Anda di halaman 1dari 20

KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN DAN DUKUNGAN

SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA


SISWA SMP

NASKAH PUBLIKASI

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat


Sarjana S-1 Psikologi

Disusun Oleh
Endah Siti Nurjanah
1400013015

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2018
FATHER INVOLVEMENT IN CARE AND SOCIAL SUPPORT OF
FRIENDS OF SEBAYA WITH SUBJECTIVE WELL-BEING IN SMP
STUDENTS

Endah Siti Nurjanah


Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Kapas No.9 Semaki, Yogyakarta 55166
endahsitinurjanah.21@mail.com

Abstrak

This study aims to determine the relationship between father


involvement in parenting and social support of peers with subjective well-
being. The subjects of this study were students of Muhammadiyah 1
Moyudan Middle School with the number of subjects used in this study were
103 students consisting of class VII and class IX junior high school.
Data collection tools in this study using the Subjective Well-Being
Scale, the Father's Involvement Scale in Parenting and the Peer Friend
Social Support Scale. Data analysis method used in this study is a statistical
method with multiple regression analysis techniques. The entire data
computation is processed with SPSS 23.00.
The results of the data analysis showed the magnitude of the
regression between Father Involvement in Parenting and Peer Social
Support with Subjective Well-being having R Square 0.145 with p = .000 (p
<0.01). Regression between father involvement in parenting with subjective
well-being shows r = 0.330 with a significance level of p = 0.001 (p <0.01).
Regression between peer social support with subjective well-being shows r
= 0.049 with a significance level of p = 0.623 (p> 0.05).
The conclusion of this study is that there is a very significant
positive relationship between father involvement in parenting and social
support of peers with subjective well-being. The effective contribution of
father's involvement in parenting to subjective well-being is 13.7%.

Keywords: Peer Friend Social Support, Father's Involvement in Care,


Subjective Well-Being.
KETERLIBATAN AYAH DALAM PENGASUHAN DAN DUKUNGAN
SOSIAL TEMAN SEBAYA DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA
SISWA SMP

Endah Siti Nurjanah


Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Kapas No.9 Semaki, Yogyakarta 55166
endahsitinurjanah.21@mail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara


keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya
dengan subjective well-being. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP
Muhammadiyah 1 Moyudan dengan jumlah subjek yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 103 siswa terdiri dari kelas VII dan kelas IX SMP.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
Skala Subjective Well-Being, Skala Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan
dan Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik dengan teknik
analisis regresi berganda. Keseluruhan komputasi data diolah dengan
SPSS 23.00.
Hasil analisis data menunjukkan besarnya regresi antara Keterlibatan
Ayah dalam Pengasuhan dan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan
Subjective Well-being memiliki R Square 0,145 dengan p =,000 (p<0,01).
Regresi antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan subjective
well-being menunjukkan r = 0,330 dengan taraf signifikansi p = 0,001
(p<0,01). Regresi antara dukungan sosial teman sebaya dengan subjective
well-being menunjukkan r = 0,049 dengan taraf signifikansi p = 0,623
(p>0,05).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif yang
sangat signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan
dukungan sosial teman sebaya dengan subjective well-being. Sumbangan
efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap subjective well-being
adalah sebesar 13,7%.

Kata kunci : Dukungan Sosial Teman Sebaya, Keterlibatan Ayah dalam


Pengasuhan, Subjective Well-Being.
PENDAHULUAN

Kebahagiaan merupakan suatu hal yang penting dalam hidup karena

dengan bahagia setiap orang pasti merasakan kehidupan yang nyaman dan

terasa lebih berharga. Kebahagiaan adalah tujuan setiap orang dalam

hidupnya. Istilah kebahagiaan juga banyak dikenal dalam psikologi positif.

Teori dan penelitian psikologi cenderung menggunakan istilah yang lebih

tepat yang dapat didefinisikan secara operasional, yakni subjective well-

being.

Diener (Ariati, 2010) menyatakan bahwa subjective well-being adalah

evaluasi akan kejadian yang telah terjadi atau dialami dalam kehidupan

yang melibatkan proses afektif dan kognitif yang aktif karena menentukan

bagaimana informasi tersebut akan diatur. Evaluasi kognitif dilakukan saat

seseorang memberikan evaluasi secara sadar dan menilai kepuasan

mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian evaluatif

mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan kerja,

minat dan hubungan. Reaksi afektif dalam subjective well-being yang

dimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup

yang meliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak

menyenangkan.

Remaja sebagai manusia yang sedang bertumbuh mencari jati diri tak

lepas dari perubahan secara biologis, sosial, kognitif dan sosioemosi

(Santrok, 2008). Perkembangan ini saling berkaitan satu dengan yang lain

sehingga dapat berdampak pada kesejahteraan emosional remaja dan


menyebabkan stress yang luar biasa (Goldbeck, 2007 dalam Fajarwati,

2014). Naik turunnya emosi adalah hal yang wajar pada remaja dan

merupakan bagian dari peralihan yang dialami remaja, namun hal ini dapat

berdampak pada tingkat kebahagiaan remaja (Ekawati, 2012).

Pengalaman dari lingkungan yang dialami remaja lebih berkontribusi

pada perubahan emosi dibandingkan dengan perubahan hormon.

Perubahan emosi yang disebabkan lingkungan akan berpengaruh pada

tingkat afek positif dan tingkat rendahnya afek negatif yang merupakan

aspek dari subjective well-being. Perubahan emosi yang disebabkan

lingkungan akan mempengaruhi tingkat subjective well-being remaja

karena secara tidak langsung lingkungan turut berkontribusi pada tingkat

subjective well-being remaja (Santrock, 2014).

Banyak dari remaja yang memiliki permasalahan yang berkaitan

dengan kesulitan yang terjadi pada saat ini atau yang akan datang,

contohnya permasalahan yang berhubungan dengan keluarga, kesehatan,

proses pertumbuhan yang sedang dialami maupun masalah pertemanan.

Tingkat subjective well-being pada remaja akan menurun ketika sedang

merasakan kecemasan, depresi dan khawatir. Usaha remaja untuk

mempertahankan subjective well-being menjadi lebih mudah dilakukan jika

remaja merasakan adanya dukungan sosial orang tua dan teman

sebayanya. Remaja diharapkan bisa menjadi individu yang lebih positif dan

dapat terhindar dari hal-hal yang negatif seperti bunuh diri,


ketidakmampuan menyesuaikan dengan lingkungan maupun hamil pra-

nikah.

Pada remaja, ayah berperan dalam membangun harga diri agar tetap

positif dan juga menguatkan keinginan anak untuk berprestasi khususnya

pada remaja perempuan, serta mengembangkan motivasi untuk sukses

dalam pekerjaan dan motivasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi pada remaja laki-laki. Flouri dan Buchanan (Partasari,

2017) juga menyatakan bahwa keterlibatan ayah pada anak usia remaja

berhubungan erat dengan kepuasan hidup. Para remaja laki-laki yang tidak

mendapatkan keterlibatan ayahnya secara intens menunjukkan tingkat

kepuasan hidup yang rendah. Keterlibatan ayah juga dapat meminimalisir

remaja pria untuk menjadi korban bullying di sekolah. Sebaliknya, studi

longitudinal yang dilakukan Culpin, Heron, Araya & Joinson (2015)

menunjukkan bahwa ketidak hadiran ayah biologis dalam tumbuh kembang

anak berpotensi untuk mendorong timbulnya depresi sebesar 11% pada

anak perempuan ketika beranjak remaja.

Sumber penting bagi dukungan emosional selama masa peralihan

yang rumit (masa remaja) dan juga sumber tekanan untuk melakukan

perilaku yang tidak disukai oleh orang tua, yaitu meningkatkan keterlibatan

remaja dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya adalah sumber

kasih sayang, simpati, perhatian dan tuntunan moral, tempat untuk

melakukan eksperimen serta sasaran untuk mencapai otonomi dan

kemandirian dari orang tua. Kelompok teman sebaya adalah tempat untuk
membentuk hubungan dekat yang berfungsi sebagai “latihan” bagi

hubungan yang akan mereka bina di masa dewasa (Papalia, 2014).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, maka terdapat

hipotesis sebagai berikut :

1. Hipotesis mayor : ada hubungan antara keterlibatan ayah dalam

pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya dengan subjective well-

being.

2. Hipotesis minor

a. Ada hubungan positif antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan

dengan subjective well-being. Semakin tinggi keterlibatan ayah dalam

pengasuhan maka akan semakin tinggi pula subjective well-being.

Sebaliknya jika keterlibatan ayah dalam pengasuhan semakin rendah

maka akan semakin rendah pula subjective well-being.

b. Ada hubungan positif antara dukungan sosial teman sebaya dengan

subjective well-being. Semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya

maka akan semakin tinggi pula subjective well-being. Sebaliknya jika

dukungan sosial teman sebaya semakin rendah maka akan semakin

rendah pula subjective well-being.

METODE PENELITIAN

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Variabel Tergantung : Subjective Well-Being


2. Variabel Bebas 1 : Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan

Variabel Bebas 2 : Dukungan Sosial Teman Sebaya

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak

dikenai generalisasi hasil penelitian. Populasi harus memiliki ciri-ciri atau

karakteristik yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Ciri

yang dimaksud tidak terbatas hanya sebagai ciri lokasi akan tetapi dapat

terdiri dari karakteristik-karakteristik individu (Azwar, 2015). Populasi dalam

penelitian ini adalah siswa SMP Muhammadiyah 1 Moyudan.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan bagian dari

populasi sehingga harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya.

Suatu sampel merupakan suatu representasi yang baik bagi populasinya

sangat tergantung pada sejauhmana karakteristik sampel sama dengan

karakteristik populasinya. Analisis penelitian didasarkan pada data sampel

sedangkan kesimpulannya nanti akan diterapkan ada populasi sehingga

sangatlah penting untuk memperoleh sampel yang representatif bagi

populasinya (Azwar, 2015).

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan untuk penelitian

sebanyak empat kelas yaitu kelas VII A, B dan kelas IX A, B yang berjumlah

103 siswa. Untuk uji coba sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII A dan B yang

berjumlah 52 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode skala yang terdiri dari tiga skala yaitu Skala

Subjective Well-Being, Skala Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan serta

Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya.


Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity), yaitu

validitas yang diestimasi dengan pengujian terhadap isi tes menggunakan

analisis rasional atau dengan professional judgement dengan cara mencari

aspek-aspek dari variabel yang digunakan kemudian dibuat beberapa aitem

yang akan diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk penelitian

(Azwar, 2015).

Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai

pengukuran yang reliabel (reliable). Konsep reliabilitas yaitu sejauhmana

hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2015). Koefisien

reliabitilas yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien reliabilitas

Alpha Cronbach.

Metode yang digunakan untuk analisis data penelitian adalah teknik

analisis regresi berganda, yaitu suatu teknik analisis statistik untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung

dengan meramalkan nilai atau skor lebih dari satu variabel bebas lainnya

yang gejala datanya interval atau rasio. Penggunaan teknik analisis regresi

berganda mensyaratkan bahwa variabel-variabel penelitian harus

berdistribusi normal dan hubungan antar masing-masing variabel yang

diukur linier. Oleh karena itu, sebelum data dianalisis maka akan dilakukan

uji asumsi yang meliputi uji normalitas, uji linearitas dan uji multikolinearitas.

Keseluruhan komputasi data penelitian akan dilakukan dengan bantuan

fasilitas komputer program Statistical Product and Service Sollution (SPSS)

23.0 for windows.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi berganda untuk mengetahui hubungan antara keterlibatan ayah

dalam pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya dengan subjective

well-being pada siswa SMP.

a. Hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan dukungan

sosial teman sebaya dengan subjective well-being. Berdasarkan hasil

analisis regresi berganda diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi

antara ketiga variabel tersebut (Rxy) = 0,381 dengan taraf signifikansi

0,000 (p<0,01). Berdasarkan hasil tersebut hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil analisis diatas dapat

disimpulkan bahwa terdapat hasil yang sangat signifikan antara variabel

keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan dukungan teman sebaya

dengan subjective well-being.

b. Hubungan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan

subjective well-being berdasarkan hasil analisis regresi berganda

diperoleh korelasi sebesar 0,330 dengan taraf signifikansi 0,001

(p<0,01). Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini diterima. Artinya bahwa ada hubungan yang sangat

signifikan antara keterlibatan ayah dalam pengasuhan dengan subjective

well-being, dengan mengontrol dukungan sosial teman sebaya.

Koefisien korelasi dalam penelitian ini diperoleh sebesar 0,330 yang


menunjukan adanya korelasi yang kuat antara variabel keterlibatan ayah

dalam pengasuhan dengan subjective well-being.

c. Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan subjective

well-being, berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh

korelasi sebesar 0,049 dengan taraf signifikansi 0,623 (p>0,05).

Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

tidak diterima. Artinya bahwa ada hubungan yang tidak signifikan antara

dukungan sosial teman sebaya dengan subjective well-being, dengan

mengontrol keterlibatan ayan dalam pengasuhan. Koefisien korelasi

dalam penelitian ini diperoleh sebesar 0,049 yang menunjukan tidak

adanya korelasi yang kuat antara variabel dukungan sosial teman

sebaya dengan subjective well-being.

Dalam penelitian ini sumbangan efektif (EGR) variabel keterlibatan

ayah dalam pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya (variabel

bebas) terhadap subjective well-being (variabel tergantung) dapat

dijelaskan bahwa variabel keterlibatan ayah dalam pengasuhan

memberikan sumbangan efektif sebesar 13,7% dan variabel dukungan

sosial teman sebaya memberikan sumbangan efektif sebesar 0,80%.

Keterlibatan seorang ayah yang positif diyakini efek positifnya.

Keterlibatan itu sendiri tidak dapat dimunculkan secara tiba-tiba pula. Oleh

karena itu, sangat disarankan ayah mulai terlibat dengan anak sejak anak

dilahirlkan. Ayah disarankan untuk ikut terlibat dalam hal pengasuhan dan

segala kerepotan mengurus bayi sejak awal supaya kedekatan dan


kelekatan akan terbentuk sejak anak masih sangat muda (Andayani &

Koentjoro, 2004).

Sedangkan dukungan sosial teman sebaya dalam penelitian ini tidak

signifikan karena masih belum terbentuk kedekatan atau interaksi yang

intens diantara teman sebaya. Jonshon (dalam Wahyuni, 2016)

menyatakan terdapat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

merasakan dukungan sosial. Salah satunya yaitu menyangkut hubungan

individu dengan lingkungan diantaranya keluarga dan masyarakat.

Hubungan inilah yang dapat berubah tergantung dengan frekwensi

hubungan, komposisi dan kedekatan hubungan dengan individu lain. Hal ini

dibuktikan dengan hasil wawancara sebagai data penunjang yakni remaja

tidak saling membantu dalam pengerjaan tugas dan tidak saling bertukar

info tentang tugas sekolah.

Maka dapat disimpulkan pada responden belum terbentuk faktor-

faktor dukungan sosial teman sebaya. Faktor-faktor dukungan teman

sebaya terdiri dari empati yakni merasakan kesusahan orang lain bertujuan

untuk memotivasi, norma dan nilai sosial serta pertukaran sosial yaitu

hubungan timbal balik perilaku sosial antara cinta, pelayanan dan informasi.

Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian Wahyuningsih (2013) yang

menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara optimisme dan

dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif remaja SMA program

akselerasi di Kota Surakarta. Dukungan sosial adalah informasi atau umpan

balik dari orang lain yang menunjukan bahwa seseorang dicintai dan
diperhatikan, dihargai dan dihormati serta dilibatkan dalam jaringan

komunikasi dan kewajiban yang timbal balik (King, 2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap hasil

penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Ada hubungan yang sangat signifikan antara keterlibatan ayah dalam

pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya dengan subjective well-

being.

2) Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara keterlibatan ayah

dalam pengasuhan dengan subjective well-being pada siswa dengan

mengontrol dukungan sosial teman sebaya. Semakin tinggi keterlibatan

ayah dalam pengasuhan, maka semakin tinggi subjective well-being dan

semakin rendah keterlibatan ayah dalam pengasuhan, maka semakin

rendah subjective well-being.

3) Tidak ada hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan

subjective well-being pada siswa dengan mengontrol keterlibatan ayah

dalam pengasuhan.

4) Sumbangan efektif keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap

subjective well-being sebesar 13,7%. Artinya, pengaruh keterlibatan

ayah dalam pengasuhan lebih besar daripada pengaruh dukungan sosial

teman sebaya.
5) Hasil uji deskriptif didapatkan bahwa mayoritas subjek mempunyai

subjective well-being yang tergolong rendah, keterlibatan ayah dalam

pengasuhan dan dukungan teman sebaya yang tergolong sedang.

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang telah

diuraikan diatas, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan, yaitu:

1) Saran Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi peneliti selanjutnya

yang memiliki teori yang mirip atau sama yaitu tentang keterlibatan ayah

dalam pengasuhan dan dukungan sosial teman sebaya dengan subjective

well-being. Selain itu hendaknya peneliti selanjutnya mempertimbangkan

variabel-variabel lain yang mungkin dapat berpengaruh terhadap subjective

well-being.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mampu untuk lebih

mengembangkan penelitian sejenis baik dari segi tema, metode maupun

alat ukurnya, sehingga hasil penelitian dapat digunakan sebagai

perbandingan dan dapat memberikan manfaat dalam rangka meningkatkan

keilmuan. Hal tersebut dimaksudkan agar penelitian selanjutnya menjadi

lebih baik lagi dan berkualitas.

2) Saran Praktis

a. Bagi Siswa

Bagi siswa disarankan untuk memiliki hubungan yang lebih baik lagi

baik dengan keluarga, teman ataupun lingkungan ekternal lainnya agar

lebih bisa meningkatkan subjective wll-being pada diri individu masing-


masing. Siswa juga bisa meningkatkan subjective well-being dengan

mengarahkan pikiran-pikiran posistif maupun negatif dengan cara rajin

beribadah dan mampu memotivasi diri ketika siswa berada dalam keadaan

putusasa, rasa cemas ataupun perasaan emosional dan lain sebagainya.

b. Bagi Sekolah

Bagi sekolah diharapkan untuk meningkatkan kedisiplinan pada siswa

agar siswa lebih mudah untuk dikondisikan dalam setiap kegiatan belajar

mengajar maupun dalam kegiatan lainnya. Peneliti menyarankan agar guru

dapat terus memberikan dukungan dan perhatian bagi siswa agar siswa

terhindar dari keputusasaan, kecemasan, rasa iri hati terutama subjective

well-being yang negatif.

c. Bagi Orangtua

Orangtua diharapkan menanamkan disiplin yang baik dan benar agar

anak dapat beradaptasi dengan lebih baik lagi, baik itu dilingkungan

keluarga maupun dilingkungan masyarakat. Selain itu orangtua diharapkan

untuk mengajakan anak tentang kemandirian agar tidak memiliki

ketergantunan terhadap orang lain dan rasa percaya diri atau selalu berpikir

positif sehingga bisa dengan mudah meningkatkan subjective well-being

pada diri individu.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, B. & Koentjoro. (2004). Peran Ayah Menuju Coparenting.


Sepanjang: CV. Citra Media.
Allen, S. & Daly, K. (2007). The Effect of Father Involvement: An Updated
Research Summary of the Euidence Inventory. Guelph, Ontario:
Centre For Families, Work & Well-Being, University of Guelph 2007.
Allgood, S. M., Beckert, T. E. & Peterson, C. (2012). The Role of Father
Involvement in the Perceived Psychological Well-Being of Young
Adult Daughters: A Retrospective Study. North American Journal of
Psychology, 14 (1), 95-110.
Ariati, J. (2010). Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan
Kepuasan Kerja pada Staf Pengajar (Dosen) dan Lingkungan
Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip, 8
(2), 117-123.
Azwar, S. (2015). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2015). Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BKKBN. (2016). Kebijakan Program Kependudukan, Keluarga Berencana
dan Pembangunan Keluarga dalam Memdukung Keluarga Sehat.
Jakarta: Surya Chandra Surapaty.
Culpin, I., Heron, J., Araya, R., & Joinson, C. (2015). Early Childhood Father
Absence and Depressive Symptoms in Adolescent Girls from a UK
Cohort: The Mediating Role of Early Menarche. Journal of Abnormal
Child Psychology, 43 (5), 921-931.
Dewi, P. S., & Utami, M. S. (2013). Subjective Well-Being Anak dari Orang
Tua yang Bercerai. Jurnal Psikologi. (Online), 35 (2), 194–212.

Eid, M. & Larsen, R. J. (2008). Ed Diener and the Science of Subjective


Well-Being. In Eid, M. & Larsen, R. J. (Eds.),The Science of
Subjective Well-Being (pp. 1-16). New York: The Guilford Press.

Ekawati, D. & Martani, W. (2012). Pelatihan “Sinergi I” untuk Meningkatkan


Kemampuan Prososial Remaja. Jurnal Psikologi Undip, 1 (1), 1-19.

Fajarwati, D. I. (2014). Hubungan Dukungan Sosial dan Subjective Well-


Being pada Remaja SMP N 7 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Sunan
Kalijaga.
Ghiamitasya, M. (2012). Perubahan Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak
di Jepang pada Era Shoushika. Jurnal Unair, 1 (1), 96-102.
Gottman, J. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan
Emosional (terjemahan Prayitno). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Harmaini, Shofiah, V. & Yulianti, A. (2014). Peran Ayah Dalam Mendidik
Anak. Jurnal Psikologi, 2 (10), 80-85.
Hoghughi, M. (2004). Parenting-An Introduction. In Hoghughi, M. S. & Long,
N. (Eds.), Handbook of Parenting: Theory and Research for
Practice (pp. 1-18). London; Thousand Oaks & New Delhi: Sage
Publications.
Khairat, M. & Adiyanti, M. G. (2015). Self-esteem dan Prestasi Akademik
sebagai Prediktor Subjective Well-being Remaja Awal. Jurnal
Psikologi. (Online), 3 (1), 180-191.

King, L. A. (2012). Psikologi Umum (terjemahan: Marwensdy, B.). Jakarta :


Salemba Humanika.

Lim, M. S. C., Cappa, C. & Patton, G. C. (2017). Subjective well-being


amoung young people in five Eastern European countries. Journal
Global Mental Health, 10 (4), 1-10.

Luthans, F. (2009). Perilaku organisasi. Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andy


Offset.

Maharani, O. P. & Andayani, B. (2003). Hubungan Antara Dukungan Sosial


Ayah dengan Penyesuaian Sosial pada Remaja Laki-laki. Jurnal
Psikologi, 30 (1), 23-35.

Masten, A. S. & Reed, M. G. J. (2002). Resilience in Development. In


Synder, C. R. & Lopez, S. J. (Eds.), Handbook of Positive Psychology
(pp. 6-86). New York: Oxford University Press.

Mollborn, S. & Lawrence E. (2018). Family, Peer, and School Influences on


Children’s Developing Health Lifestyles. Journal of Health and Social
Behavior, 10 (0), 1-18.

Nayana, F. N. (2013). Kefungsian Keluarga dan Subjective Well-Being pada


Remaja. Jurnal Psikologi, 01 (02), 230-244.

Papalia, D. E. (2014). Human Development (Perkembangan Manusia, Edisi


12 jilid 1, Penerjemah: Marswendy). Jakarta: Salemba Humanika.
Partasari, W. D. (2017). Gambaran Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan
Anak Usia Remaja. Jurnal Psikogenesis, 5 (2), 1-9.
Pavot, W. & Diener, E. (2004). Findings on Subjective Well-Being:
Applications to Public Policy, Clinical Interventions and Educations.
In Linley, P. A. & Joseph, S. (Eds.), Positive Psychology in Practice
(pp. 679-692). Hoboken, New Jersey: John Wiley.
Phares, V., Rojas, A., Thurston, I. B. & Hankinson, J.C. (2010). Including
Father in Clinical Interventions for Children and Adolescents. In
Lamb, M. E. (Eds.), The Role of Father in Child Development (pp.
459-485). New York: Macmillan.

Pramudita, R. & Pratisti, W. D. (2015). Hubungan antara Self Efficacy


dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Negeri 1 Belitang.
Jurnal Psikologi. (online), 541-546.

Rueger, S. Y., Malecki, C. K. & Demaray, M. K. (2010). Relationship


Between Multiple Sources of Perceived Social Suport and
Psychological and Academic Adjustment in Early Adolescence:
Comparisons Across Gender. Journal Youth Adolescence. 39:47-61.

Salvy, S. J., Haye, K., Bowker, J. C. & Hermans, R. J. C. (2012). Influence


of Peers and Friends on Children’s and Adolencents’ Eating and
Activity Behaviors. Journal physiol Behav, 10 (3), 369-378.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa
Hidup, Edisi 13 jilid 1, Penerjemah: Demanik & Chusairi). Jakarta:
Erlangga.
Santrock, J. W. (2014). Adolescence (Perkembangan Remaja, Edisi 6,
Penerjemah: Saragih, S.). Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2008). Remaja, Edisi 2 (Penerjemah: Widyasinta, B.).
Jakarta: Erlangga.
Schimmack, U. (2008). The structure of subjective well-being. In Eid, M. &
Larsen, R. J. (Eds.), The science of subjective well-being (pp. 97-
123). New York, NY, US: Guilford Press.
Seligman, M. E. P. & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology: An
Introduction. Journal American Psychologist, 55 (1), 5-14.
Seligman, M. P. E. (2005). An Introduction to Positive Psychology. In
Compton, W. C. & Hoffman, E. (Eds.), Positive Psychologi the
Science of Happiness and Flourishing (pp. 1-22). Belmont, CA, US:
Thomson Wadsworth.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Grasindo.

Ulfah, S. M. & Mulyana, O. P. (2014). Gambaran Subjective Well-Being


Pada Wanita Involuntary Childless. Jurnal Psikologi. (Online), 3 (02),
1-10.
Wahyuni, N. S. (2016). Hubungan Dukungan Sosial Teman Sebaya dengan
Kemampuan Bersosialisasi Siswa SMK Negeri 3 Medan. Jurnal
Psikologi, 2 (2), 1-11.

Wahyuningsih, M. C. (2013). Hubungan antara Optimisme dan Dukungan


Sosial dengan Kesejahteraan Subjective Remaja SMA Program
Akselerasi di Kota Surakarta. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wijanarko, J. & Setiawati, E. (2016). Ayah Baik Ibu Baik. Jakarta Slatan:
Keluarga Indonesia Bahagia.

Wijayanti, D. (2015). Subjective Well-Being dan Penerimaan Diri Ibu yang


Memiliki Anak Down Syndrome. e-Jurnal Psikologi, 4(1), 20-130.
Zahra, F. & Handayani, E. (2014). Hubungan antara Keterlibatan Ayah dan
Self-Esteem Remaja pada Siswa SMA di Jakarta Pusat. Jurnal
Psikologi. (online), 1-20.

Anda mungkin juga menyukai