Glaukoma Mata

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu keadaaan di mana tekanan mata seseorang demikian


tinggi atau tidak normal sehingga mengakibatkan kerusakan saraf optik dan
mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta.
Glaukoma akan terjadi bila cairan mata di dalam bola mata pengalirannya
terganggu. Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia.
Berdasarkan data WHO 2010, diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami
kebutaan akibat glaukoma. Menuru hasil RisKesDas tahun 2007, responden yang
pernah didiagnosis galukoma oleh tenaga kesehatan sebesar 0,46%, tertinggi di
Provinsi DKI Jakarta (1,85%), berturut-turut diikuti Provinsi Aceh (1,28%),
Kepulauan Riau (1,26%), Sulawesi Tengah (1,21%), Sumatera Barat (1,14%), dan
terendah di Provinsi Riau (0,04%).1,2 Glaukoma sekunder disebabkan oleh kondisi
lain sperti katarak, diabetes, trauma, arthritis, maupun akibat dari suatu operasi
mata.1,2,3
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata
depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau
badan siliar yang robek. Hifema disebabkan oleh robekan pada segmen anterior
bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan diabsorbsi
dengan cepat. Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan
oleh tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah.4
Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu salah satunya adalah
peningkatan tekanan intraokuler. Oleh karena hifema dapat menyebabkan
penurunan penglihatan yang signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan
diagnosis, evaluasi, dan tata laksana hifema.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma Sekunder


Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi
sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain.5
Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang disebabkan oleh penyakit mata
lain atau faktor-faktor seperti inflamasi, truma, perdarahan, tumor, obat-obatan, dan
pengaruh fisik atau kimia.6

2.2 Anatomi Bola Mata


Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata.1

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah


darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar
ke dalam, yaitu :1

2
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol
ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi
nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan
menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat
melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait
yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya
pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan
berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium
anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria,
terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4)
endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri
atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus
ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di
belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan
musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil
dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan
kornea menjadi bilik mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris
bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan
iris. Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke
badan siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan
dikenal sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis
schlemm dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot
siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn
merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea. Dindingnya

3
terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam terdapat lubang –
lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan
kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor, 20 – 30 buah, yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera dan vena
siliaris anterior di badan siliar.

Gambar 2. Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar

3. Tunica sensoria (retina)


Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya.
Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya
berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan
organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora
serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat
non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris
di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian
belakang iris.

Vaskularisasi Bola Mata


Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ophtalmica,
yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini

4
berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju
ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki
nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri
oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan
kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris
posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan
arteri supra orbitalis serta supra troklearis.1

Gambar 3. Vaskularisasi pada Bola Mata

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus


optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar, beranastomosis
satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus
arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis
dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus,
konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris.
Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan
inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,
dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus

5
melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui
fisura orbitalis inferior.1

Gambar 4. Vaskularisasi pada Bola Mata

2.3 Fisiologi Humor Aquous


Tekanan intraokuler ditentukan oleh kecepatan pembentukan akuos humor
bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan trabecular
meshwork. Humor aquous yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik mata
belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan, tepatnya di jaringan
trabekulum, mencapai kanal schlemm dan ke subkonjungtiva. Volumenya adalah
sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukan memiliki variasi diurnal adalah 2,5
µL/menit. Komposisi humor aquous berupa plasma yang memiliki konsentrasi
askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, sedangkan protein, urea, dan glukosa
yang lebih rendah.1
Humor aqueos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk
organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,
disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada
kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata

6
dan menimbulkan tekanan dalam bola mata/tekanan intra okular. Untuk
mmpertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata dalam batas normal (10-
21 mmHg), HA diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui system
drainage mikroskopik.1

2.4 Glaukoma Sekunder


2.4.1 Klasifikasi
- Glaukoma pigmentasi
- Sindrom pseudoeksfoliasi
- Akibat kelainan lensa (fakogenik)
 Dislokasi
 Intumesensi
 Fakolitik
- Akibat kelainan traktus uvea
 Uveitis
 Sinekia posterior (seklusio pupilae)
 Tumor
 Edema corpus ciliare
- Sindrom iridokorneoendotelial (ICE)
- Trauma
 Hifema
 Kontusio/resesi sudut
 Sinekia anterior perifer
- Pascaoperasi
 Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
 Sinekia anterior perifer
 Pertumbuhan epitel ke bawah
 Pascabedah tandur kornea
 Pascabedah ablatio retina
- Glaukoma neovaskular
 Diabetes melitus
 Oklusi vena centralis retinae

7
 Tumor intraocular
- Peningkatan tekanan vena episklera
 Fistula karotis-kavernosa
 Sindrom Sturge-Weber
- Akibat steroid
2.4.2 Patogenesis
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis
sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan lapisan inti
dalam retina serta berkurangnya akson di nervus opticus. Diskus optikus menjadi
atrofi, disertai pembesaran cawan optik.1
1. Glaukoma Pigmentasi
Sindrom dispersi pigmen ditandai oleh pengendapan abnormal pigmen di bilik
mata depan terutama di anyaman trabekular yang sesuai perkiraan akan
mengganggu aliran keluar aqueous dan di permukaan kornea posterior
(Krukenberg’s spindle) disertai defek transiluminasi iris. Studi dengan
ultrasonografi menunjukkan pelekukan iris ke posterior sehingga iris berkontak
dengan zonula atau processus ciliares, mengindikasikan pengelupasan granul-
granul pigmen dari permukaan belakang iris akibat friksi dan menimbulkan
defek transluminasi iris. Sindrom ini paling sering terjadi pada pria miopia
berusia antara 25 dan 40 tahun yang memiliki bilik mata depan yang dalam
dengan sudut bilik mata depan yang lebar.1,3
2. Glaukoma Pseudoeksfoliasi
Pada sindrom eksfoliasi terlihat endapan-endapan bahan berserat warna putih
di permukaan anterior lensa (berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati
akibat terpajan radiasi inframerah, yakni “katarak glassblower”), di processus
ciliares, zonula, permukaan posterior iris, melayang bebas di bilik mata depan
dan di anyaman trabekular (bersama dengan peningkatan pigmentasi). Secara
histologis, endapan-endapan tersebut juga dapat dideteksi di konjungtiva, yang
mengisyaratkan bahwa kelainan sebenarnya terjadi lebih luas. Terapinya sama
dengan terapi glaukoma sudut terbuka. Insidens timbulnya komplikasi saat
bedah katarak lebih tinggi pada mata dengan sindrom pseudoeksfoliasi.1,3
3. Akibat Perubahan Lensa1,5,6

8
a. Dislokasi lensa
Pada katarak stadium matur yang diobati dapat terjadi terlepasnya zonula
Zinii sehingga menyebabkan dislokasi lensa yang juga dapat menyebabkan
glaukoma dan uveitis.
b. Intumesensi lensa yang katarak (fakotopik)
Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karena proses intumesensi, iris
terdorong ke depan, sudut coa dangkal, aliran coa tidak lancar sedang
produksi terus berlangsung sehingga tekanan intraokular meninggi dan
menimbulkan glaukoma.
c. Karena proses fakolitik dan fakotoksik pada katarak
Proses fakolitik maksudnya pada lensa yang keruh jika kapsulnya menjadi
rusak, substansi lensa yang keluar akan diresorpsi oleh serbukan fagosit atau
makrofag yang banyak di coa, serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga
dapat menyumbat sudut coa dan menyebabkan glaukoma. Penyumbatan
dapat terjadi pula oleh karena substansi lensa sendiri yang menumpuk di
sudut coa terutama bagian kapsul lensa dan menyebabkan exfoliation
galukoma.
d. Glaukoma kapsularis
Terjadi karena terlepasnya kapsul lensa, maka jaringan kapsul lensa ini
dapat menutupi trabekula sehingga menghalangi keluarnya humor akueus
dari bilik mata depan.
4. Akibat Perubahan Uvea1,5,6
a. Uveitis
Uveitis dapat menimbulkan glukoma karena terbentuknya
perlekatan iris bagian perifer ( sinekia ) dan eksudatnya yang menutup celah
trabekulum hingga outflow akuos humor terhambat.
Terapi terutama ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai
pemberian terapi glaukoma sesuai keperluan, miotik dihindari karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior. Latanoprost
mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan menimbulkan eksaserbasi
dan reaktivasi uveitis. Terapi jangka panjang, diantaranya tindakan bedah,
sering dilakukan karena kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel.

9
b. Tumor yang cepat pertumbuhannya
Seperti melanoma, yang berasal dari jaringan uvea. Terjadinya glaukoma
dapat disebabkan oleh karena ukurannya dapat menyempitkan rongga bola
mata atau mendesak iris kedepan dan menutup sudut bilik mata depan.
pengobatannya dengan enukleasi bulbi.
c. Rubeosis iridis
Trombosis vena retina sentral dan retinopati diabetik diikuti dengan
pembentukan pembuluh darah di iris. Dibagian iris perifer pembuluh darah
ini mengakibatkan perlekatan-perlekatan sehingga sudut dbilik mata depan
menutup. Glukoma yang ditimbulkan biasanya nyeri dan sulit diobati.
5. Akibat trauma 1,3,4,8
a. Hifema
Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh
tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah.
Insidensinya 20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah
dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-
unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya
glaukoma. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar
berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran
cairan mata.
b. Kontusio bulbi
Dapat pula menyebabkan perdarahan dibagian posterior mata yang
menyebabkan tekanan intraokuler cepat naik. Pengobatan dari glaukoma ini
ditujukan pada perdarahannya.
c. Robeknya kornea atau limbus dapat disertai dengan prolaps iris
Sehingga dapat menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata depan dengan
cepat karena menempelnya iris pada kornea. Tindakannya dapat diatasi
dengan cepat-cepat memotong iris yang keluar, iris reposisi, luka dikornea
dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva supaya jangan timbul perlekatan
iris pada kornea yang menetap yang disebut leukoma adherens yang dapat
menyebabkan glaukoma pula.

10
6. Sindrom Iridokornea Endotel (ICE)1
Seperti atrofi iris esensial, sindrom Chandler dan sindrom nevus iris. Kelainan
idiopatik pada dewasa muda yang jarang ini biasanya unilateral dan
bermanifestasi sebagai dekompensasi kornea, glaukoma, dan kelainan iris
(corectopia dan polycoria).
7. Akibat Operasi8
a. Pertumbuhan epitel yang masuk ke dalam bilik mata depan. Terjadi setelah
mengadakan insisi kornea atau sklera dan dapat menutup sudut bilik mata
depan sedang lukanya sukar sembuh. Kalau hal ini terjadi sukar
disembuhkan dapat dicoba dengan mengerok epitel tersebut. Hal yang
terpenting adalah pencegahan agar hal tersebut tidak terjadi.
b. Gagalnya pembentukan bilik mata depan setelah operasi katarak. Hal ini
disebabkan adanya kebocoran pada luka operasi. Kalau hal ini didiamkan
selama 5 hari pasca bedah, maka timbullah sinekia anterior yang menetap.
Karena itu harus diusahakan supaya sebelum hari ke 5 atau ke 6 untuk
memperbaiki bilik mata depan dengan menyuntikkan udara ke dalam bilik
mata depan. Kalau glaukomanya timbul kemudian maka siklodialise
merupakan tindakan yang tepat.
c. Setelah ektraksi katarak dapat timbul uveitis yang dapat menyebabkan
perlengketan iris pada membran hialoid sehingga dengan demikian timbul
hambatan pupil (blokade pupil), humor akueus tak dapat masuk ke bilik
mata depan, mendorong iris kedepan menyebabkan goniosinekhia (sinekia
anterior perifer) dan menghambat aliran cairan ke trabekula.
8. Glaukoma Neovaskular5-6
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut bilik mata depan paling sering
disebabkan oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada retinopati
diabetik stadium lanjut dan oklusi vena centralis retinae iskemik. Glaukoma
mula-mula timbul akibat sumbatan sudut oleh membran fibrovaskular, tetapi
kontraksi membran selanjutnya menyebabkan penutupan sudut.
Glaukoma neovaskular yang telah terbentuk sulit diatasi dan terapi sering tidak
memuaskan. Baik rangsangan neovaskularisasi maupun peningkatan tekanan

11
intraokular perlu ditangani. Pada banyak kasus, terjadi kehilangan penglihatan
dan diperlukan prosedur siklodestruktif untuk mengontrol tekanan intraokular.
9. Akibat Peningkatan Tekanan Vena Episklera5
Peningkatan tekanan vena episklera dapat berperan menimbulkan glaukoma
pada sindrom Sturge-Weber, yang juga terdapat anomali perkembangan sudut,
dan fistula karotis-kavernosa, yang juga dapat menyebabkan neovaskularisasi
sudut akibat iskemia mata yang luas. Terapi medis tidak dapat menurunkan
tekanan intraokular di bawah tingkat tekanan vena episklera yang meningkat
secara abnormal dan tindakan bedah berkaitan dengan resiko komplikasi yang
tinggi.
10. Akibat Steroid1-2
Kortikosteroid intraokular, periokular, dan topikal dapat menimbulkan sejenis
glaukoma yang mirip dengan glaukoma sudut terbuka primer, terutama pada
individu dengan riwayat penyakit ini pada keluarganya, dan akan memperparah
peningkatan tekanan intraokular pada para pengidap glaukoma sudut terbuka
primer. Penghentian pengobatan biasanya menghilangkan efek-efek tersebut,
tetapi dapat terjadi kerusakan permanen apabila keadaan tersebut tidak didasari
dalam waktu lama. Apabila terapi steroid topikal mutlak diperlukan, terapi
glaukoma secara medis biasanya dapat mengontrol tekanan intraokular.

2.4.3 Manifestasi Klinis


a. Gejala Subjektif
Gejala klinik pada pasien glaukoma bervariasi tergantung pada jenis glaukoma
yang diderita, gejala-gejala tersebut antara lain:1
− Glaukoma sudut terbuka, berupa defek lapangan pandang secara bertahap dan
ada beberapa pasien kadang tanpa keluhan sampai mereka tiba-tiba
kehilangan penglihatan
− Glaukoma sudut sempit berupa defek lapangan pandang, mual dan muntah,
tidak ada refleks pupil, mata merah, nyeri pada mata dan wajah, serta bisa
terjadi edema pada wajah.

12
− Glaukoma kongenital, berupa perkabutan di daerah frontal dari mata,
pembesaran pada satu atau kedua mata, mata merah, fotophobia serta
lakrimasi

b. Gejala Objektif
− Peninggian tekanan intraokuler
− Defek lapangan pandang
− Iskemik papil saraf optik

Mata normal Glaukoma Glaukoma tahap lanjut


Gambar 5. Penglihatan pada Penderita Glaukoma

2.4.4 Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis glaukoma tentu saja diperlukan
evaluasi secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang dengan memberikan perhatian yang lebih pada

13
berbagai faktor resiko yang mengarahkan pada diagnosis serta terapi yang
diberikan.1

Gambar 6. Gambaran Mata Penderita Glaukoma


1. Anamnesis
Anamnesis pada pasien dengan suspek galukoma meliputi riwayat
penglihatan, riwayat keluarga, dan riwayat penyakit sistemik. Selain itu juga
mencakup penentuan akibat pada fungsi visual dalam kehidupan dan
aktivitas sehari-hari, adanya riwayat operasi mata, penggunaan obat-obatan
sistemik dan topical, intoleransi pada obat-obata yang diberikan.7
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Tekanan Intra Okular
Hasil dari percobaan acak terkontrol memperlihatkan turunnya TIO
menghambat progresifitas kerusakan saraf optic glaukomatous. TIO
diukur pada masing-masing mata dengan menggunakan metode aplanasi
kontak seperti tonometer Goldman sebelum gonioskopi atau dilatasi
pupil. Waktu pengukuran ditulis karena variasi diurnal. Penanganan akan
lebih bermanfaat dengan nienuctal-iLli fluktuasi TIO durnal, baik
dalam hari yang sama atau hari yang berbeda, yang mungkin
mengindikasikan kerusakan disk yang mungkin lebih besar daripada
yang diperkirakan dengan pengukuran TIO hanya satu kali.7

14
Gambar 7. Uji Tonometer Aplanasi
b. Gonioskopi
Diagnosis POAG membutuhkan evaluasi yang teliti pada sudut bilik
depan untuk menyingkirkan sudut tertutup atau penyebab sekunder dari
peningkatan TIO, seperti reksesi sudut, disperse pigmen, sinekia anterior,
dan presipitat trabekula.7

Gambar 8. Pemeriksaan Gonioskopi

c. Penilaian Diskus Optikus


Cupping merupakan ciri normal lempeng optik. Adanya perubahan
glaukomatous dilihat dengan analisa disk optik lapisan serat optic retina
yang mengalami perubahan dini yang dapat dideteksi dengan perimetri

15
otomatis standar. Selain itu dapat juga dengan menggunakan oftalmoskop
konfokal serta merekam ketebalan serabut saraf di lempeng optik.7
d. Lapangan pandang
Perimetri statis otomatis merupakan teknik pilihan untuk
mengevaluasi lapangan pandang. Tes permulaan statis dan kinetic
kombinasi manual merupakan alternative yang dapat dilakukan jika
perimetri otomatis tidak tersedia atau pasien tidak mau menggunakannya.
Penyebab hilangnya lapangan pandang akibat selain neuripati saraf
glaucomatous, sebaiknya dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tes
lapangan pandangan dengan perimetri otomatis gelombang pendek dan
teknologi penggandaan frekuensi dapat mendeteksi lebih dini disbanding
perimetri konvensional. Sangat penting metode pemeriksaan yang sama
saat pemeriksaan lapangan pandang.7

Gambar 9. Uji Perimetri

Gambar 10. Hasil Pemeriksaan Perimetri Mata Normal dan Glaukoma

16
e. Segmen anterior
Pemeriksaan dengan biomikroskopik slit lamp pada segmen anterior
untuk melihat adanya kelainan yang dihubungkan dengan sudut sempit,
patologi kornea, atau mekanisme sekunder pada peningkatan TIO sepeti
pseudoeksfoliasi, disperse primer, neovaskularisasi sudut dan iris, atau
inflamasi.7
f. Funduskopi
Pemeriksaan fundus untuk melihat struktur nervus saraf optic
dengan dilatasi pupil, bertujuan untuk mencari abnormalitas yang
menyebabkan defek lapangan pandang.7

Gambar 11. Saraf Optik pada Orang Normal dan Penderita Glaukoma

2.4.3 Penatalaksanaan
Tujuan terapi galukoma adalah untuk memperlambat progresivitas
kerusakan saraf, karena kerusakan saraf dari glaucoma ireversibel, pemberian
medikasi pada glaucoma tidak akan mengembalikan penglihatan pada keadaa
normal. Glaukoma diterpau dengan menurunkan TIO. Tercapainya tujuan terapi
tergantung pada mata setiap individu dan status kerusakan saraf optik.3
Terapi diharapkan menuju stabilisasi saraf optic dan lapangan pandang tiap
individu. Terapi glaucoma paling banyak menggunakan obat tetes mata (obat
topikal). Obat oral juga digunakan untuk menurunkan TIO.3
1. Terapi Medikamentosa
Sebagian besar terapi glaukoma dibuat untuk menurunkan dan atau
mengontrol TIO yang dapat merusak saraf optik. Tetes mata merupakan
pilihan pertama sebelum pembedahan dan efektif untuk mengontrol TIO

17
untuk mencegah kerusakan pada mata. Adapun medikamentosa untuk
glaukoma adalah:3,8
a. Supresi pembentukan cairan aquos
 Penghambat adrenergik beta, obat ini bekerja dengan cara menurunkan
produksi cairan aquos dan bisa digunakan sendiri atau dikombinasikan
dengan tetes mata lainnya. Kontra indikasi utama adalah pada penyakit
obstruksi jalan nafas terutama asma.
 Inhibitor karbonat anhidrase, digunakan untuk glaukoma kronik apanila
terapi topikal tidak memberikan hasil memuaskan dan pada glaukoma
akut di mana TIO yang sangat tinggi.
b. Fasilitasi aliran keluar cairan aquos
 Obat parasimpatomimetik, meningkatkan aliran keluar cairan aquos
dengan bekerja pada jalinan trabekular melalui kontraksi otot siliaris.
Obat piihan adalah pilokarpin.
 Epinefrin 0,25-2%.
c. Penurunan volume korpus vitreum
 Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan
korpus vitreum. Selain itu, terjadi juga penurunan produksi cairan
aquos. Penurunan volume korpus viterum bermanfaat dalam
pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang
menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke depan (disebabkan oleh
perubahan volume korpus viteum atau koroid) dan menyebabkan
penutupan sudut (galukoma sudut tertutup sekunder).
 Gliserin 1 mL/kg BB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur
dengan sari lemon, adalah obat yang paling sering digunakan.
d. Miotik, midriatik dan siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam pengobatan penutupan sudut akibat iris bombe karena
sinekia posterior. Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran
lensa ke anterior, siklopegik (siklopentolat dan atropine) dapat digunakan

18
untuk melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus
zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.

Tabel 1. Obat-obatan Topikal & Sistemik yang Digunakan pada Glaukoma


Obat Topikal Kerja Efek Samping
Penyekat beta (timolol, Menurunkan sekresi Eksaserbasi asma & penyakit
karteolol, levobunolol, saluran napas kronik
selektif-betaksolol) Hipotensi, bradikardia
Parasimpatomimetik Meningkatkan aliran Penglihatan kabur
(pilokarpin) keluar Sakit kepala karena spasme
siliar
Simpatomimetik Meningkatkan aliran Mata merah
(adrenalin, dipivefrin) keluar Sakit kepala
Menurunkan sekresi
Agonis alfa-2 Meningkatkan aliran Mata merah
(apraklonidin, keluar melalui jalur Lelah, rasa kantuk
brimonidin) uveosklera
Menurunkan sekresi
Penghambat anhidrase Menurunkan sekresi Rasa sakit
karbonat (dorzolamid, Rasa tidak enak
brinzolamid) Sakit kepala
Analog prostaglandin Meningkatkan aliran Meningkatkan pigmentasi iris
(latanopros, travapros, keluar melalui jalur & kulit periokular
bimatropos, unotropos) uveosklera Bulu mata bertambah panjang
& gelap, hiperemi konjungtiva
Obat Sistemik Kerja Efek Samping
Penghambat anhidrase Menurunkan sekresi Kesemutan pada ekstremitas
karbonat Depresi, rasa kantuk
(asetazolamid) Batu ginjal
Sindrom stevens-johnson

19
2. Terapi Bedah3,8
a. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor akueus dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah mengganti
tindakan-tindakan drainase full thicknes. Trabekulektomi adalah operasi
konvensional dimana katup setengah tebal dibuat pada dinding sklera dan
sebuah jendela pembuka dibuat di bawah katup tersebut untuk bagian
trabecular meshwork. Katup sclera ini kemudian dijahit tidak terlalu rapat.
Dengan demikian cairan aquos dapat dialirkan keluar melalui jalur ini
sehingga tekanan di dalam bola mata dapat diturunkan dan terjadi
pembentukan gelembung cairan pada permukaan mata.
b. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium: YAG atau argon (iridektomi perifer atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer. Walaupun lebih mudah dilakukan, terapi laser
memerlukan kornea yang relatif jernih dan dapat meningkatkan tekanan
intra ocular yang cukup besar, terutama apabila terdapat penutupan sudut
akibat sinekia luas.
c. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui
suatu geniole nsake jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar
humous akueus karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan
kanalis sclemm serta terjadinya proses-proses seluler yang meningkatkan
fungsi jalinan trabekular.

2.5 Hifema
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang

20
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor
aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan
biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik
mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.4
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk
hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat
memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.4
Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat iridoplegia
dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan
blefarospasme.4
Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut
bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang
dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat
oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade
pupil.4

2.5.1 Klasifikasi Hifema


Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard): 4
1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

21
Gambar 12. Klasifikasi Hifema

2.5.2 Patofisiologi Glaukoma Sekunder pada Hifema


Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang
berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal
ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi
sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya
glaukoma sekunder di kemudian hari.9
Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah
mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung
dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi
kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma
sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang
menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang
berada di kamera anterior.9

2.5.3 Tatalaksana
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak
berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan

22
penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya
adalah:1
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala
diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).
Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta
memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Istirahat total ini harus
dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan sekunder. Hal
ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu
harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan
sabar.9
2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di
antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk
mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.9
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah
mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan
obat-obatan seperti:1,4
 Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun
parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :
Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang
baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini
dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu

23
cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri
dahulu sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan
sekunder dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5
hari jangan melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan
transportasi cairan COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea.
Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.
 Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan
midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan
dan kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi
meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.
Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.
Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan
mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.
 Ocular Hypotensive Drug
Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox)
secara oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan
intraokuler. Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian
intravena urea, manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler,
walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh
dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24
jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal,
lakukan parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila
tekanan intra okular turun sampai normal, diamox terus diberikan dan
dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan intra okularnya dan darahnya
masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.
 Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi
komplikasi iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

24
Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:4
1. Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan
cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :
dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan
permukaan iris. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan
dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada
parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun
dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam COA pada hari
5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka
korneoscleranya sebesar 1200

2.6 Prognosis
Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli
anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma,
prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna
dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma,
prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan
defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau
lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat
menyebabkan kebutaan.1

25
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma sekunder adalah peningkatan tekanan intraokular yang terjadi


sebagai suatu manifestasi dari penyakit mata lain, seperti inflamasi, truma,
perdarahan, tumor, obat-obatan, dan pengaruh fisik atau kimia, yang ditandai
dengan kenaikan tekanan intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang
pandang, dan atropi nervus optikus.
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata
depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma
tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan
humor aqueus yang jernih. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran
cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi sudut COA dan trabekula
sehingga terjadinya galukoma sekunder.
Glaukoma sekunder diterapi dengan mngetasi penyebab utama dan
menurunkan tekanan intraocular. Terapi diharapkan menuju stabilisasi saraf optic
dan lapangan pandang. Terapi Glaukoma paling banyak menggunakan obat tetes
mata (obat topikal). Obat oral juga digunakan untuk menurunkan TIO. Karena
kerusakan saraf dari glaukoma ireversibel, pemberian medikasi pada glaukoma
tidak akan mengembalikan penglihatan pada keadaan normal.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI,
20011.
2. Infodatin. Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
2015.
3. Klinik Mata Nusantara (KMN). Glaukoma. 2009. Diakses 31 Mei 2018, dari
http://www.klinikmatanusantara.com/index.php?option=
com_content&task=view&id=124&Itemid=9
4. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139. Penerbit: FK Unair,
Surabaya.
5. Riordan, P., Whitcher, J. P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.
EGC. Jakarta. 2010.
6. Lang, G. K. Ophthalmology A Pocket Textbook Atlas 2nd Edition. Thieme.
Stuttgart-New York. 2006.
7. Schuman, J.S., Christopolus, V., Dhaliwal, D. K., Kahook, M. Y., et all. Rapid
Diagnose in Ophtalmology Lens dan Glauocoma. Mosby Elsevier.
Philadelphia. 2008.
8. Langston, PD. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy: Glaucoma. 5th
Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2003.
9. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior.

27

Anda mungkin juga menyukai