Anda di halaman 1dari 24

Makalah Proses Industri Kimia II

Industri Styrene Butadiene Rubber (SBR)

Dosen Pembimbing :
Windi Zamrudy, B.Tech., Mpd.

Oleh :

Kelompok 6 (2A – D4)

1. Ellana Nabilah N.A.A (1741420073)


2. Mia Narulita (1741420013)

PRODI D – IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2019
Daftar Isi

BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................................................ 5
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 5
1.4 Manfaat .......................................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................... 6
2.1 Karet Alam .................................................................................................................... 6
2.2 Karet Sintetis ................................................................................................................. 6
2.3 Jenis – Jenis Karet Sintetis........................................................................................... 7
2.3.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum .................................................................. 7
2.3.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus ................................................................. 7
2.4 Styrene ........................................................................................................................... 8
2.5 Styrene Butadiene Rubber (SBR) .................................................................................. 8
2.6 Bahan Baku Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ..................................... 10
2.6.1 Butadiene .............................................................................................................. 10
2.6.2 Styrene .................................................................................................................. 10
2.6.3 Extender Oil .......................................................................................................... 11
2.6.4 Potassium Rosinate .............................................................................................. 11
2.6.5 Fatty Acid .............................................................................................................. 11
2.7 Proses Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ............................................... 12
2.7.1 Persiapan bahan baku ......................................................................................... 12
2.7.2 Polimerisasi ........................................................................................................... 13
2.7.3 Pengambilan kembali monomer ......................................................................... 16
2.7.4 Penyimpanan dan pencampuran lateks ............................................................. 16
2.7.5 Penyelesaiaan ........................................................................................................ 16
2.8 K3 Terkait Pada Industri Styrene Butadiene Rubber (SBR) ................................... 17
2.9 Kegunaan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ........................................................... 22
BAB III ............................................................................................................................... 23

2
PENUTUP .......................................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 23
3.2 Saran ............................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan karet alam maupun karet sintetik terus meningkat seiring dengan
meningkatnya standar taraf hidup manusia. Menurut International Rubber Study
Group (IRSG), dalam studi Eco-Project (2005), diperkirakan akan terjadi
kekurangan pasokan karet alam dalam dua dekade ke depan. Hal ini menjadi
masalah bagi pihak konsumen, terutama pabrik – pabrik ban seperti Bridgestone,
Goodyear, dan Michelin. Keadaan ini harus dijadikan momentum bagi Indonesia
untuk mengembangkan industri pengganti karet alam yaitu karet sintetik.
Karet sintetis berkembang pesat sejak berakhirnya perang dunia kedua tahun
1945. Saat ini, lebih dari 20 jenis karet sintetis dapat diproduksi. Sifat – sifat dan
harga karet sangat bervariasi. Pengetahuan tentang keuntungan dan kekurangan
karet sangat membantu dalam pemilihan karet termurah dan cocok dengan
spesifikasi penggunaaan. Pengembangan karet sintetis setelah perang dunia kedua
lebih banyak ditujukan untuk memperoleh karet yang sifat – sifatnya tidak dimiliki
oleh karet alam.
Styrene Butadiene Rubber (SBR) merupakan elastomer dan karet sintetik yang
pertama kali dibuat pada perang dunia kedua dan digunakan untuk menggantikan
karet alam. SBR merupakan salah satu jenis polimer sintetik yang dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan karet yang tidak dapat dicukupi oleh karet alam. SBR
yang dibuat dari campuran 1,3 butadiene dan styrene banyak digunakan untuk
pembuatan ban kendaraan. Hampir 60% SBR yang dihasilkan di USA digunakan
dalam industri ban mobil dan bahan perekat. Selain itu, SBR dapat diaplikasikan
untuk keperluan lain seperti sebagai bahan pelapis, sebagai perekat, pembungkus
makanan, mainan anak-anak, perpipaan, sabuk (belt), sepatu, dan lain-lain.

4
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui bahan baku pembuatan Sterin Butadien Rubber
2. Untuk mengetahui proses pembuatan Sterin Butadien Rubber
3. Untuk mengetahui K3 terkait pada industri Sterin Butadien Rubber

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa saja bahan baku pembuatan Sterin Butadien Rubber?
2. Bagaimana proses pembuatan Sterin Butadien Rubber?
3. Bagaimana K3 terkait pada industry Sterin Butadien Rubber?

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui bahan baku pembuatan Sterin Butadien Rubber
2. Dapat mengetahui proses pembuatan Sterin Butadien Rubber
3. Dapat mengetahui K3 terkait pada industri Sterin Butadien Rubber

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karet Alam


Karet alam berasa dari Pohon Para (Hevea brasiliensis). Karet alam banyak
digunakan dalam industry seperti ban mobil, sol sepatu, insulasi listrik, sabuk
penggerak mesin (conveyor belt), pipa karet, isolator, bahan pembungkus logam,
dan lain – lain. Karet alam memiliki sifat daya elastisitas dan daya lentur yang baik,
warnanya kecoklatan, memiliki rantai molekul yang panjang, serta kurang tahan
terhadap panas. Salah satu contoh dari karet alam adalah latex.

Gambar 2.1 Karet Alam

2.2 Karet Sintetis


Karet sintetis adalah jenis karet buatan (tiruan) yang dibuat dari bahan polimer
yang memiliki sifat sebagai elastomer. Elastomer adalah suatu material dengan sifat
mekanis yang dapat mengalami deformasi elastis akibat tegangan dan dapat
kembali ke bentuk semula tanpa mengalami deformasi permanen. Dalam berbagai
aplikasi industri, karet sintetis dijadikan sebagai pengganti karet alam. Keunggulan
karet sintetik dibandingkan karet alam adalah lebih tahan terhadap abrasi dan
oksidasi.
Karet sintetis pertama kali dibuat di Jerman pada saat Perang Dunia I yaitu
polidimetil butadiena (karet metil). Produksi karet ini terhenti saat PD I berakhir.

6
Namun, pada tahun 1926, produksi karet sintetis mulai dijalankan kembali di
Jerman dengan nama Buna. Karet Buna dibuat dengan cara polimerisasi butadiene
dengan menggunakan natrium sebagai pencepat. Sejak saat itu, produksi karet
sintetis berkembang dengan pesat.
Karet sintetik diperoleh dari hasil polimerisasi berbagai jenis monomer, antara
lain isoprene (2-methyl-1,3-butadiene), 1,3-butadiene, chloroprene (2-chloro-1,3-
butadiene) dan isobutylene (methylpropene). Salah satu jenis karet sintetik yang
paling banyak digunakan saat ini adalah styrene butadiene rubber (SBR) yang
terbuat dari styrene dan butadiene.

Gambar 2.2 Karet Sintetis

2.3 Jenis – Jenis Karet Sintetis


Karet sintetis terdiri atas 2 macam yaitu ;
2.3.1 Karet sintetis untuk kegunaan umum
 Styrene Butadiene Rubber (SBR)
 Butadiene Rubber (BR)
 Isoprene Rubber (IR)

2.3.2 Karet sintetis untuk kegunaan khusus


 Isobutene Isoprene Rubber (IIR)
 Nytrile Butadiene Rubber (NBR)
 Chlorophene Rubber (CR)
 Ethylene Propylene Rubber (EPR)

7
2.4 Styrene
Styrene adalah suatu hidrokarbon yang memiliki rumus molekul C6H5CH=CH2
yang merupakan salah satu monomer yang paling penting untuk diproduksi oleh
industri kimia saat ini. Styrene merupakan bahan dasar utama dalam industri plastik.
Styrene telah diproduksi di Amerika Serikat sejak tahun 1938. Pada umumnya
styrene digunakan sebagai bahan baku pada industri plastik dan resin. Beberapa
produk yang paling penting dari industri yang menggunakan bahan baku styrene
antara lain polystyrene, styrene butadiene latex (SBL), styrene-acrylonitrile
copolymer (SAN), acrylonitrile-butadiene-styrene (ABS), dan SBR. Metode
konvensional yang digunakan untuk menghasilkan styrene adalah dengan proses
alkilasi benzene dengan ethylene untuk menghasilkan ethylbenzene, kemudian
diikuti dengan proses dehidrogenasi ethylbenzene menjadi styrene. Reaksinya
adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Styrene

2.5 Styrene Butadiene Rubber (SBR)


Styrene Butadiene Rubber (SBR) adalah salah satu jenis karet sintetis yang
tersusun atas monomer stirena dan butadiene. SBR banyak digunakan dalam
pembuatan ban kendaraan motor. Karet jenis ini memiliki ketahanan kikis yang
baik dan juga panas atau kalor yang ditimbulkan olehnya tergolong rendah. Tetapi

8
SBR yang tidak diberikan tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan vulkanisir karet alam.
SBR merupakan salah satu jenis polimer yang paling banyak diproduksi dan
digunakan di dunia sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan SBR merupakan salah
satu jenis polimer sintetik yang dikembangkan untuk pemenuhan kebutuhan karet
yang tidak bisa dicukupi dengan karet alam. Seiring dengan semakin meningkatnya
standar taraf hidup manusia, maka kebutuhan karet alam maupun karet sintetik
akan terus mengalami peningkatan.
SBR merupakan senyawa polimer non polar dan tahan terhadap beberapa jenis
pelarut polar seperti asam encer, namun jenis karet sintetik tersebut
akan menggelembung (swelling) jika berkontak dengan gasoline, minyak ataupun
lemak. Dengan keterbatasan tersebut, maka SBR tidak dapat diaplikasikan pada
jenis industri yang membutuhkan ketahanan terhadap swelling akibat kontak
dengan pelarut hidrokarbon.
Penggunaan SBR yang paling dominan adalah pada industri automotif,
khususnya ban kendaraan yang mencapai 76% dari konsumsi keseluruhan.
Disamping itu, SBR juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
perabotan rumah tangga, sol dan tumit sepatu, penutup wadah makanan, conveyor
belts, spons, bahan perekat, barang automotif, alas (bantalan) pedal rem dan
kopling, sabuk, mainan dari karet, kabel isolasi, jaket, pengemas dan lain-lain.
Berikut rumus molekul dari SBR :

(Kiri) Gambar 2.4 Rumus Molekul dari Styrene Butadiene Rubber (SBR)
(Kanan) Gambar 2.5 Styrene Butadiene Rubber (SBR)

9
2.6 Bahan Baku Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)
Bahan utama untuk membuat SBR adalah styrene dan butadiene. Perbandingan
monomer pada SBR umumnya sekitar 70-75% butadiene dan 25-30% styrene. SBR
dihasilkan dari proses polimerisasi, umumnya adalah polimerisasi emulsi baik
secara hot polymerization dengan temperatur reaksi 50°C dan konversi 75%
maupun cold polymerization dengan temperatur reaksi sekitar 5°C dan konversi
sebesar 60%. Berikut bahan – bahan pembuatan SBR :
2.6.1 Butadiene
Memiliki rumus molekul CH=CH-CH=CH2. Berfungsi sebagai material
utama monomer untuk membentuk polymer dan styrene. Komposisi yang
digunakan umumnya sekitar 70–75%.

Gambar 2.6 Butadiene


2.6.2 Styrene
Merupakan material utama monomer untuk membentuk polymer dengan
butadiene. Komposisi yang umum digunakan adalah sebesar 25–30%.
Rumus molekulnya adalah C6H5CH=CH2.

Gambar 2.7 Styrene

10
2.6.3 Extender Oil
Berfugsi untuk meningkatkan kemampuan dari karet serta mengurangi
biaya produksi.

Gambar 2.8 Extender Oil


2.6.4 Potassium Rosinate
Berfungsi sebagai emulsifier dan memudahkan reaksi antara monomer.

Gambar 2.9 Potassium Rosinate


2.6.5 Fatty Acid
Berfungsi sebagai emulsifier serta untuk mempermudah reaksi antara
monomer.

Gambar 2.10 Fatty Acid

11
2.7 Proses Pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)

Gambar 2.11 Proses Pembuatan SBR


Pembuatan SBR terdiri atas beberapa proses yaitu :
2.7.1 Persiapan bahan baku
Semua bahan baku, dan bahan pembantu yang akan digunakan untuk
proses polimerisasi dan proses lainnya disiapkan terlebih dahulu. Pada
tahap ini dilakukan pengolahan awal bahan baku sebelum digunakan pada
proses selanjutnya.

Gambar 2.12 Tangki Penyimpanan Bahan Baku

12
2.7.2 Polimerisasi
Bahan baku (monomer styrene dan butadiene), senyawa kimia dan
katalis masing – masing dialirkan ke tangki pengaduk. Kedua bahan baku,
kecuali katalis dan bahan short stop dipompa terpisah dengan laju alir yang
diatur seimbang. Kedua aliran tersebut bertemu menjadi satu aliran
kemudian didinginkan di dalam pendingin (precooler) sebelum
dimasukkan ke dalam reaktor. Proses polimerisasi mulai berlangsung pada
saat katalis yang berfungsi sebagai aktivator dan oksidator, dimasukkan ke
dalam reaktor.
Campuran tersebut dialirkan pada sejumlah reaktor, dan bila reaksi
polimerisasi telah mencapai konversi 60%, reaksi dihentikan dengan
menambah bahan short stop. Campuran lateks dan bahan baku yang tidak
bereaksi dikirim pada tahap pengambilan kembali monomer. Terdapat 2
macam polimerisasi yaitu :
a. Polimerisasi larutan (Solution Polymerization)
Polimerisasi ini melibatkan monomer dan inisiator yang
direaksikan secara bersamaan di dalam medium pelarut yang
sesuai. Penambahan pelarut inert dapat meningkatkan kapasitas
panas campuran reaksi tanpa memberikan kontribusi pada
pembangkitan panas. Selain itu, pelarut inert juga mengurangi
viskositas massa reaksi pada konversi tertentu. Panas
polimerisasi dapat dihilangkan secara mudah dan efisien dengan
merefluks pelarut tersebut menggunakan jaket – jaket pendingin
atau dengan alat pemindah panas eksternal. Sehingga, bahaya
akibat reaksi yang berlebihan dapat dihindari.
Recovery pelarut dan monomer yang tidak bereaksi dilakukan
pada proses stripping menggunakan air panas dan steam,
menyisakan slurry polimer yang kemudian dikeringkan sehingga
terbentuk “remah–remah” atau disebut crumb rubber. Bila bahan

13
berupa karet, remah–remah tersebut dipadatkan lalu digulung.
Sedangkan bahan plastiknya dapat dicetak dalam bentuk pelet.
Kelebihan :
 Pengendalian dan pemindahan panas lebih mudah
 Perancangan sistem reaktor akan lebih mudah
 Larutan polimer yang diinginkan untuk beberapa aplikasi
tertentu dapat langsung diperoleh dari reaktor.

Kekurangan :
 Penggunaan pelarut akan menurunkan laju reaksi dan
panjang rantai rata – rata.
 Pelarut yang mahal, mudah terbakar, bahkan mungkin
beracun, diperlukan dalam jumlah besar.
 Pemisahan polimer dan recovery pelarut memerlukan
teknologi ekstra
 Pemisahan sisa pelarut dan monomer mungkin akan sulit
dilakukan
 Penggunaan pelarut inert dalam massa reaksi
mengurangi yield per volum reaktor.

b. Polimerisasi Emulsi (Emulsion Polymerization)


Beberapa tahun belakangan ini, polimerisasi emulsi pernah
tergeser oleh jenis proses polimerisasi yang lain. Meskipun
demikian, pengetahuan mengenai sisa monomer yang dalam
jumlah sangat kecil sekalipun dapat menimbulkan efek yang
secara fisiologis berbahaya sehinngga membuat orang kembali
tertarik untuk menggunakan polimerisasi emulsi.
Partikel–partikel lateks yang berukuran sangat kecil
memberikan jalur difusi yang sangat pendek untuk
menyingkirkan molekul – molekul kecil dari polimer dengan cara

14
stripping menggunakan steam dan memperkecil residu monomer
yang tertinggal. Lateks kemudian dikoagulasi dengan
menambahkan suatu asam, misalnya asam sulfat, yang akan
mengubah sabun menjadi bentuk hidrogen yang tidak larut, atau
dengan menambahkan garam elektrolit yang akan mencegah
stabilizing double layers pada partikel. Sehingga
memungkinkan partikel tersebut dapat menggumpal oleh tarikan
elektrostatik. “Remah–remah” polimer yang terkoagulasi
kemudian dicuci, dikeringkan dan dikemas atau diproses lebih
lanjut.
Kelebihannya :
 Pengendalian mudah
 Dapat diperoleh laju polimerisasi dan panjang rantai rata–
rata yang tinggi.
 Produk lateks sering dapat langsung digunakan
 Ukuran partikel lateks yang kecil akan menurunkan
jumlah residu monomer.
Kekurangan :

 Sulit untuk memperoleh polimer yang murni.


 Air dalam massa reaksi menurunkan yield per volume
reaktor.

Gambar 2.13 Tangki Reaktor Untuk Proses Polimerisasi

15
2.7.3 Pengambilan kembali monomer
Lateks yang masih mengandung 40% bahan baku (monomer) yang tidak
bereaksi dipanaskan dan dimasukkan ke tangki flash, untuk memisahkan
butadiene pada kondisi hampa udara (vakum), kemudian dialirkan ke
pemisah styrene. Monomer styrene dan butadiene yang telah dipisahkan,
digunakan kembali sebagai bahan baku (umpan balik), sedangkan lateks
yang telah terpisah dialirkan ke tahap pencampuran.

Gambar 2.14 Menara Tangki Untuk Memisahkan Monomer dengan Lateks

2.7.4 Penyimpanan dan pencampuran lateks


Lateks yang sudah dipisahkan dari monomer dialirkan ke tangki
pencampur. Pada tangki ini, lateks dicampur dengan larutan anti oksida dan
minyak emulsi. Setelah mengalami pencampuran, lateks dikirim ke tahap
penyelesaian.

Gambar 2.15 Tangki Untuk Mencampurkan Lateks


2.7.5 Penyelesaiaan
Proses penyelesaian lateks dilakukan pada dua tahap proses yang
berurutan yakni proses basah dan proses kering. Pada proses basah, lateks

16
digumpalkan dengan air garam, dan partikel – partikel yang terpisah dicuci.
Pada proses kering, partikel lateks yang telah dicuci kemudian dikeringkan
dalam dryer. Lalu, dilewatkan ke dalam baler dan dibungkus dengan plastik
polyethylene. Setelah dikemas, lateks siap dikirimkan. Pada tahap ini juga
terdapat sistem pembuatan air garam sebagai bahan penggumpal.

Gambar 2.16 Proses Pengemasan SBR

Gambar 2.17 Process Flow Diagram (PFD) Industri SBR

2.8 K3 Terkait Pada Industri Styrene Butadiene Rubber (SBR)


Dalam industri, meskipun pekerjaan dilakukan oleh mesin–mesin yang canggih,
tenaga manusia masih dibutuhkan untuk megoperasikan alat–alat yang ada di

17
dalamnya. Sehingga ketika bekerja akan selalu ada bahaya atau resiko yang
mengintai para pekerja. Oleh karena itu, selama bekerja, perlu menggunakan alat
pelindung diri yang lengkap seperti helm, sarung tangan, kacamata pelindung,
safety shoes, penutup telinga, serta masker. Berikut adalah beberapa kemungkinan
resiko yang akan dialami oleh pekerja dan cara mencegah, serta menanganinya.
a. Luka akibat tersayat pisau
Proses pemotongan bahan menggunakan pisau pemotong menghasilkan
risiko yang acceptable dimana diperlukan tindakan pengendalian agar risiko
dapat dikurangi seminimal mungkin. Tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan sarung tangan dan pergantian pekerja
setiap 30 menit agar pekerja tidak merasa lelah saat bekerja sehingga tidak
melukai diri mereka sendiri. Level risiko setelah dilakukan pengendalian akan
berubah dari nilai risiko 30 menjadi 10 dengan risk reduction sebesar 66,67%.
b. Penyakit akibat terhirup debu dari karet
Bahan baku karet limbah yang dipotong mengandung debu yang
beterbangan di udara sehingga dapat mengganggu kesehatan pekerja. Dari
risiko ini dihasilkan level risiko Priority 3 yang berarti perlu dilakukan
pengawasan secara berkesinambungan. Tindakan pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan housekeeping menyusun lembaran karet dengan baik
dan menyemprotkan air agar debu tidak beterbangan. Selain itu, menggunakan
masker pada saat bekerja. Level risiko yang didapatkan yaitu 30 dari nilai resiko
awal sebesar 60 dengan risk reduction yaitu 50%.
c. Penyakit akibat terhirup bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan lembaran karet
ini sangatlah berbahaya karena debu kimia tersebut beterbangan di ruang yang
digunakan oleh pekerja. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very
high yang berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi
sampai batas yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan
yaitu dengan penyediaan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan
penggunaan exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan. Lalu,

18
merapikan dan menutup bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap
ke udara. Selanjutnya, untuk melindungi diri, para pekerja harus menggunakan
masker untuk menutup hidung dan mulut. Level risiko yang didapatkan setelah
melakukan pengendalian yaitu sebesar 90 dimana level risiko turun menjadi
substansial yang berarti perlu perbaikan secara teknis atau sebesar 70% risk
reduction dari nilai risiko awal yaitu 900.
d. Cedera akibat terpeleset
Risiko terpeleset dapat terjadi karena pekerja tidak menggunakan alas
kaki sehingga berisiko terpeleset saat berjalan ataupun mengangkut barang.
Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah acceptable dimana risiko
masih dapat diterima karena masih jarang terjadi dan konsekuensi yang
diterima tidak terlalu besar. Untuk menghindarinya, dapat dilakukan dengan
membersihkan lantai dari bahan–bahan yang licin dan penggunaan sepatu yang
tahan terhadap licinnya lantai. Level risiko yang didapatkan setelah dilakukan
pengendalian yaitu 10 dari risiko awal yaitu 30 dengan risk reduction sebesar
66,67%.
e. Nyeri dan pegal akibat kelelahan
Risiko kelelahan berasal dari kegiatan yang dilakukan saat berdiri
ataupun mengangkut barang sehingga dapat menghasilkan level risiko priority
1 dimana perlu dilakukan penanganan secepatnya. Tindakan pengendalian yang
dapat dilakukan yaitu dengan penambahan tempat duduk untuk pekerjaan yang
membutuhkan waktu berdiri yang lama dan pergantian pekerja agar pekerja
tetap berkonsentrasi saat bekerja. Level risiko yang didapatka setelah
melakukan pengendalian yaitu acceptable dengan nilai risiko 30 dari niai risiko
awal yaitu 300 dengan risk reduction sebesar 90%.
f. Penyakit akibat tertelan bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi dapat tertelan oleh
pekerja dari debu yang beterbangan karena tidak menggunakan masker untuk
melindungi mulut. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very high
yang berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi sampai

19
batas yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat disarankan yaitu
dengan penyediaan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan
penggunaan exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan. Lalu,
merapikan dan menutup bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap
ke udara. Para pekerja juga harus menggunakan masker untuk menutup hidung
dan mulut. Level risiko yang didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu
sebesar 90 dimana level risiko turun menjadi substansial yang berarti perlu
perbaikan secara teknis atau sebesar 70% risk reduction dari nilai risiko awal
yaitu 900.
g. Luka bakar akibat kontak dengan mesin panas
Peralatan yang digunakan pada industri karet mengandung panas yang
dapat mengakibatkan luka bakar pada pekerja. Akan tetapi, pekerja telah
menggunakan sarung tangan yang dapat menghalangi panas langsung dari
mesin ke tangan pekerja. Level risiko yang dihasilkan dari risiko ini yaitu
substansial dimana perlu dilakukan perbaikan secara teknis. Pengendalian yang
dapat dilakukan antara lain penggunaan tongkat untuk menyentuh karet yang
ada pada mesin penggiling, penyediaan sarung tangan pengganti dan
penggunaan sarung tangan. Level risiko yang didapatkan dari tindakan
pengendalian ini yaitu sebesar 30 atau acceptable dari nilai risiko semula yaitu
150 dengan risk reduction sebesar 80%.
h. Penyakit akibat terhirup uap karet
Uap karet yang berasal dari karet yang panas dapat menyebabkan
penyakit pada pekerja karena mengandung bahan kimia yang bersifat
karsinogen. Oleh karena itu, para pekerja wajib menggunakan masker ketika
bekerja. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini adalah very high yang
berarti perlu dihentikan aktivitas hingga risiko dapat dikurangi sampai batas
yang dapat diterima. Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan antara lain
menyediakan ruangan khusus untuk penimbangan bahan kimia dan penggunaan
exhaust fan untuk menyedot debu yang beterbangan, merapikan dan menutup
bahan kimia yang ada agar tidak tercecer dan menguap ke udara. Level risiko

20
yang didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu sebesar 90 dimana level
risiko turun menjadi substansial yang berarti perlu perbaikan secara teknis atau
sebesar 70% risk reduction dari nilai risiko awal yaitu 900.
i. Kebakaran akibat oli tercecer terkena percikan api
Penggunaan oli dalam proses produksi juga sangat berbahaya
mengingat sifat oli yang mudah terbakar. Banyaknya oli yang tumpah dan
kebiasaan pekerja yang merokok saat bekerja dapat menyebabkan kebakaran.
Level risiko yang dihasilkan dari kegiatan ini yaitu very high yang berarti perlu
dilakukan penghentian aktivitas. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan penambahan drum penampung oli bekas yang tercecer dari
peralatan, membersihkan ceceran oli, serta melarang pekerja merokok dalam
lokasi kerja. Level risiko yang didapatkan setelah dilakukan pengendalian yaitu
substansial dimana nilai risikonya 150 dari nilai risiko awal yaitu 500 dengan
risk reduction sebesar 70%.
j. Kebakaran akibat cerobong mesin panas terkena atap kayu
Cerobong yang berasal dari mesin penggiling diarahkan keluar dari atap
bangunan. Akan tetapi, apabila dekat dengan atap yang terbuat dari kayu yang
telah lapuk dapat menyebabkan kebakaran karena cerobong tersebut
mengeluarkan panas. Level risiko yang dihasilkan dari proses ini yaitu very
high. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan perombakan atap yang
terbuat dari kayu menjadi seng, dan pengecekan secara berkala keadaan
cerobong agar tidak dekat dengan atap. Level risiko yang didapatkan setelah
dilakukan pengendalian yaitu substansial dengan nilai risiko 150 dari 750
dengan risk reduction sebesar 80%.
k. Cedera akibat terjatuh
Risiko terjatuh ini berasal dari pekerja yang menaiki meja saat menarik
karet dari mesin penggiling. Level risiko yang dihasilkan yaitu acceptable.
Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pemotongan kaki–kaki meja agar
lebih rendah sehingga jaraknya tidak terlalu jauh dari tanah, tidak menaiki meja
saat menarik karet melainkan dari pinggir meja dan penggunakan sepatu yang

21
dapat menahan pekerja agar tidak terpeleset dan jatuh. Level risiko yang
didapatkan setelah melakukan pengendalian yaitu acceptable dengan nilai
risiko 10 dari nilai risiko awal 30 dengan risk reduction sebesar 66,67%.

2.9 Kegunaan Styrene Butadiene Rubber (SBR)


SBR bermanfaat bagi kehidupan sehari – hari dan banyak digunakan dalam
industri. Berikut manfaat dari SBR :
 Bahan baku pembuatan ban mobil yang mana dicampur dengan karet.
 Radiator
 Heater
 Coating kertas
 Coating karpet
 Permen Karet
 Sol sepatu

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Bahan baku pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) adalah styrene,
butadiene, extender oil, potassium rosinate, dan fatty acid.
2. Proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) meliputi proses
persiapan bahan baku, polimerisasi, pengembalian kembali monomer,
penyimpanan dan pencampuran lateks, dan penyelesaian.
3. K3 pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) ada
banyak, di antaranya memiliki tingkat resiko yang berbeda–beda, dan
memiliki cara pencegahan yang berbeda pula bergantung pada
resikonya. Paling penting adalah menggunakan alat pelindung diri yang
lengkap seperti helm, masker, sarung tangan, kacamata pelindung serta
safety shoes ketika bekerja.

3.2 Saran
Pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR) hendaknya
tetap berhati-hati dan selalu menjalankan segala macam operasi berdasarkan
prosedur. Karena pada proses pembuatan Styrene Butadiene Rubber (SBR)
melibatkan banyak bahan kimia dan alat/mesin yang banyak, jika tidak berhati-
hati maka akan membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

23
DAFTAR PUSTAKA

Austin, George T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries Fifth Edition.


Washington DC : McGraw-Hill Book Company

Mariska, Yiyin. 2012. Kajian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Proses Produksi Pabrik Karet Di Baranangsiang, Bogor Tahun 2012.
Depok:Universitas Indonesia

https://masriantoch4n1490.wordpress.com/2012/04/10/prarancangan-pabrik-styrene-
butadiene-rubber-sbr/ diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul 15.00

https://www.academia.edu/11351894/TUGAS_MATA_KULIAH_PROSES_INDUS
TRI_KIMIA_SYNTHETIC_RUBBER diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul
15.30

https://www.temukanpengertian.com/2015/09/pengertian-stirena-butadiena-ruber.html
diakses pada tanggal 27 Maret 2019 Pukul 16.00

24

Anda mungkin juga menyukai