Bab I
Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah
suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskular yang progesif sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan. WHO
menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar 95 mmHg. Menurut Perki (2015) Hipertensi adalah tekanan darah
sistolik lebih atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih atau sama dengan 90 mmHg atau mengkonsumsi obat anti hipertensi
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan
cukup istirahat/tenang. 4,5,6 Sedangkan menurut klasifikasi JNC VIII dapat
dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC VIII untuk usia ≥ 18 tahun, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VIII
Tekanan darah Tekanan darah
Klasifikasi sistolik diastolik Grade
(mmHg) (mmHg)
normal <120 <80
> 60 tahun >150 >90 A
< 60 tahun >140 >90 A (30-59 tahun)
E (18-29 tahun)
>18 tahun
(dengan CKD ≥ 140 ≥ 90 E
dan DM)
Grade A/Rekomendasi A – Strong recommendation. Terdapat tingkat keyakinan
yang tinggi berbasis bukti bahwa hal yang direkomendasikan tersebut memberikan
manfaat atau keuntungan yang substansial.
Grade E/Rekomendasi E – Expert opinion. Bukti-bukti belum dianggap cukup
atau masih belum jelas atau terdapat konflik (misal karena berbagai perbedaan
hasil), tetapi direkomendasikan oleh komite karena dirasakan penting untuk
dimasukan dalam guideline.
4
2.1.2 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder.8
1) Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau idiopatik, adalah
hipertensi yang tidak jelas etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi
termasuk dalam kelompok ini. Kelainan hemodinamik utama pada
hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab
hipertensi esensial adalah mulitifaktor, terdiri dari faktor genetik dan
lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik dan terlihat dari adanya
riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi
genetik ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap
stress, peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan
resistensi insulin. Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat
menyebabkan hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan,
stress psikis, dan obesitas.
2) Hipertensi sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari seluruh
penderita hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit
ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat,
dan lain-lain. Hipertensi renal dapat berupa:
a. Hipertensi renovaskular, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri
ginjal sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.
b. Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan
fungsi ginjal
5
Faktor Risiko
Adapun faktor risiko hipertensi sebagai berikut : umur (laki – laki > 55
tahun, wanita > 65 tahun), jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor
risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi
garam, konsumsi lemak jenuh atau dislipidemia (kolesterol HDL : laki-laki
< 40 mg/dl; wanita < 46 mg/dl), kadar gula puasa (102-125 mg/dl) kebiasaan
konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik,
stres, penggunaan estrogen dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung.8
2.1.3 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah dimana
dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.7 Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
6
Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang
kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah
tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi
pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu
sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang
sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa
berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.7
d. ARB
13
2. Pernapasan
Propofol dapat menyebabkan depresi pernapasan sampai henti napas
berkisar 24% sampai 30% dan efek ini tergantung dari dosis yang diberikan.
Propofol memiliki efek bronkodilatasi dan menurunkan risiko munculnya
wheezing selama operasi pada pasien dengan asma. Propofol menekan
respon tubuh terhadap hypercapni oleh karena propofol memiliki efek
terhadap pusat chemoreceptor di otak.5
3. Susunan Saraf Pusat
Propofol menimbulkan sedasi dan hipnosis pada sistem saraf pusat.
Propofol juga menurunkan cerebral metabolic rate untuk oksigen, aliran
darah otak dan tekanan intrakranial.5
Respon hemodinamik diatur oleh batang otak di daerah nukleus solitarius,
nukleus dorsal vagal, nukleus ambigus dan nukleus parabrakhial. Reseptor
opioid banyak yang terdapat di daerah nukleus solitarius dan parabrakhial,
terutama reseptor μ, sehingga bila diberikan agonis akan menyebabkan
hipotensi dan bradikardi. Selain itu juga terdapat mekanisme analgesia yang
dimiliki oleh daerah ventrolateral periaquaductal gray. Reseptor yang
terdapat pada jalur hipotalamus-pituitari-adrenal yang dimodulasi oleh
opioid juga berperan pada stres respon.5
4. Ginjal
Propofol kurang mengganggu fungsi ginjal tetapi penggunaan jangka
panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati.
Metabolit fentanyl diekskresi melalui ginjal dan dapat dijumpai diurin 72
jam setelah pemberian dosis tunggal fentanil. Kurang dari 10% fentanil
diekskresi tidak berubah diurin.5
Untuk evaluasi ginjal, urinalisis, serum kreatinin dan BUN sebaiknya diperiksa
untuk memperkirakan seberapa tingkat kerusakan parenkim ginjal. Jika
ditemukan ternyata gagal ginjal kronis, maka adanya hiperkalemia dan
peningkatan volume plasma perlu diperhatikan. Untuk evaluasi
serebrovaskuler, riwayat adanya stroke atau TIA dan adanya retinopati
hipertensi perlu dicatat. Tujuan pengobatan hipertensi adalah mencegah
komplikasi kardiovaskuler akibat tingginya TD, termasuk penyakit arteri
koroner, stroke, CHF, aneurisme arteri dan penyakit ginjal.15,16,17
Sementara itu pasien yang harus menjalani operasi elektif idealnya hanya
bisa dilakukan ketika tekanan darah dalam batas normal, pendekatan ini tidak
selalu layak atau selalu diinginkan karena gangguan autoregulasi serebral.
Penurunan tekanan darah yang berlebihan dapat mengganggu perfusi serebral.
Selain itu, keputusan apakah akan menunda atau melanjutkan dengan intervensi
bedah harus bersifat individual, tergantung pada beratnya elevasi tekanan darah
sebelum operasi, kemungkinan iskemi miokard, disfungsi ventrikel atau
komplikasi vaskularisasi serebral atau ginjal, dan pembedahan (jika perubahan
besar yang disebabkan operasi di awal jantung atau afterload yang
diperbolehkan). Dalam banyak kasus, hipertensi saat preoperatif terjadi karena
ketidakpatuhan pasien dengan pola obat yang diberikan. Dengan sedikit
pengecualian, antihipertensi harus dilanjutkan sampai operasi. Beberapa dokter
mempertahankan pemberian ACE inhibitor di pagi hari sebelum operasi karena
hubungannya dengan peningkatan insiden hipotensi intraoperatif. ACE
inhibitor diketahui dapat mencegah terjadinya risiko hipertensi perioperatif dan
mampu mencukupi kebutuhan antihipertensi parenteral. Operasi pada pasien
dengan tekanan diastolik preoperatif lebih besar dari 110 mmHg, terutama pada
pasien yang telah diketahui pasti mengalami kerusakan organ akhir maka
operasi harus ditunda sampai tekanan darah lebih terkontrol selama beberapa
hari.5,1
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia
dengan tujuan untuk:5,15,16,17
17
Manajemen Intraoperatif
Secara keseluruhan tujuan anestesi untuk pasien dengan hipertensi adalah
menjaga kestabilan tekanan darah pasien.Pasien batas akhir hipertensi dapat
diobati seperti pasien dengan tekanan darah normal. Pada pasien usia lanjut atau
pasien denganhipertensi yang tidak terkontrol telah terjadi perubahan
autoregulasi aliran darah serebral dimana tekanan darah yang tinggi
mempertahankankan aliran darah otak yang memadai. Pada sebagian besar
pasien dengan hipertensi yang lama harus dipikirkan kemungkinan terjadinya
18
Induksi
Induksi anestesia dan intubasi endotrakea sering menyebabkan gangguan
hemodinamik pada pasien hipertensi. Saat induksi sering terjadi hipotensi
namun saat intubasi sering menimbulkan hipertensi. Hipotensi terjadi akibat
vasodilatasi perifer terutama pada keadaan kekurangan volume intravaskuler
sehingga pemberian cairan sebelumnya penting dilakukan untuk tercapainya
normovolemia sebelum induksi. Disamping itu hipotensi juga sering terjadi
akibat depresi sirkulasi karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat
antihipertensi yang sedang dikonsumsi oleh penderita, seperti ACE inhibitor
dan angiotensin receptor blocker. Hipertensi yang terjadi biasanya diakibatkan
stimulus nyeri karena laringoskopi dan intubasi endotrakea yang bisa
menyebabkan takikardia dan iskemia miokard. Angka kejadian hipertensi
akibat tindakan laringoskopi-intubasi endotrakea bisa mencapai 25%. Durasi
20
Rumatan
Anestesi bisa aman dilanjutkan dengan agen volatile (tunggal atau dengan
oksida nitrous), suatu teknik seimbang (oksida opioid + nitrous + relaksan otot),
atau sama sekali teknik intravena. Terlepas dari teknik pengobatan primer,
penambahan agen volatile atau vasodilator intravena umumnya memungkinkan
kontrol lebih memuaskan tekanan darah intraoperatif.vasodilatasi Depresi dan
miokard yang relatif cepat dan reversibel yang diberikan oleh agen volatile
dapat berpengaruhterhadap tekanan darah arteri. Oleh sebab itu, beberapa
21
Pelumpuh otot
Dengan beberapa pengecualian seperti pankuronium, setiap pelumpuh otot
dapat digunakan secara rutin. Pankuronium memiliki efek memblokade syaraf
vagal dan melepaskan katekolamin sehingga dapat memperburuk keadaan
pasien hipertensi yang tidak terkontrol.Ketika pankuronium diberikan perlahan-
lahan dan sedikit demi sedikit akan terjadi peningkatan detak jantung serta
naiknya tekanan darah. Tetapi pankuronium berguna utnuk mengimbangi
kekuatan vagal berlebihan yang disebabkan oleh manipulasi opioid atau bedah.
Pemberian obat hipotensi seperti tubocurarine, merocurine, atracurium, atau
mungkin mivacurium dapat dijadikan pilihan untuk pasien hipertensi.5,
Penderita hipertensi dapat menampilkan respon berlebihan untuk kedua ranjau-
catechola endogen (dari inkubasi atau stimulasi bedah) dan agonis simpatik
eksogen diberikan. Jika seorang vasopresor diperlukan untuk mengobati
hipotensi berlebihan, dosis kecil agen langsung penuaan seperti fenilefrin (25-
50 Âμg) mungkin lebih baik untuk agen langsung. Namun demikian, dosis kecil
efedrin (5-10 mg) lebih tepat bila tinggi nada vagal. Kesabaran sympatholytics
diambil sebelum operasi mungkin menunjukkan respon jatuh ke vasopressors,
terutama efedrin.2,16
Manajemen Postoperatif
Hipertensi pascaoperasi harus diantisipasi terutama pada pasien dengan
hipertensi kurang terkontrol. Pemantauan tekanan darah harus terus dilanjutkan
baik di ruang pemulihan dan periode pasca operasi dini.Iskemia miokard dan
gagal jantung kongestif dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah sehingga terjadi hematoma dan luka pada garis jahitan gangguan
pembuluh darah.5,16 Hipertensi pada periode pemulihan sering multi-faktorial
dan ditingkatkan dengan gangguan pernapasan, rasa sakit, volume overload, atau
distensi kandung kemih. Masalah tambahan harus diatasi dan pemberian obat
22
BAB III
LAPORAN KASUS
23
3.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Ibu pasien tanggal 18 Juli 2018
Pukul 16.00 WIB
Keluhan Utama
Mata kabur
Alergi : disangkal
Riwayat Pengobatan
-
AMPLE
A : Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan.
M : Tidak ada riwayat pengobatan
P : Riwayat DM (-), HT (+), asma (-), Maag (-).
L : Pasien puasa 6 jam sebelum tindakan operasi.
E : Pandangan mata kabur
Airway
- Clear, tidak ada sumbatan jalan nafas.
- Suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan.
- Respiratory Rate (RR) : 25 kali/menit.
- Penilaian LEMON
L (Look) : Tidak terdapat kelaian.
E (Evaluation) : Jarak antara gigi seri pasien 3 jari.
Jarak tulang tiroid dengan dagu 3 jari.
M (mallampati Score) : Grade 1 (PUSH).
O (Obstruction) : Tidak terdapat sumbatan.
N (Neck Mobility) : Tidak ada keterbatasan gerakan kepala.
Breathing
- Suara napas vesikuler
- Tidak ada retraksi iga
- Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Circulation
- Akral hangat, tidak pucat, kering.
- Heart Rate (HR) 92 kali/menit, tegangan volume kuat dan cepat.
- Capillarity refill time (CRT) < 2 detik
- Tekanan darah : 130/90 mmHg.
- Konjungtiva tidak anemis.
Disability : GCS 15 (E: 4 V: 5 M: 6).
Exposure : Pasien diselimuti
a. Kepala:
Bentuk : Normosefali, simetris
26
3.5 Diagnosis
Pre-operasi: Katarak senilis matur okuli sinistra + hipertensi grade 2
Post Operasi: Pseudofakia okuli sinistra
ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan-sedang
3.6 Penatalaksanaan
Rencana Penatalaksanaan : ECCE + IOL occuli sisnistra
Anestesi : GA-ET
ASA : II
Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan gigi tidak ada goyang
Memasang akses intravena (18 G) dengan menggunakan tranfusi set dan
memberikan pasien loading cairan kristaloid.
Pasien diminta untuk melepaskan besi-besi yang yang ada atau melekat
ditubuh pasien.
Pakaian pasien dilepas dan diganti dengan baju operasi.
Pasien diposisikan tidur telentang.
Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen. Evalusi
nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi
pre anastesi 88x/i, tekanan darah 150/100 mmHg, dan saturasi oksigen
100%.
Terapi Cairan
Cara rehidrasi:2
Nilai status rehidrasi, banyak cairan yang diberikan (D) = derajat
dehidrasi (%) x BB x 1000 cc.
D = 5 % x 60 x 1000 cc
D= 3000 cc
Pemberian cairan
6 jam I = ½ D + ¼ M atau
= ½ 3000 + ¼ 800
= 1500 + 200
= 1700 cc atau
8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
= ½ 3000 + ½ 800
= 1500 + 400
= 1900 cc
18 jam II = ½ D + ¾ M
= ½ 3000 + ¾ 800
= 1500 +600
= 2100 atau
16 jam II = ½ D + ½ M (Menurut Guillot)
= ½ 3000 + ½ 800
= 1900 cc
Persiapan alat
Mempersiapkan mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector),
face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O
terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane dan
isoflurane.
Mempersiapkan stetoskop, oropharynx tube (guedel) ukuran 8 cm, ETT
jenis kingking nomor 6,5; 7; 7,5 , spuit 20 cc, introducer, hipafix (plester) 2
lembar ukuran 15 x 1,5 cm dan 2 lembar ukuran 5x3 cm, konektor, dan
selang suction.
Mempersiapkan spuit obat ukuran 3, 5, 10, dan 20 cc
Alat infus kontinuis
30
Tahapan anastesi
Obat Anastesi umum
Fentanyl 200 mcg
Propofol 100 mg
Atracurium 30 mg
Oksigen 2L dan N2O 2L per menit
Sevoflurane 0,8 Vol. %
Tramadol 10 mg
Ondansetron 8 mg
Dexametason 10 mg
Tahapan anastesi
1. Premedikasi
- Dengan akses intravena berikan bolus ondansetron 8 mg, kemudian
dexamethasone 10 mg, serta tramadol 10 mg, lanjutkan dengan
pemberian bolus Fentanyl 200 mcg.
2. Oksigenasi
- Alirkan O2 2 L/menit, N2O 2L/menit, dan Sevoflurane 0,8 vol % melalui
face mask, dan alirkan kearah depan wajah pasien
3. Induksi
- Bolus propofol 100 mg, selanjutnya cek respon reflek bulu mata pasien
hingga dapat hasil respon (-), diikuti dengan pemberian bolus
atracurium 30 mg.
4. Ventilasi
- Kuasai patensi jalan nafas pasien, dengan memposisikan ekstensi
kepala, gunakan oropharynx tube untuk mencegah sumbatan lidah pada
jalan nafas pasien.
- Pasang face mask, dan berikan aliran O2 2 L/menit ditambah dengan
aliran N2O 2 L/menit dan aliran Sevoflurane 0,8 Vol. %. Pasien
diberikan ventilasi secara manual dengan frekuensi nafas 20x/menit
31
Maintenance
- Inhalasi O2 2 L/menit, N2O 2 L/menit, dan sevoflurane 0,8 vol %.
Ekstubasi
- Pastikan pasien bernafas spontan dan teratur.
- Melakukan suction slem pada airway pasien
- Menutup aliran sevoflurane dan N2O, dan meninggikan O2 sampai 8
L/menit
- Mengempiskan balon, cabut selang ETT, segara pasang face mask dan
pastikan airway lancar dengan triple maneuver. Pasien dipindahkan ke
ruang RR.
32
Recovery
- Cairan RL 500 ml dengan 20 tetes/menit.
Instruksi di RR
- Oksigenasi dengan O2 3 L/menit
- Awasi nadi, tekanan darah, frekuensi nafas, dan saturasi oksigen.
- Puasa sementara waktu sampai bising usus (+).
- Pasien boleh dipindahkan ke ruangan jika Aldrete Score > 8
3.8 Terapi
Postoperatif :
Non medikamentosa:
- Bedrest (tirah baring)
- Monitor tanda-tanda vital
Medikamentosa:
- IVFD RL gtt 20 x / menit
- Cefixime Cap 2 x 100 mg p.o
- Parasetamol tab 3 x 500 mg p.o
- Ranitidine tab 2 x 150 mg Tab p.o
- Metil prednisolon Tab 3 x 4 mg p.o
- Inmatrol (5ml) 6 x 1 tetes
- Cendo LFX 6 x 1 tetes
- Cendo Siloxan (5 ml) 4 x 1 tetes
- Sanbe tears 6 x 1 tetes
3.9 Prognosis
Dubia et bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
33
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Prevalensi Hipertensi. 2017. Diakses pada tanggal 19 Juli 2017.
(http://www.depkes.go.id/article/view/17051800002/sebagian-besar-
penderita-hipertensi-tidak-menyadarinya.html)
37
5. Morgan GE, Michail MS, Murray MJ. Anesthesia for patients with
cardiovascular disease. Clinical Anesthesiology. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill; 2002.p.388-395.
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J,
dkk, 2014, 2014 evidence based guideline for the management of high blodd
pressure in adults: report from the panel member appointed to the eight joint
national committee (JNC 8), JAMA, 311 (5): 507-520)
14. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL et
al. The eighth report of the joint national comimitte on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Diunduh dari
http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidel ines/jnc7full.pdf, 19 Juli 2018.