KELOMPOK 4
2018
KATA PENGANTAR
1
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dan manfaatnya bagi pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan.............................................................................................................2
A. Kesimpulan...................................................................................................18
B. Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
Organ yang paling cepat mengalami kerusakan adalah otak, karena otak hanya
akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan oksigen. Jika dalam waktu lebih
dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan
mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban.
Oleh karena ifi golden period (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas
dan henti jantung adalah dibawah 10 menit.Artinya dalam watu kurang dari l0 menit
penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung harus sudah mulai mendapatkan
pertolongan.Jika tidalq maka harapan hidup si korban sangat kecil. Adapun pertolongan
yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung
adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru (RIF). Resusitasi jantung paru (RIP)
merupakan usaha yang dilakukan untuk Mengembalikan fungsi pemafasan dan atau
sirkulasi pada henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest).
Resusitasi jantung paru otak dibagi dalamttiga fase : bantuan hidupdasar, bantuan hidup
lanjut, bantuan hidup jangka lama
4
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa mengetahui dan memahami serta mampu
melaksanakan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengertian Bantuan Hidup Dasar (BHD)
2. Mengetahui tujuan dari Bantuan Hidup Dasar (BHD)
3. Mengetahui indikasi dari Bantuan Hidup Dasar (BHD)
4. Memahami langkah-langkah Basic Life Support (BLS)
5. Memahami perbedaan dari Bantuan Hidup Dasar (BHD) menurut AHA Tahun
2005,2010 dan 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bantuan hidup dasar pada anak atau sering disebut Pediatric Basic Life Support (BLS)
merupakan hal yang penting untuk kelangsungan dan kualitas hidup anak.
Pediatric Chain Survival berdasarkan American Heart Association tahun 2010 meliputi
tindakan preventif, resusitasi jantung paru (RJP) segera dengan mengutamakan pijat
jantung (teknik C-A-B atau Circulation-AirwayBreathing), mengaktifkan akses
emergensi atau emergency medical system (EMS), bantuan hidup lanjut, serta melakukan
perawatan pasca henti jantung.
Keberhasilan dari resusitasi setelah henti jantung akan bergantung pada langkah-langkah
yang harus kita lakukan secara berurutan. Hal ini disebut juga Rantai Keselamatan yang
mencakup:
1. Deteksi dini dari henti jantung dan aktivasi sistem pelayanan gawat darurat terpadu
(SPGDT)
2. Melakukan RJP secara dini dengan teknik penekanan yang tepat
3. Melakukan kejut jantung secara dini
4. Melakukan Bantuan Hidup Lanjut yang efektif
5. Melakukan resusitasi setelah henti jantung secara terintegrasi
2.2 Tujuan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
a. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ vital
(otak,jantung dan paru)
b. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
c. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
d. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
e. Melindungi orang yang tidak sadar
f. Mencegah terhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi
g. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP)
2.3 Indikasi Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan sebagai
berikut:
a. Henti nafas (respiratory arrest)
Henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara pernapasan
dari korban/pasien. Henti nafas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan
bantuan hidup dasar. Henti nafas dapat erjadi pada keadaan :
1) Tenggelam
2) Stroke
3) Obstruksi jalan napas
4) Epiglotitis
5) Overdosis obat-obatan
6) Tersengat listrik
7) Infark miokard
8) Tersambar petir
9) Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas, oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa
menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital
lainnya. Jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar
korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
Meraba dan menetukan denyut nadi karotis. Jika ada denyut nadi maka dilanjutkan
dengan memberikan bantuan pernafasan, tetapi jika tidak ditemukan denyut nadi,
maka dilanjutkan dengan melakukan kompresi dada. Untuk penolong non petugas
kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum).
Penentuan lokasi ini dapat dilakukan dengan cara tumit dari tangan yang pertama
diletakkan di atas sternum, kemudian tangan yang satunya diletakkan di atas tangan
yang sudah berada di tengah sternum. Jari-jari tangan dirapatkan dan diangkat pada
waktu penolong melakukan tiupan nafas agar tidak menekan dada.
Posisi tangan
Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika
korban berada di tempat tidur Chest compression Kompresi dada dilakukan sebanyak
satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik) Kecepatan kompresi diharapkan mencapai
sekitar 100 kompresi/menit. Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5
cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada
atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
4. Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Caranya dengan meletakkan satu
tangan pada dahi korban, lalu mendorong dahi korban ke belakang agar kepala
menengadah dan mulut sedikit terbuka (Head Tilt) Pertolongan ini dapat ditambah
dengan mengangkat dagu (Chin Lift). Namun jika korban dicurigai cedera tulang
belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust yaitu dengan mengangkat
dagu sehingga deretan gigi Rahang Bawah berada lebih ke depan daripada deretan
gigi Rahang Atas.
5. Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1
detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume
tidal yang masuk adekuat. Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai
berikut :
a. Pastikan hidung korban terpencet rapat
b. Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
c. Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
d. Berikan satu ventilasi tiap satu detik
e. Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat
dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban. Untuk pemberian melalui bag mask
pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat
memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml. Setelah terpasang
advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau
sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi. Jika
pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi
dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan
memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan
kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi
dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8
detik/kali.
6. RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau
petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak
memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau
pemasangan advance airway.
7. Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat
tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada,
kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi
kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali.
Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa
kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced
Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
No ABC CAB
Memeriksa respon pasien termasuk
1 Memeriksa respon pasien
ada/tidaknya nafas secara visual.
Melakukan panggilan darurat dan
2 Melakukan panggilan darurat
mengambil AED
Circulation (Kompresi dada dilakukan
3 Airway (Head Tilt, Chin Lift) sebanyak satu siklus 30 kompresi, sekitar 18
detik)
Breathing (Look, Listen, Feel,
dilanjutkan memberi 2x ventilasi Airway (Head Tilt, Chin Lift)
4 dalam-dalam)
Breathing ( memberikan ventilasi sebanyak 2
Circulation (Kompresi jantung +
5 kali, Kompresi jantung + nafas buatan (30 :
nafas buatan (30 : 2))
2))
6 Defribilasi
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah : Henti jantung terjadi
sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien
segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau
pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting
adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early
defibrillation).
Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses
pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil
alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka
kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus
kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari
orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu
yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi
mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan ditemukan
paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat
menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa
mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya
dapat melakukan kompresi dada.
2.5 Perbedaan Basic Life Support (BLS) Menurut AHA Tahun 2005, 2010 Dan 2015
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam
bahasa indonesia disebut RJP (resusitasi jantung paru) yang berbeda dari prosedur
sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam
sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation)
sekarang menjadi C-A-B (Circulation-Airway-Breathing). Namun perubahan yang
ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa,anak, dan bayi.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi
dada dari pada pembuka jalan nafas dan memberikan nafas buatan pada penderita henti
jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih
diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen ke seluruh tubuh terutama
organ-organ vital seperti otak, paru, antung, dll.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti
jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu
memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang
mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan
pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan nafas dan
pemberian napas buatan seperti prosedur yang lama.
Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun
terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah
kualitas kompresi dada.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Panduan RJP 2005 dengan RJP
2010.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara panduan pedoman AHA 2010 dan 2015:
Pembaruan Pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC, termasuk ringkasan ekslusif
yang dipublikasikan dalam sirkulasi pada oktober 2015, dan untuk mempelajari rincian
ringkasan ilmu resusitasi dalam 2015 International Consensus on CPR and ECC Science With
Treatment Recommendations, yang dipublikasikan secara bersamaan dalam sirkulasi dan
resusitasi.
Pembaruan pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC didasarkan pada proses evaluasi
bukti internasional yang melibatkan 250 orang pemeriksa bukti dari 39 negara. Proses
pemeriksaan sistematis ILCOR cukup berbeda bila dibandingkan dengan proses yang
digunakan pada 2010. Untuk proses pemeriksaan sistematis 2015, tugas ILCOR
mengharuskan untuk memeriksa topik yang di prioritaskan, dengan kondisi munculnya ilmu
baru yang memadai atau terdapat kontroversi yang memerlukan pemeriksaan sistematis.
Sebagai hasil dari prioritas tersebut, jumlah pemeriksaan yang diselesaikan pada 2015 (166)
lebih sedikit dibandngkan jumlah pemeriksaan pada 2010 (274).
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu tindakan
penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian. Bantuan Hidup Dasar (BHD) dilakukan
pada pasien-pasien dengan keadaan henti napas dan henti jantung.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat dengan
teknik ABC yaitu airway atau membebaskan jalan nafas, breathing atau memberikan
nafas buatan, dan circulation atau pijat jantung pada posisi shock. Namun pada tahun
2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation, breathing, airway). Pembaruan
pedoman AHA 2015 untuk CPR dan ECC didasarkan pada proses evaluasi bukti
internasional yang melibatkan 250 orang pemeriksa bukti dari 39 negara.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://edoc.tips/download/makalah-bhd_pdf