Dosen Pembimbing :
Windi Zamrudy, B.Tech., Mpd.
Oleh :
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................................ 5
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .......................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................... 6
2.1 Karet Alam .................................................................................................................... 6
2.2 Karet Sintetis ................................................................................................................. 6
2.3 Jenis – Jenis Karet Sintetis........................................................................................... 7
2.3.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum .................................................................. 7
2.3.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus ................................................................. 7
2.4 Styrene ........................................................................................................................... 8
2.5 Styrene Butadiene Rubber (SBR) .................................................................................. 8
2.6 Bahan Baku Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ..................................... 10
2.6.1 Butadiene .............................................................................................................. 10
2.6.2 Styrene .................................................................................................................. 10
2.6.3 Extender Oil .......................................................................................................... 11
2.6.4 Potassium Rosinate .............................................................................................. 11
2.6.5 Fatty Acid .............................................................................................................. 11
2.7 Proses Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ............................................... 12
2.7.1 Persiapan bahan baku ......................................................................................... 12
2.7.2 Polimerisasi ........................................................................................................... 13
2.7.3 Pengambilan kembali monomer ......................................................................... 16
2.7.4 Penyimpanan dan pencampuran lateks ............................................................. 16
2.7.5 Penyelesaiaan ........................................................................................................ 16
2.8 K3 Terkait Pada Industri Styrene Butadiene Rubber (SBR) ................................... 17
2.9 Kegunaan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ........................................................... 22
BAB III ............................................................................................................................... 23
2
PENUTUP .......................................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 23
3.2 Saran ............................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 24
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bahan baku pembuatan Sterin Butadien Rubber
2. Untuk mengetahui proses pembuatan Sterin Butadien Rubber
3. Untuk mengetahui K3 terkait pada industri Sterin Butadien Rubber
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui bahan baku pembuatan Sterin Butadien Rubber
2. Dapat mengetahui proses pembuatan Sterin Butadien Rubber
3. Dapat mengetahui K3 terkait pada industri Sterin Butadien Rubber
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Namun, pada tahun 1926, produksi karet sintetis mulai dijalankan kembali di
Jerman dengan nama Buna. Karet Buna dibuat dengan cara polimerisasi butadiene
dengan menggunakan natrium sebagai pencepat. Sejak saat itu, produksi karet
sintetis berkembang dengan pesat.
Karet sintetik diperoleh dari hasil polimerisasi berbagai jenis monomer, antara
lain isoprene (2-methyl-1,3-butadiene), 1,3-butadiene, chloroprene (2-chloro-1,3-
butadiene) dan isobutylene (methylpropene). Salah satu jenis karet sintetik yang
paling banyak digunakan saat ini adalah styrene butadiene rubber (SBR) yang
terbuat dari styrene dan butadiene.
7
2.4 Styrene
Styrene adalah suatu hidrokarbon yang memiliki rumus molekul C6H5CH=CH2
yang merupakan salah satu monomer yang paling penting untuk diproduksi oleh
industri kimia saat ini. Styrene merupakan bahan dasar utama dalam industri plastik.
Styrene telah diproduksi di Amerika Serikat sejak tahun 1938. Pada umumnya
styrene digunakan sebagai bahan baku pada industri plastik dan resin. Beberapa
produk yang paling penting dari industri yang menggunakan bahan baku styrene
antara lain polystyrene, styrene butadiene latex (SBL), styrene-acrylonitrile
copolymer (SAN), acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS), dan SBR. Metode
konvensional yang digunakan untuk menghasilkan styrene adalah dengan proses
alkilasi benzene dengan ethylene untuk menghasilkan ethylbenzene, kemudian
diikuti dengan proses dehidrogenasi ethylbenzene menjadi styrene. Reaksinya
adalah sebagai berikut :
8
SBR yang tidak diberikan tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan vulkanisir karet alam.
SBR merupakan salah satu jenis polimer yang paling banyak diproduksi dan
digunakan di dunia sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan SBR merupakan salah
satu jenis polimer sintetik yang dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan karet
yang tidak bisa dicukupi dengan karet alam. Seiring dengan semakin meningkatnya
standar taraf hidup manusia, maka kebutuhan karet alam maupun karet sintetik
akan terus mengalami peningkatan.
SBR merupakan senyawa polimer non polar dan tahan terhadap beberapa jenis
pelarut polar seperti asam encer, namun jenis karet sintetik tersebut
akan menggelembung (swelling) jika berkontak dengan gasoline, minyak ataupun
lemak. Dengan keterbatasan tersebut, maka SBR tidak dapat diaplikasikan pada
jenis industri yang membutuhkan ketahanan terhadap swelling akibat kontak
dengan pelarut hidrokarbon.
Penggunaan SBR yang paling dominan adalah pada industri automotif,
khususnya ban kendaraan yang mencapai 76% dari konsumsi keseluruhan.
Disamping itu, SBR juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
perabotan rumah tangga, sol dan tumit sepatu, penutup wadah makanan, conveyor
belts, spons, bahan perekat, barang automotif, alas (bantalan) pedal rem dan
kopling, sabuk, mainan dari karet, kabel isolasi, jaket, pengemas dan lain-lain.
Berikut rumus molekul dari SBR :
(Kiri) Gambar 2.4 Rumus Molekul dari Styrene Butadiene Rubber (SBR)
(Kanan) Gambar 2.5 Styrene Butadiene Rubber (SBR)
9
2.6 Bahan Baku Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)
Bahan utama untuk membuat SBR adalah styrene dan butadiene. Perbandingan
monomer pada SBR umumnya sekitar 70-75% butadiene dan 25-30% styrene. SBR
dihasilkan dari proses polimerisasi, umumnya adalah polimerisasi emulsi baik
secara hot polymerization dengan temperatur reaksi 50°C dan konversi 75%
maupun cold polymerization dengan temperatur reaksi sekitar 5°C dan konversi
sebesar 60%. Berikut bahan – bahan pembuatan SBR :
2.6.1 Butadiene
Memiliki rumus molekul CH=CH-CH=CH2. Berfungsi sebagai material
utama monomer untuk membentuk polymer dan styrene. Komposisi yang
digunakan umumnya sekitar 70–75%.
10
2.6.3 Extender Oil
Berfugsi untuk meningkatkan kemampuan dari karet serta mengurangi
biaya produksi.
11
2.7 Proses Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)
12
2.7.2 Polimerisasi
Bahan baku (monomer styrene dan butadiene), senyawa kimia dan
katalis masing – masing dialirkan ke tangki pengaduk. Kedua bahan baku,
kecuali katalis dan bahan short stop dipompa terpisah dengan laju alir yang
diatur seimbang. Kedua aliran tersebut bertemu menjadi satu aliran
kemudian didinginkan di dalam pendingin (precooler) sebelum
dimasukkan ke dalam reaktor. Proses polimerisasi mulai berlangsung pada
saat katalis yang berfungsi sebagai aktivator dan oksidator, dimasukkan ke
dalam reaktor.
Campuran tersebut dialirkan pada sejumlah reaktor, dan bila reaksi
polimerisasi telah mencapai konversi 60%, reaksi dihentikan dengan
menambah bahan short stop. Campuran lateks dan bahan baku yang tidak
bereaksi dikirim pada tahap pengambilan kembali monomer. Terdapat 2
macam polimerisasi yaitu :
a. Polimerisasi larutan (Solution Polymerization)
Polimerisasi ini melibatkan monomer dan inisiator yang
direaksikan secara bersamaan di dalam medium pelarut yang
sesuai. Penambahan pelarut inert dapat meningkatkan kapasitas
panas campuran reaksi tanpa memberikan kontribusi pada
pembangkitan panas. Selain itu, pelarut inert juga mengurangi
viskositas massa reaksi pada konversi tertentu. Panas
polimerisasi dapat dihilangkan secara mudah dan efisien dengan
merefluks pelarut tersebut menggunakan jaket – jaket pendingin
atau dengan alat pemindah panas eksternal. Sehingga, bahaya
akibat reaksi yang berlebihan dapat dihindari.
Recovery pelarut dan monomer yang tidak bereaksi dilakukan
pada proses stripping menggunakan air panas dan steam,
menyisakan slurry polimer yang kemudian dikeringkan sehingga
terbentuk “remah–remah” atau disebut crumb rubber. Bila bahan
13
berupa karet, remah–remah tersebut dipadatkan lalu digulung.
Sedangkan bahan plastiknya dapat dicetak dalam bentuk pelet.
Kelebihan :
Pengendalian dan pemindahan panas lebih mudah
Perancangan sistem reaktor akan lebih mudah
Larutan polimer yang diinginkan untuk beberapa aplikasi
tertentu dapat langsung diperoleh dari reaktor.
Kekurangan :
Penggunaan pelarut akan menurunkan laju reaksi dan
panjang rantai rata – rata.
Pelarut yang mahal, mudah terbakar, bahkan mungkin
beracun, diperlukan dalam jumlah besar.
Pemisahan polimer dan recovery pelarut memerlukan
teknologi ekstra
Pemisahan sisa pelarut dan monomer mungkin akan sulit
dilakukan
Penggunaan pelarut inert dalam massa reaksi
mengurangi yield per volum reaktor.
14
stripping menggunakan steam dan memperkecil residu monomer
yang tertinggal. Lateks kemudian dikoagulasi dengan
menambahkan suatu asam, misalnya asam sulfat, yang akan
mengubah sabun menjadi bentuk hidrogen yang tidak larut, atau
dengan menambahkan garam elektrolit yang akan mencegah
stabilizing double layers pada partikel. Sehingga
memungkinkan partikel tersebut dapat menggumpal oleh tarikan
elektrostatik. “Remah–remah” polimer yang terkoagulasi
kemudian dicuci, dikeringkan dan dikemas atau diproses lebih
lanjut.
Kelebihannya :
Pengendalian mudah
Dapat diperoleh laju polimerisasi dan panjang rantai rata–
rata yang tinggi.
Produk lateks sering dapat langsung digunakan
Ukuran partikel lateks yang kecil akan menurunkan
jumlah residu monomer.
Kekurangan :
15
2.7.3 Pengambilan kembali monomer
Lateks yang masih mengandung 40% bahan baku (monomer) yang tidak
bereaksi dipanaskan dan dimasukkan ke tangki flash, untuk memisahkan
butadiene pada kondisi hampa udara (vakum), kemudian dialirkan ke
pemisah styrene. Monomer styrene dan butadiene yang telah dipisahkan,
digunakan kembali sebagai bahan baku (umpan balik), sedangkan lateks
yang telah terpisah dialirkan ke tahap pencampuran.
16
digumpalkan dengan air garam, dan partikel – partikel yang terpisah dicuci.
Pada proses kering, partikel lateks yang telah dicuci kemudian dikeringkan
dalam dryer. Lalu, dilewatkan ke dalam baler dan dibungkus dengan plastik
polyethylene. Setelah dikemas, lateks siap dikirimkan. Pada tahap ini juga
terdapat sistem pembuatan air garam sebagai bahan penggumpal.
17
dalamnya. Sehingga ketika bekerja akan selalu ada bahaya atau resiko yang
mengintai para pekerja. Oleh karena itu, selama bekerja, perlu menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap seperti helm, sarung tangan, kacamata pelindung,
safety shoes, penutup telinga, serta masker. Berikut adalah beberapa kemungkinan
resiko yang akan dialami oleh pekerja dan cara mencegah, serta menanganinya.
a. Luka akibat tersayat pisau
Proses pemotongan bahan menggunakan pisau pemotong menghasilkan
risiko yang acceptable dimana diperlukan tindakan pengendalian agar risiko
dapat dikurangi seminimal mungkin. Tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan sarung tangan dan pergantian pekerja
setiap 30 menit agar pekerja tidak merasa lelah saat bekerja sehingga tidak
melukai diri mereka sendiri. Level risiko setelah dilakukan pengendalian akan
berubah dari nilai risiko 30 menjadi 10 dengan risk reduction sebesar 66,67%.
b. Penyakit akibat terhirup debu dari karet
Bahan baku karet limbah yang dipotong mengandung debu yang
beterbangan di udara sehingga dapat mengganggu kesehatan pekerja. Dari
risiko ini dihasilkan level risiko Priority 3 yang berarti perlu dilakukan
pengawasan secara berkesinambungan. Tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan housekeeping menyusun lembaran karet dengan baik
dan menyemprotkan air agar debu tidak beterbangan. Selain itu, menggunakan
masker pada saat bekerja. Level risiko yang didapatkan yaitu 30 dari nilai resiko
awal sebesar 60 dengan risk reduction yaitu 50%.
c. Penyakit akibat terhirup bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan lembaran karet
ini sangatlah berbahaya karena debu kimia tersebut beterbangan di ruang yang
digunakan oleh pekerja. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very
high yang berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi
sampai batas yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan
yaitu dengan penyediaan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan
penggunaan exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan. Lalu,
18
merapikan dan menutup bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap
ke udara. Selanjutnya, untuk melindungi diri, para pekerja harus menggunakan
masker untuk menutup hidung dan mulut. Level risiko yang didapatkan setelah
melakukan pengendalian yaitu sebesar 90 dimana level risiko turun menjadi
substansial yang berarti perlu perbaikan secara teknis atau sebesar 70% risk
reduction dari nilai risiko awal yaitu 900.
d. Cedera akibat terpeleset
Risiko terpeleset dapat terjadi karena pekerja tidak menggunakan alas
kaki sehingga berisiko terpeleset saat berjalan ataupun mengangkut barang.
Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah acceptable dimana risiko
masih dapat diterima karena masih jarang terjadi dan konsekuensi yang
diterima tidak terlalu besar. Untuk menghindarinya, dapat dilakukan dengan
membersihkan lantai dari bahan–bahan yang licin dan penggunaan sepatu yang
tahan terhadap licinnya lantai. Level risiko yang didapatkan setelah dilakukan
pengendalian yaitu 10 dari risiko awal yaitu 30 dengan risk reduction sebesar
66,67%.
e. Nyeri dan pegal akibat kelelahan
Risiko kelelahan berasal dari kegiatan yang dilakukan saat berdiri
ataupun mengangkut barang sehingga dapat menghasilkan level risiko priority
1 dimana perlu dilakukan penanganan secepatnya. Tindakan pengendalian yang
dapat dilakukan yaitu dengan penambahan tempat duduk untuk pekerjaan yang
membutuhkan waktu berdiri yang lama dan pergantian pekerja agar pekerja
tetap berkonsentrasi saat bekerja. Level risiko yang didapatka setelah
melakukan pengendalian yaitu acceptable dengan nilai risiko 30 dari niai risiko
awal yaitu 300 dengan risk reduction sebesar 90%.
f. Penyakit akibat tertelan bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi dapat tertelan oleh
pekerja dari debu yang beterbangan karena tidak menggunakan masker untuk
melindungi mulut. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very high
yang berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi sampai
19
batas yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat disarankan yaitu
dengan penyediaan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan
penggunaan exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan. Lalu,
merapikan dan menutup bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap
ke udara. Para pekerja juga harus menggunakan masker untuk menutup hidung
dan mulut. Level risiko yang didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu
sebesar 90 dimana level risiko turun menjadi substansial yang berarti perlu
perbaikan secara teknis atau sebesar 70% risk reduction dari nilai risiko awal
yaitu 900.
g. Luka bakar akibat kontak dengan mesin panas
Peralatan yang digunakan pada industri karet mengandung panas yang
dapat mengakibatkan luka bakar pada pekerja. Akan tetapi, pekerja telah
menggunakan sarung tangan yang dapat menghalangi panas langsung dari
mesin ke tangan pekerja. Level risiko yang dihasilkan dari risiko ini yaitu
substansial dimana perlu dilakukan perbaikan secara teknis. Pengendalian yang
dapat dilakukan antara lain penggunaan tongkat untuk menyentuh karet yang
ada pada mesin penggiling, penyediaan sarung tangan pengganti dan
penggunaan sarung tangan. Level risiko yang didapatkan dari tindakan
pengendalian ini yaitu sebesar 30 atau acceptable dari nilai risiko semula yaitu
150 dengan risk reduction sebesar 80%.
h. Penyakit akibat terhirup uap karet
Uap karet yang berasal dari karet yang panas dapat menyebabkan
penyakit pada pekerja karena mengandung bahan kimia yang bersifat
karsinogen. Oleh karena itu, para pekerja wajib menggunakan masker ketika
bekerja. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very high yang
berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi sampai batas
yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan antara lain
menyediakan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan penggunaan
exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan, merapikan dan menutup
bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap ke udara. Level risiko
20
yang didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu sebesar 90 dimana level
risiko turun menjadi substansial yang berarti perlu perbaikan secara teknis atau
sebesar 70% risk reduction dari nilai risiko awal yaitu 900.
i. Kebakaran akibat oli tercecer terkena percikan api
Penggunaan oli dalam proses produksi juga sangat berbahaya
mengingat sifat oli yang mudah terbakar. Banyaknya oli yang tumpah dan
kebiasaan pekerja yang merokok saat bekerja dapat menyebabkan kebakaran.
Level risiko yang dihasilkan dari kegiatan ini yaitu very high yang berarti perlu
dilakukan penghentian aktivitas. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan penambahan drum penampung oli bekas yang tercecer dari
peralatan, membersihkan ceceran oli, serta melarang pekerja merokok dalam
lokasi kerja. Level risiko yang didapatkan setelah dilakukan pengendalian yaitu
substansial dimana nilai risikonya 150 dari nilai risiko awal yaitu 500 dengan
risk reduction sebesar 70%.
j. Kebakaran akibat cerobong mesin panas terkena atap kayu
Cerobong yang berasal dari mesin penggiling diarahkan keluar dari atap
bangunan. Akan tetapi, apabila dekat dengan atap yang terbuat dari kayu yang
telah lapuk dapat menyebabkan kebakaran karena cerobong tersebut
mengeluarkan panas. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini yaitu very
high. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan perombakan atap yang
terbuat dari kayu menjadi seng, dan pengecekan secara berkala keadaan
cerobong agar tidak dekat dengan atap. Level risiko yang didapatkan setelah
dilakukan pengendalian yaitu substansial dengan nilai risiko 150 dari 750
dengan risk reduction sebesar 80%.
k. Cedera akibat terjatuh
Risiko terjatuh ini berasal dari pekerja yang menaiki meja saat menarik
karet dari mesin penggiling. Level risiko yang dihasilkan yaitu acceptable.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pemotongan kaki–kaki meja agar
lebih rendah sehingga jaraknya tidak terlalu jauh dari tanah, tidak menaiki meja
saat menarik karet melainkan dari pinggir meja dan penggunakan sepatu yang
21
dapat menahan pekerja agar tidak terpeleset dan jatuh. Level risiko yang
didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu acceptable dengan nilai
risiko 10 dari nilai risiko awal 30 dengan risk reduction sebesar 66,67%.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Bahan baku pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) adalah styrene,
butadiene, extender oil, potassium rosinate, dan fatty acid.
2. Proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) meliputi proses
persiapan bahan baku, polimerisasi, pengembalian kembali monomer,
penyimpanan dan pencampuran lateks, dan penyelesaian.
3. K3 pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ada
banyak, di antaranya memiliki tingkat resiko yang berbeda–beda, dan
memiliki cara pencegahan yang berbeda pula bergantung pada
resikonya. Paling penting adalah menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap seperti helm, masker, sarung tangan, kacamata pelindung serta
safety shoes ketika bekerja.
3.2 Saran
Pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) hendaknya
tetap berhati-hati dan selalu menjalankan segala macam operasi berdasarkan
prosedur. Karena pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)
melibatkan banyak bahan kimia dan alat/mesin yang banyak, jika tidak berhati-
hati maka akan membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
23
DAFTAR PUSTAKA
Mariska, Yiyin. 2012. Kajian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Proses Produksi Pabrik Karet Di Baranangsiang, Bogor Tahun 2012.
Depok:Universitas Indonesia
https://masriantoch4n1490.wordpress.com/2012/04/10/prarancangan-pabrik-styrene-
butadiene-rubber-sbr/ diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul 15.00
https://www.academia.edu/11351894/TUGAS_MATA_KULIAH_PROSES_INDUS
TRI_KIMIA_SYNTHETIC_RUBBER diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul
15.30
https://www.temukanpengertian.com/2015/09/pengertian-stirena-butadiena-ruber.html
diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul 16.00
24