Dosen Pengampu:
DONI FEBRIAL SH. MH
Disusun Oleh:
REZKI OKTOBERI
NPM. 177510729
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah seminar yang
berjudul “Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia”.
Dalam pembuatan laporan ini penulis banyak mengalami kendala, tapi berkat
dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dan
dengan selesainya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan. Namun
demikian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan untuk di masa yang akan datang.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Pengertian Moral....................................................................................................1
B. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila ...............................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5
A. Pancasila Menjadi Moral Kehidupan Bangsa........................................................5
B. Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia..................................6
C. Praktik Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia......................7
D. Resolusi Pancasila Sebagai Landasan Moral Masyarakat Indonesia....................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Nilai, norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling berkaitan. Dalam
hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
norma kenegaran lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang
bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu
pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan
bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan
nyata dalam masyarakat, bangsa dan negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman.
Suatu sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan
waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
A. Pengertian Moral
Secara etimologis kata moral berasal dari kata mos artinya cara/adat istiadat/kebiasaan,
jamaknya mores. Kata moral sama dengan kata etos (Yunani) menurunkan kata etika. Dalam
bahasa Arab, moral berarti budi pekerti/akhlak.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma
yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika
1
sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat
berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral
ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam
berbagai aspeknya.
Dalam konsep Indonesia, Menurut Driyarka, moral atau kesusilaan adalah nilai yang
sebenarnya bagi manusia, dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan
sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia. (Driyarkara, 1966 : 25).
Norma atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusiadi
masyarakat untuk melaksanakan perbuatan yang baik dan benar.
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan
nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan
apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan
bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka
berikut ini kita uraikan :
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
2
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu mahluk yang berbudaya dengan memiliki
potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan
martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama
berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti wajar yaitu
sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim dengan sopan
santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan harus
senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Dengan
demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan
umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang
mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan
bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian
dunia yang abadi.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam
satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut
sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan
dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan
hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
3
keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tat cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui
lembaga perwakilan.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap
orang yang menjadi rakyat Indonesia. Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis
atau komunalistis karena keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya
hubungan antara manusia sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat.
BAB II
4
PEMBAHASAN
Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral
kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara
menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya,
negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan
kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan
norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu
mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu, masalah
yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini harus senantiasa
diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara terhadap peri kehidupan
bangsa.
Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang-undangan terbatas pada moral
bersama rakyat Sehubungan dengan pengamalan Pancasila dalam konteks moral perorangan,
negara wajib menciptakan suasana yang mampu memupuk budi pekerti luhur dengan baik.
Dalam penjelasan umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa “undang-undang dasar
harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur.
5
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam
mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui
moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari
kepandaian warga negaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang
lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas
memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.
Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan
moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang
bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan
bertindak. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan
sosial. Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini
terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke
mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju,
sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya
hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih
jauh untuk kebahagiaan rohaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan. Alinea
pertama pada Pembukaan Undang Undang Dasar yang berbunyi, “bahwa kemerdekaan itu
adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Alinea ini menjadi payung moral
para pejuang kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita.
Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial,
yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan
nilai-nilai hakiki manusia. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi
moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak
yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi
perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.
Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak
jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana
6
mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan
bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit sang pencetus
menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan
luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling
berharmoni. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar- dasar nilai
yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan.
Dalam paktiknya sendiri, Moralitas Pancasila saat ini menjadi barang yang sangat
mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.
Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan
moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan antara alinea I, II, III
dengan alinea IV. Nilai-nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah
digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan
solidaritas dan kepedulian pada sesama. Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti
korupsi berdasarkan Pancasila?
7
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu
mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak
akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun mentalitas
melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi
penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya
pendidikan Pancasila.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar
manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai yang
menjadi sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
norma kenegaran lainnya. Suatu nilai yang bersifat mendasar yang memberikan landasan bagi
manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Nilai-nilai yang terkandung
dalam masing-masing sila Pancasila yang tidak dapat dipisahkan dari masing-masing silanya.
Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral Pancasila menjadi moral
kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan penyelenggaraan negara
menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika politik. Sebagai konsekuensinya,
negara tunduk kepada moral dan wajib mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan
kebijaksanaan negara sehingga perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral
sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator
kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warga negaranya, tidak juga dari
kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa
tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas Pancasila memberi dasar, warna sekaligus
penentu arah tindakan suatu bangsa.
Namun dalam paktiknya, Moralitas Pancasila saat ini semakin sedikit orang yang
masih betul-betul memegang terhadap moralitas tersebut. Hal tersebut berimplikasi kepada
sedikit banyak polemik yang dihadapi oleh Masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini.
B. Saran
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu bisa
mengurangi angka polemik di Indonesia. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu
tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan
9
korupsi. Membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun
mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
10
• http://weloveblitar.blogspot.co.id
• http://almachaniago.blogspot.co.id
11