Case Postterm FT
Case Postterm FT
KEHAMILAN POSTTERM
Oleh:
Fitri Nurrahmi, S.Ked 04054821517073
Putri Talita, S. Ked 04054821618014
Dalila, S. Ked 04054821618132
Valeria R. Silalahi, S. Ked 04054821618137
Alvin Halim Senabu, S.Ked 04084821618142
Pembimbing:
dr. Hj. Fatimah Usman, Sp.OG
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Kehamilan Postterm
Oleh:
Fitri Nurrahmi, S.Ked 04054821517073
Putri Talita, S. Ked 04054821618014
Dalila, S. Ked 04054821618132
Valeria R. Silalahi, S. Ked 04054821618137
Alvin Halim Senabu, S.Ked 04084821618142
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang Periode 13
September 2016- 21 November 2016.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ”Kehamilan Postterm”.
Laporan kasus ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada dr. Hj. Fatimah Usman,
SpOG(K) selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan
kasus ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................. 3
Identifikasi ............................................................................................. 3
Anamnesis ............................................................................................. 3
Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
Pemeriksaan Tambahan ......................................................................... 7
Diagnosis ............................................................................................... 7
Prognosis ............................................................................................... 7
Tatalaksana ............................................................................................ 7
Laporan Persalinan ................................................................................ 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 11
Definisi ................................................................................................. 11
Etiologi ................................................................................................. 11
Epidemiologi ........................................................................................ 13
Patofisiologi .......................................................................................... 14
Diagnosis .............................................................................................. 16
Tatalaksana ........................................................................................... 20
Komplikasi ........................................................................................... 26
BAB IV ANALISIS KASUS .............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 31
iv
BAB I
PENDAHULUAN
5
6
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Ny. MI
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Jl. Talang Kelapa, No. 9237, Palembang
d. Suku : Melayu
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan terakhir : SMA
h. Pekerjaan : IRT
i. MRS : 8 Oktober 2016, pukul 11.00 WIB
j. No. RM : 941111
Riwayat KB
Disangkal
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),
edema palpebra (-), pupil isokor3mm,
refleks cahaya (+/+).
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret
(-), perdarahan (-).
Telinga : CAE destra et sinistra lapang, sekret (-),
serumen (+), membran timpani intak.
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis sirkumoral
(-), mukosa mulut dan bibir kering (-),
fisura (-), cheilitis (-).
Lidah : Atropi papil (-).
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-),
tonsil T1-T1, tonsil tidakhiperemis, detritus
(-).
Kulit :CRT < 3 s
Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, JVP (5-2) cmH2O
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal,
subkostal,suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
9
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik
PEMERIKSAAN OBSTETRIK
8 Oktober 2016
Pemeriksaan Luar:
Tinggi fundus uteri 3 jari bawah processus xyphoideus (32 cm), letak memanjang,
punggung kanan, presentasi kepala, penurunan 4/5, His 2x/10 menit/25 detik, DJJ
132 x/menit, TBJ 2900 gram.
Pemeriksaan Dalam:
Vaginal touche:
Portio lunak, letak posterior, eff 100 %, pembukaan 3 cm, ketuban (+), kepala, H
I-II, penunjuk UUK kanan segmen depan. Bishop Score : 7.
USG IRD
- Tampak janin tunggal hidup presentasi kepala
- Biometri janin: - BPD: 10 cm
- HC: 351 mm
- AC: 371 mm
10
- FL: 7,9 mm
- Ketuban cukup
- Plasenta di corpus belakang, kalsifikasi grade III
Kesan: Hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 43minggu inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup
presentasi kepala.
VI. TATALAKSANA
Observasi tanda vital ibu, His, dan DJJ.
Evaluasi partograf WHO modifikasi
Induksi persalinan
Rencana terminasi pervaginam
VII. PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam
11
Pukul 19.10: Lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 3000 gr, PB 47 cm, APGAR
Score 8/9, NCB-SMK. Dilakukan manajemen aktif kala III: injeksi oksitosin 10
IU IM, peregangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uteri.
Pukul 19.30: Plasenta lahir lengkap, BP 450 gr, PTP 75 cm, diameter 17x20 cm,
Dilakukan eksplorasi, portio intak, tidak dijumpai perluasan luka episiotomi. Luka
episitomi dijahit. KU ibu post partum baik, perdarahan (-), vulva tenang.
30
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Postterm, prolonged, postdates, dan postmature merupakan istilah yang
lazim digunakan untuk kehamilan yang waktunya melebihi batas waktu normal
(40 minggu). Menurut standar Internasional dari American College of
Obstetricians and Gynecologist, kehamilan jangka panjang (Prolonged
pregnancy) ialah kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu lengkap 42 minggu
(294 hari) atau lebih, yang dihitung dari HPHT. Yang dimaksud lengkap 42
minggu ialah 41 minggu 7 hari, jika 41 minggu 6 hari belum bisa dikatakan
lengkap 42 minggu. Kehamilan yang terjadi dalam jangka waktu > 40 minggu
sampai dengan 42 minggu disebut kehamilan lewat tanggal atau postdate
pregnancy.2,3
Definisi baku yang dianjurkan secara internasionak tentang kehamilan
postterm yang didukung oleh ACOG (American College of Obstetricians and
Gynecologists) adalah 42 minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid
terakhir. Definisi ini menganggap bahwa awitan haid diikuti oleh ovulasi 2
minggu kemudian. Penggunaan tanggal haid menyebabkan sekitar 10 % dari
semua kehamilan dianggap sebagai postterm dan besar kemungkinan merupakan
perkiraan berlebihan insidensi kehamilan postterm karena besarnya variasi daur
haid. Karena tidak ada metode pasti untuk mengidentifikasi kehamilan yang
benar-benar postterm, semua kehamilan yang dinilai telah berlangsung 42 minggu
lengkap harus ditangani seperti kehamilan postterm. Pada kehamilan potterm,
risiko perinatal intrapartum meningkat, terutama jika terdapat mekoneum.4
3.2 Etiologi
Sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm masih belum jelas.
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahw terjadinya
kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Beberapa teori yang diajukan antara lain sebagai berikut:
31
- Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga
beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh pprogesteron.
- Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan
penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai
salah satu faktor penyebab kehamilan posterm.
- Saraf uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada
pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih
tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
- Herediter
32
3.3 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991).3
Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang lebar
juga disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan usia
kehamilan. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga terjadi
kesukaran dalam menentukan secara tepat saat ovulasi.
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain:5
Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap 2
– 7 %.
Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentuka usia kehamilan.
Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.
sekitar 4500 gram. Insidens distosia bahu pada kehamilan lewat waktu adalah
sebesar 2%. Resiko mengalami distosia akibat makrosomia adalah 3 kali lipat dan
peningkatan insiden distosia bahu sebesar 2 kali lipat pada kehamilan lewat waktu
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan bayi pada kehamilan 40 minggu.3,8
3.4 Patofisiologi
Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan
amnion, plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan
tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.
1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun
terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan
peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan
plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis
intervilli, spasme arteri spiralis dan infark villi. Selapot vaskulosinsial menjadi
tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan
metabolisme transport plasenta. Transport kalsium tudak terganggu tetapi aliran
natrium, kalium, glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami
gangguansehingga janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan
berat janin.4
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan
34
kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada
kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom
postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak
subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo.
Keadaan ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan
amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit
kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak
seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas
tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan
tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3
stadium:3
a. Stadium 1: Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
b. Stadium 2: Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
c. Stadium 3: Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
3.5 Diagnosis
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19%
dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh
karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada
penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai
lamanya kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin
lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan
neonatus untuk mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya,
pemberian intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak
yang merugikan bagi ibu maupun janin. Dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan
antenatal.
36
1. Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk
ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan
postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang
dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung
sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). 3
Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa kriteria
antara lain:
- Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya.
- Siklus 28 hari dan teratur.
- Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir.
ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7
kali/20 menit, atau secara obyektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat
terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan
sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
b. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
c. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan
stetoskop Laennec
5. Pemeriksaan laboratorium
a. Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak
melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan
apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39
minggu atau lebih.
b. Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil
membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada
usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik
sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan ACTA <45 detik.
Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa
kehaminan sudah postterm.
c. Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S
pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia
39
3.6 Tatalaksana
Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan
masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm. Beberapa masalah
yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain sebagai
berikut:
- Pada beberapa penderita, umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan
dengan tepat, sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang
diperkirakan.
- Sukar menentukan apakah janin akan mati, berlangsung terus, atau
mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim.
- Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tumbuh terus sesuai
dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar.
- Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita
didapatkan sekitar 70% serviks belum matang (unfavorable) dengan nilai
Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.
- Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi postmatur.
- Pada postterm sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu
(8% pada kehamilan genap bulan, 14% pada postterm).
- Janin postterm lebih peka terhadap obat penenang dan narrkose, sehingga
perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilaukan bedah sesar (risiko
bedah sesar 0,7% pada genap bulan, dan 1,3% pada postterm).
- Pemecahan selaput ketuban harus dengan pertimbangan matang. Pada
oligohidramnion pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan risiko
40
Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/ekspektatif: didasarkan pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan seata-mata atas dasar posterm mempunyai
risiko/komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga
menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan
janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung
dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kehamilan postterm adalah sebagai berikut:
- Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
(postterm) atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan
kepada dua variasi dari postterm ini.
- Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
Pemeriksaan kardotokografi seperti nonstress test (NST) dan
contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai
reaksi terhadap gerak janin atau kontraksi uterus. Bila didapat hasil
reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar
janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan besar janin,
41
3.7 Komplikasi
Risiko Neonatus
Kehamilan postterm berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan
morbiditas fetus dan neonatus. Angka mortalitas perinatal, didefinisikan sebagai
kelahiran mati ditambah dengan kematian neonatus dini, dan pada kehamilan 42
minggu angka ini lebih tinggi 2 kali lipat dibanding kehamilan aterm atau sama
tingginya dengan kehamilan preterm. Pada kehamilan 43 minggu angka ini
menjadi 4 kali lebih tinggi dan pada kehamilan 44 minggu angka ini meningkat
hingga 5-7 kali lebih tinggi. Penyebab tingginya angka mortalitas perinatal ini
adalah insufisiensi uteroplasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauterine.
Morbiditas janin juga meningkat pada kehamilan yang berlangsung hingga
41 minggu. Kelainan yang mungkin terjadi seperti meconium aspiration syndrome
(MAS), makrosomia dan dismaturitas. Kehamilan postterm juga merupakan faktor
risiko independen terhadap rendahnya pH tali pusat (neonatal acidemia), skor
Apgar yang rendah pada menit ke-5 dan neonatal encephalopathy, dan kematian
bayi di tahun pertama kehidupan.
Sindrom aspirasi mekonium mengacu pada gangguan pernapasan dengan
takipnea, sianosis, dan penurunan fungsi paru pada bayi baru lahir akibat paparan
terhadap mekonium dalam rahim. Hal ini tampak lebih sering terjadi pada
neonatus postterm. Di Amerika Serikat kejadian sindrom aspirasi mekonium
telah menunjukkan penurunan 4 kali lipat antara tahun 1990 dan 1998 (dari 5,8%
46
menjadi 1,5% pada bayi lebih dari 37 minggu; P <0,003). Hal ini terjadi terutama
akibat penurunan angka kehamilan postterm. Intervensi konvensional seperti
amnio-infusion atau pengisapan nasofaring dan orofaring rutin pada mekonium di
perineum saat persalinan telah berkontribusi dalam penurunan angka ini.
Bayi postterm lebih besar dari bayi aterm dan memiliki insiden janin
makrosomia yang lebih tinggi (2,5-10% di postterm dibandingkan 0,8-1% pada
jangka). Makrosomia janin didefinisikan sebagai berat janin ≥ 4,5 kg (ACOG,
2000), terkait dengan persalinan lama, disproporsi kepala panggul, dan distosia
bahu. Distosia bahu dikaitkan dengan risiko cedera ortopedi (misalnya fraktur
pada humerus dan klavikula) dan juga cedera syaraf seperti cedera pleksus
brakialis dan cerebral palsy.
Sekitar 20% janin postterm mengalami sindrom dismaturitas, yang
mengacu pada bayi dengan karakteristik restriksi pertumbuhan intrauterin kronis
akibat insufisiensi utero-plasenta. Gambaran yang terlihat berupa kulit tipis yang
terkelupas (deskuamasi berlebihan), tubuh kurus (kekurangan gizi), rambut dan
kuku panjang, oligohidramnion dan keluarnya mekonium. Kehamilan ini
meningkatkan risiko kompresi tali pusat dari oligohidramnion, aspirasi
mekonium, dan komplikasi neonatal seperti hipoglikemia, kejang, dan insufisiensi
pernapasan.
Meskipun banyak usaha telah dilakukan pada kehamilan postterm,
beberapa risiko seperti lahir mati, keluarnya mekonium, dan neonatal acidaemia
meningkat kejadiannya pada minggu ke-41 dan bahkan pada minggu ke-40
kehamilan dibandingkan minggu ke-39 kehamilan. Sebuah studi dari Skotlandia
yang diterbitkan tahun 2010 menunjukkan peningkatan risiko bayi lahir mati (baik
secara keseluruhan dan lahir mati yang tidak dapat dijelaskan) terutama setelah 39
minggu kehamilan. Yudkin dkk. (1987) juga membuktikan bahwa risiko bayi lahir
mati yang tidak dapat dijelaskan meningkat empat kali lipat setelah 39 minggu
sampai maksimum pada 41 minggu. Tingkat aspirasi mekonium dan neonatal
acidaemia meningkat seperti pada progress kehamilan aterm di atas 38 minggu.
Morbiditas neonatal termasuk cedera saat persalinan juga meningkat setelah 38
minggu.
47
Risiko Maternal
Kehamilan postterm dikaitkan dengan risiko signifikan terhadap ibu.
Terdapat peningkatan risiko: 1) distosia persalinan (9-12% dibandingkan 2-7%
pada aterm); 2) laserasi perineum yang berat terkait dengan makrosomia (robekan
derajat 3 & 4) (3,3% dibandingkan 2,6% pada aterm); 3) peningkatan seksio
sesaria (14% dibandingkan 7% aterm). Persalinan sesar dikaitkan dengan
peningkatan risiko endometritis dan perdarahan.Morbiditas ibu juga meningkat
pada kehamilan setelah 42 minggu. Komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi
perineum yang parah, persalinan sesar, perdarahan postpartum, dan
endomiometritis meningkat progresif setelah 39 minggu kehamilan.
48
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. MI usia 25 tahun G1P0A0 dengan hamil usia 43 minggu datang ke IGD
RSMH karena mau melahirkan. Sejak 8 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien
mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang makin lama semakin sering dan
kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat keluar air-air (-). Pasien mengaku
kontrol kehamilan setiap bulan di bidan. Pasien mengaku hamil lewat waktu dan
gerakan janin masih dirasakan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari bawah
processus xyphoideus (32 cm), letak memanjang, punggung kanan, presentasi
kepala, penurunan 4/5, his 2x/10 menit/25 detik, DJJ 132 x/menit, TBJ 2900
gram. Pada pemeriksaan dalam, dari vaginal toucher didapatkan portio lunak, eff
100 %, pembukaan 3 cm, ketuban (+), kepala, UUK kanan depan.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien baru
pertama kali hamil, belum pernah melahirkan, dan tidak pernah abortus.
Berdasarkan HPHT pasien tanggal 1 Januari 2016, usia kehamilan pasien
memasuki 43 minggu. Kehamilan postterm menurut WHO (World Health
Organization) adalah suatu kehamilan 42 minggu (complete week) atau lebih yang
dihitung berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Dari pemeriksaan USG
didapatkan kesan hamil 43 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala. Dengan
demikian, kehamilan yang dialami pasien ini merupakan kehamilan postterm.
Diagnosis kehamilan postterm juga didukung dari temuan tanda postterm
pada neonatus yaitu hilangnya verniks kaseosa dan lanugo, rambut panjang dan
kuku panjang.
Selain itu, dari anamnesis pasien mengeluh perut mulas yang menjalar ke
pinggang makin lama semakin sering dan kuat, riwayat keluar darah lendir (+),
pada pemeriksaan luar didapatkan his 2x/10 menit/25 detik, pada pemeriksaan
dalam didapatkan portio lunak, letak anterior, eff 100 %, pembukaan 3 cm,
49
ketuban (+), kepala, UUK kanan depan, sehingga dapat diketahui bahwa pasien
sudah mengalami inpartu kala I fase laten.
Dari anamnesis didapatkan bahwa os mengaku gerakan anak masih
dirasakan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan janin dengan presentasi kepala
melalui pemeriksaan USG didapatkan tampak janin tunggal hidup dengan
presentasi kepala. Dengan demikian, diagnosis awal Ny. MI adalah G1P0A0 hamil
43 minggu inpartu kala I fase laten, janin tunggal hidup presentasi kepala.
Tatalaksana pada kasus ini adalah partus per vaginam, dinilai dari Bishop Score >
6.
50
DAFTAR PUSTAKA