Anda di halaman 1dari 110

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN


DI SUMBERWANGI WETAN, DESA DONOWARIH,
KECAMATAN KARANGPLOSO, KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh :
KELOMPOK G2

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN
DI SUMBERWANGI WETAN, DESA DONNOWARIH, KECAMATAN
KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG

Disusun Oleh :
Muhammad Fikri Baihaqi (165040207111102)
Dyah Ayu agustin (165040201111137)
Siti Mu’anifa (165040201111139)
Febri Ayu Alista (165040201111179)
Muhammad Taqiyudin Majid (165040201111195)
Muhammad Ridho (165040201111216)
Ika Putri Maulida (165040201111248)
Wiwin Solikhah (165040201111275)
Syahrullah Bagus Harmana (165040207111003)
Pradina Tiyas Putri (165040207111013)
Sonia Berliana (165040207111018)
Waode Mariyatul Qibtiyah (165040207111052)
Redita Dwi Agustina (165040207111056)
Mayank Alifa Taskiya (165040207111060)
Bachtiar Dio widagdo (165040207111073)
Nilam Kinanti (165040207111087)
Benediktus Lucky Aditya N (165040207111105)
Stepani Astrid Kheisa R. I. (165040207111125)
R. Muhammd Yusuf Adi Pujo (165040207111126)

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
laporan besar praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan serta mampu
menyelesaikannya dengan baik. Laporan yang kami susun dengan sistematis dan
sebaik mungkin ini bertujuan untuk memenuhi tugas kuliah praktikum Survei Tanah
dan Evaluasi Lahan.
Dengan terselesainya laporan praktikum ini, maka tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan laporan ini, yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing
baik pada saat praktikum serta memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun
laporan ini.
Demikian laporan yang kami buat, mohon kritik dan sarannya atas kekurangan
dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan bagi kami selaku penulis.

Malang, 15 Mei 2018

Penyusun.

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL....................................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Manfaat 2

II. METODE PELAKSANAAN ................................................................................ 4

2.1 Tempat dan Waktu 4

2.2 Alat dan Bahan 4

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan 5

2.4 Metode Pengamatan Tanah 6

2.5 Klasifikasi Tanah 11

2.6 Evaluasi Lahan 13

III. KONDISI UMUM LAHAN ............................................................................... 17

3.1 Lokasi, Administrasi wilayah 17

3.2 Fisiografi Lahan 17

3.3 Karakteristik Tanah 18

3.4 Penggunaan Lahan 19

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survey 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 23

iv
4.1Morfologi Tanah 23

4.2 Klasifikasi Tanah 30

4.3 Kemampuan Lahan 34

4.4Keseusaian Lahan 39

4.5 Zonasi 70

V. KESIMPULAN ..................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 75

LAMPIRAN ............................................................................................................... 78

Lampiran 1: Hasil Deskripsi Tanah 78

Lampiran 2: Kondisi Umum dan Peta 844

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat Pra Survei ............................................................................................... 4


Tabel 2. Alat Survei ...................................................................................................... 4
Tabel 3. Bahan Survei .................................................................................................. 5
Tabel 4. Alat Pasca Survei............................................................................................ 5
Tabel 5. Bahan Pasca Survei ........................................................................................ 5
Tabel 6. Kategori Klasifikasi Tanah........................................................................... 13
Tabel 7.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) .................................................................... 23
Tabel 8.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1) .................................................................... 25
Tabel 9.Hasil pengamatan titik 3 (G2.3) .................................................................... 27
Tabel 10.Hasil pengamatan titik 4 (G2.4) .................................................................. 29
Tabel 11.Epipedon dan Endopedon............................................................................ 31
Tabel 12. Klasifikasi Ordo hingga Subgrup ............................................................... 33
Tabel 13.Kemampuan Lahan Titik G2.1 .................................................................... 35
Tabel 14.Kemampuan Lahan Titik G2.2 .................................................................... 36
Tabel 15.Kemampuan Lahan Titik G2.3 .................................................................... 37
Tabel 16.Kemampuan Lahan Titik G2.4 .................................................................... 38
Tabel 17.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Kopi Arabika ................. 39
Tabel 18.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Wortel............................ 41
Tabel 19.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Terong ........................... 42
Tabel 20.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Kopi Arabika ................. 43
Tabel 21.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Wortel ............................ 44
Tabel 22.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Terong ........................................... 45
Tabel 23.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Kopi Arabika ................................. 46
Tabel 24.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Wortel ........................................... 47
Tabel 25.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Terong ........................................... 48
Tabel 26.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Kopi Arabika ................................. 49
Tabel 27.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Wortel ............................ 50
Tabel 28.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Terong ........................... 51

vi
Tabel 29.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.1 .................... 53
Tabel 30.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.2 .................... 54
Tabel 31.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.3 .................... 55
Tabel 32.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopiarabika G2.4 ..................... 56
Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1 .............................. 57
Tabel 34.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.2 .............................. 58
Tabel 35.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.3 .............................. 59
Tabel 36.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.4 .............................. 60
Tabel 37.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.1 .............................. 61
Tabel 38. Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.2 ............................. 62
Tabel 39.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.3 .............................. 63
Tabel 40.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.4 .............................. 64

vii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses geomorfologi merupakan sebuah proses modifikasi permukaan bumi yang
terjadi akibat perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi. Proses
geomorfologi tersebut dibedakan menjadi dua. Proses geomorfologi pertama yaitu
proses eksogen (tenaga asal luar bumi) yang umumnya sebagai perusak dan proses
endogen (tenaga yang berasal dari dalam bumi) sebagai pembentuk, keduanya bekerja
bersama-sama dalam merubah permukaan bumi. Informasi geomorfologis suatu daerah
sangat penting untuk diketahui dan dipahami karena ada kaitannya dengan
permasalahan lingkungan terjadi pada daerah tersebut. Survei tanah dan evaluasi lahan
merupakan salah satu metode yang bisa diterapkan untuk memperoleh informasi
geomorfologis suatu daerah.
Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral
dan bahan organik. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2008), Tanah juga merupakan
media bagi tanaman untuk tumbuh. Tanah sangat mendukung terhadap kehidupan
tanaman yang menyediakan hara dan air di bumi. Tanah adalah lapisan permukaan
bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh da berkembangnya perakaran
penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara, secara
kimiawi tanah berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi tanaman.
Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan kegiatan yang meliputi survei dan
pengumpulan informasi yang memiliki tujuan untuk menentukan karakteristik pada
tanah, mengklasifikasikan tanah, menentukan dan mendeliniasi batas penggunan lahan
pada peta, serta mengkorelasikan dan memprediksi kemampuan dan kesesuaian lahan
pada suatu wilayah.
Rayes (2007) berpendapat bahwa survei tanah sendiri memiliki tujuan untuk
dapat mengelompokkan tanah berdasarkan karakteristiknya. Survei tanah dilakukan
agar dapat menentukan perencanaan tata guna lahan pada daerah yang di survei.
Perencanaan tataguna lahan yang tepat, akan sangat bermanfaat dalam rangka
pengembangan wilayah, sekaligus dalam usaha pelestarian sumber daya alam dan
2

lingkungan, khususnya dalam pemanfaatan di bidang pertanian. Survei tanah dan


evaluasi lahan yang dilakukan pada fieldwork ke 2 ini dilakukan di Dusun
Sumberwangi, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Pada
daerah survei merupakan daerah yang terbentuk akibat letusan gunung Arjuna.
Berdasarkan hasil survei lapangan, daerah survei ditinjau dari aspek morfologinya
bervariasi. Tanah yang ada di daerah survei hampir seluruhnya termasuk dalam ordo
inceptisol. Topografi daerah survei bervariasi dari teras, datar agak berombak,
berombak, bergelombang dan berbukit dengan kelerengan kecil hingga besar. Praktik
budidaya pertanian masih sederhana tanpa pengolahan lahan yang intensif. Komoditas
utama yaitu kopi dan pinus, selain itu ada juga tanaman sayuran seperti kubis, talas dan
cabai. Adanya bahan organik diketahui dari banyaknya seresah pada lapisan atas tanah,
selain itu tanah tersebut subur karena bekas letusan gunung Arjuna. Sehingga dengan
keadaan tanah yang demikian dapat membantu tingkat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dengan optimal.
1.2 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan survei tanah dan evaluasi lahan
2) Untuk mengetahui dan memahami kemampuan dan kesesuaian lahan pada
komoditas tertentu.
3) Untuk mengetahui dan memahami kondisi aktual tanah pada lahan di Sumberwangi
Wetan, Desa Donowarih, Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.
4) Untuk mengetahui karakteristik tanah pada lahan di sumberwangi wetan, desa
donnowarih, kecamatan karangploso kabupaten malang
5) Agar dapat memahami dan mengetahui rekomendasi pada titik yang diamati

1.3 Manfaat
Setelah dilakukan praktikum survei tanah dan evaluasi lahan, maka manfaat
yang didapatkan bisa lebih memahami pengelompokan tanah berdasarkan karakteristik
yang sama sehingga mampu membuat satuan peta tanah. Selain itu, juga dapat
memahami mekanisme pasca survei tanah yang berkaitan dengan evaluasi lahan
meliputi penentuan kelas kemampuan lahan, kelas kesesuaian lahan dan juga
3

memberikan rekomendasi yang berpotensi dapat diterapkan pada lahan yang telah
disurvei.
4

II. METODE PELAKSANAAN

2.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Survei Tanah Dan Evaluasi Lahan dilaksanakan pada tanggal 13
sampai 15 April 2018. Praktikum dilaksanakan di UB Forest tepatnya di Dusun
Sumberwangi wetan, Desa Donnowarih, Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang.

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Pra survei :
A. Alat :
Tabel 1. Alat Pra Survei
No Nama Alat Fungsi
Sebagai acuan untuk ground check terkait
dengan kondisi aktual lahan pengamatan
1. Peta dasar
meliputi penggunaan lahan, kelerengan
dan titik pengamatan
2. Form Perizinan Untuk perizinan ketika survei
2.2.2 Survei :
A. Alat :
Tabel 2. Alat Survei
No Nama Alat Fungsi
1. Cangkul Untuk menggali Minipit
2. Papras Untuk meratakan profil tanah dan minipit
3. Bor Tanah Untuk mengebor tanah
Untuk mengambil sampel tanah dan
4. Pisau Lapang memberi batas horizon pada penampang
minipit
Buku Munsell Soil
5. Untuk menentukan warna tanah
Colour Chart
6. Botol Air Untuk wadah air
Untuk mengukur kedalaman minipit dan
7. Meteran
ketebalan horizon
Untuk mempermudah dalam menentukan
8. Sabuk Profil
ketebalan horizon
Untuk medokumentasikan setiap horizon
9. Kamera
pada minipit
10. Papan dada Sebagai alas untuk menulis
11. Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan
5

12. Kantong plastik Untuk wadah Sampel tanah dari pemboran


Untuk memberi keterangan pada sampel
13. Kertas label
tanah
Untuk mengetahui besar kelerengan
14. Klinometer
tempat pengamatan
15. Kompas Untuk menentukan arah
ntuk menentukan letak di permukaan
Global Positioning
16. bumi dengan bantuan penyelarasan
System
(synchronization) sinyal satelit
17. Form Fisiografi Sebagai media pencatatan data fisiografi
18. Form Morfologi Sebagai media pencatatan data morfologi
B. Bahan :
Tabel 3. Bahan Survei
No. Nama Bahan Fungsi
Untuk membantu menentukan tekstur dan
1. Air
konsistensi tanah
2. Tanah Sebagai bahan pengamatan
Aquades sebagai pelarut tanah dalam
3. Aquades
menentukan pH tanah di lapang
2.2.3 Pasca Survei
A. Alat :
Tabel 4. Alat Pasca Survei
No Nama Alat Fungsi
1. Mika bening Untuk membuat peta
2. OHP Mendeleniasi peta di mika
3. Aseton dan kapas Untuk menghapus di atas mika
B. Bahan :
Tabel 5. Bahan Pasca Survei
No. Nama Bahan Fungsi
1. Peta SPL Sebagai dasar untuk membuat peta di mika
2. Peta Hillshade Sebagai dasar untuk membuat peta di mika
3. KTT Untuk Mengklasifikasikan tanah

2.3 Metode Penentuan Titik Pengamatan

Metode yang digunakan dalam penentuan titik pengamatan adalah metode grid
kaku. Metode ini digunakan karena skala peta 1: 3000 di mana skala tersebut
merupakan skala besar. Apabila digolongkan pada peta tanah termasuk dalam peta
tanah sangat detail. Selain itu, penerapan metode grid kaku ini dikarenakan belum
6

adanya foto udara karena lokasi pengamatan (UB Forest) merupakan hutan yang
daerahnya terdapat banyak vegetasi dengan tajuk yang menutupi lahan. Sehingga,
dapat menyebabkan hasil dari foto udara tidak maksimal. Dengan adanya hal tersebut,
cara paling mudah dalam menentukan lokasi pengamatan yaitu dengan pengukuran
jarak setiap titiknya. Jarak pengamatan dibuat secara teratur degan jarak tertentu yang
kemudian menghasilkan jalur segi empat (rectangular grid) di seluruh daerah survei.
Di UB Forest jarak titik pengamatan yang digunakan yaitu 90 meter di mana jarak
setiap titik pada peta 3 cm dan skala peta hasil 1:3000. Penggunaan jarak pengamatan
secara teratur hingga membentuk jalur segi empat membuat pola pengamatan tanah
teratur baik jarak horizontal maupun vertikal. Menurut Rayes et al. (2014) menyatakan
bahwa metode grid kaku digunakan untuk melakukan survei tanah detail sampai
dengan sangat detail di mana foto udara tidak tersedia. Apabila dilakukan foto udara
dengan skala besar dapat membuat hasil tidak maksimal. Hal ini dikarenakan daerah
yang akan di survei tertutup oleh vegetasi yang rapat dan lebat. Sehingga cara termudah
untuk menentukan daerah survei dapat melalui pengukuran jarak. Pengamatan pada
metode ini dilakukan dengan pola teratur pada interval titik pengamatan yg berjarak
sama dalam kedua arah. Metode ini sangat cocok diterapkan di daerah-daerah di mana
posisi pemeta sukar ditentukan dengan pasti.

2.4 Metode Pengamatan Tanah

Pengamatan tanah di lapangan bertujuan untuk memperoleh data sifat-sifat


morfologi tanah dan penyebarannya. Berdasarkan jenis data sifat-sifat morfologi yang
ingin diketahui, pengamatan tanah dapat dilakukan melalui: (a) pemboran, (b) minipit,
dan (c) penampang (profil) tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004). Minipit dibuat seperti
penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal biasanya
berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. Tujuan dibentuk minipit untuk mendapatkan data sifat-
sifat morfologi horizon penciri (lapisan bawah) dan untuk mengetahui penyebaran
variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Untuk melengkapi deskripsi
lapisan yang lebih dalam (>0,5 m), maka dapat dilanjutkan dengan pemboran sampai
kedalaman yang diinginkan (Balai Penelitian Tanah, 2004).
7

2.4.1 Minipit

Menggali minipit dengan ukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 meter


menggunakan sekop/cangkul

Menentukan batas antar horizon tanah berdasarkan warna


dan konsistensi

Memasang sabuk profil tanah beserta meteran dan


mendokumentasikan minipit. kemudian mengambil sampel
tanah

Menentukan warna setiap sampel tanah dengan


menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan tekstur setiap sampel tanah

Menentukan konsistensi lembab dan basah setiap sampel


tanah kemudaian pengamatan menggunakan bor

Menentukan fisiografi di sekitar lokasi penggalian minipit

Minipit dibuat seperti penampang tanah (profil), namun ukurannya lebih kecil
dan lebih dangkal berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 m. Tujuan dibentuk minipit untuk
mendapatkan data sifat-sifat morfologi horizon tanah untuk mengetahui penyebaran
variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Langkah pertama yang
dilakukan dalam deskripsi minipit adalah menentukan tempat yang sesuai dengan titik
koordinat yang terdapat pada peta dan telah memenuhi syarat. Lokasi pembuatan
penampang tanah harus dilakukan pada tanah yang representatif dan sedapat mungkin
tanahnya masih alami. Penampang tanah tidak boleh dibuat pada bekas timbunan
sampah/pupuk (Balai penelitian tanah, 2004). Apabila sudah ditemukan titik yang
tepat, tanah kemudian digali sedalam 50 cm menggunakan cangkul dan atau sekop.
8

Setelah membuat minipit langkah selanjutnya menentukan pembatasan tanah


berdasarkan perbedaan warna dan konsistensi tanah menggunakan pisau lapang serta
penentuan batas horizon berdasarkan kejelasan dan topografi. Selanjutnya pengukuran
kedalaman pada tiap horizon dan pemasangan sabuk profil lalu
mendokumentasikannya. Lalu, mengamati banyak atau tidaknya perakaran tanaman
yang ada pada horizon tersebut. Setelah pengataman perakaran dilanjutkan dengan
pengamatan pori tanah. Setelah itu, mengambil sampel tanah secukupnya dimulai dari
horizon bawah sampai atas dan diidentifikasi warna matriks tanah lembab dengan
menggunakan buku Munsel Soil Color Chart. Selanjutnya dilakukan pengamatan
tekstur dengan menggunakan feeling metode dengan merasakan perbandingan pasir,
debu, liat dan dicocokkan menggunakan panduan lapang lalu menentukan struktur
tanah (tipe, ukuran, dan tingkat), Kemudian pengamatan konsistensi tanah dilakukan
dalam 2 kondisi yaitu pada kondisi basah dan pada kondisi lembab. Pada kondisi basah,
dilakukan pengujian kelekatan dan pengujian plastisitas pada tanah. Menentukan
fisiografi di sekitar lokasi penggalian minipit. Setelah semua pengamatan pada 4 titik
selesai, lalu dilakukan pengklasifikasian tanah dengan berdasarkan pedoman buku
KTT (Kunci Taksonomi Tanah) dan selanjutnya mencatat hasil pengamatan pada form
yang telah disediakan.
9

2.4.2 Pemboran

Menyiapkan minipit hasil pengamatan sebelumnya

Mengebor tanah dengan menggunakan bor dan mengambil


sampel tanahnya

Mengulangi pemboran sampai 6 kali dan mengambil 6 sampel


tanah

Menentukan warna tekstur dan konsistensi setiap sampel tanah


bor dengan menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan setiap sampel tanah

Untuk melengkapi deskripsi lapisan yang lebih dalam, maka dapat dilanjutkan
dengan pemboran sampai kedalaman yang diinginkan (Balai penelitian tanah, 2004).
Pengeboran dilakukan sebanyak 6 kali dengan tiap satu kali pengeboran sedalam 20
cm. Jadi, total kedalaman 6 kali pengeboran sedalam 120 cm. Pengamatan identifikasi
menggunakan bor dengan cara memutar searah jarum jam secara perlahan sampai mata
10

bor (20 cm) masuk seluruhnya kedalam tanah dan kemudian di angkat keatas searah
jarum jam. Tanah yang berada di bagian terluar dari lubang bor dibersihkan untuk
mencegah adanya percampuran dengan tanah yang ada didalam bor tersebut.
Selanjutnya, tanah yang terdapat dalam bor dikeluarkan dan dibentangkan pada
permukaan kertas yang datar untuk dilakukan identifikasi dari segi warna, tekstur dan
konsistensinya.
2.4.3 Profil Tanah

Menggali profil tanah dengan panjang 2 meter, lebar 1 meter


dan kedalaman 2 meter

Menentukan dan membatasi horizon tanah dengan pisau


lapang

Meletakkan meteran tegak lurus bidang profil dan


memasang sabuk profil dan mendokumentasikannya

Menentukan warna setiap sampel tanah dengan


menggunakan buku Munsel Soil Color Chart

Menentukan tekstur setiap sampel tanah

Menentukan konsistensi lembab dan basah setiap sampel


tanah

Menentukan fisiografi di sekitar lokasi penggalian profil


tanah

Pengamatan profil tanah dilakukan dengan menggali profil tanah dengan


kedalaman 2 meter, panjang 2 meter dan lebar 1 meter. Kemudian menentukan dan
membatasi horizon tanah dengan pisau lapang. Lalu, meletakkan sabuk profil dan
11

meteran tegak lurus profil yang diamati dan didokumentasikan. Selanjutnya


menentukan warna tiap horizon tanah dengan Munsell Soil Color Chart, menentukan
tekstur, konsistensi lembab dan basah, dan menentukan fisiografi sekitar lokasi profil.

2.5 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah suatu cara pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan
ciri tanah yang sama atau hampir sama, kemudian diberi nama agar mudah dikenal,
diingat, dipahami dan dibedakan dengan tanah-tanah lainnya. Setiap jenis tanah
memiliki sifat dan ciri tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Setiap jenis
tanah memiliki sifat, ciri, potensi kesesuaian tanaman dan kendala tertentu untuk
pertanian sehingga memerlukan teknologi pengelolaan tanah yang spesifik untuk dapat
berproduksi optimal. Untuk dapat mengklasifikasikan tanah, data deskripsi minipit atau
profil tanah disertai data iklim seperti rezim lengas tanah dan rezim suhu tanah harus
diperoleh terlebih dahulu. Kemudian mengacu pada buku Key to Soil Taxonomy yang
diterbitkan oleh Soil Survey Staff (2003 atau versi baru), dapat dilakukan klasifikasi
tanah mulai dari kategori ordo hingga seri, tergantung tujuan survey atau macam peta
tanah yang akan dibuat. Menurut Rayes (2007), Klasifikasi tanah final dilakukan
setelah memperoleh data hasil analisis laboratorium dari contoh-contoh tanah yang
diambil dari pedon pewakil. Klasifikasi tanah diawali dengan alur deskripsi tanah yang
dilakukan secara manual dengan metode feeling yaitu pengambilan sampel tanah
dengan menggunakan ujung jari telunjuk dan ujung ibu jari kemudian dirasakan untuk
menentukan tekstur tanah, dan konsistensi tanah. Untuk deskripsi warna dilakukan
dengan menggunakan buku Munsell Colour Chart. Kemudian ditentukan epipedon dan
endopedon tanahnya. Setelah itu dilakukan pengklasifikasian tanah dengan
menggunakan Kunci Taksonomi Tanah berdasarkan data-data yang didapatkan dari
hasil deskripsi tanah. diagramnya bisa dilihat dibawah ini:
12

Mengumpulkan data hasil pengamatan


profil/minipit/pengeboran

Mengidentifikasikan rezim suhu dan lengas tanah pada


daerah survei

Menetukan Epipedon

Menetukan Endopedon

Menentukan Ordo Tanah

Menentukan Sub Ordo Tanah

Menentukan Gruop Tanah

Menentukan Sub Group Tanah

Dari klasifikasi tanah tersebut terdapat 6 kategori yang tersusun secara


berhirarki yaitu ordo (order), grup (great-grup), sub grup (sub-grup), famili (family)
dan seri. Dari kategori tertinggi (ordo) ke kategori terendah (seri). Sifat-sifat penciri
untuk berbagai kategori dalam taksonomi tanah. Berikut disajikan beberapa faktor
pembeda dari kelas taksonomi tanah yang disajiakan.
13

Tabel 6. Kategori Klasifikasi Tanah


Kategori Faktor Pembeda
Proses pembentukan tanah seperti yang ditunjukkan oleh ada
tidaknya horizon penciri serta jenis (sifat) horizon penciri yang ada
Ordo
(12 taksa : gelisol, entisols, vertisols, inceptisols, andisols, aridisols,
mollisols, spodosols, alfisols, ultisols, oxisols, histosols)
Keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat tanah yang
berhubungan dengan pengaruh air, rezim lengas tanah, bahan induk
Subordo utama, pengaruh vegetasi, tingkat dekomposisi bahan organic (64
taksa, misalnya Udalf, Xeroll, dll. Besarnya pengaruh air seperti
Aquept, Aquent, dll)
Kesamaan jenis, susunan dan perkembangan horizon, kejenuhan
Grup basa, suhu dan lengas tanah, ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain
seperti plintit fragipan, duripan ,dll (317 taksa)
(1) Sifat-sifat inti dari grup (tipik), (2) sifat-sifat tanah peralihan ke
grup, subordo atau ordo lain, (3) sifat-sifat tanah peralihan ke bukan
tanah. (>1400 taksa), Subgroup merupakan pembagian lebih lanjut
dari Grup dan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
a) Subgrup typic, misalnya Typic Eutrudepts, Typic Fragiudult
Subgrup
b) Subgroup intergrade, misalnya Andic Dystrudept (memiliki
beberapa sifat Andisol, tetapi memperlihatkan sifat penciri
Dystrudept)
c) Subgroup extragrade, misalnya Lithic Hapludalf, Cumulic
Humaquepts.

2.6 Evaluasi Lahan


2.6.1 Metode Analisis Kemampuan Lahan
Analisis kemampuan lahan dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan sehingga dapat mendukung upaya pemanfaatan lahan. Analisis kemampuan
lahan yang telah dilakukan juga dapat diketahui factor faktor fisik lahan yang bersifat
menghambat dan tidak menghambat dalam upaya pemanfaatan lahan. Kemampuan
14

lahan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan lahan (sumberdaya lahan)
sesuai dengan potensinya.
Metode yang digunakan adalah metode survei. Penentuan kelas kemampuan
lahan berdasarkan USDA yang dimodifikasi (Arsyad 2010) dan pembuatan peta
klasifikasi kemampuan lahan berdasarkan metode overley (geoprocessing) dengan
Sistem Informasi Geografi. Untuk penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG),
sumber data yang dapat digunakan sebagai masukan (input) di dalam sistem ini adalah
survei lapangan (pengukuran lapangan), peta, dan data dari penginderaan jauh. Output
(keluaran) dari analisis ini adalah berupa peta kelas kemampuan lahan (zonasi) yang
merupakan gambaran dari tingkatan kemampuan lahan pada daerah penelitian.

Menyiapkan peta kerja

Survei Lapangan

Karakteristik Lahan

Analisis Evaluasi Lahan

Kemampuan Lahan

Klasifikasi

Kelas Kemampuan Lahan

Kelas kemampuan lahan merupakan tingkat kecocokan pola penggunaan lahan.


Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas. Lahan
kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan
15

kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai atau mampu untuk pertanian.
Menurut Arsyad (2010), Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya
lebih tinggi dibandingkan hasil yang bisa dicapai. Berikut merupakan prosedur kerja
dalam menentukkan kemampuan lahan :
1. Persiapan bahan dan alat dan pembuatan peta dasar / peta kerja.
2. Kajian pustaka wilayah penelitian khususnya informasi lereng, penggunaan
lahan dan batas wilayah daerah penelitian.
3. Pembuatan peta unit lahan berdasarkan peta kedalaman tanah, lereng, dan
penggunaan lahan. Pengecekkan kembali (ground check) penggunaan lahan
dari data sebelumnya, tutupan batuan dan ancaman banjir. Data data yang
diperoleh selanjutnya dideskripsikan dan disusun dalam bentuk tabel.

Untuk variabel pengamatan yang diamati kemiringan lereng , kedalaman efektif


tanah, tekstur tanah, permeabilitas, ancaman banjir/ genangan, tutupan batuan yang
dapat diperoleh dari data sifat fisik tanah dan juga data pengamatan di lapang. Data
hasil analisis kemudian dievaluasi untuk menentukan kelas kemampuan lahan
menggunakan metode USDA yang telah dimodifikasi oleh Arsyad (2010). Menurut,
Rayes (2007) terdapat faktor pembatas (penghambat) dalam evaluasi kemampuan
lahan yang menentukkan subkelas kemampuan lahan yaitu
1. Erosi (e) , menunjukkan bahaya erosi atau tingkat erosi pada lahan
2. Air (w), menunjukkan bahwa suatu lahan memiliki faktor pembatas dalam
ketersediaan air baik itu kekurangan atau kelebihan air.
3. Perakaran (s), menunjukkan bahwa suatu lahan memilii fakor pembatas pada
daerah perakaranya, yang mencakup kedalaman tanah, batuan di permukaan
lahan, kapasitas menahan air rendah, sifat- sifat kimia yang sulit diperbaiki
seperti salinitas atau kandungan natrium maupun senyawa kimia lain yang
dapat menghambat pertumbuhan.
4. Iklim (c), faktor pembatas ini sulit untuk diperbaiki kareana berhubungan
dengan iklim seperti temperatur dan curah hujan yang tidak mendukung.
2.6.2. Metode Analisis Kesusaian Lahan
16

Kesesuaian lahan merupakan tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk


penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini atau
setelah diadakan perbaikan. Kesesuaian lahan depat ditinjau dari iklim, tanah,
topografi, drainase yang sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang
produktif. Menurut (Wirosoedarmo, Sutanhaji, Kurniati, & Wijayanti, 2011), metode
analisis kesesuain lahan ada 4 yaitu:

Menurut Djaenudi (2011) cara yang dapat digunakan untuk menilai kesesuain
lahan, yaitu dengan perkalian parameter, penjumlahan, mencocokkan antara kualitas
lahan dan karakteristik lahan dengan kriteria kelas kesesuaian lahan berdasarkan syarat
tumbuh tanaman atau komoditas yang ingin dibudidaya. Klasifikasi kesesuain lahan
berbeda pada tiap tingkat penamaan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu ordo, kelas, dan unit. Ordo menyatakan
keadaan kesesuaian lahan secara global sedangkan kelas menyatakan keadaan tingkat
kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara
lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N). Pada tingkat
kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai dibedakan kedalam 3 kelas yaitu lahan sangat
sesuai (S1) dimana lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata
terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas yang bersifat minor
dan tidak akan mereduksi produktivitas lahan secara nyata, cukup sesuai (S2) dimana
lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya
dapat diatasi oleh petani sendiri, dan sesuai marginal (S3) dimana lahan mempunyai
faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan yang lebih banyak daripada lahan yang
tergolong S2. Sedangkan lahan yang tergolong odo tidak sesuai tidak dibedakan
kedalam kelas-kelas.
17

III. KONDISI UMUM LAHAN

3.1 Lokasi, Administrasi wilayah


Pengamatan dilakukan di Desa Donowarih dalam lingkup kawasan Hutan UB
Forest, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara keseluruhan pada daerah
pengamatan memiliki rezim lengas tanah udik dan rezim suhu tanah isohypertermik
serta fisiografi yang berada di lereng tengah vulkan dengan bahan induk abu vulkan.
Pengamatan dilakukan terhadap 4 titik. Pada titik pertama berlokasi pada 99o dari utara
atau 456 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133920oBT dan
0675374oLS. Pada titik kedua berlokasi pada 95o dari utara atau 540 meter dari titik
kumpul dengan koordinat geografi 9133914oBT dan 0675466oLS. Pada titik ketiga
berlokasi pada 97o dari utara atau 630 meter dari titik kumpul dengan koordinat
geografi 9133937oBT dan 0675570oLS. Dan pada titik keempat berlokasi pada 107o
dari utara atau 561 meter dari titik kumpul dengan koordinat geografi 9133876oBT.
Sebagian besar lahan digunakan sebagai agroforestry dengan tanaman utama adalah
pinus.

3.2 Fisiografi Lahan


Pengamatan dilakukan di Desa Donowarih dalam lingkup kawasan Hutan
Produksi UB Forest, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang. Secara keseluruhan
pada daerah pengamatan memiliki rezim lengas tanah udic dan rezim suhu tanah
isohypertermik serta fisiografi yang berada di lereng tengah vulkan dengan bahan induk
abu vulkan. Pengamatan dilakukan terhadap 4 titik, antara lain :
1. Titik pertama
Pada titik petama berlokasi pada 99o dari utara atau 456 meter dari titik kumpul,
koordinat UTM y=9133920 dan x=0675374, memiliki elevasi sebesar 1155 mdpl
dengan topografi yang bergelombang, mempunyai drainase cepat dan terdapat
erosi parit serta adanya vegetasi berupa pinus, jagung dan rerumputan.
2. Titik kedua
Pada titik kedua berlokasi pada 95o dari utara atau 540 meter dari titik kumpul,
koordinat UTM y=9133914 dan x=0675466, memiliki elevasi sebesar 1133 mdpl
18

dengan topografi berbukit, mempunyai drainase cepat dan terdapat erosi


permukaan serta adanya vegetasi pinus, cabai, bebandotan dan rerumputan.
3. Titik ketiga
Pada titik ketiga berlokasi pada 97o dari utara atau 630 meter dari titik kumpul,
koordinat UTM y=9133937 dan x=0675570, memilki elevasi sebesar 1118 mdpl
dengan topografi yang bergelombang agak berbukit, memunyai drainase yang
cepat dan terdapat erosi permukaan serta adanya vegetasi pinus, kopi dan
rerumputan.
4. Titik keempat
Pada titik keempat berlokasi pada 107o dari utara atau 561 meter dari titik kumpul,
koordinat UTM y=9133876 dan x=0675472, memiliki tingkat elevasi sebesar
1127 mdpl dengan topografi berombak, mempunyai drainase agak lambat dan
terdapat erosi permukaan serta adanya vegetasi berupa pinus, cabai besar dan
rerumputan. Sebagian besar lahan digunakan sebagai agroforestry dengan
tanaman utama adalah pinus.

3.3 Karakteristik Tanah


Karakteristik tanah yang terdapat disuatu daerah salah satunya dipengaruhi oleh
bahan induk. Rahayu, et al. (2014) berpendapat bahwa sifat atau karakteristik suatu
tanah sangat dipengaruhi oleh faktor pembentuk tanah. Berdasarkan keadaan di Dusun
Sumber wangi Desa Donowari Kecamatan Karang Ploso bahwa didaerah tersebut
merupakan kawasan yang berada di sekitar Gunung Arjuno yang masih aktif serta
kawasan tersebut merupakan daerah bekas letusan gunung arjuno. Kondisi tanah serta
karakteristik tanah yang berada di sekitar kawasan tersebut merupakan tanah yang
berasal dari material vulkanik dan dengan begitu dapat diperkirakan bahwa daerah
sekitaran wilayah tersebut pada umumnya memiliki karakteristik tanah andisol.
Sukmawati (2011) berpendapat bahwa karakteristik tanah andisol terbentuk dari
aktivitas dan bahan vulkanik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada titik pertama dapat
diketahui bahwa pada titik pertama memiliki karakteristik yaitu bertekstur lempung
19

berdebu dan liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak plastis, memiliki
drainase yang sedang serta permeabilitas yang sedang. Pada titik kedua dapat diketahui
bahwa karateristik tektur tanahnya yaitu lempung berdebu dan lempung liat berdebu,
memiliki konsistensi agak lekat agak plastis dan lekat plastik, dengan tingkat drainase
yang sedang serta memiliki tingkat permeabilitas yang sedang. Pada titik pengamatan
ketiga dapat diketahui bahwa pada titik tersebut memiliki tekstur tanah liat berdebu dan
lempung dengan konsistensi tanah agak lekat dan juga agak plastis dengan tingkat
drainase sedang serta memiliki permeabilitas yang sedang. Pada titik ke empat dapat
diketahui bahwa karakteristik tanah pada titik tersebut memiliki tektur lempung,
lempung berdebu, dan lempung liat berdebu, memiliki konsistensi agak lekat dan agak
plastis, memiliki drainase yang agak lambat dengan tingkat permeabilitas yang agak
lambat..
3.4 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (landuse) adalah setiap bentuk campur tangan (intervensi)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual (Vink, 2002). Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua
kelompok besar yaitu pengunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan
pertanian. Penggunaan lahan secara umum tergantung pada kemampuan lahan dan
pada lokasi lahan. Untuk aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas
kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi
penghambat bagi penggunaannya seperti tekstur tanah, lereng permukaan tanah,
kemampuan menahan air dan tingkat erosi yang telah terjadi. Penggunaan lahan juga
tergantung pada lokasi, khususnya untuk daerah-daerah pemukiman, lokasi industri,
maupun untuk daerah-daerah rekreasi (Suparmoko, 2000). Menurut Barlowe (2007)
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor fisik dan biologis,
faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi (kelembagaan). Faktor fisik dan
biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti keadaan geologi, tanah, air, iklim,
tumbuh-tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor pertimbangan ekonomi dicirikan
oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor institusi dicirikan oleh hukum
20

pertanahan, keadaan politik, keadaan sosial dan secara administrasi dapat


dilaksanakan.
Pada fieldwork survei tanah dan evaluasi lahan dilakukan di kaki gunung
Arjuno tepatnya di desa Sumberwangi, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Pada daerah yang diamati adalah kawasan hutan produksi yang didominasi dengan
pohon pinus. Sehingga secara umum penggunaan lahan daerah ini adalah lahan non
pertanian. Pengamatan dilakukan di 4 titik. Pada pengamatan titik ke-1 panggunaan
lahanya yaitu lahan tegalan dengan vegetasi tanaman jagung serta pinus disekeliling
lahan sebagai naungan. Pada titik ke-2 penggunaan lahan juga merupakan lahan
tegalan dengan vegetasi tanaman cabai, semak, pisang dan pinus sebagai border. Pada
titik ke-3 penggunaan lahanya adalah agroforestri dengan vegetasi tanaman pinus dan
kopi, serta pada pengamatan ke-4 penggunaan lahanya adalah tegalan dengan vegetasi
cabai (mulsa) dan pinus sebagai border.
Berdasarkan uraian pengamatan ke-4 titik dapat disimpulkan bahwa
penggunaan lahan di daerah UB Forest desa Sumberwangi merupakan lahan hutan
produksi yang tersebar di beberapa lokasi. Dapat disebut sebagai huta produksi karena
dalam UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pemerintah telah menetapkan dan
mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan produksi guna optimalisasi
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Maka kawasan
hutan memiliki fungsi produksi yang secara ekonomi mampu memberikan
kesejahteraan masyarakat dengan luasan yang cukup dan mampu memberikan hasil
produksi secara berkelanjutan. Hal ini menunjukan adanya perubahan penggunaan
lahan. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari
satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe
penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya
fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al., 2001). Perubahan
penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan
tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan
meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Para ahli berpendapat
21

bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan
keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (2004) faktor-faktor yang mendorong
perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi dan budaya.

3.5 Sebaran SPT di Lokasi Survey

Dalam pembuatan peta ditemukan sebaran sebaran SPT. Berikut merupakan


sebaran SPT dalam peta SPL.
No Nama SPT Sebaran SPT Titik Pengamatan
1 Konsosiasi TH 1,2,4,5,8,10,12, C1, D1.1, H2.3, F1.4, F1.1, E2.2
13,14,15,17,18 E2.4, L1.1, P1.1, J2.4, J2.3, G2.3
L2.1, L2.4, B1.1, K2.1, B2.1,
J1.1
M1.4, Q2.3, Q2.4, B1.4, B1.3,
P1.4, L1.4, J2.2, I1, I2, I3, I4,
A1.1, G2.1, G2.2, B2.3, B2.4,
A2.4, P2.4, D2.1, D2.2, D2.3,
D2.4, K1.4, Q1.4, K1.3, M1.1,
L2.3, E1.4, L2.2,
2 Kompleks Typic Humudepts, 3 A1.4, G2.4, A1.2, A1.3, K2.2,
Typic Dystrudepts,
Andic Dystrudepts, K2.4, K2.3, G1.1, B1.2, Q2.2
Pachic Humudepts B2.2, J1.2, N2, N1, Q1.2, Q1.1
A2.3, A2.2, D1.2, P2.1, P2.2,
3 Kompleks Typic Humudepts, 6
P2.3
H2.2, O4, H2.4, O1, O3, J1.3,
Typic Dystrudepts, Typic Hapludolls
E1.3
E1.1, E1.2, N3, H1.2, H1.1, N4,
C.4, C.2, C.3, D1.4, D1.3, H2.4,
4 Asosiasi Typic Humudepts, 11
F1.3
G1.4, G1.2, O2, K1.2, K1.1,
Typic Dystrudepts
Q1.3,
H1.1, H1.3, H1.4, M2.4, M2.3,
M2.2
M2.1
F1.2, G1.3, E2.1, Q2.1, F2.3,
5 Asosiasi Typic Humudepts, 7
L1.2,
Typic Hapludolls L1.3, P1.2, P1.3

Dari hasil pengelompokkan sebaran SPT pada UB forest. Didapatkan hasil


yang dominan merupakan konsosiasi Typic Humudepts. Yang tersebar di 12 SPL.
Kemudian pada di 4 SPL lainnya terdapat 4 SPT yang berbeda. Pada SPL 3 terdapat
SPT Kompleks Typic Humudepts, Typic Distrudepts, Andic Dystrudepts, Pachic
22

Humudepts. Kemudian pada SPL 6 terdapat SPT Kompleks Typic Humudepts, Typic
Dystrudepts, Typic Hapludolls. Pada SPL 11 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts,
typic dystrudepts. Dan terakhir pada SPL 7 terdapat SPT asosiasi Typic Humudepts,
Typic Hapludolls
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfologi Tanah


4.1.1 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 1
Pada titik pertama terletak pada hutan produksi dengan tanaman jagung, kopi
dan pinus pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan
membuat minipit dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon
serta topografi, warna tanah, struktur tanah, tekstur tanah, konsistensi tanah dalam
keadaan lembab dan basah, kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang
dilakukan didapatkan data sebagai berikut :
Tabel 7.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1)
Penampang Horizon Deskripsi
Ap Hitam (10YR 2/1) Lembab;
(0 – 18/20) cm lempung berdebu; gumpal
membulat ; sangat gembur,
basah ; agak lekat; agak plastis,
pori ; makro sedikit, akar ;halus
biasa ; baur; ombak
A Coklat sangat gelap (10YR 2/2)
(18/20 – 29/34) Lembab; lempung berdebu;
cm gumpal membulat; gembur,
basah ; agak lekat; agak plastis,
pori; makro; sedikit, akar ; halus;
biasa; baur; rata
Bw1 Hitam (10YR 2/1) Lembab;
(29/34 – 50) cm lempung liat berdebu; remah;
sangat gembur, basah; agak lekat;
agak plastis, pori; makro; sedikit;
halus; sedang; baur; rata
Bw2 Hitam (10YR 2/1) Lembab ;
(50 – 90) cm lempung berdebu, basah ; agak
lekat; agak plastis
Bw3 Coklat gelap (7,5YR 3/3)
(90 – 110) cm Lembab; lempung, basah; lekat;
plastis
Bw4 Coklat gelap (7,5YR 3/3)
(110 – 135) cm Lembab ; lempung liat berdebu,
basah ; lekat; plastis
24

Pada titik pengamatan G2.1 terdapat enam horizon dengan kedalaman 0-135
cm. Keenam horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan empat kali
pemboran. Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4. Warna
pada masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat sangat gelap (10YR 2/2),
hitam (10YR 2/1), hitam (7,5YR 2/1), coklat gelap (7,5YR 3/3), dan coklat gelap
(7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon Ap dan A adalah lembung berdebu sedangkan
tekstur pada horizon Bw1, Bw2, Bw3, dan Bw4 adalah lempung. Kelekatan pada
horizon Ap, A Bw1 dan Bw2 tergolong agak lekat dan horizon Bw3, dan Bw4
tergolong lekat sedangkan plastisitas pada horizon Ap, A, Bw1 dan Bw2 tergolong
agak plastis dan pada horizon Bw3, dan Bw4 tergolong plastis. Jenis pori yang
ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pada horizon Ap, A, dan Bw1 adalah
sedikit. Topografi dan kejelasan pada horizon pertama adalah berombak dan baur,
sedangkan pada horizon kedua dan ketiga adalah rata dan baur. Pada horizon Bw2,
Bw3 dan Bw4 tidak dilakukan pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan
topografi antar horizon.
4.1.2 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 2
Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman jagung, kopi
dan pinus pada sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan
membuat minipit dan pengeboran. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data
sebagai berikut :
25

Tabel 8.Hasil pengamatan titik 1 (G2.1)


Penampang Horizon Deskripsi
A1 Hitam (10YR 2,5/1) Lembab ;
(0 - 9/12) cm lempung berdebu; gumpal
bersudut; gembur, basah; agak
lekat; agak plastis, pori ; meso;
sedang; biasa; sedang; baur;
ombak
A2 Coklat tua (7,5YR 3/2)
(9/12 – 20/22)cm Lembab ; lempung berdebu;
gumpal bersudut; gembur,
basah ; lekat; plastis, pori ;
meso; sedang; sedikit; sedikit;
halus; baur; ombak
Bw Coklat sangat gelap (7,5YR
20/22 – 50 cm 2/2) Lembab; lempung liat
berdebu; gumpal membulat;
gembur, basah; lekat; plastis,
pori ; meso ; sedang; banyak;
sedikit; halus; baur; ombak
Bw1 Coklat sangat tua (7,5YR
(50 – 90) cm 2,5/3) Lembab; lempung liat
berdebu; basah; agak lekat;
agak plastis.
Bw2 Coklat sangat gelap (10YR
(90 – 135)cm 2/2) Lembab; lempung liat
berdebu; basah; lekat; agak
plastis.
26

Pada titik pengamatan G2.2 terdapat lima horizon dengan kedalaman 0-135 cm.
Kelima horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran.
Horizon tersebut adalah horizon A1, A2, Bw, Bw1, dan Bw2. Warna pada masing-
masing horizon adalah hitam (7,5YR 2,5/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat sangat gelap
(7,5YR 2/2), coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3), dan coklat sangat gelap (10YR 2/2).
Tekstur pada horizon A1, dan A2 adalah lembung berdebu sedangkan tekstur pada
horizon Bw, Bw1, dan Bw2 adalah lempung liat berdebu. Kelekatan pada horizon A1
dan Bw1 tergolong lekat dan horizon A2, Bw, dan Bw2 tergolong agak lekat sedangkan
plastisitas pada horizon A1, Bw1, dan Bw2 tergolong plastis dan pada horizon A2, dan
Bw tergolong agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori meso dengan
ukuran sedang, dengan jumlah pada horizon A1, A2, dan B adalah biasa, sedikit, dan
banyak. Pada horizon A1 jumlah perakaran sedang tergolong biasa sedangkan pada
horizon A2 dan B tergolong sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah
berombak dan baur. Pada horizon Bw1 dan Bw2 tidak dilakukan pengamatan struktur,
konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
4.1.3 Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 3
Pada titik pertama terletak pada hutan produksi, dengan tanaman kopi pada
sekitaran titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan membuat minipit
dan pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi,
warna tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah,
kondisi perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data
sebagai berikut :
27

Tabel 9.Hasil pengamatan titik 3 (G2.3)


Penampang Horizon Deskripsi
A Hitam (10YR 2/1 ) lembab;
(0–12/19cm) lempung berdebu; gumpal
membulat; sangat gembur
(lembab); agak lekat; agak
plastis (basah) ;pori makro
banyak; perakaran halus
biasa; jelas; ombak
Bw1 Cokla tua (7,5YR 3/2)
(12/19–50 cm) lembab; lempung; gumpal
membulat; sangat gembur
(lembab); agak lekat, agak
plastis (basah); pori makro
banyak; perakaran halus
sedikit; jelas; ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5YR 2/2)
(50 - 105 cm) lembab; lempung berliat; agak
lekat, agak plastis (basah)
Bw3 Coklat tua (7,5YR 3/3)
(105 –143 cm) lembab; lempung; agak lekat,
agak plastis (basah)

Pada titik pengamatan G2.2 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-143
cm. Keempat horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali
pemboran. Horizon tersebut adalah horizon A, Bw1, Bw2 dan Bw3. Warna pada
masing-masing horizon adalah hitam (10YR 2/1), coklat tua (7,5YR 3/2), coklat gelap
(7,5YR 2/2), coklat tua (7,5YR 3/3). Tekstur pada horizon A adalah lempung berdebu,
Bw1 adalah lempung, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah lempung.
Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat sedangkan plastisitas adalah
28

agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori makro dengan jumlah pori
banyak.
Pada horizon A dan Bw1 yang diamati melalui minipit masing-masing
memiliki perakaran halus banyak dan sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga
horizon adalah berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan
pengamatan struktur, konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
Untuk horizon pertama diberi nama A karena terbentuk pada permukaan atas
tanah, serta tidak terdapat struktur batuan asli dan menunjukkan akumulasi bahan
organik yang terhumufikasi terlihat dari warna tanah yang gelap serta pada horizon
tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan. Lapisan tanah dengan
kedalaman 12/19 cm hingga 143 cm termasuk horizon Bw karena perubahan warna
hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari horizon sebelumnya.
Pemberian imbuhan w karena pada tiap lapisan memiliki perubahan pada warna dan
tekstur.
Berdasarkan hasil pengamatan diatas didapatkan bahwa perbedaaan tiap
horizon banyak terdapat pada warna. Perbedaan warna yang terdapat pada tiap horizon
dikarenakan, terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi intensitas warna, seperti kadar
lengas tanah, kadar bahan organik, dan kadar mineral (Sutedjo dan Kartasapoetra,
2008).
4.1.4.Hasil Pengamatan Morfologi Tanah Titik 4
Pada titik pertama terletak pada lahan yang miring, dengan tanaman cabai pada
titik yang diamati. Pengamatan morfologi dilakukan dengan melakukan minipid dan
pengeboran. Pengamatan sifat-sifat tanah meliputi batas horizon serta topografi, warna
tanah, struktur tanah, konsistensi tanah dalam keadaan lembab dan basah, kondisi
perakaran serta pori. Berdasarkan survei yang dilakukan didapatkan data sebagai
berikut :
29

Tabel 10.Hasil pengamatan titik 4 (G2.4)


Penampang Horizon Deskripsi
Ap Coklat gelap (10 YR 2,5/2 )
(0–12/15cm) lembab; lempung; gumpal
membulat; sangat gembur
(lembab); agak lekat, agak
plastis (basah) ; meso
banyak; perakaran halus
biasa; jelas, ombak
A Hitam (7,5 YR 2,5/1)
(12/15-22/28cm) lembab; lempung; gumpal
membulat; sangat gembur
(lembab); agak lekat, agak
plastis (basah); meso
banyak; perakaran halus
sedikit; jelas, ombak
Bw1 Coklat (7,5 YR 4/4) lembab;
(22/28 – 50 cm) lempung berdebu; gumpal
membulat; sangat gembur
(lembab); agak lekat, agak
plastis (basah); meso
banyak; perakaran halus
sedikit; jelas, ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5 YR 4/6)
(50 - 115 cm) lembab; lempung berliat;
agak lekat, agak plastis
(basah)
Bw3 Coklat (10 YR 4/4) lembab;
(115-135 cm) lempung liat berdebu; agak
lekat, agak plastis (basah)
30

Pada titik pengamatan G2.4 terdapat empat horizon dengan kedalaman 0-135
cm. Horizon tersebut diperoleh dari pengamatan minipit dan lima kali pemboran.
Horizon tersebut adalah horizon Ap, A, Bw1, Bw2, dan Bw3. Warna pada masing-
masing horizon adalah coklat gelap (10YR 2,5/2), hitam (7,5YR 2,5/1), coklat (7,5YR
4/4), coklat gelap (7,5YR 4/6). Tekstur pada horizon Ap adalah lempung,A adalah
lempung, Bw1 adalah lempung berdebu, Bw2 adalah lempung berliat, dan Bw3 adalah
lempung liat berdebu. Kelekatan pada keseluruhan horizon adalah agak lekat
sedangkan plastisitas adalah agak plastis. Jenis pori yang ditemukan merupakan pori
meso dengan jumlah pori banyak.
Pada horizon Ap yang diamati melalui minipit memiliki perakaran halus
dengan jumlah biasa. Sementara pada horizon A dan Bw1 memiliki perakaran halus
dengan jumlah yang sedikit. Topografi dan kejelasan dari ketiga horizon adalah
berombak dan jelas. Pada horizon Bw2 dan Bw3 tidak dilakukan pengamatan struktur,
konsistensi, perakaran, pori dan topografi antar horizon.
Horizon pertama diberi nama Ap karena titik ini merupakan lahan budidaya
cabai, dimana pada lahan tersebut dilakukan pengolahan untuk mendapatkan hasil
budidaya yang maksimal. Untuk horizon kedua diberi nama A karena sifatnya sama dengan
horizon diatasnya dan pada horizon tersebut tidak memiliki penciri lain untuk diberi imbuhan.
Selanjutnya, lapisan dengan kedalaman 22/28 cm hingga 135 cm termasuk horizon B
karena perubahan warna hue, value, dan chroma telah mengalami perubahan dari
horizon A. Menurut Sutedjo dan Kartasapoetra (2008) horizon B memiliki horizon
yang mempunyai value warna lebih rendah, kroma lebih tinggi, atau hue lebih merah
(terang) dari horizon diatasnya atau dibawahnya.

4.2 Klasifikasi Tanah


4.2.1 Epipedon dan Endopedon
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapang, diperoleh hasil
bahwa epipedon dan endopedon pada 4 titik pengamatan adalah sebagai berikut:
31

Tabel 11.Epipedon dan Endopedon


No. Pedon Epipedon Endopedon
G2.1 Umbrik Kambik
G2.2 Umbrik Kambik
G2.3 Umbrik Kambik
G2.4 Umbrik Kambik
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada titik G2.1, G2.2, G2.3,
dan G2.4 epipedonnya umbrik. Titik G2.1 dapat dikatakan memiliki epipedon umbrik
karena horizon permukaan memiliki tebal 18 cm, nilai value 2 dan kromanya 1 dan
memiliki pH tanah 6. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015)
menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ciri – ciri ketebalan bagian atas tanah
setebal ≤ 18 cm, nilai value lembab ≤ 3, nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga
memiliki nilai KB < 50%. Di titik G2.1 ini didapatkan pH 6 yang tergolong pH asam.
Melalui pendekatan pH yang tergolong asam ini maka kejenuhan basa menjadi rendah
sehingga memiliki nilai < 50%. Pernyataan ini didukung dengan Panjaitan (2015)
menyatakan bahwa apabila nilai pH tanah asam maka nilai kejenuhan basa kurang dari
50%.
Titik G2.2 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas memiliki
ketebalan 0 – 20/22 cm, value 2,5 dan kroma 1 dan memiliki pH 6. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon
umbrik memiliki ketebalan lapisan tanah bagian atas minimal 18 cm. Value warna,
lembab ≤ 3 dan begitu pula pada kroma yaitu ≤ 3. Selain itu memiliki nilai KB < 50%.
Berdasarkan data pH yang telah didapatkan tergolong pada tanah yang asam sehingga
memiliki KB < 50%. Penilaian tersebut didapatkan melalui pendekatan pH, jika tanah
asam maka kejenuhan basa tanah rendah.
Titik G2.3 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas dengan
ketebalan 0 – 12/19 cm. Value tanah tersebut 2 dengan kroma 1. pH yang didapatkan
setelah diukur melalui metode universal yaitu 7. pH tersebut masih tergolong asam
sehingga jika dilakukan pendeketan pada pH maka KB < 50%. Hal ini sesuai dengan
Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa epipedon umbrik memiliki ciri –
32

ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan nilai value lembab ≤ 3 dan nilai
kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai KB < 50%.
Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh,
ketebalannya yaitu 0 – 22/28 cm. Value yang diperoleh 2,5 dan kromanya 2. pH yang
didapatkan setelah diukur melalui metode universal yaitu 7 sehingga tanah memiliki
KB < 50%. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa
epipedon umbrik memiliki ciri – ciri ketebalan bagian atas tanah minimal 18 cm dengan
nilai value lembab ≤ 3 dan nilai kroma lembab ≤ 3. Epipedon ini juga memiliki nilai
KB < 50%.
Endopedon yang didapatkan yaitu endopedon kambik pada titik G2.1, G2.2,
G2.3, dan G2.4. Disebut sebagai endopedon kambik karena adanya perkembangan
struktur pada titik 1 hingga titik 4 yaitu berstruktur gumpal membulat dan tidak
ditemukannya adanya eluviasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rahayu, et al.
(2014) bahwa horizon penciri bawah (endopedon) dikategorikan ke dalam endopedon
kambik karena telah mengalami perkembangan struktur tanah, tidak adanya proses
eluviasi liat, serta kandungan pasir yang meningkat seiring dengan bertambahnya
kedalaman tanah.
Titik G2.1 dapat dikatakan memiliki endopedon kambik karena horizon
permukaan memiliki tebal 25 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini
sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik
memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat
halus, pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus. Pernyataan ini didukung
oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena tidak memiliki tekstur sangat halus,
ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak mengalami kondisi aquik dan tidak
memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari horison yang berada di atas maupun
dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria argilik.
Titik G2.2 memiliki endopedon kambik karena memiliki ketebalan 45 cm dan
memiliki tekstur lempung liat berdebu Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi Tanah
(2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm atau
lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung, atau
33

yang lebih halus. Pernyataan ini didukung oleh Panjaitan (2015) horison kambik karena
tidak memiliki tekstur sangat halus, ketebalan horison lebih dari 15 cm, horison tidak
mengalami kondisi aquik dan tidak memiliki kandungan % liat yang lebih besar dari
horison yang berada di atas maupun dibawahnya, tetapi tidak memenuhi kriteria
argilik.
Titik G2.3 memiliki epipedon umbrik karena tanah lapisan atas dengan
ketebalan 38 cm dan memiliki tektur lempung. Hal ini sesuai dengan Kunci Taksonomi
Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki ciri – ciri ketebalan 15 cm
atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus, pasir sangat halus berlempung,
atau yang lebih halus.
Titik G2.4 memiliki epipedon umbrik karena dari data yang telah diperoleh,
ketebalannya yaitu 20 cm dan memiliki tekstur lempung liat berdebu. Hal ini sesuai
dengan Kunci Taksonomi Tanah (2015) menyatakan bahwa horizon kambik memiliki
ciri – ciri ketebalan 15 cm atau lebih dan memiliki kelas tekstur pasir sangat halus,
pasir sangat halus berlempung, atau yang lebih halus.
4.2.2 Klasifikasi Ordo hingga Subgrup
Tabel 12. Klasifikasi Ordo hingga Subgrup

Titik
Ordo Sub ordo Grup Subgrup
pengamatan
1 Inceptisols Udepts Humudepts Typic Humudepts

2 Inceptisols Udepts Humudepts Typic Humudepts

3 Inceptisols Udepts Humudepts Typic Humudepts


4 Inceptisols Udepts Humudepts Typic Humudepts

Berdasarkan data dari 4 titik pengamatan, telah diklasifikasikan bahwa ke-4


titik tersebut memiliki klasifikasi yang sama, yaitu Ordo: Inceptisols, Sub Ordo:
Udepts, Grup: Humudepts, serta Subgrup: Typic Humudepts. Penjelasan mengenai
Ordo-Subgrup sebagai berikut:
34

1. Ordo : Inceptisols
Inceptisols (Terdapat horizon kambik yang batas atasnya di dalam 100 cm dari
permukaan tanah mineral dengan batas bawah pada kedalaman 25 cm atau lebih).
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada titik 1 memiliki epipedon
umbrik dan endopedon kambik. Sedangkan pada KTT tanah yang memiliki ordo
inceptisol memiliki ciri – ciri memiliki epipedon umbrik dan mengandung 50 % atau
lebih lapisan-lapisan yang terletak diantara permukaan tanah mineral dan kedalaman
50 cm. Tanah dengan horizon bawah penciri kambik, telah terdapat proses
pembentukan tanah alterasi, seperti terbentuknya struktur, kenaikan liat pada horizon
B, perubahan warna horizon B (hue dan chroma bertambah tinggi), terbentuknya
epipedon mollik, umbrik, histik.
2. Sub ordo : Udepts
Dari klasifikasi yang kami lakukan berdasarkan buku KTT menunjukkan
bahwa ordo inceptisols yang mempunyai rezim kelembaban tanah udik sehingga
termasuk subordo Udepts.
3. Grup : Humudepts
Berdasarkan buku KTT klasifikasi Grup termasuk Humudepts karena memiliki
epipedon umbrik dan karena tidak ditemukan kontak litik pada kedalaman 50 cm dari
permukaan tanah.
4. Subgroup : Typic Humudepts
Typic : tidak menunjukkan adanya sifat-sifat tambahan yang nyata selain sifat-
sifat dasar yang dimiliki great groupnya. Atau tidak menandakan adanya campuran dari
tanah lain (Rayes. 2007). Dari buku KTT Typic Humudepts : humudepts yang memiliki
epipedon umbrik dan epipedon kambik.
4.3 Kemampuan Lahan
Kalsifikasi kemampuan lahan digunakan untuk mengetahui kelas kemampuan
lahan pada tiap titik yang di survei. Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi
potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secar umum tana
menjelaskan peruntukan untuk jenis tanaman tertentu maupun tindakan-tindakan
35

pengelolaannya (Rayes, 2007). Untuk menentukan kelas kemmapuan lahan ini


menggunakan metode matching. Berikut data kelas kemampuan lahan pada titik yang
diamati:
Tabel 13.Kemampuan Lahan Titik G2.1
Faktor Penghambat/ Data Sub Kelas
Pembatas Kelas
Lereng 15% e III
Tingkat erosi Ringan e II
Kedalaman tanah 135 cm s I
Tekstur lapisan atas Lempung berdebu s III
Tekstur lapisan bawah Lempung liat s II
berdebu
Permeabilitas Sedang w III
Drainase Agak baik w III
Kerikil / bebatuan Tidak ada s I
Bahaya banjir Tidak ada w I
Kelas III
Sub kelas III e,s,w

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur
lapisan atas, permeabilitas, dan drainase sebagai faktor penghambat membawa tanah
tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk pada kelas kemampuan lahan
III karena memiliki kelerengan miring 15%, tekstur lapisan atas lempung berdebu,
permeabilitas sedang, dan drainase agak baik. Kemudian untuk tingkat erosi masuk
kedalam kategori ringan dimana < 25% lapisan atas hilang dan kedalaman tanah masuk
kedalam kategori dalam yaitu antara > 90 cm, sehingga faktor erosi dan kedalaman
tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tekstur lapisan bawah termasuk
dalam kategori t2 karena memiliki tekstur lempung liat berdebu, sehingga masuk
kedalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah
banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, termasuk dalam kelas kemampuan lahan
I. Sedangkan permeabilitasnya yang sedang (2,0-6,25 cm/jam) masuk kedalam kelas
III.
36

Tabel 14.Kemampuan Lahan Titik G2.2


Faktor Penghambat/ Data Sub Kelas
Pembatas Kelas
Lereng 25% e IV
Tingkat erosi Ringan e II
Kedalaman tanah 135 cm s I
Tekstur lapisan atas Lempung berdebu s III
Tekstur lapisan bawah Lempung liat s II
berdebu
Permeabilitas Sedang w III
Drainase Agak baik w III
Kerikil / bebatuan Tidak ada s I
Bahaya banjir Tidak ada w I
Kelas IV
Sub kelas IV e

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng sebagai
faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e dan termasuk pada
kelas kemampuan lahan IV karena memiliki kelerengan yaitu miring 15-30%, tepatnya
25%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana < 25%
lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas II dan kedalaman tanah masuk
kedalam kategori dalam yaitu antara >90 cm, sehingga kedalaman tanah termasuk
dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur lapisan bawah
termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena keduanya memiliki tekstur
lempung berdebu dan lempung liat berdebu, sehingga masuk kedalam kelas
kemampuan lahan III dan II, sama halnya dengan permeabilitasnya yang sedang (0,5-
2,0 cm/jam) termasuk ke dalam kelas III, tidak terdapatnya kerikil, dan lahan tidak
pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk dalam kelas
kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang sedang atau agak baik dimana tanah
beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat bercak-bercak kuning, cokelat, atau
kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan bawah (sampai sekitar 60 cm dari
permukaan tanah), termasuk dalam kelas III kemampuan lahan.
37

Tabel 15.Kemampuan Lahan Titik G2.3


Faktor Penghambat/ Data Sub Kelas
Pembatas Kelas
Lereng 15% e III
Tingkat erosi Ringan e II
Kedalaman tanah 143 cm s I
Tekstur lapisan atas Lempung berdebu s III
Tekstur lapisan bawah Lempung s III
Permeabilitas Sedang w III
Drainase Agak baik w III
Kerikil / bebatuan Tidak ada s I
Bahaya banjir Tidak ada w I
Kelas III
Sub kelas III e,s,w

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa lereng, tekstur
lapisan atas, tekstur lapisan bawah, permebilitas, dn drainase sebagai faktor
penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas e,s, dan w dan termasuk
pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kelerengan miring yaitu 15-30%,
tepatnya 15%. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam kategori ringan dimana <
25% lapisan atas hilang, sehingga termasuk dalam kelas kemampuan lahan II dan
kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga kedalaman
tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan tekstur
lapisan bawah termasuk dalam kategori t3 karena keduanya memiliki tekstur lempung
berdebu, sehingga masuk kedalam kelas kemampuan lahan III. Untuk
permeabilitasnya yang sedang (0,5-2,0 cm/jam) termasuk kelas kemampuan lahan III,
tidak didapatinya kerikil, dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode
1 tahun, juga termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya yang
sedang atau agak baik dimana tanah beraerasi baik di daerah perakaran, tidak terdapat
bercak-bercak kuning, cokelat, atau kelabu pada lapisan atas dan bagian atas lapisan
bawah (sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah), termasuk dalam kelas III
kemampuan lahan.
38

Tabel 16.Kemampuan Lahan Titik G2.4


Faktor Penghambat/ Data Sub Kelas
Pembatas Kelas
Lereng 7.8% e II
Tingkat erosi Ringan e II
Kedalaman tanah 135 cm s I
Tekstur lapisan atas Lempung s III
Tekstur lapisan bawah Lempung liat s II
berdebu
Permeabilitas Agak lambat w II
Drainase Baik w II
Kerikil / bebatuan Tidak ada s I
Bahaya banjir Tidak ada w I
Kelas III
Sub kelas III s

Berdasarkan tabel kemampuan lahan diatas, dapat dilihat bahwa tekstur lapisan
atas sebagai faktor penghambat membawa tanah tersebut ke kategori sub kelas s dan
termasuk pada kelas kemampuan lahan III karena memiliki kategori tekstur tanah t3
yang bertekstur lempung liat berdebu. Kemudian untuk tingkat erosi masuk kedalam
kategori ringan dimana <25% lapisan atas hilang, sehingga kelas kemampuan lahannya
adalah II dan kedalaman tanah masuk kedalam kategori dalam yaitu >90 cm, sehingga
kedalaman tanah termasuk dalam kelas kemampuan lahan I. Tekstur lapisan atas dan
tekstur lapisan bawah termasuk dalam kategori masing-masing t3 dan t2 karena
keduanya memiliki tekstur lempung dan lempung liat berdebu sehingga masuk
kedalam kelas kemampuan lahan III dan II. Untuk permeabilitasnya yang agak lambat
(0,5-2,0 cm/jam) termasuk dalam kelas kemampuan lahan II. Tidak didapatinya kerikil,
dan lahan tidak pernah banjir selama > 24 jam dalam periode 1 tahun, juga termasuk
dalam kelas kemampuan lahan I. Sedangkan drainasenya baik dimana tanah beraerasi
baik di daerah perakaran, seluruh profil tanah dari atas sampai bawah > 150 cm,
berwarna terang yang seragam, dan tidak terdapat karatan termasuk dalam kelas
kemampuan lahan II.
39

4.4 Keseusaian Lahan


Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian
lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).
4.4.1 Kesesuaian Lahan Aktual
Kesesuaian lahan aktual merupakan kesesuaian lahan saat ini (current
suitability) atau kesesuaian lahan alami. Menurut Rayes (2007), kesesuaian lahan
aktual (saat sekarang) menunjukkan kesesuaian lahan terhadap penggunaan lahan yang
ditentukan dalam keadaan sekarang tanpa ada perbaikan yang berarti.
Berikut merupakan kesesesuaian lahan aktual pada berbagai komoditas.
Masing-masing komoditas memiliki kesesuain yang berbeda.
Tabel 17.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S3
pH H2O 6 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S3 tc,nr
40

Pada titik satu untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Kemudian pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2.
Ketersediaan oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan
kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, C-organik
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.
Pada bahaya erosi, kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya
banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas
kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc dan nr. Faktor pembatas kesesuaian
lahan aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata
harian dan retensi hara.
41

Tabel 18.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Wortel


No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C)
22,80 S3
harian
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen
(oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 6 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, wa,

Pada titik satu untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Kemudiaan pada ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya
42

S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S dengan kelas kesesuaian S3, dan
sub kelas kesesuaian S3 tc, wa dan nr. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada
titik ini untuk tanaman wortel yaitu berupa temperatur rerata harian, curah hujan.
Tabel 19.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 1 Tanaman Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 6 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 oa, nr, eh
Pada titik satu untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
43

kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S2, dan sub kelas
kesesuaian S2 oa, nr, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk
tanaman terong yaitu berupa drainase, kejenuhan basa, lereng dan bahaya erosi.
Tabel 20.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S3
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc,nr,eh
44

Pada titik dua untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman
tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.
Pada bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya
banjir kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas
kesesuaian S3, dan sub kelas kesesuaian S3 tc, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan
aktual pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian
dan lereng dan retensi hara.
Tabel 21.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Tanaman Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc,wa,eh
45

Pada titik dua untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S, kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3,
tc wa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel
yaitu berupa temperatur curah hujan, kelerengan.
Tabel 22.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 2 Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung Liat Berdebu S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 42.20 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 5.97 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S3
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 eh
46

Pada titik dua untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S3, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3
eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong yaitu
berupa lereng.
Tabel 23.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (tc)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <3 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc
47

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman kopi robusta kesesuaian lahan potensial
tanaman kopi robusta adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman
tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada
bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir
kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas
kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S3 tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual
pada titik ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian.
Tabel 24.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, wa
48

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual tanaman
wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S3. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah kesesuaiannya
S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK
kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1.Pada bahaya erosi kelerengan
memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya
S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo
pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas kesesuaian S
tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman wortel
yaitu berupa temperartur rerata harian dan curah hujan.
Tabel 25.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 3 Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Sedang S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 143 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 26.21 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
pH H2O 7 S1
C-organik (%) 2.36 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 oa, eh
49

Pada titik tiga untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual tanaman
terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya S1. Pada
ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen, drainase
kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada
retensi hara, pH kesesuaiannya S1, c organic kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya
S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S1. Pada bahaya erosi kelerengan memiliki
kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian genangannya S1 dan
pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada
kesesuaian lahan potensial yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas kesesuaian S2,
oa, eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman terong
yaitu berupa drainase, lereng, dan bahaya erosi.
Tabel 26.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Kopi Arabika
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 1870,26 S2
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S2
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S3
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S2
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, nr
Pada titik empat untuk budidaya tanaman kopi arabika kesesuaian lahan aktual
tanaman kopi arabika adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian
50

kesesuaiannya S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S2. Ketersediaan
oksigen, drainase kesesuaiannya S2. Pada media perakaran, tekstur tanah dan
kedalaman tanah kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic
kesesuaiannya S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S3.Pada
bahaya erosi kelerengan memiliki kesesuaian S2, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir
kesesuaian genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan
kesesuaiannya S1, sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian
S3 dan sub kelas kesesuaian S3-tc. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik
ini untuk tanaman kopi arabika yaitu berupa temperatur rerata harian dan retensi hara.
Tabel 27.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Wortel
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S3
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S3
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S1
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S2
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S3
Sub kelas S3 tc, wa
51

Pada titik empat untuk budidaya tanaman wortel kesesuaian lahan aktual
tanaman wortel adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya
S3. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S3. Ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya
S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S3 dan sub kelas
kesesuaian S3, tc, wa. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk
tanaman wortel yaitu suhu rerata harian dan curah hujan.
Tabel 28.Kesesuaian Lahan Aktual pada Titik 4 Tanaman Terong
No Faktor Pembatas Data Kelas Aktual
1 Temperatur (0C)
Temperatur rerata (0C) harian 22,80 S1
2 Ketersediaan air (wa)
Curah hujan (mm) 623,42 S1
Kelembaban udara (%)
Lama masa kering (bulan)
3 Ketersediaan oksigen (oa)
Drainase Agak lambat S1
4 Media perakaran (rc)
Tekstur Lempung S1
Bahan kasar (%)
Kedalaman tanah (cm) 135 S1
5 Retensi hara (nr)
KTK liat (cmol) 41.61 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S2
pH H2O 7 S2
C-organik (%) 5.89 S1
6 Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) - -
7 Sodisitas (xn)
Alkalinitas /ESP (%) - -
8 Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Bahaya erosi Ringan S2
9 Bahaya banjir (fh)
Genangan F0 S1
10 Penyiapan lahan (lp)
Batuan di permukaan (%) <5 S1
Singkapan batuan (%)
Ordo S
Kelas S2
Sub kelas S2 eh
52

Pada titik empat untuk budidaya tanaman terong kesesuaian lahan aktual
tanaman terong adalah sebagai berikut, pada temperatur rerata harian kesesuaiannya
S1. Pada ketersediaan air, curah hujan kesesuaiannya S1. Ketersediaan oksigen,
drainase kesesuaiannya S1. Pada media perakaran, tekstur dan kedalaman tanah
kesesuaiannya S1. Pada retensi hara, pH kesesuaiannya S2, c organic kesesuaiannya
S1, KTK kesesuaiannya S1, Kejenuhan basanya kesesuaiannya S2. Pada bahaya erosi
kelerengan memiliki kesesuaian S1, bahaya erosi S2. Pada bahaya banjir kesesuaian
genangannya S1 dan pada penyiapan lahan batuan di permukaan kesesuaiannya S1,
sehingga ordo pada kesesuaian lahan aktual yaitu S kelas kesesuaian S2 dan sub kelas
kesesuaian S2 eh. Faktor pembatas kesesuaian lahan aktual pada titik ini untuk tanaman
terong yaitu berupa bahaya erosi.
Berdasarkan data hasil pengkelasan kesesuaian lahan aktual utuk tanaman kopi
arabika secara umum didapatkan kelas N dengan faktor pembatas bahaya erosi,
kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan kelas S3 dengan faktor pembatas
temperatur rerata harian, curah hujan, dan retensi hara, kesesuaian lahan aktual terong
didapatkan S3 dengan faktor pembatas bahaya erosi, dan retensi hara.
4.4.2 Kesesuaian Lahan Potensial
A. Kesesuaian lahan potensial tanaman Kopi
Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman kopi
arabika.
53

Tabel 29.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.1


Persyaratan Data Potensial
penggunaan
Ketersedian air (wa)

Curah Hujan (mm) 1870.26 S1


Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 6 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Bahaya Erosi Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama
menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc, nr dengan
faktor pembatas retensi hara dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki
54

kelas kesesuaiannya adalahretensi harasehingga kelas kesesuaiannya potensial menjadi


S3tc
Tabel 30.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.2
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 1870.26 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Agak halus S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S2
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S2
Erosi (e) Ringan S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua
menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr,eh dengan
faktor pembatas temperature, retensi hara dan kelerengan. Karakteristik lahan yang
55

dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kelerengan, sedangkan yang dapat


diperbaiki yaitu kelerengan dan retensi hara sehingga kelas kesesuaiannya menjadi
S3tc
Tabel 31.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopi arabika G2.3
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 1870.26 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 2,36 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
KTK 26,21 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
56

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc dengan faktor
pembatas temperature. Karakteristik lahan tersebut tidak bisa diperbaiki sehingga
kesesuaian tanaman kopi adalah S3tc.
Tabel 32.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman kopiarabika G2.4
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 1870.26 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Agak lambat S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,89 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S2
KTK 41,61 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,8% S2
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr dengan
57

faktor pembatas temperature dan kejenuhan basa. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah kejenuhan basa sehingga kelas kesesuaiannya
menjadi S3tc.
B. Kesesuaian lahan potensial tanaman Wortel
Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman wortel
Tabel 33.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.1
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S2
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Agak halus S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 6 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S1
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
58

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc,wa dengan
faktor pembatas ketersediaan air dantemperature. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki yaitu ketersediaan air dan yang tidak dapat diperbaiki yaitu temperature
sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc.
Tabel 34.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.2
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S2
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Agak halus S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S1
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S2
Erosi (e) Ringan S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S2
Subkelas S3tc
59

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc, wa, eh
dengan faktor pembatas ketersediaan air, temperature, kelerengan. Karakteristik lahan
yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah ketersediaan air dan kelerengan
sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc,
Tabel 35.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.3
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S2
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 2,36 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
KTK 26,21 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
60

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc,wa dengan
faktor pembatas ketersediaan air dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki yaitu ketersediaan air dan yang tidak dapat diperbaiki yaitu temperature
sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S3tc.
Tabel 36.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman wortel G2.4
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S2
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S3
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Agak lambat S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,89 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S1
KTK 41,61 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S3
Subkelas S3tc
61

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman wortel adalah S3tc, wa dengan
faktor pembatas ketersediaan air, dan temperature. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah ketersediaan air dan kelerengan sehingga kelas
kesesuaiannya menjadi S3tc.
C. Kesesuaian lahan potensial tanaman terung
Berikut adalah hasil identifikasi kesesuaian lahan potensial tanaman terung
Tabel 37.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.1
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S1
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 6 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S1
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S1
Subkelas S1
62

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan pertama


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terungadalah S2oa,nr,eh dengan
faktor pembatas ketersediaan oksigen, kelerengan dan retensi hara. Karakteristik lahan
yang dapat diperbaiki yaitu ketersediaan oksigen, kelerengan dan retensi harasehingga
kelas kesesuaiannya menjadi S1.
Tabel 38. Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.2
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S1
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Agak halus S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,97 S1
Kejenuhan basa (%) 23 S1
KTK 42,20 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 25% S2
Erosi (e) Ringan S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Ordo S
Kelas S2
Subkelas S2eh
63

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan kedua


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terungadalah S3eh dengan faktor
pembatas kelerengan.Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya
adalah kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S2eh.
Tabel 39.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.3
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S1
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Sedang S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 2,36 S1
Kejenuhan basa (%) 41 S1
KTK 26,21 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 15% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Penyiapan lahan (lp)
Batuan dipermukaan (%) <5 S1
Ordo S
Kelas S1
Subkelas S1
64

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan ketiga


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terung adalah S2oa,eh dengan
faktor pembatas ketersediaan oksigen, dan kelerengan. Karakteristik lahan yang dapat
diperbaiki yaitu ketersediaan oksigen, kelerengan sehingga kelas kesesuaiannya
menjadi S1.
Tabel 40.Tabel kesesuaian lahan potensial tanaman terung G2.4
Persyaratan penggunaan Data Potensial
Ketersedian air (wa)
Curah Hujan (mm) 623.42 S1
Temperature (tc)
Suhu rata-rata (0C) 22.80 S1
Ketersedian Oksigen (oa)
Drainase tanah Agak Lambat S1
Media Prakaran (rc)
Tekstur Sedang S1
Kedalaman tanah (cm) >150 cm S1
Retensi hara(nr)
pH tanah 7 S1
C-organik 5,89 S1
Kejenuhan basa (%) 27 S1
KTK 41,61 S1
Bahaya erosi (eh)
Lereng (%) 7,80% S1
Erosi (e) Rendah S1
Bahaya banjir (fh) F0 S1
Ordo S
Kelas S1
Subkelas S1
65

Penilaian kelas kesesuaian lahan aktual terhadap titik pengamatan keempat


menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman terung adalah S2eh dengan faktor
pembatas erosi. Karakteristik lahan yang dapat diperbaiki kelas kesesuaiannya adalah
erosi sehingga kelas kesesuaiannya menjadi S1.
Berdasarkan hasil pengkelasan kesesuaian lahan potensial berturut - turut
secara umum untuk tanaman kopi,wortel,terung didapatkan kesesuaian kelas potensial
yaitu Neh, S3tc, S2nr. Berdasarkan penilaian kelas kesesuaian lahan terhadap empat
titik pengamatan menunjukkan bahwa kelas kesesuaian untuk tanaman kopi, wortel
dan terung memiliki faktor pembatas temperature, retensi hara, ketersediaan oksigen,
ketersediaan air dan kelerengan. Masing-masing nilai kelerengan di lima titik sebagai
berikut 15%, 25%, 15%, 7,8%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus (2016) syarat
tumbuh tanaman kopi adalah lokasi tumbuh tanaman berada pada kemiringan tanah
kurang dari 30 %.
Menurut Rayes (2007) pada kelas kesesuaian lahan yang mempunyai pembatas-
pembatas yang lebih besar tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, tetapi tidak dapat
diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal seperti kelerengan yang
cukup curam. Pembatas dapat mengurangi produksi dan keuntungan ketika diupayakan
pengolahan untuk meningkatkan kelas kesesuaiannya. Nilai kelerengan yang tinggi
menyebabkan bahaya erosi semakin besar. Menurut Soleh (2000), semakin besar
tingkat kemiringan semakin besar pula erosi yang akan terjadi. Faktor pembatas lereng
berpotensi untuk diperbaiki kelas kesesuaianya secara vegetatif maupun secara teknis.
Menurut Permentan No. 47 Tahun 2006, penanggulangan wilayah yang berlereng
adalah dengan menggunakan pendekatan vegetasi. Sedangkan menurut Tampubolon
dan Manaor (2012), masalah kemiringan lereng dapat ditanggulangi dengan pembuatan
teras. Masalah mengenai ketersediaan air terjadi karena curah hujan yang tidak
mencukup kebutuhan air tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan cara irigasi. Menurut
Effendy (2011), air irigasi dapat diberikan secara terus – menerus dan mencukupi untuk
mengganti kekurangan air karena berkurangnya air hujan yang digunakan untuk
pertumbuhan tanaman. Masalah mengenai temperature dan tekstur tanah yang menjadi
faktor pembatas tidak dapat diatasi.Hal ini terjadi karena temperature suatu lahan tidak
66

dapat diubah. Menurut Sitorus (2016) Karakteristik lahan yang sulit atau tidak bisa
diubah tetapi mempengaruhi pertumbuhan tanaman salah satunya temperature dan
tekstur tanah.
4.4.3 Rekomendasi
Pada lahan tempat dilakukan pengamatan, didapatkan data mengenai
karakteristik dan kemampuan lahan. Komoditas utama yang ditanam pada lahan
tersebut, yaitu kopi,wortel dan terung memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan
membutuhkan lahan dengan kondisi yang berbeda-beda juga. Di lahan tersebut,
dijumpai beberapa faktor pembatas yang menyebabkan lahan tersebut kesesuaiannya
menurun dan kurang cocok untuk ditanami komoditas tertentu. Beberapa faktor
pembatas tersebut dilakukan usaha perbaikan (permanen) dan beberapa dapat
dilakukan usaha perbaikan (dinamis) untuk memperbaiki lahan agar sesuai dengan
kondisi yang dibutuhkan pada tanaman. Usaha untuk memperbaiki faktor pembatas ini
dapat dikelompokkan berdasarkan kesesuaian potensial lahan.
Titik 1
Kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas.
Subkelas kesesuaian lahan di titik 1 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr, yang berarti
kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur dan retensi hara.
Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim,
ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha
perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah
dengan penambahan kapur pertanian pada saat pengolahan tanah untuk menaikkan pH
tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013), salah satu upaya untuk menaikkan pH
tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan
ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 1 setelah dilakukan rekomendasi
perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc.
Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 1 ini juga memiliki faktor
pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 1 adalah S3 tc, wa,
yang berarti adanya faktor pembatas temperatur dan ketersediaan air pada lahan
tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh
67

iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat
dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat dilakukan,
karena ketersediaan air adalah faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat
dilakukan dengan pembuatan irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Setiapermas
dan Zamawi (2010) berpendapat bahwa ketersediaan air yang tidak memadai dapat
diatasi dengan pembuatan rencana tanam dan pola tanam, menyiapkan benih yang
toleran terhadap kekeringan, menyiapkan infrastruktur irigasi dan memanfaatkan
sumberdaya alternatif dan menyusun program pemakaian air yang efisien. Perbaikan
ini diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S3 tc.
Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 1 memiliki subkelas
kesesuaian lahan S2oa,nr,eh yang berarti faktor pembatas pada titik 1 berupa
ketersediaan oksigen, retensi hara, dan tingkat kelerengan. Ketersediaan
oksigen,retensi hara dan tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh
manusia. Usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk ketersediaan air adalah dengan
membuat irigasi untuk memenuhi ketersediaan air. Ketersediaan oksigen dapat
diperbaiki dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik,
dan tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover
crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan
mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1
Titik 2
Kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi memiliki faktor pembatas.
Subkelas kesesuaian lahan di titik 2 untuk tanaman kopi adalah S3tc,nr,eh, yang berarti
kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi oleh temperatur, retensi hara dan
bahaya erosi. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi
oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat
dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Faktor pembatas retensi hara dapat diperbaiki
dengan penambahan kapur pertanian saat pengolahan tanah untuk meningkatkan pH
tanah pada lahan tersebut. Tanaman kopi memiliki jenis akar yang dangkal dan tidak
mampu menahan erosi secara optimal, sehingga akan beresiko jika ditanam pada lahan
yang memiliki gradien tanpa usaha perbaikan kelerengan lahan tersebut. Rekomendasi
68

usaha perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman cover crop berupa
tanaman perdu, serta pembuatan teras gulud yang dapat memperkecil bahaya erosi dan
memberikan ruang baru untuk penanaman tanaman budidaya. Menurut Wahyuningrum
dan Agung (2016), teras gulud merupakan salah satu teknik konsevasi tanah dan
air mekanik yang efektif dalam mengendalikan erosi pada lahan kering berlereng.
Teras akan terbentuk karena adanya barisan guludan yang ditanami rumput
penguat teras yang dapat menahan partikel tanah yang hanyut karena terbawa
aliran permukaan. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik 2
setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr,eh menjadi S3tc.
Untuk tanaman wortel, kesesuaian lahan di titik 2 ini juga memiliki faktor
pembatas. Subkelas kesesuaian lahan untuk tanaman wortel di titik 2 adalah S3, tc, wa,
eh, yang berarti adanya faktor temperatur, ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan
pada lahan tersebut. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor temperatur
dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya, sehingga
tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi perbaikan dapat
dilakukan, karena ketersediaan air, retensi hara dan kelerengan kurang dari 25% adalah
faktor yang dapat diubah oleh manusia. Perbaikan dapat dilakukan dengan pembuatan
irigasi untuk memenuhi ketersediaan air, peningkatan pH tanah dengan pemberian
kapur pertanian pada tanah, penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa
tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah
subkelas kesesuaian lahan menjadi S3tc.
Sementara untuk tanaman terung, kesesuaian lahan di titik 2 memiliki subkelas
kesesuaian lahan S3eh yang berarti faktor pembatas pada titik 2 berupa tingkat
kelerengan. Tingkat kelerengan kurang dari 25% dapat diperbaiki oleh manusia. Usaha
perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah
(cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini
diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S2eh.
69

Titik 3
Pada hasil pengamatan di titik 3, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi
adalah sub kelas S3tc, yang artinya faktor pembatas pada lahan tersebut adalah bahaya
erosi berupa temperatur. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat diperbaiki
karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor
alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat
diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan
faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh
manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki
dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno
(1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat
memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub
kelas lahan menjadi S1.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 oa, eh. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
ketersediaan oksigen dan tingkat kelerengan. Ketersediaan oksigen dapat diperbaiki
dengan perbaikan drainase melalui pengolahan tanah yang baik dan baik, dan tingkat
kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) berupa
tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini diharapkan mampu mengubah
subkelas kesesuaian lahan menjadi S1.
Titik 4
Pada hasil pengamatan di titik 4, kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kopi
adalah sub kelas S3tc,nr. yang berarti kesesuaian lahan untuk tanaman kopi ini dibatasi
oleh temperatur dan retensi hara. Temperatur tidak dapat diperbaiki karena faktor
temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan faktor-faktor alam lainnya,
sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh manusia. Rekomendasi usaha
perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan penambahan kapur pertanian pada saat
70

pengolahan tanah untuk menaikkan pH tanah. Menurut Subandi dan Wijanarko (2013),
salah satu upaya untuk menaikkan pH tanah adalah dengan pemberian kapur pertanian
berupa kalsit dan dolomit. Diharapkan ada perubahan subkelas kesesuaian lahan di titik
1 setelah dilakukan rekomendasi perbaikan, dari S3tc,nr menjadi S3tc.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S3 tc, wa. Hal
itu berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa
temperatur dan ketersediaan air. Faktor pembatas berupa temperatur tidak dapat
diperbaiki karena faktor temperatur dipengaruhi oleh iklim, ketinggian tempat dan
faktor-faktor alam lainnya, sehingga tidak dapat dilakukan usaha perbaikan oleh
manusia. Faktor pembatas berupa ketersediaan air pada lahan tersebut dapat diperbaiki
dengan pengolahan tanah, agar drainase pada lahan tersebut lebih baik. Sumarno
(1987) dalam Habiby, et al. (2013) menyatakan bahwa pengolahan tanah bermanfaat
memperbaiki drainase dan aerase tanah. Perbaikan tersebut dapat menurunkan sub
kelas lahan menjadi S1.
Kesesuaian lahan aktual untuk tanaman wortel adalah sub kelas S2 eh. Hal itu
berarti pada lahan tersebut memiliki faktor pembatas pada lahan tersebut berupa tingkat
kelerengan. tingkat kelerengan diperbaiki dengan penanaman tanaman penutup tanah
(cover crop) berupa tanaman perdu dan pembuatan teras gulud. Perbaikan ini
diharapkan mampu mengubah subkelas kesesuaian lahan menjadi S1.

4.5 Zonasi
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada peta, letak zonasi yang sesuai untuk
jenis tanaman kopi, wortel dan terung yang ditentukan dari Satuan Peta Lahan (SPL)
dan peta Grid Kaku. Penentuan zonasi hanya dipilih dari peta potensial karena
dianggap telah dilakukan perbaikan pada kondisi lahan aktual sebelumnya. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Ishak et al. (2012) bahwa penentuan zonasi tanaman tidak
ditentukan dari kondisi aktual, melainkan dari kondisi potensial karena merupakan
hasil terbaik dari suatu kemampuan lahan. Penzonasian juga akan memberi makna bagi
mempertahankan lahan pertanian yang secara berkelanjutan melihat alih fungsi lahan
71

pertanian Adapun hasil zonasi yang ditentukan dari kedua peta tersebut dapat dilihat
dari tabel-tabel di bawah ini.

Tabel Zonasi Satual Peta Lahan (SPL)

Zonasi Titik
Kopi K2.3, J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4
Terung, wortel J1.3, L1.2
Terung G1.4, B1.4, B2.4

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik K2.3,
J 1.4, L2.4, K2.1, M1.4, B2.4, D2.3, M1.2, D2.4. Kemudian, untuk zonasi terung dan
wortel tersebar pada titik J1.3, L1.2. Untuk zonasi terung tersebar pada titik G1.4, B1.4,
B2.4. Pada penentuan persebaran titik dengan menggunakan SPL disesuaikan dengan
kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatas pada tiap jenis komoditas yang tersebar
pada titik. Faktor pembatas pada titik yang sesuai untuk kopi adalah S3oa, S2 wa, rc,
eh dan juga S3 oa,eh . Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman terung
dan wortel adalah S3 tc. Untuk tanaman terung memiliki faktor pembatas S2 nr, eh dan
S2 nr. Pada F1 dan J2.4 memiliki zonasi wilayah konservasi. Karena pada titik SPL
tersebut memiliki kelas kemampuan lahan yang cocok untuk tanaman kopi tetapi
memiliki kesesuaian lahan dengan faktor pembatas N eh. Sehingga tidak dapat
ditanami tanaman kopi karena kelerengan yang sangat curam. Untuk Penentuan zonasi
dari SPL ini sesuai dengan pernyataan Sinukaban (2008) bahwa penggunaan lahan
yang tidak sesuai, selain dapat menyebabkan kerusakan lahan juga menimbulkan
masalah sosial ekonomi, bahkan dapat menghancurkan suatu kebudayaan yang ada
sebelumnya. Sebaliknya, penggunaan lahan yang tepat merupakan langkah awal untuk
menunjang program konservasi lahan.
72

Tabel Zonasi Peta Grid Kaku

Zonasi Titik

A2.1, C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3,
Kopi K2.1, K2.3, K2.4, L2.1, M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2,
Q2.4
Wortel, A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2,
terung N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2
A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2, B2.4,
D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2,
Terung G1.3, G1.4, G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2,
L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3, P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3,
Q1.3, Q2.1, Q2.3

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui zonasi kopi tersebar pada titik A2.1,
C1, C2, C3, C4, D1.2, H2.1, H2.2, H2.3, H2.4, I3, J2.1, J2.3, K2.1, K2.3, K2.4, L2.1,
M1.1, M1.4, M2.1, M2.2, Q1.1, Q1.2, Q2.4. Kemudian, untuk wortel dan terung
tersebar pada titik A2.2, A2.3, B2.1, F4, I1, I4, J1.1, J1.2, J1.3, J1.4, M2.3, N1, N2,
N3, N4, O1, O2, O3, O4, P1.1, P2.2, P2.4, Q2.2. Untuk tanaman Terung persebarannya
yaitu berada pada titik A1.1, A1.2, A1.3, A1.4, A2.4, B1.1, B1.2, B1.3, B1.4, B2.2,
B2.4, D1.3, D1.4, D2.1, E1.1, E1.2, E1.3, E2.1, E2.3, F2, F3, G1.1, G1.2, G1.3, G1.4,
G2.1, G2.2, G2.3, G2.4, H1.1, H1.2, I2, J2.2, K2.2, L1.1, L1.2, L1.3, L1.4, L2.2, M1.3,
P1.2, P1.3, P1.4, P2.1, P2.3, Q1.3, Q2.1, Q2.3. Pada penentuan persebaran titik dengan
menggunakan peta Grid disesuaikan dengan kelas kesesuaian lahan pada tiap jenis
komoditas yang tersebar pada titik. Kesesuaian lahan yang menjadikan komoditas
sesuai atau tidak dilihat dari faktor pembatas pada setiap titik. Berdasarkan pendapat
Ritung dkk. (2011), untuk kelas kesesuaian lahan pada peta Grid tersebut faktor
pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), rc (media perakaran),
dan oa (ketersediaan oksigen), dengan kelas kesesuaiannya N yaitu lahan yang secara
fisik tergolong tidak sesuai. Sedangkan faktor pembatas yang sesuai dengan tanaman
mahoni adalah Nwa; Nwa,eh; Nwa,rc, eh. Kelas kesesuaian lahan pada peta Grid
73

tersebut faktor pembatasnya yaitu wa(ketersediaan air hujan), eh (bahaya erosi), dan rc
(media perakaran).
74

V. KESIMPULAN

Berdasarkan fieldwork Survei tanah dan evaluasi lahan yang telah dilakukan di
kaki gunung Arjuno tepatnya di Desa Sumberwangi, Kecamatan Karangploso dapat
disimpulkan bahwa lahan tersebut termasuk kawasan hutan produksi yang didominasi
dengan pohon pinus, sehingga secara umum penggunaan lahan daerah ini adalah lahan
non pertanian. Secara umum lahan pada UB Forest termasuk epipedon umbrik dan
endopedon kambik. Lahan UB Forest secara umum termasuk Konsosiasi Typic
Humudepts. Secara keseluruhan kesesuaian lahan aktual untuk tanaman Kopi Arabika
secara umum didapatkan kelas N, kesesuaian lahan aktual tanaman wortel didapatkan
kelas S3, kesesuaian lahan aktual terong didapatkan. Pada titik G2 termasuk dalam
epipedon umbrik dan endopedon kambik, Titik kelompok G2 keseluruhan titik
termasuk Ordo Inceptisols, Sub Ordo Udepts, Grup Humudepts serta termasuk sub
grup Typic Humudepts. Kemampuan lahan pada lahan tersebut termasuk ke kelas III.
Kesesuaian lahan aktual pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas S3,
untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S2.
Kesesuaian lahan potensial pada titik G2 untuk tanaman Kopi Arabika termasuk kelas
S3, untuk tanaman wortel termasuk S3 dan untuk tanaman terong termasuk kelas S1.
75

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.


Balai penelitian tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Jakarta:
Agroinovasi.
Barlowe,R. 2007. Land Resource Economics The Economics of Real Estate. Prentice-
Hall Inc.New York, 653 p.
Effendi, S.D. 2011. Drainase Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan Rawa. Jurnal
Teknik Sipil. Universitas Jember.
Habibiy, Muhammad Rizqy, Sengli Damanik, Jonathan Ginting. 2013. Pertumbuhan
Dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Pada Beberapa
Pengolahan Tanah Inseptisol Dan Pemberian pupuk Kascing. Jurnal Online
Agroekoteknologi. 1(4): 1183-1194.
Ishak, M., Sudirja, R., dan Ismail, A. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk
Pengembangan Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di
Kabupaten Sumedang Berdasa Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim,
dan Topografi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14(3).
McNeill, O.Alves, L. Arizp, O.Bykova, K. Galvin, J. Kelmelis, J. Migos-Adholla, P.
Morrisette, R. Muss, J. Richards, W. Riebsane, F. Sadowski, S. Sanderson, D.
Skole, J. Tarr, M. Williams, S. Yadav and S. Young. 2004. Toward
ATypology And Regionalization of Land-Cover And Land-Use Change:
Report of Working Group B, In: Meyer, W.B. and B.L. Turner II, (Editors).
Changes in Land Use and Land Cover: A Global Perspective. The Press
Syndicate of The University of Cambridge. Cambridge. pp 55-72.
Nugroho K., Mulyani A., dan Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Panjaitan, Frisca., Jamilah., Damanik, M. Majid. 2014. Klasifikasi Tanah Berdasarkan
Taksonomi Tanah di Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit. Jurnal Ilmu
Tanah 3(4).
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 47/Permentan/OT.140/10/2006. Pedoman Umum
Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Bogor: Badan Litbang
Pertanian.
Rahayu, et al. 2014. Karakteristik dan klasifikasi tanah pada lahan kering dan lahan
yang disawahkan di kecamatan perak kabupaten jombang. Malang. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya. Volume 1(2).
Rayes L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
76

Rayes, L., A. Rahayu, S.R Utami. 2014. Klasifikasi Tanah Pada Lahan Kering dan
Lahan Yang Disawahkan Di Kecamatan Perak Kabupaten Jombang. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan. Volume 1 No 2.
Saputri, D.E. 2010. Analisis Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Penginderaan
Jauh Dan Sistem Informasi Geografi Di Das Grindulu Pacitan Propinsi Jawa
Timur. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Setiapermas, M.N dan Zamawi. 2010. Pemanfaatan Jaringan Irigasi Tetes di Dalam
Budidaya Tanaman Hortikultura. Jawa Tengah: Balai Pengkaji Teknologi
Pertanian.
Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah
Transmigrasi Jakarta: PT. Indeco Duta Utama.
Sitorus, dkk. 2016. Analisis Kesesuaian Dan Ketersediaan Lahan Serta Arahan
Pengembangan Komditas Pertanian Di Kabupaten Kepulauan Meranti
Provinsi Riau. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soleh, Dedi. 2000. identifikasilahan bagipengembangan tanaman jahe (zingiber
offlcinale rose.) dan melinjo (gnetum gnemon l.). berita biologi volume 5,
nomor 2. pusat penelitian dan pengembangan tanaman perkebunan
Subandi dan Andy Wijanarko. 2013. Pengaruh Teknik Pemberian Kapur terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai pada Lahan Kering Masam. Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. Volume 32(3).
Suparmoko, M. 2000. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Yoryakarta:
Penerbit BPFE.
Sutedjo dan Kartasapoetra, 2008. Pengantar Ilmu Tanah (Terbentuknya Tanah dan
Tanah Pertanian). Jakarta: PT.Bina Aksara.
Vink, A. P. A. 2002. Land Use in Advancing Agriculture. Springer Verlaag. New York,
384 p.
Wahyuningrum,N dan Agung B.S. 2016. Analisis Spasial Kemampuan Lahan dalam
Perencanaan Pengelolaan DAS Mikro Kasus di DAS Mikro Naruwan, Sub
DAS Keduang, DAS Solo. Majalah Ilmiah Globe. Volume 18(1).
Wahyunto, M. Z. Abidin, A. Priyono dan Sunaryanto. 2001. Studi Perubahan
Penggunaan Lahan DAS Citarik, Jawa Barat Dan DAS Garang, Jawa Timur.
Bogor: Makalah Seminar Nasional Multifungsi Lahan Sawah. Asean
Secretariate Maff Japan & Puslitbang Tanah dan Agroklimat.
Wirosoedarmo, R., Sutanhaji, A. T., Kurniati, E., dan Wijayanti, R. 2011. Evaluasi
Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung. Agritech, 71-78.
Ishak, M., Sudirja, R., dan Ismail, A.. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk
Pengembangan Tanaman Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di
Kabupaten Sumedang Berdasa Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim,
77

dan Topografi. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14(3) :173 –
183.
Nugroho K., Mulyani A., dan Suryani E. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Bogor : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian.
Sinukaban, N. 2008. Manual Inti Tentang Konservasi Tanah dan Air di Daerah
Transmigrasi. Jakarta: PT. Indeco Duta Utama.
Tampubolon, R. Y. Manaor, S. 2012. Survey Kemampuan Lahan Untuk Tanaman
Pangan Perkebunan dan Hortikultura di Desa Umbur Kecamatan Silaen
Kabupaten Taba Samosir. Lagubotti
78

LAMPIRAN

Lampiran 1: Hasil Deskripsi Tanah

Kelompok : G2
Titik : 1
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 456 km dari titik kumpul, 990 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675374 LS/LU, Long : 9133928 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Jagung, pinus dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : bergelombang, Mikro : teras
Elevasi : 1155m dpl
Lereng : 15 %
Erosi : Parit
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
Dideskripsikan di lapang

Horizon Deskripsi
Ap Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung berdebu;
(0 – 18/20) cm gumpal membulat ; sangat gembur, basah ; agak
lekat; agak plastis, pori ; makro sedikit,
akar ;halus biasa ; baur; ombak
A Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung
(18/20 – 29/34) berdebu; gumpal membulat; gembur, basah ; agak
cm lekat; agak plastis, pori; makro; sedikit, akar ;
halus; biasa; baur; rata
Bw1 Hitam (10YR 2/1) Lembab; lempung liat berdebu;
(29/34 – 50) cm remah; sangat gembur, basah; agak lekat; agak
plastis, pori; makro; sedikit; halus; sedang; baur;
rata
Bw2 Hitam (10YR 2/1) Lembab ; lempung berdebu,
(50 – 90) cm basah ; agak lekat; agak plastis
79

Bw3 Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab; lempung,


(90 – 110) cm basah; lekat; plastis
Bw4 Coklat gelap (7,5YR 3/3) Lembab ; lempung liat
(110 – 135) cm berdebu, basah ; lekat; plastis

Kelompok : G2
Titik : 2
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 540 km dari titik kumpul, 950 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675466 LS/LU, Long : 9133914 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, cabai, bebandotan dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : berbukit, Mikro : teras
Elevasi : 1133m dpl
Lereng : 25 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
80

Dideskripsikan di lapang

Horizon Deskripsi
A1 Hitam (7,5YR 2,5/1) Lembab ; lempung berdebu;
(0 - 9/12) cm gumpal bersudut; gembur, basah; agak lekat;
agak plastis, pori ; meso; sedang; biasa; sedang;
baur; ombak
A2 Coklat tua (7,5YR 3/2) Lembab ; lempung
(9/12 – 20/22)cm berdebu; gumpal bersudut; gembur, basah ;
lekat; plastis, pori ; meso; sedang; sedikit; sedikit;
halus; baur; ombak
B Coklat sangat gelap (7,5YR 2/2) Lembab; lempung
20/22 – 50 cm liat berdebu; gumpal membulat; gembur, basah;
lekat; plastis, pori ; meso ; sedang; banyak;
sedikit; halus; baur; ombak
Bw1 Coklat sangat tua (7,5YR 2,5/3) Lembab; lempung
(50 – 90) cm liat berdebu; basah; agak lekat; agak plastis.
Bw2 Coklat sangat gelap (10YR 2/2) Lembab; lempung
(90 – 135)cm liat berdebu; basah; lekat; agak plastis.
81

Kelompok : G2
Titik : 3
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 630 km dari titik kumpul, 970 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675570 LS/LU, Long : 9133937 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, kopi dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : bergelombang agak berbukit, Mikro : teras
Elevasi : 1118m dpl
Lereng : 15 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Sedang
Drainase : Sedang
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
Dideskripsikan di lapang

Horizon Deskripsi
A Hitam (10YR 2/1 ) lembab; lempung berdebu;
(0–12/19) cm gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat; agak plastis (basah) ;pori makro banyak;
perakaran halus biasa; jelas; ombak
Bw1 Cokla tua (7,5YR 3/2) lembab; lempung; gumpal
(12/19–50) cm membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat,
agak plastis (basah); pori makro banyak; perakaran
halus sedikit; jelas; ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5YR 2/2) lembab; lempung berliat;
(50 - 105) cm agak lekat, agak plastis (basah)
Bw3 Coklat tua (7,5YR 3/3) lembab; lempung; agak lekat,
(105 –143) cm agak plastis (basah)
82

Kelompok : G2
Titik : 4
Dekripsi : Fikri, dkk
Lokasi : 561 km dari titik kumpul, 1070 dari arah Utara
Koordinat : Zona UTM 49S. Lat: 0675472 LS/LU, Long : 9133876 BT.
Klasifikasi : Typic Humudepts
Vegetasi : Pinus, cabai besar dan rerumputan
Fisiografi : Landform volkanik, lokasi lereng tengah vulkan
BahanInduk : Abu vulkanik, formasi QVAW
Relief : Makro : berombak, Mikro : teras
Elevasi : 1127 m dpl
Lereng : 7,8 %
Erosi : Permukaan
Permeabilitas : Agak lambat
Drainase : Agak lambat
Rezim : Lengas : udik Suhu: Isohipertermik
Horizon : Epipedon : umbrik Endopedon : Kambik
83

Dideskripsikan di lapang

Horizon Deskripsi
Ap Coklat gelap (10 YR 2,5/2 ) lembab; lempung;
(0–12/15cm) gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat, agak plastis (basah) ; meso banyak; perakaran
halus biasa; jelas, ombak
A Hitam (7,5 YR 2,5/1) lembab; lempung; gumpal
(12/15- membulat; sangat gembur (lembab); agak lekat,
22/28cm) agak plastis (basah); meso banyak; perakaran halus
sedikit; jelas, ombak
Bw1 Coklat (7,5 YR 4/4) lembab; lempung berdebu;
(22/28 – 50 cm) gumpal membulat; sangat gembur (lembab); agak
lekat, agak plastis (basah); meso banyak; perakaran
halus sedikit; jelas, ombak
Bw2 Coklat gelap (7,5 YR 4/6) lembab; lempung berliat;
(50 - 115 cm) agak lekat, agak plastis (basah)
Bw3 Coklat (10 YR 4/4) lembab; lempung liat berdebu;
(115-135 cm) agak lekat, agak plastis (basah)
84

Lampiran 2: Kondisi Umum dan Peta

Kondisi umum lahan G2.1

Kondisi Umum lahan G2.2


85

Kondisi umum Lahan G 2.3

Kondisi Umum lahan G2.4


86

Satuan Peta Tanah batas SPL


87

Satuan Peta Tanah Batas Grid

Peta Kemampuan Lahan


88

Peta Kemampuan Lahan Grid

Peta kesesuaian lahan aktual kopi grid


89

Peta kesla aktual kopi SPL

Peta Kesla Kopi potensial (spl)


90

Peta kesla kopi potensial (grid)


91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103

Anda mungkin juga menyukai