Asuhan Keperawatan Hiperemesis Gravidarum
Asuhan Keperawatan Hiperemesis Gravidarum
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan gejala yang umum terjadi pada sekitar 50% sampai 80%
dari seluruh kehamilan. Kondisi ini umumnya disebut “morning sickness”.
Bagaimanapun sebesar 0,05% - 2% pada seluruh kehamilan dapat terjadi mual dan
muntah yang berat, kondisi ini sering disebut dengan hiperemesis gravidarum, dengan
prevalensi 1% sampai 3% atau 5-20 kasus per 1000 kehamilan(Simpson et.al, 2001).
Hiperemesis gravidarum (HG) dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian pada
ibu dan janin jika tidak tertangani dengan baik. Mual dan muntah secara terus menerus,
mengakibatkan turunnya berat badan hingga lebih dari 5% berat sebelum hamil, dehidrasi
dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan komplikasi maternal seperti
kerusakan hati dan ginjal, robekan pada esofagus, pneumothoraks, neuropati perifer,
ensefalopati wernicke, dan kematian. Pada janin dengan ibu yang menderita hiperemesis
gravidarum berkepanjangan dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan
kematian (Asih, Kampono, & Prihartono, 2009).
Mual dan muntah pada kehamilan biasanya dimulai pada kehamilan minggu ke-9
sampai ke 10, memberat pada minggu ke-11 sampai ke-13 dan berakhir pada minggu ke-
12 sampai ke-14. Hanya pada 1-10% kehamilan gejala berlanjut melewati minggu ke-20
sampai ke-22. Pada 0,3-2% kehamilan terjadi hiperemesis gravidarum yang menyebabkan
ibu harus ditata laksana dengan rawat inap. Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan
kematian,tetapi angka kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis
gravidarum dirawat inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi
terus-menerus dan sulit sembuh membuat pasien depresi. Pada kasus kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan. Beberapa faktor risiko
yang berhubungan dengan hiperemesis gravidarum antara lain hiperemesis gravidarum
pada kehamilan sebelumnya, berat badan berlebih, kehamilan multipel, penyakit
trofoblastik, nuliparitas dan merokok.
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan,prematur, dan nilai APGAR
lima menit kurang dari tujuh.
Adanya berbagai macam dampak yang ditimbulkan akibat hiperemesis gravidarum,
perlu menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan.Penanganan cepat dan tepat dari tenaga
kesehatan di pelayanan kesehatan sangat diperlukan. Soltani & Taylor (2003) menyatakan
bahwa tenaga kesehatan kadang menunjukkan sikap yang tidak mendukung (ambivalent)
jika menemui kasus HG dan menganggap kondisi HG merupakan masalah pasien. Selain
itu, literatur yang membahas tentang sikap tenaga kesehatan dalam menangani kasus HG
masih sangat terbatas.
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk karena terjadi
dehidrasi(Sinopsis Obstetri 1, 195)
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan sehaIr- hari
terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Kapita Selekto 1, 259)
Hiperemesis gravidarum tingkat 1 adalah muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan
umum, menimbulkan rasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan turun dan nyeri
epigastrum. Frekuensi nadi pasien naik sekitar 100x permenit, tekanan darah sistolik turun,
turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung (Kapita Selekto 1, 259)
Hiperemesisi gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan
sehari-hari menjadi terganggu dan membuat keadaan umum menjadi lebuh buruk (arif 1999)
Mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan sehari-haridan bahkan membahayakan
kehidupannya(Manuaba 2001)
Mual dan muntah selama kehamilan biasanya di sebabkan oleh perubahan dalam sistem
endokrin yang terjadi selama kehamilan, terutama disebabkan oleh tingginya fluktuasi kadar
hCG (human Chorionik gonadotropin), khususnya karena periode mual dan muntah
gestasional yang paling umum adalah pada 12-16 minggu pertama, yang pada saat itu hCG
mencapai kadar tingginya. hCG sama dengan LH (luteinizing hormon) dan di sekresikan oleh
sel-sel trofoblas blastosit. hCG melewati kontrol ovarium di hipofisis dan menyebabkan
korpus luteum terus memproduksi estrogen dan progesteron, suatu fungsi yang nantinya
diambil alih oleh lapisan korionik plasenta. Keluhan ini secara umum dikenal sebagai
“morning sickness” karena terasa lebih berat pada pagi hari. Namun, mual dan muntah dapat
berlangsung sepanjang hari. Rasa dan intensitasnya seringkali dideskripsikan menyerupai
mual muntah karena kemoterapi untuk kanker.
2.2 Etiologi
Menurut (Ratna Hidayati, 2009) hal-hal yang menjadi penyebab hiperemesis gravidarum
antara lain:
2.3 Patofisiologi
Muntah yang terus menerus mengakibatkan dehidrasi dan akhirny terjadi penurunan
jumlah darah dan nutrien yang bersirkulasi ke janin yang berkembanh. Perawaqtan dirumah
sakit mungkin diperlukan pada gejala-gejala yang berat saat klien memerlukan hidrasi
intravena dan koreksi terhadap ketidakseimbangan metabolik (Barbara R, 2004).
1. Kadar hemoglobin untuk wanita tidak hamil biasanya adalah 13,5 g/dL. Namun kadar
hemoglobin selama trimester kedua dan ketiga kehamilan berkisar 11,6 g/dL sebagai
akibat pengenceran darah ibu karena peningkatan volume plasma. Ini disebut dengan
anemia fisiologi dan merupakan keadaan yang normal selama kehamilan.
2. Selama kehamilan, zat bisa tidak dapat dipenuhi secara adekuat dalam makanan
sehari-hari. Zat dalam makanan seperti susu, teh dan kopi, menurunkan absorpsi besi.
Selama kehamilan, tambahan zat besi diperlukan untuk meningkatkan sel-sel darah
merah ibu dan transfer ke janin untuk penyimpanan dan produksi sel-sel darah merah.
Janin harus menyimpan cukup zat besi pada 4 sampai 6 bulan terakhir setelah
kelahiran.
3. Selama trimester ketiga, jiaka asupan wanita tersebut tidak memadai, hemoglobinnya
tidak akan meningkat sampai nilai 12,5 g/dL dan dapat terjadi anemia karena nutrisi.
Ini akan mengakibatkan penurunan transfer zat besi ke janin.
4. Hemoglobinopati, seperti thalasemia, penyakit sel sabit, dan G-6-PD mengakibatkan
anemia melalui hemolisis atau peningkatan penghancuran sel-sel darah merah.
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga)
tingkatan yaitu :
1. Tingkat I
b. Epigastrium nyeri karena asam lambung meningkat dan terjadi regurgitasi ke esofagus
b. Kardiovaskuler
c. Liver
1) Oliguria
2) Anuria
3) Terdapat timbunan benda keton aseton.Aseton dapat tercium dalam hawa pernafasan
e. Kadang – kadang muntah bercampur darah akibat ruptur esofagus dan pecahnya mukosa
lambung pada sindrom mallory weiss.
3. Tingkat III
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan mental
f. Kardiovaskuler
2) Terdapat timbunan aseton yang makin tinggi dengan bau yang makin tajam
h. Ginjal
2.6 Pencegahan
Prinsip pencegahan untuk mengobati emesis agar tidak menjadi hiperemesis adalah :
4. Defekasi teratur
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
a) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan adanya
gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
2.8 Penatalaksanaan
Pasien hiperemesis gravidarum harus dirawat inap dirumah sakit dan dilakukan rehidrasi
dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan per oral
selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetikjika dibutuhkan. Penambahan glukosa,
multivitamin,magnesium pyridoxine, atau tiamin perlu dipertimbangkan. Cairan dextrose
dapat menghentikan pemecahan lemak pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100mg
diberikan sebelum pemberian cairan dextrose. Penatalaksanaan dilanjutkan sampai pasien
dapat mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.
2) Pengaturan Diet
Untuk pasien hiperemesis gravidarum tingkat III, diberikan diet hiperemesis I. makanan yang
diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan
tetapi 1-2jam setelah makan. Diet hiperemesis kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin
C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari. Jika rasa mual dan muntah berkurang,
pasien diberikan diet hiperemesis II. Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan
yang bernilai gizi tinggi.minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet hiperemesis II
rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan D. diet hiperemesis III diberikan kepada
penderita dengan hiperemesis ringan. Pemberian makanan dapat diberikan bersama makanan.
Diet ini cukup dalam semua zat gizi, kecuali kalsium.
3) Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan rasa takut
oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses fisiologis, kurangi
pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang melatarbelakangi penyakit
ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala yang normal terjadi pada kehamilan
muda, dan akan menghilang setelah usia kehamilan 4 bulan.
4) Terapi alternative
Terapi alternative seperti akupuntur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual dan
muntah dalam kehamilan. Akar jahe adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek
yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat menghambat pertumbuhan seluruh galur
H.Pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag)A+ yang sering menyebabkan
infeksi. Empat randomized trials menunjukkan bahwa extrak jahe lebih efektif daripada
placebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek samping berupa refluks
gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian , tetapi tidak ditemukan efeksamping
signifikan terhadap keluaran kehamilan. Terapi lain adalah pemberian vitamin B6 yang
berperan mengatasi hiperemesis, namun masih menjadi kontroversi.
2.9 Komplikasi
Muntah yang terus-menerus disertai dengan kurang minum yang berkepanjangan dapat
menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok. Dehidrasi yang
berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang janin. Oleh karena itu pada pemeriksaan
fisik harus dicari apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti peningkatan
frekuensi nadi (>100kali permenit), penurunan tekanan darah, kondisi subfebris, dan
penurunan kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisik lengkap dapat dicari tanda-tanda
dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.
Selain dehidrasi , akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan keseimbangan
elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi keadaan
alkalosis metabolic hipokloremik disertai hiponatremia dan hipokalemia. Hipertemesis yanh
berat juga dapat membuat pasien tidak dapat makan atau minum samasekali, sehingga
cadangan karbihidrat dalam tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan kebutuhan
energy jaringan. Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat
dioksidasidengan sempurna dan terjadi penumpukan asam aseton-asetik, asam
hidroksibutirik, dan aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau
aseton (buah-buahan) pada napas. Pada laboratorium pasien dengan hiperemesis gravidarum
dapat diperoleh peningkatan relative hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia, badan keton
dalam darah dan proteinuria
Robekan pada selaput jaringan esophagus dan lambung dapat terjadi bila muntah
terlalu sering. Pada umunya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan perdarahan yang
muncul dapat berhenti sendiri.
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang kurang (<7Kg) memiliki resiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, premature, dan nilai APGAR
lima menit kurang dari tujuh.
3.0 Prognosis
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan merasakan
awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30% pada
kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30% pada
kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu dan
hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.
Daftar Pustaka
Asih, Kampono, & Prihartono. (2009). Majalah Obstetri Ginekologi Indonesia. Vol 33, No 3
Hidayati, Ratna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Fisiologi dan Patologis.
Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, A, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius FKUI.
Mochtar, R, (1998), Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, edisi 2, Jilid 1,
Jakarta : EGC.
Stright, Barbara R, Maria A. Wijayarini. 2004. Panduan belajar: Keperawatan Ibu-Bayi baru
lahir Ed.3. Jakarta: EGC
Taber, B, (1994), Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, cetakan 1 Jakarta :
EGC.