BAB I
LAPORAN KASUS
I IDENTITAS PASIEN
II ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu, nyeri dirasa di seluruh lapang perut, nyeri perut dirasa setelah pasien
pijat ke tukang pijat, pasien juga mengeluh tidak bias BAB dan kentut selama 3
hari. Pasien juga merasa nafsu makan menurun dan mual mual, muntah (-),
demam (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengeluh sakit seperti ini,
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat.
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
3
KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa Sewaktu 128 H mg/dL 70-120
Fungsi Ginjal
BUN 18 mg/dL 8-18
Kreatinin 0.85 mg/dL 0.72-1.25
Fungsi Hati
AST (SGOT) 14.9 U/L 5.0-34.0
4
Elektrolit
Natrium (Na) 133 L mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.3 mmol/L 3.5-5
Kalsium Ion (Ca++) 1.20 H mmol/L 1-1.15
FOTO RONTGEN
Thorax
BOF 3 Posisi
5
V RESUME
6
Pasien datang dengan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasa di
seluruh lapang perut, nyeri perut dirasa setelah pasien pijat ke tukang pijat,
pasien juga mengeluh tidak bias BAB dan kentut selama 3 hari. Pasien juga
merasa nafsu makan menurun dan mual mual, muntah (-), demam (-)
Dari tanda tanda vital dalam batas normal, dari hasil lan didapatkan
peningkatan leukosit , pemeriksaan fisik didapatkan abdomen yang distended,
nyeri tekan
VI DIAGNOSIS
Ileus Obstruksi
VII PENATALAKSANAAN
Inf PZ 1000cc/24jam
Inj Ketorolac 3x30mg
Inj Ranitidin 2x1
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:
Regio inguinalis Sinistra :
Inspeksi: terdapat benjolan di bawah lig.inguinale, diameter 8 cm x 4 cm,
permukaan rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.
Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat
dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri.
Auskultasi : bising usus (+).
.
A: HIL S Irreponibillis
P : Inf PZ 20tpm
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Pro Op besok
Konsul Anastesi
Tanggal 8 Mei 2018
S : benjolan di selangkangan kiri , nyeri perut bawah +, mual muntah -
O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)
TD : 120/70mmHg S : 36.8oC
N : 82x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:
Regio inguinalis Sinistra :
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
12
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung). (Price SA, Wilson LM, 2006)
B. Jejenum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai
pada junctura duodeno jejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh
arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-
serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
13
motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici pankreatiko
duodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri mesenterica
superior. Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici
mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesenterikus superior. (Price SA, Wilson LM, 2006)
C. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum
dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula
ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak
masuk lagi ke dalam ileum. (Price SA, Wilson LM, 2006)
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil.
kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Kolon sigmoid tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan
rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke
atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus
dalam perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan
cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan. (Price SA, Wilson LM, 2006)
16
2.2 Histologi
2.2.1 Usus Halus
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: (Price SA, Wilson LM, 2006)
1. Tunika Serosa.
Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir
lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis.
Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika muskularis usus halus,
paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan
luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf (Auerbach)
dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa.
Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di antara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan
pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa.
Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus halus ditandai oleh adanya
tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi
absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan
gambaran mukosa menyerupai beludru.
17
Usus halus mempunyai dua fungsi utama: pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung dilanjutkan di dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di
antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan mencernakan zat-zat makanan
sambil diabsorbsi.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
18
ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri
dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal.
Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi
secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat
satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan
kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan
bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus
halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi
sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung.
19
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua kecuali 100-
200 ml diabsorbsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik
panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan
metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Price
SA, Wilson LM, 2006)
2.4 Definisi
Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali
20
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi
sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.
2.5 Klasifikasi
C. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:
D. Menurut stadiumnya
21
2.6 Etiologi
Hambatan parase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristalisis. Obstrusi usus juga disebut obstruksi mekanik apabila disebabkan
oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan didalam lumen usus. Ileus dinamik dapat
disebabkan oleh lebihan dinamik sepeti spasme. Ileus adinamik dapat disebabkan oleh
paralisis, seperti pada peritonisis umum. (Sjamsuhidayat, 2005).
Pada ileus obstruksi perlu dibedakan antara yang tanpa strangulasi (simple) dan yang
disertai strangulasi. Pada ileus disertai strangulasi perlu tidakan bedah segera.
A. Adhesi
Ileus akibat adhesi umumnya tidak disertai stangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau
pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengkatan dalam bentuk tunggal maupun
multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
berbentuk pita dipotong agar pasase usus puli kembali.
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjdai masalah besar. Setelah
berulang tiga kali. Resiko kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus seperti ini,
diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
22
E. Kelainan Kongenital
Gangguan pasase usus yang bersifat kongenital dapat berbentuk stenosis
dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia sebagiab saluran
cerna akan menyebakan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Bayi tersebut
haus segera di rujuk kerumah sakit pusat untuk memperoleh diagnosis yang tepat
dan pertimbangan mengenai terapi. Strenosis dapat juga terjadi akibat penekanan
misalnya oleh pankreas anulare atau oleh atresia jenis membran dengan lubang
ditengahnya. Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum
bagian kedua. Gejala dan tanda seperti ini juga ditemukan pada atresia attau
malrotasi usus. Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan
bawaan memiliki perut buncit, tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada
perforasi. Hampir semua bayi yang menderita obstruksi usus akan mengalami
muntah, muntahan berwarna hijau bila obstruksi terletak distal dari ampula Vater.
Pada umumnya, makin tinggi letak obstruksi, makin dini gejala muntah akan
timbul. Umumnya tidak dijumpai mekonium, kalaupun ada, hanya berupa massa
hijau atau pucat yang meleleh keluar dari anus tanpa dorongan udara. Suhubadan
bayi akan naik bila terjadi dehidrasi atau terjadi infeksi sekunder.
F. Radang Kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebbkan
obstruksi karena udem , hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada
penyakit kronik itu. Dengan tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas
pantang makan dan disusul oleh diet khusus , umumnya obstruksi mutlak dapat
dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan reseksi bagian
usus yang sakit. Selalu harus diingat bahwa ada kemungkinan besar terjadi
kekambuhan penyakit disekitar anastomosis atau di tempat lain diusus.
G. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan
karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi iini terutama
isebabkan oleh kumoulan metastisis usus. Bila pengelolaan kenservatif tidak
berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif.
H. Tumpukan sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat bahan sisa makanan dijumpai pada orang
yang oernah mengalami gasterektomi, obstruksi biasanya terjadi pada daerah
25
anastomosis. Obstruksi lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan
banyak sekali.
Buah-buahan yang mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi
ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak
ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa seperti demikian harus dibedakan dari
impaksi feses kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang
kurang gerak.
I. Kompresi Duodenum oleh Arteri
Arteri mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum
(pas horisontalis), duodenum pars horisontalis terpancang retroperitoneal dimuka
korpus vertebra, yaitu tedapat duodenum filintasi dari atas kebawah oleh arteri
mesenterium. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antar arteria tersebut dan
aorta. Sudut tersebut berbeda besarnya antar individu yaitu dengan rentang 20-
70˚. Keadaan imobilisasi menuntut sikap baring terlentang yang dapat ditemukan
obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukkan retensi lambung dengan
muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan jasmani, perut tidak
kembung, kecuali bagian ulu hati, dan tidak nyeri. Foto polos perut bagian atas
menunjukkan dilatasi lambung dan duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar.
Pederita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam-basa diperbaiki.
26
Gambar 2.2 Bermacam penyebab ileus obstruksi usus halus (dikutip dari (Sjamsuhidayat,
2005).
(A) Hernia inkarserata: usus terjepit didalam pintu hernia, (B) invaginasi bagian yang
masuk makin diteruskan oleh penistatis , (C) Adhesi atau pita, (D) Vovulus, (E) Tumor
usus, (F) Kumpulan cacing askariasis, a usus sebelah oral kembung karena obstruksi,
busus aboral kosong
2.7 Patofisiologi
ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke
dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price
& Wilson, 2006).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis
melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang
menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam
jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan
cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar
dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi
lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka
kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif
usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit,
disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada
ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul,
biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut
menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria.
Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia,
penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada
usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi
serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya
bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan
bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan
strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen
usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat
menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
28
Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan
hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak
timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian
sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak
karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon
terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka
kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura
pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace,
yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu
apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga diameter terlebar
kolon di dalam sekum, maka biasanya akan pecah pertama (Sabiston, 1995).
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik didalam lumen usus bagian oral
dari obstruksi maupun muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif
singkat. Kolik borborigami dan bising usus meningkat. Didapatkan kontur dan “steifung”
disertai obstipasi dan distensi. Pada obstruksi proksimal muntah terjadi lebih dini,
sedangkan pada obstruksi distal, muntah terjadi lebih lambat. Didapatkan dehidrasi dan
febris. Bila obstruksi disertai dengan strangulasi, dirasakan nyeri hebat yang terlokalisir
terus-menerus dan keadaan umum yang cepat menurut. Pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan rektum kosong (Sjamsuhidayat, 2005).
menggeliat sewaktu kolik dan setelah sat dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemerikasaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menegakkan diagnosis. Pada foto polos roentgen perut , tampak berelok-kelok usus halus
yang melebar, megandung cairan dan banyak udara sehingga memberi gambaran batas-
cairan (fluid level) yang jelas. (Sjamsuhidayat, 2005).
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi
pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang
dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.
Sistemik
- Hipovolemi - Kelebihan - Nyeri perut - Obstipasi
cairan usus berkala
- Oliguria - Kelebihan - Mual/muntah - Tidak ada
gas didalam kentut
usus
- Gangguan - Gelisah/
elektrolit menggeliat
- Hiperparistalsis
tampak
sewaktu kolik
30
Tabel 2.1 Kelainan atau penyakit akibat obstruksi usus halus (dikutip dari Sjamsuhidayat,
2005)
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare.
Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya
mempunyai gejala klinis yang lebih ringan disbanding obstruksi pada usus halus.
Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di
dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi.
Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri
berlebihan sekunder terhadap stagnansi. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. (Evers BM, 2004)
PEMERIKSAAN FISIK
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. (Way LW, 1994)
Inspeksi
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites. (Evers BM, 2004)
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen
yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi
dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap
lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya
feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan
dan intususepsi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
32
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. (Way LW, 1994)
Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak
di beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam
susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari
obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi
secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti
obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak
maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi,
jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda
sehingga berbentuk step ladder appearance. (Way LW, 1994)
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi
proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon
bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak
berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi,
mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. (Way LW, 1994)
Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi. CT scan
kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan. (Way LW,
1994)
33
2.9 Diagnosis
Penentuan ada tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar dilakukan asal kita cukup
sabar untuk menantikan timbulnya kolik sehingga terlihat gejala kolik yang khas. Pada
strangulasi, terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan gangguan peredaran darah
sehingga terjadi iskemia, nekrosis, atau gangreb. Gangren menyebabkan tanda toksis
seperti yang terjadi pada sepsis, yaitu takidardia, syok septik , dengan leukositosis.
(Sjamsuhidayat, 2005).
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Perkusi
d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.
e. Rectal Toucher
3. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih
yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-
kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak distensi
usus promaksimal dari hambatan dan fenomena anak bangga.
2. Pada volvulus sogmoid tampak sigmoid yang disertai berbentuk U terbalik.
3. Pada dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barisan enema.
4. Enteroclysis
1. Ilieus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun
defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak
35
terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan
radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster
sampai rektum dan herring bone appearance (gambaran tulang ikan). (Hodin RA, Mathew
JB, 2001)
2.11 Tatalaksana
Operasi Emergency / CITO adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan dengan
tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat. Pada kasus
36
ileus obstruktif akan perlu dilakuakan tindakan cito apabila sudah ada tanda tanda
nekrosis pada usus yang menyebabkan pasien mengalami kesakitan yang hebat.
Operasi urgensi adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan life
saving pada seorang pasien yang membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat
dilakukan dalam 24-30 jam. Pada ileus obstruksi biasanya yang disebabkan oleh hernia
inkaserata.
Operasi Elektif, Adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan terjadwal dengan
persiapan, bukan bertujuan life saving, dan dilakukan pada pasien dengan kondisi baik,
bukan gawat darurat. Pada pasien ileus obstruksi biasanya yang disebabkan oleh cacing,
adhesi, radang kronik, tumpukan sisa makanan, tumor. (Sebastian DC, 1995)
1. Persiapan
- Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi, dan dekompresi
- Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan isotonic
dilakukakan untuk perbaikan keadaan umum
- Pemasangan kateter untuk monitor produksi urine
- Antibiotic spectrum luas dpat diberikan bila ditemukan tanda
infeksi
2. Operasi
Laparatomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus setelah
pelepasan strangulasi laparoskopi dapat dipertimbangkan pada kondisi
distensi minimal, sumbatan proksimal, dan sumbatan parsial
3. Pasca-bedah
Cairan, elektrolit, dan nutrisi perlu diperhatikan karena keadaan usus
masih paralitik
2.12 Komplikasi
permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan
mengakibatkan syok septik. (Sebastian DC, 1995)
2.13 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar
Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,
Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar keperawatan medical Bedah Edisi 8 Vol. 2. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta.
Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox
Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline,
Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks Histologi
Way LW : Current surgical Diagnosis and Treatment 10th ed, Appleton & Lange, 1994,
p.610-18,628-29,640-43
Hodin RA, Mathew JB : Small intestine in surgery Basic Science and Clinical Evidence,
springer-Verlag,2001,p.623=628.
Henry MM, Thomson JN, penyunting. Small bowel disease and intestinal obstruction.
Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku