Anda di halaman 1dari 20

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Kegiatan Peremukan Limestone


Peremukan limestone bertujuan untuk memperkecil ukuran material dari
hasil penambangan yang masih berbentuk bongkah menjadi ukuran yang sesuai
dengan permintaan untuk proses selanjutnya. Limestone Crusher adalah perangkat
peralatan untuk menghancurkan batugamping. Perangkat tersebut terdiri beberapa
peralatan, yaitu hopper, pengumpan (feeder), mesin peremuk (crusher), sabuk
berjalan (belt conveyor), dan peralatan tambahan lain yang saling berkaitan pada
sistem kerjanya.
Proses peremukan limestone di PT Semen Indonesia (Persero), Tbk
dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap awal dari hasil peledakan, limestone hasil
pemberaian yang berukuran maksimal 80 cm diangkut dengan menggunakan
dump truck scania P360. Material kemudian ditumpahkan ke hopper dan setelah
itu langsung masuk ke feeder. Selanjutnya feeder ini mengumpankan material
limestone yang berukuran lebih besar dari 5 cm ke hammer mill untuk
dihancurkan menjadi material yang lebih halus ukurannya. Dimana untuk material
yang berukuran lebih kecil dari 5 cm akan diloloskan melalui sela-sela feeder.
Pada proses selanjutnya, material hasil dari hammer mill dan material yang lolos
dari feeder akan tertampung pada belt conveyor yang kemudian dialirkan menuju
storage. Pada storage, material yang ditampung dipisah menjadi tiga bagian.
Dimana pile yang menampung material limestone yang di mix dengan tanah liat
akan dibagi kedalam dua pile. Sedangkan satu pile untuk material limestone
correction.

3.2. Alat Peremuk Limestone


Proses produksi pada alat peremukan adalah merupakan kegiatan saling
terkait antara peralatan masing-masing, sehingga akan diperoleh ukuran yang
dikehendaki oleh pabrik pengolahan berikutnya. Peralatan-peralatan yang
digunakan pada unit alat peremuk, diantaranya: hopper, pengumpan (feeder), alat
peremuk (crusher), dan sabuk berjalan (belt conveyor). Pemilihan jenis crusher
didasarkan atas beberapa pertimbangan yang diantaranya adalah kapasitas
produksi dan sifat-sifat material batu kapur yang akan dihancurkan seperti
abrasiveness, stickiness, dan crushability.

3.2.1. Hopper
Hopper merupakan salah satu alat dari instalasi peremuk
limestone. Hopper berfungsi sebagai tempat penampungan
sementara dari material umpan, yang selanjutnya material tersebut
diumpankan ke crusher oleh alat pengumpan (hopper). Hopper ini
terbuat dari beton yang dilapisi oleh plat baja pada dinding-
dindingnya dengan tujuan agar terhindar dari keausan akibat
gesekan dan benturan dinding dengan limestone.
Kapasitas hopper dapat dihitung berdasarkan rumus
volume trapesium yang terpancung, yaitu:

𝟏
Vh = 𝒕 (Latas + Lbawah + √𝐋 𝐚𝐭𝐚𝐬 + 𝐋 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 )
𝟑

Setelah volume hopper diketahui, maka kapasitas hopper tersebut


adalah:
K = Vh x Bi

Dimana: K = Kapasitas hopper (ton)


Vh = Volume hopper (m3)
Bi = Bobot isi material berai (ton/m3)

3.2.2. Feeder
Pengumpan terletak pada dasar dari hopper yang
merupakan tempat jatuhnya material umpan. Kegunaan
pengumpan yaitu untuk membawa dan mengumpankan material
dari hopper menuju ke alat peremuk (crusher). Penggunaan alat
pengumpan bertujuan agar proses pengumpanan dari hopper
menuju ke alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang
konstan, sehingga dapat mencegah terjadinya penumpukan
material kerena memberikan umpan kepada crusher secara teratur
dan kontinyu. Feeder yang digunakan pada tempat penelitian
adalah Wobbler Feeder. Wobbler Feeder merupakan salah satu alat
feeder yang mempunyai roda – roda begerigi, yang fungsinya
mendorong material ke hammer crusher dan menyaring material
yang berukuran 10 – 15 cm untuk langsung jatuh ke belt conveyor.
Jarak antar roda ± 10 -15 cm. Posisi wobbler feeder berada di
bawah hopper dan digerakkan dengan motor DC. Wobbler feeder
ini di pasang berjajar dengan posisi berselang-seling vertical dan
horizontal dalam arah putaran dan speed yang sama.

Gambar 3.1 Wobbler Feeder

3.2.3. Mesin Peremuk (Crusher)


Mesin peremuk limestone yang digunakan berjenis hammer
mill. Hammer mill memiliki kapasitas yaitu 700 ton/jam. Hammer
mill merupakan alat penggiling yang mempunyai rotor yang dapat
berputar dan mempunyai alat pemecah berbentuk palu – palu
dimana palu tersebut digantung pada suatu piringan/silinder yang
dapat berputar dengan cepat. Hammer mill berfungsi untuk
menghancurkan material yang masih berbentuk bongkahan besar
sehingga menjadi ukuran yang lebih halus. Alat ini juga dilengkapi
dengan kisi-kisi/ayakan yang juga berfungsi sebagai penutup
lubang tempat keluarnya produk.
Adapun prinsip kerja dari alat peremuk limestone yaitu
hammer mill, diantaranya adalah:
1. Hammer mill bekerja dengan prinsip material yang masuk
akan dihancurkan dengan digiling.
2. Alatnya terdiri dari sejumlah pemukul yang terletak pada
poros dan breaker plate. Jika feed masuk melalui atas, maka
material tersebut akan dipecah oleh palu-palu yang berputar
dengan kecepatan tinggi ditekan terhadap breaker plate.
3. Palu-palu pemukul akan memukul material berkali- kali yang
ditahan terhadap breaker plate, sehingga bahan tersebut hancur
menjadi kecil-kecil sedangkan bagian bawah sudah disediakan
ayakan untuk menyaring produk yang sudah hancur.

Gambar 3.2 Komponen Hammer Mill

3.2.3.1. Cara Kerja Mesin Peremuk


Peremukan limestone merupakan tahap awal proses
pengolahan dalam industri semen yang bertujuan mereduksi
ukuran material sebagai umpan untuk proses selanjutnya. Hammer
mill memiliki satu buah rotor dengan sejumlah hammer yang
berputar. Prinsip kerja dari hammer mill adalah penghancuran
batuan akibat adanya benturan yang ditimbulkan oleh batang-
batang hammer.
Bagian-bagian penting dari hammer crusher dalam proses
peremukan adalah:
a. Rotor
Peremukan material dimulai pada unit rotor, pada unit ini
material langsung terpukul oleh hammer bar. Dimana hammer
yang terpasang terdiri atas beberapa buah dan tersusun dalam
beberapa baris. Hammer dalam satu baris dipasang pada
sebuah hammer bolt yang diikat ujung-ujungnya dengan
menggunakan snap ring. Sebuah hammer bar terpasang
diantara center disc dan end disc pada sisi terluar tempat
mengikat snap ring. Keseluruhan rangkaian dari bagian rotor
dirakit menjadi satu pada sebuah rotor shaft yang dapat
berputar karena dihubungkan dengan drive unit pada salah satu
ujungnya.
b. Hammer
Berfungsi sebagai alat pemecah material dengan cara berputar
dan memukul material. Terdapat beberapa buah hammer yang
terpasang pada tiga buah pasak dan tersusun berderet pada
rotor dan hammer tersebut digerakkan oleh mesin.
c. Breaker plate
Breaker plate merupakan bagian yang berada didepan hammer
yang berupa lempengan logam yang disambung sehingga
menyerupai antai dan berputar searah jatuhnya material.
Bagian tersebut berfungsi sebagai penahan material yang
dihentakkan atau dilemparkan oleh hammer mill agar menjadi
ukuran yang lebih kecil dan untuk mencegah terjadinya
penimbunan material.
d. Cleaning Bar
Merupakan dinding pemisah yang berbentuk lempengan baja
dan lebih tipis dari breaker plate. Bagian ini dapat digerakkan
searah dengan putaran hammer crusher, dipasang tegak di
belakang hammer agar debu atau material tidak menempel
pada dinding bagian belakang hammer crusher, disamping itu
juga untuk mencegah agar pecahan material tidak terumpan
jauh ke belakang. Bagian ini berfungsi untuk membersihkan
sisa-sisa material.
e. Fly wheel
Merupakan roda gila yang terpasang pada poros hammer untuk
menjaga putaran poros hammer menjadi stabil. Diharapkan jika
terjadi hentakan mendadak karena batu keras atau besar beban
poros hammer tidak terlalu besar perbedaannya.

3.2.3.2. Kapasitas Mesin Peremuk (Hammer Crusher)


Untuk menentukan kapasitas teoritis dari mesin peremuk (hammer
mill) didasarkan pada perhitungan dengan rumus:

TA = T x Kc x Km x Kf

Dimana: TA = Kapasitas teoritis hammer crusher (ton/jam).


T = Kapasitas hammer crusher yang diberikan pada
katalog (ton/jam).
Kc = Faktor untuk jenis batuan.
Km = Faktor untuk kandungan air dari material
hubungannya dengan ukuran bukaan crusher.
Kf = Faktor untuk distribusi ukuran butir material.
Tabel 3.1 Faktor C Untuk Jenis Batuan

Pedoman untuk
K Karakteristik Material Faktor C
Kuat Tekan
Kerikil Keras, 2,500 – 4,000
Batuan Keras 0.8 – 0.9
Basalt, dll. kg/cm2
Andesite, 1,000 – 2,500
Batuan Sedang 1
Granite, dll. kg/cm2
Batugamping, 1,000 kg/cm2
Batuan Halus 1.1 – 1.2
Marmer, dll. maks.

Tabel 3.2 Faktor M untuk Kandungan Air dari Material Hubungannya dengan
Ukuran Bukaan Crusher

Ukuran Bukaan (mm) Faktor M


OSS > 100 1.0
0.9 – 0.95
OSS ≤ 100
(Jika kandungan air < 5%)
0.8 – 0.9
OSS ≤ 100
(Jika kandungan air >5%)

Tabel 3.3 Faktor F untuk Distribusi Ukuran Butir Material

Distribusi Ukuran Butir Material Faktor F


Material dihasilkan dengan peledakan, masih terdapat
Kuari 1.1
lumpur kering dan material lain.
Kuari Material dihasilkan dari peledakan, tidak mengandung
1.0
(Bersih) lumpur dan material lain.

Material dihasilkan dengan peledakan, dimana butiran yang


Kuari lebih kecil dari ukuran bukaan crusher telah disaring dab 0.8
dipindahkan sebelumnya.

Material mengandung bongkah-bongkah besar ukurannya


Bongkah Besar 0.7 – 0.65
kira-kira 50 – 80% dari umpan bukaan crusher.
Perhitungan produksi unit peremuk berdasarkan waktu produktif:
a. Perhitungan target produksi unit peremuk perhari

target produksi perbulan


Target produksi perhari =
hari kerja produkitf selama sebulan

b. Perhitungan nyata perjam

produksi rata−rata perhari


Produksi nyata perjam =
waktu kerja nyata

3.2.4. Sabuk Berjalan (Belt Conveyor)


Belt conveyor adalah suatu perangkat transportasi yang
berguna untuk memindahkan material ke suatu tempat pengolahan
berikutnya yang bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat
kegiatan pengolahan. Dalam rangkaian pengolahan untuk
limestone memakai alat conveyor untuk mendistribusikan
limestone menuju dari hammer crusher.
3.2.4.1. Sistem Kerja Sabuk Berjalan
Sabuk berjalan digerakkan oleh motor penggerak
yang dipasang pada head puley. Sabuk akan kembali ke
tempat semula karena dibelokkan oleh pulley awal dan
pulley akhir. Material yang didistribusikan melalui
pengumpan akan dibawa oleh sabuk berjalan dan berakhir
pada head pulley. Pada saat proses kerja diunit peremuk
dimulai sabuk berjalan harus bergerak terlebih dahulu
sebelum alat peremuk bekerja. Hal ini bertujuan mencegah
terjadinya kelebihan muatan pada sabuk. Sabuk berjalan
sebagai salah satu bagian dari alat transportasi untuk
mengangkut material produk akir dari proses peremukan ke
tempat pengolahan selanjutnya. Pemakaian sabuk berjalan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Sifat fisik dan Kondisi Material
Keadaan dan sifat material yang diangkut sangat
berpengaruh pada kemampuan sabuk berjalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hal-hal dibawah ini
berhubungan dengan kemampuan sabuk berjalan:
1. Ukuran dan Bentuk Material
Ukuran material yang tidak terlalu besar dapat
diangkut oleh sabuk berjalan. Dimana akan
disesuaikan dengan bentuk sabuk berjalan yang
mempunyai penampang melintang yang kecil.
Untuk ukuran material yang kecil akan
memudahkan dalam pengangkutan dan tidak
terbuang keluar dari sabuk. Sehingga ukuran
material hasil penambangan harus diperkecil
ukurannya.
Bentuk material yang menyudut akan lebih stabil
pada sabuk berjalan dibandingkan dengan yang
berbentuk bulat. Ukuran dan bentuk material saling
berhubungan, dimana material dengan ukuran besar
dan bentuk meyudut akan meningkatkan angle of
surcharge. Angle of surcharge yang tinggi akan
menambah luas penampang material yang diangkut
sehingga untuk kecepatan yang sama produksi
sabuk berjalan akan meningkat.
2. Kandungan Air
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi
kondisi sabuk berjalan dimana jika kandungan air
tinggi maka tidak dapat diangkut oleh sabuk
berjalan yang memiliki kemiringan besar. Namun
jika kandungan air terlalu sedikit, maka material
yang terlalu kecil akan berterbangan. Sehingga
sabuk berjalan harus ditutupi agar tidak berinteraksi
langsung dengan hujan.
3. Komposisi Material
Material pengotor pada batugamping yang berasal
dari kuari seperti tanah dapat menganggu keadaan
sabuk berjalan. Dimana jika kandungan air material
batugamping sedang tinggi dan tercampur oleh
material pengotor tanah maka akan menyebabkan
lengket sehingga menyebabkan material lengket dan
menempel pada return idler lalu berdampak pada
jalannya sabuk akan terganggu dan daya motor akan
semakin besar.
b. Keadaan Topografi
Keadaan topografi daerah pengolahan sangat
berpengaruh pada pemilihan penggunaan truck atau
sabuk berjalan untuk mengangkut material. Daerah
dengan keadaan berbukit-bukit yang memiliki
kemiringan cukup besar lebih efisien jika menggunakan
sabuk berjalan. Hal ini dikarenakan kemampuan sabuk
berjalan untuk mengatasi kemiringan lebih besar.
c. Jarak Pengangkutan
Penggunaan sabuk berjalan pada jarak angkut yang jauh
merupakan salah satu cara alternatif untuk mengangkut
material. Penggunaan sabuk berjalan lebih efisien
dibandingkan dengan pengangkutan menggunakan
truck untuk material dari unit peremuk ke tempat
penimbunan.
d. Produksi
Pertimbangan penggunaan sabuk berjalan terhadap
produksi tentu sangatlah besar. Dengan menggunakan
sabuk berjalan dapat meningkatkan nilai produksi yang
besar, namun jika sabuk berjalan mengalami kerusakan
maka nilai produksi akan menurun secara pesat bahkan
kegiatan produksi tidak bisa berjalan.

3.2.4.2. Bagian – Bagian Sabuk Berjalan


Sabuk berjalan merupakan salah satu alat angkut material
yang digunakan untuk membawa material dari hasil
peremukan ke tempat penimbunan. Sabuk berjalan
memiliki dua bagian terpenting yaitu bagian yang bergerak
dan bagian yang tetap.
a. Bagian-bagian yang bergerak
1. Pulley
Pulley merupakan suatu silinder atau roll
yang berputar pada sumbunya dan terletak
pada ujung dari rangka sabuk berjalan.
2. Sabuk atau Ban
Bagian ini berfungsi untuk membawa
material yang diangkut dari unit peremuk ke
tempat penimbunan. Sabuk ini terbuat dari
campuran karet dan beberapa lapis tenunan
benang kapas yang membentuk suatu carcas
agar kuat serta tahan terhadap tegangan-
tegangan dalam sabuk berjalan yang
menjadi suatu kesatuan yang kokoh.
3. Idler
Idler adalah bagian untuk menahan dan
menyangga sabuk. Pemilihan terhadap
diameter dan ukuran bearing dan shaft
mendasarkan pada perawatan, kondisi
operasi, muatan dan kecepaatan ban.
4. Motor Penggerak
Bagian ini berfungsi untuk menggerakkan
drive pulley dan dilengkapi dengan sistem
perpindahan roda gigi.
b. Bagian-bagian yang tetap
1. Kerangka (frame), berfungsi untuk
menyangga rangkaian sabuk sehingga
muatan dapat diangkut dengan aman.
2. Penegang (Take-up), merupakan bagian
untuk membentuk sabuk sehingga muatan
diatas idler dapat berjalan dengan baik serta
untuk menghindari terjadinya selip antara
ban dengan pulley penggerak.
3. Centering Device, berfungsi untuk
mencegah agar sabuk tidak meleset dari
roller sehingga sabuk tetap berjalan pada
alur-alur dengan baik.
4. Loading Skirt, bagian ini digunakan untuk
mencegah agar muatan tidak sampai tercecer
pada loading point.
5. Belt Cleaner atau Scraper, berfungsi sebagai
alat untuk membersihkan material lengket
yang menempel pada sabuk dan
dipasangkan pada permukaan sabuk setelah
head pulley.
6. Chute atau Corong, merupakan alat yang
digunakan untuk menumpahkan material
dan mengarahkan ke tempat tertentu.
3.2.4.3. Kapasitas Sabuk Berjalan
Kapasitas nyata dari sabuk berjalan dapat diketahui dengan
perhitungan menggunakan persamaan sebagai berikut:

60 𝑥 𝑞 𝑥 𝑉
𝑄= ……………………………..4
1000 𝑥 𝐿

Keterangan:

Q = Kapasitas nyata sabuk berjalan (ton/jam)

q = Berat conto yang diambil (kg/m2)

V = Kecepatan sabuk berjalan (m/menit)

L = Panjang pengambilan conto (m)

Untuk mengetahui kapasitas nyata sabuk berjalan tersebut.


Dilakukan pengamatan terhadap pengangkutan beban oleh
belt conveyor pada sensor timbangan yang dipasang pada
belt, sehingga ketika belt yang berisi muatan material
melewati timbangan maka akan tersensor oleh timbangan.

3.3. Kesediaan Alat Peremuk


Ada beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan peralataan
sesungguhnya dan efektifitas pengoperasiannya (Partanto, 1993), antara lain:

1. Mechanical Availability (MA)


Mechanical Availability adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi
peralatan yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan. Persamaannya
adalah:
𝑾
MA = x 100%
𝑾+𝑹
dimana:
W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat yang
dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini
meliputi pula tiap hambatan (delay time) yang ada.

R = Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu
saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang
serta waktu untuk perawatan prefentif.

2. Physical Availability (PA)


Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik dari
alat yang sedang dipergunakan. Persamaannyaa adalah :
𝑾+𝑺
PA = x 100%
𝑾+𝑹+𝑺
dimana:
S = Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi alat tersebut
tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan.

3. Use of Availability (UA)


Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu
alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan, hal ini dapat dijadikan
suatu ukuran seberapa baik pengelolaan pemakaian peralatan. Persamaannya
adalah:
𝑾
UA = x 100%
𝑾+𝑺

4. Effective Utilization (Eut)


Effective Utilization merupakan cara untuk menunjukkan berapa persen dari
seluruh waktu kerja yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kerja produktif.
Persamaannya adalah:
𝑾
Eut = x 100%
𝑾+𝑹+𝑺
3.4. Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja adalah perbandingan waktu kerja efektif terhadap waktu


yang tersedia. Waktu yang digunakan adalah waktu untuk produksi berarti ada
kehilangan waktu yang disebabkan oleh adanya hambatan-hambatan selama jam
kerja.
Pada umumnya efisiensi kerja dipengaruhi oleh keahlian operator,
keadaan peralatan, keadaan medan kerja, cuaca dan keadaan material. Adapun
hambatan yang tidak bisa dihindari seperti melumasi kendaraan, memperbaiki
kerusakan kecil, memindahkan peralatan dan dan mempersiapkan front kerja.
Efisiensi kerja selalu berubah-ubah tergantung faktor-faktor diatas dan jarang
sekali waktu yang ada digunakan dengan sebenar-benarnya.
Dengan menghitung hambatan tersebut maka jam kerja efektif dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:

We = Wp-(Wn+Wu)

Dimana:
We = Waktu kerja efektif
Wp = Waktu kerja Produktif
Wn = Waktu hambatan yang disebabkan oleh faktor alat
Wu = Waktu hambatan yang disebabkan oleh faktor manusia

Waktu produktif efektif yang diperoleh digunakan untuk menghitung efisiensi


kerja dengan persamaan:

𝑾𝑬
E= x 100%
𝑾𝑷
Dimana:
E = Efisiensi Kerja
WE = Waktu Efektif
WP = Waktu Produktif
3.5. Metode Statistik Untuk Menentukan Harga Rata-Rata

3.5.1. Ukuran Pemusatan Data


Dalam metode statistik diperlukan adanya distribusi data. Untuk
menggambarkan distribusi data, dibutuhkan nilai pusat data
pengamatan. Ukuran pemusatan merupakan ukuran dimana
distribusi data mempunyai kecenderungan memusat pada suatu
nilai tertentu. Ukuran pemusatan suatu data dapat ditentukan
berdasarkan nilai harapan, estimasi dan prediksi terhadap nilai
tertentu yang mewakili seluruh data. Ukuran pemusatan data
(tendensi sentral) adalah sebuah ukuran gejala pusat yang
digunakan sebagai pengukuran lokasi dari sebuah distribusi, yang
meliputi mean, median dan modus.
3.5.1.1. Mean (Rata-Rata Hitung)
Mean adalah nilai yang mewakili sifat tengah atau posisi
pusat dari kumpulan nilai data. Rata-rata hitung berfungsi
untuk menghitung data kuantitatif. Mean dihitung dengan
menjumlahkan semua nilai data pengamatan yang
kemudian dibagi dengan banyaknya data.
a. Mean Data Tunggal
Merupakan estimasi terhadap nilai tertentu yang
mewakili seluruh data. Mean dinotasikan dengan
𝑥̅ dan dirumuskan sebagai:
∑ 𝑓𝑖 . 𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑ 𝑓𝑖

Dimana:
∑ = lambang penjumlahan semua gugus data
pengamatan
fi = frekuensi data ke-i
n = banyaknya sampel data
𝑥̅ = rata-rata nilai sampel
b. Mean Data Distribusi Frekuensi
Merupakan data yang dikelompokkan menurut
kelas-kelas dengan panjang kelas tertentu.
∑ 𝑓𝑖 .𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑ 𝑓𝑖

Keterangan:
∑ = lambang penjumlahan semua gugus data
pengamatan
fi = frekuensi data ke-i
𝑥̅ = rata-rata nilai sampel

3.5.1.2. Median
Dalam pengamatan, biasanya terdapat satu atau dua nilai
yang sangat besar atau sangat kecil yang menyebabkan
rata-rata hitung tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Hal ini diatasi dengan menggunakan harga
tengah yang disebut Median. Median adalah nilai atau
titik tengah dari seluruh data setelah diurutkan menurut
besarnya sehingga untuk data tersebar dapat dicari
dengan mengurutkan data terlebih dahulu kemudian
mencari letak nilai tengah dengan prosedur:
i. Banyak data ganjil: nilai median merupakan nilai
yang berada tepat di tengah gugus data.
ii. Banyak data genap: nilai median merupakan rata-
rata dari dua nilai data yang berada di tengah
gugus data.
a. Median Data Tunggal
Nilai median dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan rumus sebagai berikut:
 Untuk n data ganjil
𝑋𝑛+1
Me =
2

 Untuk n data genap


1 𝑋1𝑛 𝑋2𝑛
Me = ( 2
+
2
+1)
2

Dimana:
Me = median
Xn = banyak data pengamatan ke-n

b. Median Dalam Distribusi Frekuensi


Persamaan rumus untuk menghitung median dengan
table distribusi frekuensi sebagai berikut:
𝑛
−𝐹
2
Me = b + ( )xp
𝑓

Dimana:
Me = Median
b = batas bawah kelas median
p = panjang interval
n = banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median (∑fi)

3.5.1.3. Modus
Modus merupakan nilai atau data yang sering muncul
atau terjadi. Untuk mencari nilai modus, data harus
disusun dalam urutan yang meningkat atau menurun lalu
hitunglah frekuensinya. Nilai dengan frekuensi paling
besar tersebut adalah modus.
a. Modus Data Tunggal
Modus dari data yang belum dikelompokkan
merupakan ukuran yang memiliki frekuensi
tertinggi yang sering muncul.
b. Modus Dalam Distribusi Frekuensi
Untuk menentukan nilai modus dari table
distribusi frekuensi adalah sebagai berikut:
𝑏₁
Mo = b + xp
𝑏₁+𝑏₂
Keterangan:
Mo = Modus
b = batas bawah kelas modus
p = panjang interval
𝑏₁ = frekuensi kelas modus – frekuensi
sebelumnya
𝑏₂ = frekuensi kelas modus – frekuensi
sesudahnya

3.5.2. Distribusi Frekuensi


Dalam menentukan nilai rata-rata, selain dengan menggunakan
ukuran pemusatan data dapat menggunakan distribusi frekuensi.
Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun kedalam suatu
tabel frekuensi. Berikut cara untuk menentukan nilai rata-rata
menggunakan table distribusi frekuensi:
1. Menentukan banyak kelas yang diperlukan, dapat
digunakan rumus aturan sturges, yaitu:
K = 1 +3,3 log n
Keterangan:
K = banyak kelas
n = banyak data pengamatan
2. Menentukan rentang
Rentang = Data Maksimum – Data Minimum
3. Menentukan panjang kelas interval
𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔
Panjang kelas interval =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

4. Menentukan nilai tengah


𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ+𝐵𝑎𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
Nilai tengah =
2
5. Menentukan nilai rata-rata
∑ 𝑓𝑖 . 𝑥𝑖
𝑥̅ = ∑ 𝑓𝑖

Keterangan:
∑ = lambang penjumlahan semua gugus data pengamatan
fi = frekuensi data ke-i
n = banyaknya sampel data
𝑥̅ = rata-rata nilai sampel
6. Menentukan perbaikan waktu hambatan
Perbaikan waktu hambatan dapat menggunakan rumus
modus data frekuensi distribusi, yaitu:
𝑏₁
Mo = b + xp
𝑏₁+𝑏₂
Dimana:
Mo = Modus
b = batas bawah kelas modus
p = panjang interval
𝑏₁ = frekuensi kelas modus – frekuensi sebelumnya
𝑏₂ = frekuensi kelas modus – frekuensi sesudahnya

Anda mungkin juga menyukai