Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. Y


Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : Jatikalen
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
No Reg : 19431294
Tgl. MRS : 30 Maret 2019
Tgl. KRS :

II ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu, nyeri dirasa di seluruh lapang perut, nyeri perut dirasa setelah pasien
pijat ke tukang pijat, pasien juga mengeluh tidak bias BAB dan kentut selama 3
hari. Pasien juga merasa nafsu makan menurun dan mual mual, muntah (-),
demam (-)
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak pernah mengeluh sakit seperti ini,
Riwayat Hipertensi dan DM disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah berobat.

III PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis; GCS : 4-5-6
2

Tanda Tanda Vital


 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 92x/menit
1
 Suhu : 36,8oC
 Respiration rate : 20x/menit
Kepala-Leher
Kepala : A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Pupil isokor, 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal, nafas cuping hidung (-), dyspneu (-)
Mulut : Trismus (-), sianosis (-)
Leher : Kaku kuduk (-), Jejas (-), pembesaran kelenjar (-), massa (-),
pembesaran vena jugularis (-)
Thorax
Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dinding simetris, jejas (-),
Palpasi : Pergerakan nafas simetris, nyeri (-)
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Flat (-), jejas (-), distended (+), meteorismus (-),
Auskultasi : BU (-)
Palpasi :Nyeri tekan (+), soepel (+), flat (-), hepar dan lien tidak
teraba pembesaran, asites (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat kering merah (+)
Oedem tidak ditemukan pada pasien ini

IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
3

1. Lab tgl 30/03/2019


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Metode Keterangan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit 19.39 H 10^3/ul 3.8 – 10.6
Neutrofil 94.4 H % 50 - 70
Limfosit 3.1 L % 25 - 40
Monosit 2.2 % 2-8
Eosinofil 0.1 L % 2-4
Basofil 0.2 % 0-1
Eritrosit 4.81 10^6/uL 4.4– 5.9
Hemoglobin 13.4 g/dL 13.2 – 17.3
Hematokrit 36,9 % 36-47
MCV 84.7 fL 80 – 100
MCH 27.6 Pg 26 – 34
MCHC 33.2 L g/L 32 – 36
Trombosit 402 H 10^3/ul 150 – 400
RDW – CV 13 % 11.5 – 14.5
MPV 7.75 fL 7.2 – 11.1
PCT 0.17 %
LED 109 H Mm/jam 0 - 10

KIMIA KLINIK
Diabetes
Glukosa Sewaktu 128 H mg/dL 70-120

Fungsi Ginjal
BUN 18 mg/dL 8-18
Kreatinin 0.85 mg/dL 0.72-1.25
Fungsi Hati
AST (SGOT) 14.9 U/L 5.0-34.0
4

ALT (SGPT) 7.1 U/L 0.0-55.0

Elektrolit
Natrium (Na) 133 L mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.3 mmol/L 3.5-5
Kalsium Ion (Ca++) 1.20 H mmol/L 1-1.15

FOTO RONTGEN
Thorax

BOF 3 Posisi
5

V RESUME
6

Pasien datang dengan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu, nyeri dirasa di
seluruh lapang perut, nyeri perut dirasa setelah pasien pijat ke tukang pijat,
pasien juga mengeluh tidak bias BAB dan kentut selama 3 hari. Pasien juga
merasa nafsu makan menurun dan mual mual, muntah (-), demam (-)
Dari tanda tanda vital dalam batas normal, dari hasil lan didapatkan
peningkatan leukosit , pemeriksaan fisik didapatkan abdomen yang distended,
nyeri tekan

VI DIAGNOSIS
Ileus Obstruksi

VII PENATALAKSANAAN
 Inf PZ 1000cc/24jam
 Inj Ketorolac 3x30mg
 Inj Ranitidin 2x1

VIII LAPORAN OPERASI


Tindakan Operasi () oleh dr. Dwanda Yuniro, Sp. B :

Diagnosa pra bedah :


Diagnosa pasca bedah :
Nama operasi :
Jenis operasi :
Golongan operasi :
Jenis anastesi :
Dikirim untuk pemeriksaan PA :
Perdarahan : Ada
Transfusi : Tidak
Komplikasi : Tidak

IX PENATALAKSANAAN POST OPERASI


Post Operasi oleh oleh dr. Dwanda Yuniro, Sp. B :
7

X RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN


Tanggal 5 Mei April 2018
S : benjolan di selangkangan kiri sudah 1 bulan yll, benjolan awalnya bias
keluar masuk, 2 hari ini benjolan tidak bias dimasukan lagi, 2 hari ini benjolan
juga semakin membesar yang disertai nyeri perut bawah, mual muntah -, BAK
sulit 2 hari ini, BAB – sejak kemarin.

O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)


TD : 130/90mmHg S : 36.8oC
N : 92x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:
Regio inguinalis Sinistra :
Inspeksi: terdapat benjolan di bawah lig.inguinale, diameter 8 cm x 4 cm,
permukaan rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.
Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat
dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri.
Auskultasi : bising usus (+).
.
A: HIL S Irreponibillis
P : Inf PZ 20tpm
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Konsul dr Nir spB
Tanggal 7 Mei 2018
S : benjolan di selangkangan kiri , nyeri perut bawah +, mual muntah -
O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)
TD : 130/90mmHg S : 36.8oC
N : 92x/menit RR : 20x/menit
8

A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:
Regio inguinalis Sinistra :
Inspeksi: terdapat benjolan di bawah lig.inguinale, diameter 8 cm x 4 cm,
permukaan rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.
Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat
dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri.
Auskultasi : bising usus (+).
.
A: HIL S Irreponibillis
P : Inf PZ 20tpm
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Pro Op besok
Konsul Anastesi
Tanggal 8 Mei 2018
S : benjolan di selangkangan kiri , nyeri perut bawah +, mual muntah -
O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)
TD : 120/70mmHg S : 36.8oC
N : 82x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:
Regio inguinalis Sinistra :
9

Inspeksi: terdapat benjolan di bawah lig.inguinale, diameter 8 cm x 4 cm,


permukaan rata, warna sesuai warna kulit, tidak kemerahan.
Palpasi: tidak teraba hangat, kenyal, batas atas tidak jelas, tidak dapat
dimasukkan, transluminasi (-), tidak nyeri.
Auskultasi : bising usus (+).
.
A: HIL S Irreponibillis
P : Inf PZ 20tpm
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Ranitidin 2x1
Pro Op hari ini
Tanggal 9 Mei 2018
S : Post Op hari ke 1, mual muntah -, pusing -, nyeri pada bekas operasi
O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)
TD : 120/90mmHg S : 36.8oC
N : 78x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
Status Lokalis:.
A: Post Op hari ke 1
P : Inf NS : Hydromal = 2 : 2
Inj Oxtercid 3 x 1
Inj Antrain 3 x 1 ampul IV
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Granisetron 2x1
Inj Asam Tranexamat 3x500mg
Dulcolax sup 1 buah besok pagi
Diet nasi

Tanggal 10 Mei 2018


S : Post op hari ke 2, BAB +, mual muntah -, pusing -, nyeri bekas operasi
10

O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)


TD : 130/90mmHg S : 36.8oC
N : 92x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
A: Post op hari ke 2
P : Inf NS : Hydromal = 2 : 2
Inj Oxtercid 3 x 1
Inj Antrain 3 x 1 ampul IV
Inj Dexketoprofen 2x1
Inj Granisetron 2x1
Inj Asam Tranexamat 3x500mg
Dulcolax sup 1 buah besok pagi
Diet nasi

Tanggal 11 Mei 2018


S : post op hari ke 3, keluhan -
O: Ku : Cukup Kesadaran : Composmentis (4-5-6)
TD : 120/80mmHg S : 36.8oC
N : 90x/menit RR : 20x/menit
A(-)/I(-)/C(-)/D(-)
Cor : S1S2 tunggal regular, mur-mur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Rhonkie -/-, Wheezing -/-
Abdomen : BU (+) N
Ekstremitas : Akral hangat kering merah (+)
A: Post op Hari ke3
P : Acc KRS
Ciprofloxacin 2x500mg
As Mefenamat 3x500mg
Kontrol poli kalau obat habis
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Usus

2.1.1 Usus Halus

Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang


dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki
(22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah
abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin ke bawah
lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi
menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. (Price SA, Wilson LM, 2006)

A. Duodenum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
12

muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan
berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai
ligamentum suspensorium (penggantung). (Price SA, Wilson LM, 2006)

B. Jejenum
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai
pada junctura duodeno jejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.

Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen


dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai
messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai
peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah
dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena
mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.

Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di
bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
sebagian atas duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri
gastroduodenalis. Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri
pancreaticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-
pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh
arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messenterika superior yang menyatu
dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior. Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan
pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-
serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut
parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi
13

motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan
pleksus Meissner di lapisan submukosa.

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi limphatici pankreatikoduodenalis ke nodi limphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi limphatici soeliakus dan ke bawah melalui nodi limphatici pankreatiko
duodenalis ke nodi limphatici mesenterikus superior sekitar pangkal arteri mesenterica
superior. Pembuluh limfe jejenum dan ileum berjalan melalui banyak nodi limphatici
mesenterikus dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesenterikus superior. (Price SA, Wilson LM, 2006)

C. Ileum
Ujung batas antara ileum dan jejunum tidak jelas, panjangnya ±4-5 m. Ileum
merupakan usus halus yang terletak di sebelah kanan bawah berhubungan dengan sekum
dengan perantaraan lubang orifisium ileosekalis yang diperkuat sfingter dan katup valvula
ceicalis (valvula bauchini) yang berfungsi mencegah cairan dalam kolon agar tidak
masuk lagi ke dalam ileum. (Price SA, Wilson LM, 2006)

Gambar 2.1 Anatomi Usus Halus


14

2.1.2 Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi
makin dekat anus semakin kecil.

Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum.


a. Sekum adalah kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal apendiks. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu
yang sempit yang berisi jaringan limfoit, menonjol dari ujung sekum.
b. Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga divisi, yaitu:
 Kolon ascenden : merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di
sebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
 Kolon transversum: merentang menyilang abdomen di bawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah
fleksura splenik.
 Kolon desenden : merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
c. Rektum adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12-13
cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke eksterior di anus.
Pada sekum terdapat katup ileocaecal dan appendiks yang melekat pada
ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus
besar. Katup ileocaecal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon
dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus
kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai
hati, kolon ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra
(fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa,
membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk
15

kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul.
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Kolon sigmoid tergantung ke
bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan
rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke
atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sini rektum melanjutkan diri sebagai anus
dalam perineum.

Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan
cabangnya yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra, a. kolika media, serta a.
pancreaticoduodenalis inferior dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui a. kolika sinistra, a. sigmoidalis, a. hemoroidalis superior.

Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi limphatici mesenterikus


dan akhirnya mencapai nodi limphatici mesenterikus superior. Pembuluh limfe untuk
kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan
arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan
limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesenterikus superior, sedangkan yang berasal
dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi
limphatici mesenterikus inferior.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar. Sekum, appendiks dan kolon
ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesenterikus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf
simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan
dari pleksus mesenterikus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum, sepertiga distal dipersarafi oleh
saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi
serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesenterikus inferior dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis
mempunyai efek berlawanan. (Price SA, Wilson LM, 2006)
16

2.2 Histologi
2.2.1 Usus Halus

Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan: (Price SA, Wilson LM, 2006)

1. Tunika Serosa.
Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir
lengkap di dalam usus halus mesenterika, kekecualian pada sebagian kecil,
tempat lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunika Muskularis.
Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika muskularis usus halus,
paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan
luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum sirkulare. Yang
terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myenterikus saraf (Auerbach)
dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submukosa.
Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak di antara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan
pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuropleksus Meissner.
4. Tunika Mukosa.
Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam
lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-
masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi. Usus halus ditandai oleh adanya
tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi
absorbsi yang merupakan fungsi utamanya:
a. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamakan valvula koniventes (lipatan Kerckringi) yang menonjol ke dalam
lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.
b. Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan
gambaran mukosa menyerupai beludru.
17

c. Mikrovilli merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ


pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop
elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2.000 cm². Valvula koniventes, villi dan mikrovilli bersama-sama menambah luas
permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu meningkat seribu kali lipat.

2.2.2 Usus Besar


Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya.
Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot
longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan
taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rektum mempunyai satu
lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini
menyebabkan usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum
yang berisi lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih
tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus
Lieberkūn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel
goblet daripada usus halus. (Geneser F, 1994)

2.3 Fisiologi Usus

2.3.1 Usus Halus

Usus halus mempunyai dua fungsi utama: pencernaan dan absorbsi bahan-bahan
nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung dilanjutkan di dalam
duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Proses pencernaan
disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus). Banyak di
antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border villi dan mencernakan zat-zat makanan
sambil diabsorbsi.

Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu
18

ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri
dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama
berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal.
Bila bagian ini mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi
secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat
satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera
akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan
kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan
bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus
halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.

Kontraksi segmental berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat


yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses
kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7
kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju
ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, di mana pada bagian proksimal
lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya
menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.

Absorbsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan


protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asam-asam amino) melalui dinding usus
ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit
dan vitamin juga diabsorbsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme
transpor aktif dan pasif. (Price SA, Wilson LM, 2006)

2.3.2 Usus Besar

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses
akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan
elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi
sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung.
19

Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua kecuali 100-
200 ml diabsorbsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik
panjang, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan
metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Price
SA, Wilson LM, 2006)

2.4 Definisi

Ileus adalah suatu kondisi hipomotilitas (kelumpuhan) saluran gastrointestinal


tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering
disebut dengan Ileus paralitik. Obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang
mencegah aliran normal melalui saluran pencernaan (Mansjoer, 2011). Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang
menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang
usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik.

Pada ileus obstruksi dapat dibedakan lagi menjadi obstruksi sederhana dan
obstruksi strangulasi. Obstruksi sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Pada strangulasi ada pembuluh darah terjepit sehingga terjadi iskemia
yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum
berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin sekali
20

disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askaris adalah obstruksi
sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.

2.5 Klasifikasi

A. Menurut sifat sumbatannya


Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan:
a) Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di dalam
lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena atresia
usus dan neoplasma
b) Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi, dan
volvulus. (Mansjoer, 2011)

B. Menurut letak sumbatannya


Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2:
a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus

b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Mansjoer, 2011).

C. Menurut etiologinya
Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3:

a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi


(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b) Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena kelainan
kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease, diverticulitis),
neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c) Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di dalam
usus, misalnya benda asing, batu empedu (Mansjoer, 2011).

D. Menurut stadiumnya
21

ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan stadiumnya, antaralain:

a) Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian sehingga


makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi sedikit.
b) Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi / sumbatan yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan aliran darah).
c) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan
nekrosis atau gangren (Mansjoer, 2011).

2.6 Etiologi

Hambatan parase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristalisis. Obstrusi usus juga disebut obstruksi mekanik apabila disebabkan
oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan didalam lumen usus. Ileus dinamik dapat
disebabkan oleh lebihan dinamik sepeti spasme. Ileus adinamik dapat disebabkan oleh
paralisis, seperti pada peritonisis umum. (Sjamsuhidayat, 2005).

Penyebab ileus obstruksi yang paling sering dijumpai di Indonesia;

1. Hernia inguinalis inkarserata/ hernia femoralis


2. Pelekatan streng
3. Keganasan usus besar
4. Pada anak-anak sering dijumpai kelainan kongenital
5. Kelainan lain adalah volvulus, invaginasi dan lain-lain.

Pada ileus obstruksi perlu dibedakan antara yang tanpa strangulasi (simple) dan yang
disertai strangulasi. Pada ileus disertai strangulasi perlu tidakan bedah segera.

Bermacam penyebab obstruksi usus; (Sjamsuhidayat, 2005).

A. Adhesi
Ileus akibat adhesi umumnya tidak disertai stangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum, atau
pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengkatan dalam bentuk tunggal maupun
multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan adhesi yang
berbentuk pita dipotong agar pasase usus puli kembali.
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjdai masalah besar. Setelah
berulang tiga kali. Resiko kambuhnya menjadi 50%. Pada kasus seperti ini,
diadakan pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan
22

memperbaiki pasase, obstruksi kemungkinan besar akan kambuh lagi dalam


waktu singkat.
B. Hernia Inkarserata
Obtruksi akibat hernia inkarsetara pada anak dapat dikelola secara
konsevatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat
ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan herniotomi segera.
C. Askariasis
Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyenum,
jumlahnya biasanya mencapai puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi dapat
terjadi di berbagai tempat usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang
lumennya paling sempit. Cacing menyebabkan terjadinya kontraksi lokal dinding
usus yang disertai dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan
peritoneum. Diagnosis obstruksi parsial didasarkan pada gambaran klinis yang
khas.
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling seris ditemukan pada anak
karena higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Lumen usus
halus anak lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran
cacing sama besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh gumpalan padat yang
mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Keadaan umum penderita mungkin tidak terlalu payah, tetapi anak dapat
menderita serangan kolik tanpa henti jika obstruksinya total. Terjadi muntah
sewaktu kolik, dan kadang keluar cacing dari mulut atau anus. Perut kembung,
dan peristalsis terlihat sewaktu kolik. Umumnya penderita mengalami demam.
Pada pemeriksaan perut, dapat teraba massa tumor yang berupa
gumpalan cacing; massa ini tidak terbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan.
Kadang, massa teraba seperti kantong nelayan yang penuh cacing. Penderita
biasanya mengeluh yeri perut, yang nyeri apabila ditekan.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing
atau pencahar, demam,serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut
(hidung) atau anus. Muntah cacing atau pengeluaran cacing peranum tidak
membuktikan adanya obstruksi oleh cacing askaris, tetapi hal ini harus
diperhatikan karena dapat berkembang menjadi abdomen akut. Pada pemeriksaan
Roentgen, terdapat gambaran obstruksi usus halus. Segmen usus yang penuh
dengan cacing beresiko tinggi mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
Massa di perut dapat juga disebabkan oleh invaginasi, volvulus, atau
apendisitis. Pada invaginasi, massa invaginatum lebih berbatas jelas dan
memanjang seperti sosis, disertai pengeluaran lendir yang bercampur darah per
23

rektum. Obstruksi askaris lengkap harus dibedakan dengan invaginasi atau


volvulus. Obstruksi lengkap menuntut pembedahan segera karena terancam
menjadi volvulus, strangulasi, dan perforasi. Oleh karena itu, penting sekali untuk
membedakan antara obstruksi lengkap dan obstruksi parsial.
Pada massa apendiks yang menyebabkan obstruksi, massa tidak dapat
digerakkan, nyeri timbul sekonyong-konyong, demam naik turun, sedangkan
penderita tampak sakit berat. Pada trauma abdomen, nyeri hebat disertai defans
muskuler sedangkan massa diperut dan obstruksi tidak menonjol jelas, terlihat
ada bekas trauma. Pada cacat bawaan, tidak teraba massa diperut dan usia
penderita biasanya lebih muda. Pendarahan melalui rektum pada anak
menunjukkan adanya strangulasi dan atau invaginasi.
Tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual diperut
sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini. Pengelolaan dikatan berhasil jika
barium kelihatan masuk ileum. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara
makin sering digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada
reposisi dengan enema barium. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil,
terpaksa diadakan reposisi operatif, sewaktu operasi, di coba dilakukan reposisi
manual dengan mendorong invaginum dari oral kearah sudut ileosekal, dengan
dorongan dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dan bagian proksimal.
Inveginasi pada orang muda atau orang dewasa jarang sekali bersifat idiopatik.
Umumnya, ujung invaginatum pada orang dewasa merupakan polip atau tumor
lain diusus halus. Invaginasi juga disebabkan oleh pencetus seperti divertikulum
Meckel yang terbalik masuk lumen usus, duplikasi usus, kelainan vaskular, atau
limforma. Gejalanya sama dengan gejala dan tanda obstruksi usus, bergantung
pada letak ujung invaginasi. Terapi reposisi hidrostatik umumnya tidak mungkin
dilakukan kaena invaginasi ileosekal sehingga invaginatum tidak masuk kedalam
kolon. Selain itu, penyebab yang berupa polip atau tumor lain tidak dihilangkan.
D. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun pemuntiran
terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan) terganggu. Pada
usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat di
bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi. Kebanyakan Gambaran
klinisnya merupakan gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala
dan tanda strangulasi.
24

E. Kelainan Kongenital
Gangguan pasase usus yang bersifat kongenital dapat berbentuk stenosis
dan atresia. Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia sebagiab saluran
cerna akan menyebakan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Bayi tersebut
haus segera di rujuk kerumah sakit pusat untuk memperoleh diagnosis yang tepat
dan pertimbangan mengenai terapi. Strenosis dapat juga terjadi akibat penekanan
misalnya oleh pankreas anulare atau oleh atresia jenis membran dengan lubang
ditengahnya. Pankreas anulare menyebabkan obstruksi usus halus di duodenum
bagian kedua. Gejala dan tanda seperti ini juga ditemukan pada atresia attau
malrotasi usus. Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan
bawaan memiliki perut buncit, tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada
perforasi. Hampir semua bayi yang menderita obstruksi usus akan mengalami
muntah, muntahan berwarna hijau bila obstruksi terletak distal dari ampula Vater.
Pada umumnya, makin tinggi letak obstruksi, makin dini gejala muntah akan
timbul. Umumnya tidak dijumpai mekonium, kalaupun ada, hanya berupa massa
hijau atau pucat yang meleleh keluar dari anus tanpa dorongan udara. Suhubadan
bayi akan naik bila terjadi dehidrasi atau terjadi infeksi sekunder.
F. Radang Kronik
Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebbkan
obstruksi karena udem , hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada
penyakit kronik itu. Dengan tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas
pantang makan dan disusul oleh diet khusus , umumnya obstruksi mutlak dapat
dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan reseksi bagian
usus yang sakit. Selalu harus diingat bahwa ada kemungkinan besar terjadi
kekambuhan penyakit disekitar anastomosis atau di tempat lain diusus.
G. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
menimbulkan invaginasi. Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan
karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi iini terutama
isebabkan oleh kumoulan metastisis usus. Bila pengelolaan kenservatif tidak
berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan paliatif.
H. Tumpukan sisa makanan
Obstruksi usus halus akibat bahan sisa makanan dijumpai pada orang
yang oernah mengalami gasterektomi, obstruksi biasanya terjadi pada daerah
25

anastomosis. Obstruksi lain, yang jarang ditemukan, dapat terjadi setelah makan
banyak sekali.
Buah-buahan yang mengandung banyak serat sehingga terjadi obstruksi
ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertentu yang banyak
ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa seperti demikian harus dibedakan dari
impaksi feses kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang
kurang gerak.
I. Kompresi Duodenum oleh Arteri
Arteri mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum
(pas horisontalis), duodenum pars horisontalis terpancang retroperitoneal dimuka
korpus vertebra, yaitu tedapat duodenum filintasi dari atas kebawah oleh arteri
mesenterium. Duodenum dapat terjepit dalam sudut antar arteria tersebut dan
aorta. Sudut tersebut berbeda besarnya antar individu yaitu dengan rentang 20-
70˚. Keadaan imobilisasi menuntut sikap baring terlentang yang dapat ditemukan
obstruksi tinggi usus halus. Penderita menunjukkan retensi lambung dengan
muntahan yang mengandung empedu. Pada pemeriksaan jasmani, perut tidak
kembung, kecuali bagian ulu hati, dan tidak nyeri. Foto polos perut bagian atas
menunjukkan dilatasi lambung dan duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar.
Pederita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan
asam-basa diperbaiki.
26

Gambar 2.2 Bermacam penyebab ileus obstruksi usus halus (dikutip dari (Sjamsuhidayat,
2005).

(A) Hernia inkarserata: usus terjepit didalam pintu hernia, (B) invaginasi bagian yang
masuk makin diteruskan oleh penistatis , (C) Adhesi atau pita, (D) Vovulus, (E) Tumor
usus, (F) Kumpulan cacing askariasis, a  usus sebelah oral kembung karena obstruksi,
busus aboral kosong

2.7 Patofisiologi

Obstruksi usus menyebabkan reaktif hiperperistaltik, ditensi lumen usus gas


cairan dan pertumbuhan kuman-kuman. Transudasi cairan dalam lumen usus
menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan asam lambung dan klorida pada
obstruksi daerah pilorus atau jejunum proksimal menyebabkan alkolosis metabolik.
Metabolik asidosis terjadi pada obstruksi usus distal. Pada “close loop obstruction” dapat
terjadi gangren dan perforasi dari usus (Price & Wilson, 2006).
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas
(70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan
pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan
diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi dapat
mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat (Price & Wilson, 2006).
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan
ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok—hipotensi, pengurangan curah jantung,
penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan
27

ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke
dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia (Price
& Wilson, 2006).
Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruktif sederhana, distensi
timbul tepat proksimal dan menyebabkann muntah refleks. Setelah ia mereda, peristalsis
melawan obstruksi timbul dalam usaha mendorong isi usus melewatinya yang
menyebabkan nyeri episodik kram dengan masa relatif tanpa nyeri di antara episode.
Gelombang peristaltik lebih sering, yang timbul setiap 3 sampai 5 menit di dalam
jejunum dan setiap 10 menit di didalam ileum. Aktivitas peristaltik mendorong udara dan
cairan melalui gelung usus, yang menyebabkan gambaran auskultasi khas terdengar
dalam ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas peristaltik menjadi
lebih jarang dan akhirnya tidak ada. Jika ileus obstruktif kontinu dan tidak diterapi, maka
kemudian timbul muntah dan mulainya tergantung atas tingkat obstruksi. Ileus obstruktif
usus halus menyebabkan muntahnya lebih dini dengan distensi usus relatif sedikit,
disertai kehilangan air, natrium, klorida dan kalium, kehilangan asam lambung dengan
konsentrasi ion hidrogennya yang tinggi menyebabkan alkalosis metabolik. Berbeda pada
ileus obstruktif usus besar, muntah bisa muncul lebih lambat (jika ada). Bila ia timbul,
biasanya kehilangan isotonik dengan plasma. Kehilangan cairan ekstrasel tersebut
menyebabkan penurunan volume intravascular, hemokonsentrasi dan oliguria atau anuria.
Jika terapi tidak diberikan dalam perjalanan klinik, maka dapat timbul azotemia,
penurunan curah jantung, hipotensi dan syok (Sabiston, 1995).
Pada ileus obstruktif strangulata yang melibatkan terancamnya sirkulasi pada
usus mencakup volvulus, pita lekat, hernia dan distensi. Disamping cairan dan gas yang
mendistensi lumen dalam ileus obstruksi sederhana, dengan strangulasi ada juga gerakan
darah dan plasma ke dalam lumen dan dinding usus. Plasma bisa juga dieksudasi dari sisi
serosa dinding usus ke dalam cavitas peritonealis. Mukosa usus yang normalnya
bertindak sebagai sawar bagi penyerapan bakteri dan produk toksiknya, merupakan
bagian dinding usus yang paling sensitif terhadap perubahan dalam aliran darah. Dengan
strangulasi memanjang timbul iskemi dan sawar rusak. Bakteri (bersama dengan
endotoksin dan eksotoksin) bisa masuk melalui dinding usus ke dalam cavitas
peritonealis. Disamping itu, kehilangan darah dan plasma maupun air ke dalam lumen
usus cepat menimbulkan syok. Jika kejadian ini tidak dinilai dini, maka dapat cepat
menyebabkan kematian (Sabiston, 1995).
28

Ileus obstruktif kolon biasanya kurang akut (kecuali bagi volvulus) dibandingkan
ileus obstruksi usus halus. Karena kolon terutama bukan organ pensekresi cairan dan
hanya menerima sekitar 500 ml cairan tiap hari melalui valva ileocaecalis, maka tidak
timbul penumpukan cairan yang cepat. Sehingga dehidrasi cepat bukan suatu bagian
sindroma yang berhubungan dengan ileus obstruksi kolon. Bahaya paling mendesak
karena obstruksi itu karena distensi. Jika valva ileocaecalis inkompeten maka kolon
terdistensi dapat didekompresi ke dalam usus halus. Tetapi jika valva ini kompeten, maka
kolon terobstruksi membentuk gelung tertutup dan distensi kontinu menyebabkan ruptura
pada tempat berdiameter terlebar, biasanya sekum. Ia didasarkan atas hukum Laplace,
yang mendefenisiskan tegangan di dalam dinding organ tubular pada tekanan tertentu
apapun berhubungan langsung dengan diameter tabung itu. Sehingga diameter terlebar
kolon di dalam sekum, maka biasanya akan pecah pertama (Sabiston, 1995).

2.8 Gejala Klinis

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik didalam lumen usus bagian oral
dari obstruksi maupun muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu relatif
singkat. Kolik borborigami dan bising usus meningkat. Didapatkan kontur dan “steifung”
disertai obstipasi dan distensi. Pada obstruksi proksimal muntah terjadi lebih dini,
sedangkan pada obstruksi distal, muntah terjadi lebih lambat. Didapatkan dehidrasi dan
febris. Bila obstruksi disertai dengan strangulasi, dirasakan nyeri hebat yang terlokalisir
terus-menerus dan keadaan umum yang cepat menurut. Pada pemeriksaan colok dubur
didapatkan rektum kosong (Sjamsuhidayat, 2005).

Pada anamnesi obstruksi tinggi. Sering dapat ditemukan penyebab, misalnya


berupa adhesi dalam perut karena perna dioperasi atau terdapat hernia. Pada
pemerikasaan, ditemukan tanda dan gejala yang bergatung pada tahap perkembangan
obstruksi.

Gejala umum berupa syok, oliguria, dan gangguan elektroit. Selanjutnya,


ditemukan meteorisme dan kelebihan cairan diusus serta hiperperitalsis berkala berupa
kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus, dan auskultasi sewaktu serangan kolik menunjukan terjadinya
hiperpertalsis yang terdengar jelas sebagai bunyi tinggi. Penderita tamoak gelisa dan
29

menggeliat sewaktu kolik dan setelah sat dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemerikasaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menegakkan diagnosis. Pada foto polos roentgen perut , tampak berelok-kelok usus halus
yang melebar, megandung cairan dan banyak udara sehingga memberi gambaran batas-
cairan (fluid level) yang jelas. (Sjamsuhidayat, 2005).

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi
pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang
dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.

Perut Gembung Serangan Kolik Halangan Pasase

Sistemik
- Hipovolemi - Kelebihan - Nyeri perut - Obstipasi
cairan usus berkala
- Oliguria - Kelebihan - Mual/muntah - Tidak ada
gas didalam kentut
usus
- Gangguan - Gelisah/
elektrolit menggeliat
- Hiperparistalsis
tampak
sewaktu kolik
30

Tabel 2.1 Kelainan atau penyakit akibat obstruksi usus halus (dikutip dari Sjamsuhidayat,
2005)

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare.
Kadang – kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya
mempunyai gejala klinis yang lebih ringan disbanding obstruksi pada usus halus.
Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen.

Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal di
dalam usus halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi.
Muntahannya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri
berlebihan sekunder terhadap stagnansi. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. (Evers BM, 2004)

PEMERIKSAAN FISIK

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. (Way LW, 1994)

Pada pemeriksaan abdomen didapatkan: (Way LW, 1994)

 Inspeksi

- Abdomen tampak distensi

- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung


(gambaran gerakan usus)
31

- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu


hernia inkarserata

- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis

- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi

 Auskultasi

Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum)


menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

 Perkusi

Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan


ascites.

 Palpasi

Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada
obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites. (Evers BM, 2004)

Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen
yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi
dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak
distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada tahap
lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya
feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan
dan intususepsi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
32

membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. (Way LW, 1994)
 Radiologik
Pada foto posisi tegak akan tampak bayangan air fluid level yang banyak
di beberapa tempat (multiple air fluid level) yang tampak terdistribusi dalam
susunan tangga (step ladder appearance), sedangkan usus sebelah distal dari
obstruksi akan tampak kosong. Jumlah loop dari usus halus yang berdilatasi
secara umum menunjukkan tingkat obstruksi. Bila jumlah loop sedikit berarti
obstruksi usus halus letaknya tinggi, sedangkan bila jumlah loop lebih banyak
maka obstruksi usus halus letaknya rendah. Semakin distal letak obstruksi,
jumlah air fluid level akan semakin banyak, dengan tinggi yang berbeda-beda
sehingga berbentuk step ladder appearance. (Way LW, 1994)
Bayangan udara di dalam kolon biasanya terletak lebih ke perifer dan
biasanya berbentuk huruf “U” terbalik. Obstruksi kolon ditandai dengan dilatasi
proksimal kolon sampai ke tempat obstruksi, dengan dekompresi dari kolon
bagian distal. Kolon bagian proksimal sampai letak obstruksi akan lebih banyak
berisi cairan daripada feses. Usus halus bagian proksimal mungkin berdilatasi,
mungkin juga tidak. Dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barium enema. Foto
polos abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. (Way LW, 1994)
Foto thoraks PA diperlukan untuk mengetahui adanya udara bebas yang
terletak di bawah diafragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi. CT scan
kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus
halus untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya abses maupun keganasan. (Way LW,
1994)
33

2.9 Diagnosis

Penentuan ada tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar dilakukan asal kita cukup
sabar untuk menantikan timbulnya kolik sehingga terlihat gejala kolik yang khas. Pada
strangulasi, terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan gangguan peredaran darah
sehingga terjadi iskemia, nekrosis, atau gangreb. Gangren menyebabkan tanda toksis
seperti yang terjadi pada sepsis, yaitu takidardia, syok septik , dengan leukositosis.
(Sjamsuhidayat, 2005).

Diagnosa ileus obstruksi diperoleh dari: (Way LW, 1994)

1. Anamnesis

Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia. Pada ileus obstruksi usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilikus,
sedangkan pada ileus obstruksi usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah
pada ileus obstruksi usus halus berwarna kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi

Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan


turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi,
parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik
usus yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

b. Auskultasi

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing


logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa
hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas
peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya
nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruksi strangulata.

c. Perkusi

Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.


34

d. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup ‘defance musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan
atau massa yang abnormal.

e. Rectal Toucher

- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease

- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma

- Feses yang mengeras : skibala

- Feses negatif : obstruksi usus letak tinggi

- Ampula rekti kolaps : curiga obstruksi

- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis

3. Laboratorium

Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah putih
yang normal tidak menyampingkan strangulasi. Peningkatan amilase serum kadang-
kadang ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis strangulasi.

4. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos abdomen dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak distensi
usus promaksimal dari hambatan dan fenomena anak bangga.
2. Pada volvulus sogmoid tampak sigmoid yang disertai berbentuk U terbalik.
3. Pada dugaan tumor kolon dapat dibuat foto barisan enema.
4. Enteroclysis

2.10 Diagnosis Banding

1. Ilieus paralitik
Merupakan suatu gawat abdomen berupa distensi abdomen karena usus tidak
berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas di mana peristaltik usus dihambat
sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Manifestasi kliniknya berupa distensi perut, tidak dapat flatus maupun
defekasi dan dapat disertai muntah serta perut terasa kembung. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan distensi abdomen, bising usus menurun atau bahkan menghilang, tidak
35

terdapat nyeri tekan dan perkusi timpani di seluruh lapang abdomen. Pada pemeriksaan
radiologi, foto polos abdomen didapatkan gambaran dilatasi usus menyeluruh dari gaster
sampai rektum dan herring bone appearance (gambaran tulang ikan). (Hodin RA, Mathew
JB, 2001)

Macam Nyeri Distens Muntah/ Bising usus/ Keteranga


Ileus Ileus i borborigmi abdomen n
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + lambat Meningkat -
simple fekal
(kolik)
rendah
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
dengan
(terus-
strangulasi
menerus
terokalisir)
Paralitik + ++++ + Menurun -
Obstruksi ++++ +++ +++ Menurun -
vaskuler
Tabel 2.2 Macam Ileus (dikutip dari Hodin RA, Mathew JB, 2001)

2.11 Tatalaksana

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami


obstruksi untuk mencegah perforasi. Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau lilitan
harus di hilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum
dan sewaktu pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan
elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. (Sjamsuhidayat, 2005).

Operasi Emergency / CITO adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan dengan
tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat. Pada kasus
36

ileus obstruktif akan perlu dilakuakan tindakan cito apabila sudah ada tanda tanda
nekrosis pada usus yang menyebabkan pasien mengalami kesakitan yang hebat.

Operasi urgensi adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan dengan tujuan life
saving pada seorang pasien yang membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat
dilakukan dalam 24-30 jam. Pada ileus obstruksi biasanya yang disebabkan oleh hernia
inkaserata.

Operasi Elektif, Adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan terjadwal dengan
persiapan, bukan bertujuan life saving, dan dilakukan pada pasien dengan kondisi baik,
bukan gawat darurat. Pada pasien ileus obstruksi biasanya yang disebabkan oleh cacing,
adhesi, radang kronik, tumpukan sisa makanan, tumor. (Sebastian DC, 1995)

Prinsip pengobatan meliputi; (Henry MM, Thomson JN, 2012)

1. Persiapan
- Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi, dan dekompresi
- Resusitasi cairan dan elektrolit dengan cairan isotonic
dilakukakan untuk perbaikan keadaan umum
- Pemasangan kateter untuk monitor produksi urine
- Antibiotic spectrum luas dpat diberikan bila ditemukan tanda
infeksi
2. Operasi
Laparatomi dan eksplorasi untuk menentukan viabilitas usus setelah
pelepasan strangulasi laparoskopi dapat dipertimbangkan pada kondisi
distensi minimal, sumbatan proksimal, dan sumbatan parsial
3. Pasca-bedah
Cairan, elektrolit, dan nutrisi perlu diperhatikan karena keadaan usus
masih paralitik
2.12 Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi


usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi
bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin
mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum.
Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang
37

permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan
mengakibatkan syok septik. (Sebastian DC, 1995)

2.13 Prognosis

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai


angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang
sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai
angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam
sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36
jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan. (Sebastian DC, 1995)

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. Buku Ajar

Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 623-31.

Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,

Heyworth T, editors. Textbook of Adult Emergency Medicine. 2nd ed. New

York: Churchill Livingstone; 2004 . p. 306-9.


38

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta :

Departemen kesehatan Republik Indonesia.

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar keperawatan medical Bedah Edisi 8 Vol. 2. EGC : Jakarta

Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta.

Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox

KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern

surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2004. p. 1323-42.

Price SA, Wilson LM. Gangguan Usus Halus dan Usus Besar. Dalam: Wijaya, Caroline,

editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2006. p. 437-59.

Geneser F. Histologi Usus Besar. Dalam: Gunawijaya AF, editor. Buku Teks Histologi

Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.

Way LW : Current surgical Diagnosis and Treatment 10th ed, Appleton & Lange, 1994,

p.610-18,628-29,640-43

Hodin RA, Mathew JB : Small intestine in surgery Basic Science and Clinical Evidence,

springer-Verlag,2001,p.623=628.

Henry MM, Thomson JN, penyunting. Small bowel disease and intestinal obstruction.

Dalam: Clinical Surgery. Edisi ke-3. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012

Sabiston DC. Kelainan Bedah Usus Halus. Dalam: Andrianto P, Oswari J, editors. Buku

Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta: EGC; 1995. p. 544-59.

Anda mungkin juga menyukai