini didukung oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena
tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak
mengalami kondisi aquik dan tidak memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari
horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria
argilik.
Titik G2.3 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas dengan
ketebalan 38 cm dan memiliki tektur lempung. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi
Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm
atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung,
atau yang lebih halus.
Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh,
ketebalannya yaitu 20 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini sesuai
dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki
ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus,
pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus.
4.2.2 Klasifikasi Ordo hingga Subgrup
Tabel 12. Klasifikasi Ordo hingga Subgrup
Titik
Ordo Sub ordo Grup Subgrup
pengamatan
1 Inceptisols Udepts Humudepts Typic Humudepts
1. Ordo : Inceptisols
Inceptisols (Terdapat horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral dengan batas bawah pada kedalaman 25 cm atau lebih).
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada titik 1 memiliki epipedon
umbrik dan endopedon kambik. Sedangkan pada KTT tanah yang memiliki ordo
inceptisol memiliki ciri – ciri memiliki epipedon umbrik dan mengandung 50 % atau
lebih lapisan-lapisan yang terletak diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman
50 cm. Tanah dengan horizon bawah penciri kambik, telah terdapat proses
pembentukan tanah alterasi, seperti terbentuknya struktur, kenaikan liat pada horizon
B, perubahan warna horizon B (hue dan chroma bertambah tinggi), terbentuknya
epipedon mollik, umbrik, histik.
2. Sub ordo : Udepts
Dari klasifikasi yang kami lakukan berdasarkan buku KTT menunjukkan
bahwa ordo inceptisols yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik sehingga
termasuk subordo Udepts.
3. Grup : Humudepts
Berdasarkan buku KTT klasifikasi Grup termasuk Humudepts karena memiliki
epipedon umbrik dan karena tidak ditemukan kontak litik pada kedalaman 50 cm dari
permukaan tanah.
4. Subgroup : Typic Humudepts
Typic : tidak menunjukkan adanya sifat-sifat tambahan yang nyata selain sifat-
sifat dasar yang dimiliki great groupnya. Atau tidak menandakan adanya campuran dari
tanah lain (Rayes. 2007). Dari buku KTT Typic Humudepts : humudepts yang memiliki
epipedon umbrik dan epipedon kambik.
4.3 Kemampuan Lahan
Kalsifikasi kemampuan lahan digunakan untuk mengetahui kelas kemampuan
lahan pada tiap titik yang di survei. Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi
potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secar umum tana
menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan
35
Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur
lapisan atas, permeabilitas, dan drainase sebagai faktor penghambat membawa tanah
tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk pada kelas kemampuan lahan
III karena memiliki kelerengan miring 15%, tekstur lapisan atas lempung berdebu,
permeabilitas sedang, dan drainase agak baik. Kemudian untuk tingkat erosi masuk
kedalam kategori ringan dimana < 25% lapisan atas hilang dan kedalaman tanah masuk
kedalam kategori dalam yaitu antara > 90 cm, sehingga faktor erosi dan kedalaman
tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tekstur lapisan bawah termasuk
dalam kategori t2 karena memiliki tekstur lempung liat berdebu, sehingga masuk
kedalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah
banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, termasuk dalam kelas kemampuan lahan
I. Sedangkan permeabilitasnya yang sedang (2,0-6,25 cm/jam) masuk kedalam kelas
III.
36
Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng sebagai
faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e dan termasuk pada
kelas kemampuan lahan IV karena memiliki kelerengan yaitu miring 15-30%, tepatnya
25%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana < 25%
lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas II dan kedalaman tanah masuk
kedalam kategori dalam yaitu antara >90 cm, sehingga kedalaman tanah termasuk
dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur lapisan bawah
termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena keduanya memiliki tekstur
lempung berdebu dan lempung liat berdebu, sehingga masuk kedalam kelas
kemampuan lahan III dan II, sama halnya dengan permeabilitasnya yang sedang (0,5-
2,0 cm/jam) termasuk ke dalam kelas III, tidak terdapatnya kerikil, dan lahan tidak
pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk dalam kelas
kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang sedang atau agak baik dimana tanah
beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat bercak-bercak kuning, cokelat, atau
kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari
permukaan tanah), termasuk dalam kelas III kemampuan lahan.
37
Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur
lapisan atas, tekstur lapisan bawah, permebilitas, dn drainase sebagai faktor
penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk
pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kelerengan miring yaitu 15-30%,
tepatnya 15%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana <
25% lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas kemampuan lahan II dan
kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga kedalaman
tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur
lapisan bawah termasuk dalam kategori t3 karena keduanya memiliki tekstur lempung
berdebu, sehingga masuk kedalam kelas kemampuan lahan III. Untuk
permeabilitasnya yang sedang (0,5-2,0 cm/jam) termasuk kelas kemampuan lahan III,
tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode
1 tahun, juga termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang
sedang atau agak baik dimana tanah beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat
bercak-bercak kuning, cokelat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan
bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah), termasuk dalam kelas III
kemampuan lahan.
38
Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa tekstur lapisan
atas sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas s dan
termasuk pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kategori tekstur tanah t3
yang bertekstur lempung liat berdebu. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam
kategori ringan dimana <25% lapisan atas hilang, sehingga kelas kemampuan lahannya
adalah II dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga
kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan
tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena
keduanya memiliki tekstur lempung dan lempung liat berdebu sehingga masuk
kedalam kelas kemampuan lahan III dan II. Untuk permeabilitasnya yang agak lambat
(0,5-2,0 cm/jam) termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil,
dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk
dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya baik dimana tanah beraerasi
baik di daerah perakaran, seluruh profil tanah dari atas sampai bawah > 150 cm,
berwarna terang yang seragam, dan tidak terdapat karatan termasuk dalam kelas
kemampuan lahan II.
39
Pada titik satu untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Kemudian pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2.
Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan
kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, C-organik
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.
Pada bahaya erosi, kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya
banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas
kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc dan nr. Faktor pembatas kesesuaian
lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata
harian dan retensi hara.
41
Pada titik satu untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Kemudiaan pada ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya
42
S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S dengan kelas kesesuaian S3, dan
sub kelas kesesuaian S3 tc, wa dan nr. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada
titik ini untuk tanaman wortel yaitu berupa temperatur rerata harian, curah hujan.
Tabel 19.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 6 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 oa, nr, eh
Pada titik satu untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
43
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S2, dan sub kelas
kesesuaian S2 oa, nr, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk
tanaman terong yaitu berupa drainase, kejenuhan basa, lereng dan bahaya erosi.
Tabel 20.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S3
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc,nr,eh
44
Pada titik dua untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman
tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.
Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya
banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas
kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan
aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian
dan lereng dan retensi hara.
Tabel 21.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc,wa,eh
45
Pada titik dua untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3,
tc wa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel
yaitu berupa temperatur curah hujan, kelerengan.
Tabel 22.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 eh
46
Pada titik dua untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3
eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu
berupa lereng.
Tabel 23.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc
47
Pada titik tiga untuk budidaya tanaman kopi robusta kesesuaian lahan potensial
tanaman kopi robusta adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman
tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada
bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir
kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas
kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3 tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual
pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian.
Tabel 24.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, wa
48
Pada titik tiga untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S
tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel
yaitu berupa temperartur rerata harian dan curah hujan.
Tabel 25.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 oa, eh
49
Pada titik tiga untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada
retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya
S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki
kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan
pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada
kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas kesesuaian S2,
oa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong
yaitu berupa drainase, lereng, dan bahaya erosi.
Tabel 26.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S3
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, nr
Pada titik empat untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
50
kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur tanah dan
kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.Pada
bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir
kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian
S3 dan sub kelas kesesuaian S3-tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik
ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian dan retensi hara.
Tabel 27.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S1
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S2
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, wa
51
Pada titik empat untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual
tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya
S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya
S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas
kesesuaian S3, tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk
tanaman wortel yaitu suhu rerata harian dan curah hujan.
Tabel 28.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S1
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S2
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 eh
52
Pada titik empat untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual
tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya
S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya
S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas
kesesuaian S2 eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman
terong yaitu berupa bahaya erosi.
Berdasarkan data hasil pengkelasan kesesuaian lahan aktual utuk tanaman kopi
arabika secara umum didapatkan kelas N dengan faktor pembatas bahaya erosi,
kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan kelas S3 dengan faktor pembatas
temperatur rerata harian, curah hujan, dan retensi hara, kesesuaian lahan aktual terong
didapatkan S3 dengan faktor pembatas bahaya erosi, dan retensi hara.
4.4.2 Kesesuaian Lahan Potensial
A. Kesesuaian lahan potensial tanaman Kopi
Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman kopi
arabika.
53
faktor pembatas temperature dan kejenuhan basa. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kejenuhan basa sehingga kelas kesesuaiannya
menjadi S3tc.
B. Kesesuaian lahan potensial tanaman Wortel
Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman wortel
Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S2
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Agak halus S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 6 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S1
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
58
dapat diubah. Menurut Sitorus (2016) Karakteristik lahan yang sulit atau tidak bisa
diubah tetapi mempengaruhi pertumbuhan tanaman salah satunya temperature dan
tekstur tanah.
4.4.3 Rekomendasi
Pada lahan tempat dilakukan pengamatan, didapatkan data mengenai
karakteristik dan kemampuan lahan. Komoditas utama yang ditanam pada lahan
tersebut, yaitu kopi,wortel dan terung memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan
membutuhkan lahan dengan kondisi yang berbeda-beda juga. Di lahan tersebut,
dijumpai beberapa faktor pembatas yang menyebabkan lahan tersebut kesesuaiannya
menurun dan kurang cocok untuk ditanami komoditas tertentu. Beberapa faktor
pembatas tersebut dilakukan usaha perbaikan (permanen) dan beberapa dapat
dilakukan usaha perbaikan (dinamis) untuk memperbaiki lahan agar sesuai dengan
kondisi yang dibutuhkan pada tanaman. Usaha untuk memperbaiki faktor pembatas ini
dapat dikelompokkan berdasarkan kesesuaian potensial lahan.
Titik 1
Kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas.
Subkelas kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr, yang berarti
kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur dan retensi hara.
Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim,
ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha
perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah
dengan penambahan kapur pertanian pada saat pengolahan tanah untuk menaikkan pH
tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013), salah satu upaya untuk menaikkan pH
tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan
ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 1 setelah dilakukan rekomendasi
perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc.
Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 1 ini juga memiliki faktor
pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 1 adalah S3 tc, wa,
yang berarti adanya faktor pembatas temperatur dan ketersediaan air pada lahan
tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh
67
iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat
dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat dilakukan,
karena ketersediaan air adalah faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat
dilakukan dengan pembuatan irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Setiapermas
dan Zamawi (2010) berpendapat bahwa ketersediaan air yang tidak memadai dapat
diatasi dengan pembuatan rencana tanam dan pola tanam, menyiapkan benih yang
toleran terhadap kekeringan, menyiapkan infrastruktur irigasi dan memanfaatkan
sumberdaya alternatif dan menyusun program pemakaian air yang efisien. Perbaikan
ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S3 tc.
Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 1 memiliki subkelas
kesesuaian lahan S2oa,nr,eh yang berarti faktor pembatas pada titik 1 berupa
ketersediaan oksigen, retensi hara, dan tingkat kelerengan. Ketersediaan
oksigen,retensi hara dan tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh
manusia. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk ketersediaan air adalah dengan
membuat irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Ketersediaan oksigen dapat
diperbaiki dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik,
dan tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover
crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan
mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1
Titik 2
Kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas.
Subkelas kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr,eh, yang berarti
kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur, retensi hara dan
bahaya erosi. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi
oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat
dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Faktor pembatas retensi hara dapat diperbaiki
dengan penambahan kapur pertanian saat pengolahan tanah untuk meningkatkan pH
tanah pada lahan tersebut. Tanaman kopi memiliki jenis akar yang dangkal dan tidak
mampu menahan erosi secara optimal, sehingga akan beresiko jika ditanam pada lahan
yang memiliki gradien tanpa usaha perbaikan kelerengan lahan tersebut. Rekomendasi
68
usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman cover crop berupa
tanaman perdu, serta pembuatan teras gulud yang dapat memperkecil bahaya erosi dan
memberikan ruang baru untuk penanaman tanaman budidaya. Menurut Wahyuningrum
dan Agung (2016), teras gulud merupakan salah satu teknik konsevasi tanah dan
air mekanik yang efektif dalam mengendalikan erosi pada lahan kering berlereng.
Teras akan terbentuk karena adanya barisan guludan yang ditanami rumput
penguat teras yang dapat menahan partikel tanah yang hanyut karena terbawa
aliran permukaan. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 2
setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr,eh menjadi S3tc.
Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 2 ini juga memiliki faktor
pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 2 adalah S3, tc, wa,
eh, yang berarti adanya faktor temperatur, ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan
pada lahan tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur
dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga
tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat
dilakukan, karena ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan kurang dari 25% adalah
faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan
irigasi untuk memenuhi ketersediaan air, peningkatan pH tanah dengan pemberian
kapur pertanian pada tanah, penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa
tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah
subkelas kesesuaian lahan menjadi S3tc.
Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 2 memiliki subkelas
kesesuaian lahan S3eh yang berarti faktor pembatas pada titik 2 berupa tingkat
kelerengan. Tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh manusia. Usaha
perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah
(cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini
diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S2eh.
69
Titik 3
Pada hasil pengamatan di titik 3, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi
adalah sub kelas S3tc, yang artinya faktor pembatas pada lahan tersebut adalah bahaya
erosi berupa temperatur. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat diperbaiki
karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor
alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat
diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan
faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh
manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki
dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno
(1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat
memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub
kelas lahan menjadi S1.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 oa, eh. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
ketersediaan oksigen dan tingkat kelerengan. Ketersediaan oksigen dapat diperbaiki
dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik, dan tingkat
kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa
tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah
subkelas kesesuaian lahan menjadi S1.
Titik 4
Pada hasil pengamatan di titik 4, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi
adalah sub kelas S3tc,nr. yang berarti kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi
oleh temperatur dan retensi hara. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor
temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya,
sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha
perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan kapur pertanian pada saat
70
pengolahan tanah untuk menaikkan pH tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013),
salah satu upaya untuk menaikkan pH tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian
berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik
1 setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat
diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan
faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh
manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki
dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno
(1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat
memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub
kelas lahan menjadi S1.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 eh. Hal itu
berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa tingkat
kelerengan. tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah
(cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini
diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1.
4.5 Zonasi
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada peta, letak zonasi yang sesuai untuk
jenis tanaman kopi, wortel dan terung yang ditentukan dari Satuan Peta Lahan (SPL)
dan peta Grid Kaku. Penentuan zonasi hanya dipilih dari peta potensial karena
dianggap telah dilakukan perbaikan pada kondisi lahan aktual sebelumnya. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Ishak et al. (2012) bahwa penentuan zonasi tanaman tidak
ditentukan dari kondisi aktual, melainkan dari kondisi potensial karena merupakan
hasil terbaik dari suatu kemampuan lahan. Penzonasian juga akan memberi makna bagi
mempertahankan lahan pertanian yang secara berkelanjutan melihat alih fungsi lahan
71
pertanian Adapun hasil zonasi yang ditentukan dari kedua peta tersebut dapat dilihat
dari tabel-tabel di bawah ini.
Zonasi Titik
Kopi K2.3, J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4
Terung, wortel J1.3, L1.2
Terung G1.4, B1.4, B2.4
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik K2.3,
J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4. Kemudian, untuk zonasi terung dan
wortel tersebar pada titik J1.3, L1.2. Untuk zonasi terung tersebar pada titik G1.4, B1.4,
B2.4. Pada penentuan persebaran titik dengan menggunakan SPL disesuaikan dengan
kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas pada tiap jenis komoditas yang tersebar
pada titik. Faktor pembatas pada titik yang sesuai untuk kopi adalah S3oa, S2 wa, rc,
eh dan juga S3 oa,eh . Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman terung
dan wortel adalah S3 tc. Untuk tanaman terung memiliki faktor pembatas S2 nr, eh dan
S2 nr. Pada F1 dan J2.4 memiliki zonasi wilayah konservasi. Karena pada titik SPL
tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang cocok untuk tanaman kopi tetapi
memiliki kesesuaian lahan dengan faktor pembatas N eh. Sehingga tidak dapat
ditanami tanaman kopi karena kelerengan yang sangat curam. Untuk Penentuan zonasi
dari SPL ini sesuai dengan pernyataan Sinukaban (2008) bahwa penggunaan lahan
yang tidak sesuai, selain dapat menyebabkan kerusakan lahan juga menimbulkan
masalah sosial ekonomi, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang ada
sebelumnya. Sebaliknya, penggunaan lahan yang tepat merupakan langkah awal untuk
menunjang program konservasi lahan.
72
Zonasi Titik
A2.1, C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3,
Kopi K2.1, K2.3, K2.4, L2.1, M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2,
Q2.4
Wortel, A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2,
terung N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2
A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2, B2.4,
D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2,
Terung G1.3, G1.4, G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2,
L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3, P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3,
Q1.3, Q2.1, Q2.3
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik A2.1,
C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3, K2.1, K2.3, K2.4, L2.1,
M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2, Q2.4. Kemudian, untuk wortel dan terung
tersebar pada titik A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2,
N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2. Untuk tanaman Terung persebarannya
yaitu berada pada titik A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2,
B2.4, D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2, G1.3, G1.4,
G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2, L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3,
P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3, Q1.3, Q2.1, Q2.3. Pada penentuan persebaran titik dengan
menggunakan peta Grid disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahan pada tiap jenis
komoditas yang tersebar pada titik. Kesesuaian lahan yang menjadikan komoditas
sesuai atau tidak dilihat dari faktor pembatas pada setiap titik. Berdasarkan pendapat
Ritung dkk. (2011), untuk kelas kesesuaian lahan pada peta Grid tersebut faktor
pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), rc (media perakaran),
dan oa (ketersediaan oksigen), dengan kelas kesesuaiannya N yaitu lahan yang secara
fisik tergolong tidak sesuai. Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman
mahoni adalah Nwa; Nwa,eh; Nwa,rc, eh. Kelas kesesuaian lahan pada peta Grid
73
tersebut faktor pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), dan rc
(media perakaran).
74
V. KESIMPULAN
Berdasarkan fieldwork Survei tanah dan evaluasi lahan yang telah dilakukan di
kaki gunung Arjuno tepatnya di Desa Sumberwangi, Kecamatan Karangploso dapat
disimpulkan bahwa lahan tersebut termasuk kawasan hutan produksi yang didominasi
dengan pohon pinus, sehingga secara umum penggunaan lahan daerah ini adalah lahan
non pertanian. Secara umum lahan pada UB Forest termasuk epipedon umbrik dan
endopedon kambik. Lahan UB Forest secara umum termasuk Konsosiasi Typic
Humudepts. Secara keseluruhan kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Arabika
secara umum didapatkan kelas N, kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan
kelas S3, kesesuaian lahan aktual terong didapatkan. Pada titik G2 termasuk dalam
epipedon umbrik dan endopedon kambik, Titik kelompok G2 keseluruhan titik
termasuk Ordo Inceptisols, Sub Ordo Udepts, Grup Humudepts serta termasuk sub
grup Typic Humudepts. Kemampuan lahan pada lahan tersebut termasuk ke kelas III.
Kesesuaian lahan aktual pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas S3,
untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S2.
Kesesuaian lahan potensial pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas
S3, untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S1.
75
DAFTAR PUSTAKA
Rayes, L., A. Rahayu, S.R Utami. 2014. Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering dan
Lahan Yang Disawahkan Di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Volume 1 No 2.
Saputri, D.E. 2010. Analisis Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Penginderaan
Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Das Grindulu Pacitan Propinsi Jawa
Timur. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Setiapermas, M.N dan Zamawi. 2010. Pemanfaatan Jaringan Irigasi Tetes di Dalam
Budidaya Tanaman Hortikultura. Jawa Tengah: Balai Pengkaji Teknologi
Pertanian.
Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah
Transmigrasi Jakarta: PT. Indeco Duta Utama.
Sitorus, dkk. 2016. Analisis Kesesuaian Dan Ketersediaan Lahan Serta Arahan
Pengembangan Komditas Pertanian Di Kabupaten Kepulauan Meranti
Provinsi Riau. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soleh, Dedi. 2000. identifikasilahan bagipengembangan tanaman jahe (zingiber
offlcinale rose.) dan melinjo (gnetum gnemon l.). berita biologi volume 5,
nomor 2. pusat penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan
Subandi dan Andy Wijanarko. 2013. Pengaruh Teknik Pemberian Kapur terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Lahan Kering Masam. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. Volume 32(3).
Suparmoko, M. 2000. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yoryakarta:
Penerbit BPFE.
Sutedjo dan Kartasapoetra, 2008. Pengantar Ilmu Tanah (Terbentuknya Tanah dan
Tanah Pertanian). Jakarta: PT.Bina Aksara.
Vink, A. P. A. 2002. Land Use in Advancing Agriculture. Springer Verlaag. New York,
384 p.
Wahyuningrum,N dan Agung B.S. 2016. Analisis Spasial Kemampuan Lahan dalam
Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro Kasus di DAS Mikro Naruwan, Sub
DAS Keduang, DAS Solo. Majalah Ilmiah Globe. Volume 18(1).
Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan
Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang, Jawa Timur.
Bogor: Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Asean
Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat.
Wirosoedarmo, R., Sutanhaji, A. T., Kurniati, E., dan Wijayanti, R. 2011. Evaluasi
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung. Agritech, 71-78.
Ishak, M., Sudirja, R., dan Ismail, A.. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk
Pengembangan Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di
Kabupaten Sumedang Berdasa Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim,
77
dan Topografi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14(3) :173 –
183.
Nugroho K., Mulyani A., dan Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah
Transmigrasi. Jakarta: PT. Indeco Duta Utama.
Tampubolon, R. Y. Manaor, S. 2012. Survey Kemampuan Lahan Untuk Tanaman
Pangan Perkebunan dan Hortikultura di Desa Umbur Kecamatan Silaen
Kabupaten Taba Samosir. Lagubotti
78
LAMPIRAN
Kelompok : G2
Titik : 1
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 456 km dari titik kumpul, 990 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675374 LS/LU, Long : 9133928 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Jagung, pinus dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : bergelombang, Mikro : teras
Elevasi : 1155m dpl
Lereng : 15 %
Erosi : Parit
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
Dideskripsikan di lapang
Horizon Deskripsi
Ap Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung berdebu;
(0 – 18/20) cm gumpal membulat ; sangat gembur, basah ; agak
lekat; agak plastis, pori ; makro sedikit,
akar ;halus biasa ; baur; ombak
A Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung
(18/20 – 29/34) berdebu; gumpal membulat; gembur, basah ; agak
cm lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit, akar ;
halus; biasa; baur; rata
Bw1 Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung liat berdebu;
(29/34 – 50) cm remah; sangat gembur, basah; agak lekat; agak
plastis, pori; makro; sedikit; halus; sedang; baur;
rata
Bw2 Hitam (10YR 2/1) Lembab ; lempung berdebu,
(50 – 90) cm basah ; agak lekat; agak plastis
79
Kelompok : G2
Titik : 2
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 540 km dari titik kumpul, 950 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675466 LS/LU, Long : 9133914 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, cabai, bebandotan dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : berbukit, Mikro : teras
Elevasi : 1133m dpl
Lereng : 25 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
80
Dideskripsikan di lapang
Horizon Deskripsi
A1 Hitam (7,5YR 2,5/1) Lembab ; lempung berdebu;
(0 - 9/12) cm gumpal bersudut; gembur, basah; agak lekat;
agak plastis, pori ; meso; sedang; biasa; sedang;
baur; ombak
A2 Coklat tua (7,5YR 3/2) Lembab ; lempung
(9/12 – 20/22)cm berdebu; gumpal bersudut; gembur, basah ;
lekat; plastis, pori ; meso; sedang; sedikit; sedikit;
halus; baur; ombak
B Coklat sangat gelap (7,5YR 2/2) Lembab; lempung
20/22 – 50 cm liat berdebu; gumpal membulat; gembur, basah;
lekat; plastis, pori ; meso ; sedang; banyak;
sedikit; halus; baur; ombak
Bw1 Coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3) Lembab; lempung
(50 – 90) cm liat berdebu; basah; agak lekat; agak plastis.
Bw2 Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung
(90 – 135)cm liat berdebu; basah; lekat; agak plastis.
81
Kelompok : G2
Titik : 3
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 630 km dari titik kumpul, 970 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675570 LS/LU, Long : 9133937 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, kopi dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : bergelombang agak berbukit, Mikro : teras
Elevasi : 1118m dpl
Lereng : 15 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
Dideskripsikan di lapang
Horizon Deskripsi
A Hitam (10YR 2/1 ) lembab; lempung berdebu;
(0–12/19) cm gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat; agak plastis (basah) ;pori makro banyak;
perakaran halus biasa; jelas; ombak
Bw1 Cokla tua (7,5YR 3/2) lembab; lempung; gumpal
(12/19–50) cm membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat,
agak plastis (basah); pori makro banyak; perakaran
halus sedikit; jelas; ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5YR 2/2) lembab; lempung berliat;
(50 - 105) cm agak lekat, agak plastis (basah)
Bw3 Coklat tua (7,5YR 3/3) lembab; lempung; agak lekat,
(105 –143) cm agak plastis (basah)
82
Kelompok : G2
Titik : 4
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 561 km dari titik kumpul, 1070 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675472 LS/LU, Long : 9133876 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, cabai besar dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : berombak, Mikro : teras
Elevasi : 1127 m dpl
Lereng : 7,8 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Agak lambat
Drainase : Agak lambat
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
83
Dideskripsikan di lapang
Horizon Deskripsi
Ap Coklat gelap (10 YR 2,5/2 ) lembab; lempung;
(0–12/15cm) gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat, agak plastis (basah) ; meso banyak; perakaran
halus biasa; jelas, ombak
A Hitam (7,5 YR 2,5/1) lembab; lempung; gumpal
(12/15- membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat,
22/28cm) agak plastis (basah); meso banyak; perakaran halus
sedikit; jelas, ombak
Bw1 Coklat (7,5 YR 4/4) lembab; lempung berdebu;
(22/28 – 50 cm) gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat, agak plastis (basah); meso banyak; perakaran
halus sedikit; jelas, ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5 YR 4/6) lembab; lempung berliat;
(50 - 115 cm) agak lekat, agak plastis (basah)
Bw3 Coklat (10 YR 4/4) lembab; lempung liat berdebu;
(115-135 cm) agak lekat, agak plastis (basah)
84