Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan trauma neurologik akut yang terjadi sebagai hasil dari proses
patologik dan bermanifestasi sebagai perdarahan atau infark otak (Kistler, dkk, 2014). Stroke
adalah defisit neurologis disebabkan cedera fokus akut dari sistem saraf pusat (SSP) oleh
sebab vaskuler, termasuk infark serebral, perdarahan intraserebral dan perdarahan
subaraknoid, dan merupakan penyebab utama dari kecacatan dan kematian di seluruh dunia
(Sacco, dkk, 2013). Stroke adalah penyebab paling umum dari cacat jangka panjang di dunia
barat. Lebih dari 50% orang yang selamat dari stroke memiliki cacat fisik dan setidaknya
15% dengan afasia (Hilari,2011). Afasia adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
sekumpulan gangguan berbahasa yang terjadi setelah adanya kerusakan otak, yang sering
mengenai hemisfere kiri (Purnomo, 2016). Dalam populasi manusia, ucapan adalah cara
utama mengekspresikan pikiran, emosi dan berinteraksi dengan orang lain. Itu sebabnya
kerugian atau penurunan kemampuan ini menyebabkan efek negatif yang beragam, maka,
dapat dipahami bahwa aphasia dianggap sebagai faktor risiko kambuhnya stroke (Kadojig,
2012).

Penelitian yang dilakukan Engelter, dkk, di Switzerland tahun 2006 menemukan bahwa
dari 269 pasien dengan stroke iskemik akut, terdapat 80 orang dengan afasia, perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki, usia terbanyak pada 75-84 tahun, dan hipertensi
ditemukan sebagai salah satu faktor risiko tersering. Penelitian Purnomo, di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado tahun 2015 menemukan bahwa
dari 455 pasien stroke, 60 (13,2%) diantaranya mengalami afasia, usia terbanyak pasien
stroke dengan afasia adalah 60 tahun (40%) (Purnomo, 2015).

Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan pada insiden afasia pada laki-laki dan
perempuan. Namun, beberapa data menunjukan perbedaan yang mungkin ada menurut jenis
dan tingkat keparahan aphasia. Contoh adalah Wernicke’s dan global aphasia banyak terjadi
pada perempuan dan Broca’s aphasia banyak terjadi pada laki-laki (Birchfield, dkk, 2016).
Berdasarkan anatominya, afasia dapat dibagi menjadi 7 yaitu wernicke’s aphasia, broca’s
aphasia, conduction aphasia, global aphasia, anomic aphasia, transcortical aphasia,
subcortical aphasia (Mayeux, 1991).
Seperti dilansir pada MCG Health, gejala yang sering ditemukan pada penderita afasia
adalah sulit berbicara, memahami ucapan, tulisan, ataupun membaca; kesulitan dengan
simbol-simbol; kelemahan otot dan atau diskoordinasi. Selama komunikasi merupakan hal
utama yang dapat dilakukan dalam bersosialisasi dengan sekitar, penderita aphasia ini dapat
dibantu dengan berbagai cara seperti berkomunikasi dalam lingkungan yang tenang,
berbicara dengan jelas dan pelan, berikan waktu bagi penderita untuk memahami dan
menjawab, gunakan kalimat tertutup ketika berkomunikasi dengan penderita.

Oleh karena itu, laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan informasi dan
memperdalam pengetahuan dalam mendiagnosis dan mentatalaksana secara efektif.
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama ꞉ Yulisa Binti Zainudin
Jenis kelamin ꞉ Perempuan
Tanggal lahir, Usia ꞉ 27 Juli 1971, Tahun 49 tahun
Alamat ꞉ Lrg. Sekolah No. 180, RT 4, RW 3, kel. Tlg Betutu Sukarami
Palembang
Pekerjaan ꞉ IRT
Status perkawinan ꞉ Kawin
Agama ꞉ Islam
Suku ꞉ Melayu
MRS ꞉ 1 Maret 2017, 09.05 WIB
Nomor Rekmed ꞉ 965108
No. HP : 0857 64871655

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama ꞉ (Alloanamnesis dari adik pasien)
Pasien dirawat di bagian Neurologi RSMH karena mengalami
penurunan kesadaran secara tiba-tiba
Pasien tidak sadarkan diri sejak kurang lebih 18 jam SMRS
berupa sulit dibangunkan saat bangun tidur. Sebelum kejadian, sakit
kepala tidak ada, kejang (-), kelemahan sesisi tubuh ada, mulut mengot,
bicara pelo tidak dapat dinilai, gangguan sensibilitas tidak bisa dinilai,
terjadi gangguan komunikasi
Riwayat demam sejak 3 hari lalu, tidak terlalu tinggi. Riwayat
infeksi alergi tidak ada, infeksi telinga tidak ada, batuk lama tidak ada.
Riwayat konsumsi obat TB tidak ada. Riwayat nyeri kepala lama tidak
ada. Riwayat tumor atau benjolan tidak ada. Riwayat konsumsi obat
KB 1 bulan. Riwayat darah tinggi sejak 10 tahun lalu, tidak makan obat
teratur. Riwayat DM sejak 5 tahun lalu, tidak makan obat teratur.
Riwayat amputasi jari kaki karena gangren diabetik.
Penyakit ini dialami untuk pertama kalinya.
Sensorium = E4M6V(Afasia Motorik)
TD = 100/80 mmHg
RR = 16 x/menit
T = 35,6 o C
Kepala = conjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-)
Leher = JVP (5-2) cmHg, pembesaran KGB (-)
Thorax = Cor = HR = 96 x/m, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah sedang (+) pada 2/3 basal paru kiri, wheezing
(-)
Abdomen = cembung, lemas, hepar just palpable, lien tidak teraba, tymphani, bising usus
(+) normal
Ekstremitas = peids sinistra = vulnus amputatum digiti II, III, bekas luka di plantar pedis
sinistra
Edema pretibial (-)

2.3 Pemeriksaan

Status Internus
Kesadaran : (E4M6VAfasia Motorik)
Suhu Badan : 35,6º C
Nadi : 70 kali/menit
Pernapasan : 16 kali/menit
Tekanan Darah : 100/80 mmHg
BB : 60 kg
TB : 165 cm
IMT : 22,038 (Normoweight)
Kepala : Konjungtiva palpebra pucat (-)
Leher :JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax
Cor :I:Ictus kordis tidak terlihat
P:Ictus cordis tidak teraba
P:Batas jantung atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra, batas
kiri 2 jari lateral linea mid clavicula sinistra ICS V (normal)
A:Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :I:Gerakan dada simetris kiri = kanan, tidak ada penggunaan otot
bantu napas tambahan.
P:Stem fremitus kiri = kanan
P:Sonor di kedua hemithorax
A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen :I: Datar, massa (-)
P : Lemas
P:Timpani
A: Bising usus (+) normal

Ekstremitas :Akral pucat (-), edema pretibial (-)

Status Psikiatrikus
Sikap : kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normochepali Deformitas : (-)
Ukuran : normal Fraktur : (-)
Simetris : simetris Nyeri fraktur : (-)
Hematom : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : (-) Pulsasi : (-)
LEHER
Sikap : lurus Deformitas : (-)
Torticolis : (-) Tumor : (-)
Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hiposmia - -
Parosmia - -
N. Optikus Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

Anopsia - -
Hemianopsia - -
Fundus Oculi - -
- Papil edema - -
- Papil atrofi - -
- Perdarahan retina
N. Occulomotorius, Trochlearis, ada ada
& Abducens
Diplopia - -
Celah mata - -
Ptosis - -
Sikap bola mata
- Strabismus - - (-)
- Exophtalmus - - (-)
- Enophtalmus - - (-)
- Deviation conjugae - -
Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pupil Bulat
- Bentuk 3 mm Bulat
- Diameter Isokor 3 mm
- Isokor/anisokor - Isokor
- Midriasis/miosis -
- Refleks cahaya +
 Langsung + +
 Tidak Langsung - +
 Akomodasi - -
- Argyl Robertson -
N. Trigeminus Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Trismus Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Refleks kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sensorik
- Dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pipi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Dagu Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

N. Fasialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi simetris simetris
- Menutup mata normal normal
- Menunjukkan gigi - -

- Lipatan nasolabialis Datar Baik

Sensorik
- 2/3 depan lidah Belum dapat Belum dapat
- Otonom diperiksa diperiksa
 Salivasi
 Lakrimasi - -
 Chvostek’s sign - -
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Belum dapat dinilai
Detik arloji Belum dapat dinilai
Tes Weber Belum dapat dinilai
Tes Rinne Belum dapat dinilai

N. Vestibularis Kanan Kiri


Nistagmus - -
Vertigo - -

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan dan Kiri
Arcus pharingeus -
Uvula -
Gangguan menelan -
Suara serak/sengau -
Denyut jantung Tidak ada kelainan
Refleks
- Muntah Tidak ada kelainan
- Batuk Tidak ada kelainan
- Okulokardiak Tidak ada kelainan
- Sinus karotikus Tidak ada kelainan

Sensorik
- 1/3 belakang lidah belum dapat dinilai

N. Accessorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu Tidak ada kelainan
Memutar kepala Tidak ada kelainan

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Deviasi ke kanan
Fasikulasi - -
Atrofi papil - -
Disatria +
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 2 4
Tonus meningkat Normal
Refleks fisiologis
- Biceps meningkat Normal
- Triceps meningkat Normal
- Radius meningkat Normal
- Ulnaris meningkat Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner normal Normal
Trofi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan Kurang Cukup
Kekuatan 2 4
Tonus meningkat Normal
Klonus
- Paha - -
- Kaki - -
Refleks fisiologis
- KPR meningkat Normal
- APR meningkat Normal
Refleks patologis
- Babinsky + +
- Chaddock + +
- Oppenheim - -
- Gordon - -
- Schaeffer - -
- Rossolimo - -

Refleks kulit perut


- Atas tidak ada kelainan
- Tengah tidak ada kelainan
- Bawah tidak ada kelainan
Refleks cremaster tidak diperiksa
Trofik tidak ada kelainan

SENSORIK : tidak ada kelainan

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : (-)
Lordosis : (-)
Gibbus : (-)
Deformitas : (-)
Tumor : (-)
Meningocele : (-)
Hematoma : (-)
Nyeri ketok : (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk : (-)
Kerniq : (-)
Lasseque : (-)
Brudzinsky
- Neck : (-)
- Cheek : (-)
- Symphisis : (-)
- Leg I : (-)
- Leg II : (-)

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia : negatif Romberg : negatif
Hemiplegic : negatif Dysmetri : negatif
Scissor : negatif - jari-jari : negatif
Propulsion : negatif - jari hidung : negatif
Histeric : negatif - tumit-tumit : negatif
Limping : negatif Rebound phenomen : negatif
Steppage : negatif` Dysdiadochokinesis : negatif
Astasia-Abasia: negatif Trunk Ataxia : negatif
Limb Ataxia : negatif

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : (-)
Rigiditas : (-)
Bradikinesia : (-)
Chorea : (-)
Athetosis : (-)
Ballismus : (-)
Dystoni : (-)
Myocloni : (-)

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Apraksia : (-)
Agrafia : (-)
Alexia : (-)
Afasia nominal : (-)

LABORATORIUM
DARAH (9 Maret 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,2 g/dL 11,40-15,0 g/dL
Eritrosit 4,83 juta 4,00-5,7 juta
Leukosit 10,6 4,73-10,89
Trombosit 445.000 189.000-436.000
Diff Count 0/0/76/22/2 0-1/2-6/50-70/20-40/2-8
Ureum 104 16,6-48,5
Asam urat 4,20 < 5,7
kreatinin 1,31 mg/dL 0,50-0,90 mg/dL
Kalsium (Ca) 5,2 mg/dL 3,5-5,5 mg/dL
Natrium (Na) 144 135-155

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Rontgen thoraks : Kardiomegali
2. CT Scan Kepala : Atrofi serebri ringan

3. TCD : Abnormal TCD.


MFV tinggi pada carotid syphon bilateral dan MCA kiri
dengan PI tinggi merupakan stenosis pada katotid syphon
bilateral dan MCA kiri. PI tinggi pada MCA kanan dengan
velocity yang normal merupakan proksimal stenosis pada
MCA kanan.

2.4 Diagnosis
Diagnosis Klinik :Hemiparese dextra tipe flacid
Parese N VII dan XII sentral
Diagnosis Topik : LACI
Diagnosis Etiologi : CVD non hemoragik

2.5 Penatalaksanaan
A. Norfarmakologis
- Edukasi
1. Head up 30 derajat
2. Diet BB 1800 kCal
B. Farmakologis
- IVFD kristaloid (NaCl 0,9% XX gtt/menit)
- Injeksi neuroprotector (citicolin 2x500 mg , IV)
- Antiplatelet (Aspilet 2x160 mg)
- Injeksi proton pump inhibitor (OMZ, 1x40mg IV)
- Neurotonik, (Neurodex 1 x 1 tab PO)

2.6 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanationam : dubia
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Afasia

3.1.1 Definisi afasia

Afasia adalah gangguan komunikasi yang dihasilkan dari kerusakan bagian otak yang
mencakup fungsi bahasa (ASHA, 2017). Afasia adalah gangguan yang dihasilkan dari
kerusakan bagian otak yang bertanggung jawab untuk bahasa dan bagi kebanyakan orang,
daerah ini adalah sisi kiri (NIDCD, 2017). Afasia adalah gangguan bahasa, mempengaruhi
produksi atau pemahaman pidato dan kemampuan untuk membaca atau menulis. Afasia
selalu karena cidera otak-paling umum adalah stroke, terutama pada orang tua. Tapi cidera
otak yang mengakibatkan afasia juga mungkin timbul dari trauma kepala, tumor otak, atau
infeksi (NAA, 2017). Afasia mungkin menyebabkan kesulitan berbicara, mendengar,
membaca, dan menulis, tetapi tidak mempengaruhi intelegent (ASHA, 2017).

3.1.2 Etiologi afasia

Afasia sering disebabkan oleh stroke. Bagaimanapun, penyakit lain atau kerusakan pada
bagian otak yang mengontrol bahasa dapat menyebabkan afasia (ASHA, 2017). Stroke
terjadi ketika bekuan darah atau bocor yang memotong aliran darah ke otak. Sel-sel otak
mati ketika mereka tidak menerima pasokan normal darah yang membawa oksigen dan
nutrisi penting (NIDCD, 2017).

3.1.3 Epidemiologi afasia


Mengingat jumlah besar individu yang dipengaruhi oleh gangguan bahasa, 30-60%
kasus stroke dengan afasia (Fonseca, 2016). Perhitungan distribusi frekuensi berdasarkan
usia pada masing-masing jenis kelamin menunjukan bahwa perempuan memiliki distribusi
lebih banyak dibandingkan laki-laki (Kertesz, 1981). Hasil dari penelitian yang dilakukan di
Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado tahun 2015 menemukan
bahwa tidak ada perbedaan berarti antara laki-laki dan perempuan (Purnomo, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Kadojig, dkk, pada tahun 2012, menemukan bahwa
jumlah terbanyak tipe afasia adalah global afasia (68%), diikuti oleh Broca’s afasia (29%)
dan Wernicke’s afasia (3%); perempuan lebih dominan dibandingkan laki-laki (53% vs
42%).

3.1.4 Macam-macam tipe afasia


Menurut NIDCD tahun 2017, afasia dibagi menjadi 5 yaitu:

1. Broca’s afasia

2. Weirnecke’s afasia

3. Global afasia

4. Konduksi afasia

5. Anomik afasia

Menurut Mayeux tahun 1991, afasia dibagi menjadi 7 yaitu:

1. Broca’s afasia

2. Weirnecke’s afasia

3. Global afasia

4. Konduksi afasia

5. Anomik afasia

6. Transkortikal afasia

7. Subkortikal afasia

Kerusakan pada lobus temporal dapat berdampak dalam Wernicke’s afasia, tipe tersering
dari fluent afasia. Orang-orang dengan Wernicke’s afasia mungkin berbicara panjang,
kalimat lengkap tanpa arti, penambahan kata-kata yang tidak perlu dan bahkan membuat
kata-kata baru. Tipe tersering pada nonfluent afasia adalah Broca’s afasia. Orang-orang
dengan tipe ini memiliki kerusakan pada lobus frontal. Sering pula terjadi penglihatan
sebelah kanan berkurang atau paralisis dari tangan dan kaki karena lobus frontal juga
berperan penting dalam gerak motorik. Orang-orang dengan Broca’s afasia mungkin
memahami pembicaraan dan tahu apa yang ini mereka katakan, tetapi mereka hanya dapat
berbicara dalam kalimat pendek dengan usaha yang cukup sulit. Karena kesulitan dalam
membuat kalimat yang panjang dan lengkap, penderita sering merasa frustasi (NIDCD,
2017).

Global afasia merupakan kerusakan parah dari semua fungsi bahasa, bahasa yang
dikeluarkan sangat sedikit, yang sering ditandai dengan produksi automatisme, sebagai
contoh berulang-ulang, ataupun ujaran stereotip tanpa fungsi komunikatif (Wallesch, 1997).
Anomik afasia merupakan jenis afasia yang memiliki gangguan dalam pengambilan kata
sebagai contoh sulit mengenali benda (Alexander, .....)

3.1.5 Patofisiologi afasia

3.1.6 Gejala afasia

Afasia dapat terjadi pada pasien dengan stroke atau trauma kepala. Pasien dengan
penyakit neurodegeneratif atau lesi massa mungkin membentuk afasia insidiously.
Orang-orang dengan afasia mungkin menunjukan gejala sebagai berikut (Kirshner, 2016):

a. Kesulita menggunakan kata kata dan kalimat (ekspresif afasia)

b. Kesulitan memahami lainnya (repetitif afasia)

c. Kesulitan menggunakan kata dan kalimat dan memahaminya (global afasia)

3.1.7 Diagnosis afasia

Diagnosis afasia dibentuk oleh neurologist berdasarkan pemeriksaan Bedside dengan


beberapa komponen seperti pemeriksaan berbicara spontan, penamaan, pengulangan,
comprehension, membaca, dan menulis. tes kognitif yang dilakukan oleh terapist bahasa
penting untuk menentukan tingkat disfungsi, menentukan terapi, dan menentukan potensi
pasien untuk sembuh (Kirshner, 2016).

Derajat keparahan afasia dibagi menjadi 3 yaitu, ringan, sedang, dan berat yang dapat
ditentukan dengan Scandinavian stroke scale (Engelter, 2006).

3.1.8 Tatalaksana afasia

Terapi untuk pasien dengan afasia tergantung dari penyebab sindrom afasia. Terapi
stroke akut untuk pasien afasia, seperti tPA intravena, intraarterial interventiona, atau
manipulasi tekanan darah mungkin membantu alleviate the deficit. Operasi hematoma
subdural atau tumor otak mungkin bermanfaat. Pada kejadian infeksi seperti herpes simpleks
ensefalitis, terapi antiviral mungkin membantu pasien untuk pulih (Kirshner, 2016).
orang-orang dengan afasia sering menunjukan peningkatan dramatis pada kemampuan
bahasa dan komunikasi mereka dalam satu bulan pertama, bahkan tanpa terapi. Tapi pada
beberapa kasus, beberapa afasia tetap mengikuti periode pemulihan. Oleh karena itu terapi
bicara-bahasa dapat digunakan untuk membantu pasien dalam meningkatkan kemampuan
berkomunikasi (NIDCD, 2017).

Jika kerusakan pada otak ringan, mungkin pemulihan skill bahasa tidak memerlukan
bahasa. Bagaimanapun, kebanyakan orang menjalani terapi bicara dan bahasa untuk
rehabilitasi kemampuan bahasa penderita. Terapi bicara dan bahasa adalah perawatan utama
pada pasien dengan afasia (Kirshner, 2016). Selain itu, bantuan dari keluarga memiliki peran
yang dapat memberikan dampak baik pada pasien dengan afasia. Berikut dibawah ini peran
keluarga yang dapat membantu pasien dengan afasia:

1. menggunakan bahasa yang mudah dan pendek, kalimat yang tidak rumit

2. mengulangi maksud dari kata atau menuliskan kata kunci untuk mengklarifikasi arti
yang dimaksud

3. mengurangi distraksi, seperti suara tv yang terlalu bising, kapanpun bila


memungkinkan

4. mengikutsertakan pasien dengan afasia ke dalam perbincangan

5. menanyakan opini penderita afasia


6. hindari mengkoreksi pembicaraan seseorang

Selain itu, adapula obat yang dapat digunakan dalam terapi afasia. Hanya saja, hingga
saat ini penggunaan obat-obatan pada penderita afasia masih dalam penelitian. Dalam sebuah
penelitian yang dilakukan oleh Greener, dkk tahun 2001 menemukan bahwa penggunaan
obat piracetam merupakan satu-satunya pilihan obat yang menjanjikan. Selain di Eropa dan
Amerika, perlu dicatat bahwa penggunaan piracetam sebagai terapi afasia di Inggris tidak
diperbolehkan (Greener, 2001).
BAB IV

ANALISA KASUS
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai