Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh sangat diperlukan untuk
memelihara kesehatan dan fungsi tubuh. Keseimbangan adalah menjaga
distribusi air dan elektrolit yang masuk dan keluar didalam tubuh,
ketidakseimbangan dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang berhubungan
dengan beberapa penyakit. Oleh karena itu, perawat harus waspada terhadap
beberapa macam perbedaan dari klien, meliputi penilaian dan koreksi pada
ketidakseimbangan dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penyebab dari diare adalah kebanyakan akibat terjadi infeksi saluran
pencernaan yang merupakan penyebab utama diare. Penyebab utama pada anak
adalah kepada bakteri, virus, parasit, protozoa, adapula yang disebabkan karena
faktor malabsorbsi dan faktor makanan.
Karena diare merupakan penyakit umum yang dapat diderita oleh
manusia, terutama oleh anak-anak. Maka penulis menyusun studi kasus ini
"Diare" yang bertujuan supaya dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan
penulis. Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja
yang encer atau cair.
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dilingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis disebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot
diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul. Antara
cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa yang
dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus
organ yang ada diabdomen dan menjadi peritoneum visceralis. Pada vertebrata,
didalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti sebagian besar organ
sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ yang dapat
ditemukan diabdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster), usus
halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap
dan saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ
saluran kemih seperti: sepe rti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica

1
urinaria); Organ lain seperti limpa (lien). Istilah trauma abdomen atau gawat
abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen
yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan beda,
misalnya misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi
atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas
yang tidak jelas pada area lain yang terkait.
Jelas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma
tajam.. Pada trauma tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju)
biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul
velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multipel. Aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk te rkena injury yang bisa
saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin hanya
mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata diluar itu masih
banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen. Insiden trauma
abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih tinggi pada
trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik diagnostik
baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma
tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Trauma abdomen akan ditemukan
pada 25 % penderita multi-trauma, gejala dan tanda yang ditimbulkannya
kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi
untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. Tujuan
a. Mengetahui Pengertian Diare dan Trauma Abdomen
b. Mengetahui Etiologi Diare dan Trauma Abdomen
c. Mengetahui Patofisiologi Diare dan Trauma Abdomen
d. Mengetahui Manifestasi Klinis Diare dan Trauma Abdomen
e. Mengetahui Penatalaksanaan Diare dan Trauma Abdomen
f. Mengetahui komplikasi Diare dan Trauma Abdomen
g. Mengetahui Asuhan Keperawatan Diare dan Trauma Abdomen

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR DIARE


1. Definisi
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk
tinja yang encer atau cair (Suriadi, S.Kp dan Rita Yuliani, S.Kp, 2001). Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 ml/jam tinja) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cairan (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi yang
meningkat (Arief Mansjoer, 2001).

2. Etiologi
a) Faktor infeksi
1) Bakteri enteropathogenic eschericia coli, saleuonella, strigela,
yersinia, enterocouhea.
2) Virus; enterovirus – enehoviruses, adenovirus, human retrovirua
seperti agent rotarirus.
3) Jamur, candida enteritis
4) Parasit, giardia clambia, crytosporidium
5) Protozoa
b) Bukan faktor infeksi
1. Alergi makanan; susu, protein
2. Gangguan metabolik atau malabsorpsi
3. Iritasi pada saluran pencernaan
4. Obat-obatan; antibiotik

3
5. Penyakit usus, confus alceratif
6. Eurosional atau stress
7. Obstruksi usus
c) Penyakit infeksi: otitis media, infeksi saluran nafas atas

4
3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan
osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terrdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya data menimbulkan
diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke
dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare. (Musliha,S.Kep., Ns.2010)

Menurunnya pemasukan/hilangnya cairan


akibat muntah, diare, demam

Tiba-tiba, dengan cepat cairan ekstraseluler hilang

Ketidakseimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intraseluler

Disfungsi seluler

Syok hiporolemik

Kematian

5
4. Manifestasi Klinis
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi,ubun-ubun dan mata cekung,
membran mukosa kering
c. Nyeri tekan diatas daerah abdomen
d. Demam
e. Mual dan muntah
f. Lemah
g. Pucat
h. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat
i. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
j. Kekurangan cairan menyebabkan pasien merasa haus, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara serak.

5. Klasifikasi
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat
dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
b. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu.
Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak
ditetapkan batas waktu 2 minggu.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat alergi pada obat-obat atau makanan
b. Kultur tinja
c. Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin dan glukosa
d. Pemeriksaan tinja; PH, leukosit, glukosa dan adanya darah

7. Penatalaksanaan
a. Penanganan fokus pada penyebab
b. Pemberian cairan dan elektrolit, onal seperti oralit atau terapi perenteral.
c. Pada bayi pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI.

6
8. Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Hipokelami
c. Hipokalsemi
d. Cardiae dysrhytimias akibat hipokalemi dan hipokalsemi
e. Hiponatremi
f. Syok hipovolemik
g. Asidosis

B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian riwayat diare
b. Pengkajian status hidrasi: ubun-ubun, furgor kulit, mata, membran
mukosa mulut.
c. Kaji tinja: jumlah., warna, bau, konsistensi dan waktu buang air besar.
d. Kaji intake dan output
e. Kaji berat badan
f. Kaji tingkat aktivitas anak
g. Kaji tanda-tanda vital

2. Diagnosis Keperawatan
a. Diare yang berhubungan dengan proses infeksi
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien

3. Diagnosis Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan proses infeksi
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien

7
4. Rencana Intervensi
No Diagnosis Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Diare berhubungan Setelah dilakukan tindakan  Observasi tanda-tanda
dengan proses infeksi keperawatan selama 3 x 24 vital dan dehidrasi
jam diare pasien teratasi  Ukur input dan output
dengan kriteria hasil: cairan
 Kesiembangan cairan dan  Berikan dan anjurkan
elektrolit dapat keluarga untuk
dipertahankan dalam batas memberikan minum
normal yang banyak kurang
 Mencret dapat berkurang lebih 2000 – 2500 cc
 Konsistensi BAB lunak per hari
 Turgor kulit baik  Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
cairan pemeriksaan
lab elektrolit
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan  Kaji status nutrisi
pasien.
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24
 Timbang berat badan
ketidakmampuan jam defisit nutrisi pasien klien
mengabsorbsi nutrien teratasi dengan kriteria  Berikan informasi
yang tepat terhadap
hasil: pasien tentang
 Intake nutrisi tercukupi. kebutuhan nutrisi
yang tepat dan sesuai.
 Asupan makanan dan  Kolaborasi dengan
cairan tercukupi ahli gizi untuk
menentukan jumlah
 Penurunan intensitas kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan
terjadinya mual muntah
pasien.
 Penurunan frekuensi
terjadinya mual muntah.

I.II TRAUMA ABDOMEN

8
A. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat dibagi menjadi dua jenis.
1) Trauma penetrasi
a) Trauma Tembak
b) Trauma Tumpul
2) Trauma non-penetrasi
a) Kompresi
b) Hancur akibat kecelakaan
c) Sabuk pengaman
d) Cedera akselerasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.


1. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak
dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena
trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma abdomen pada isi
abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin
disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) , Luka tusuk pada abdomen dapat menguji
kemampuan diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thoraks abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus
sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.

9
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-peneterasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda
iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran
klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-
tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum. Bila syok
telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga
terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada
fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan
(Sjamsuhidayat, 1997)

10
SKEMA

Trauma
Abdomen

Penetrasi Non penetrasi

Pendarahan

Penurunan sel Iritasi


darah merah

Nyeri tekan
Syok hemoragik Nyeri spontan
Distensi
abdomen

Peningkatan
Takikardi
suhu tubuh

11
D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinik

Klinis Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis


menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen,
distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi
biasanya terdapat adanya Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen:
Terjadi perdarahan intra abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi
usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan
peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena) Kemungkinan
bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
 Terdapat luka robekan pada abdomen
 Luka tusuk sampai menembus abdomen
 Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan
keluar dari dalam andomen
Trauma Operasi terjadi perforasi Lapisan abdomen (kontusio,laserasi
Menekan Syaraf Peritonitis Terjadi perdarahan dalam jaringan Lunak dan rongga
abdomen Nyeri Motilitas usus Dilakukan tindakan drain Disfungsi usus resiko
tinggi infeksi Refleks usus output cairan lebih. Peningkatan Gg keseimbangan
elektrolit metabolisme Defisit volume Cairan dan elektrolit intake nutrisi kurang
Kelemahan fisik Gangguan Mobilitas

E. Komplikasi klinik

Segera : hemoragi, syok, dan cedera.


Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).

F. Pemeriksaan diagnostik

1. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL
adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan
DPL, antara lain:
 Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

12
 Trauma pada bagian bawah dari dada
 Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
 Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
 Pasien cedera abdominalis dan cidera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
 Patah tulang pelvis
Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB
atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau
usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti
trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah
diketahui hasil. Diagnostic Peritonea Lavage (DPL), seperti adanya darah pada
rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih
dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang
cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan
dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
 Hamil
 Pernah operasi abdominal
 Operator tidak berpengalaman
2. Skrinning pemeriksaan rongten.
Foto rongsen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium.
Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retroperitoneum.
a. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
b. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
c. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada
1) fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi

13
G. Penatalaksanaan

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam


nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik
mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda
lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika
ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan
napas.
1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan
tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat Memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status
respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.
Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio
kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi
dada dan 2 kali bantuan napas

14
ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian Data

DasarPemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi


menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah:
1. Aktifitas/istirahat
Subjektit : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Objektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma).
2. Sirkulasi
Objektif : Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll). Normalnya pernapasan normal berkisar antara 8-
20 kali per menit (dewasa), 15 – 30 (anak-anak) dan 25 – 50 (bayi)
3. Integritas ego
Subjektif : menyangkal gejala penting / adanya kondisi takut mati, perasaan ajal
suah dekat, marah pada penyakit / perawatan yang tidak perlu,
kuatir tentang eluarga, kerja, keuangan. Perubahan tingkah laku /
kepribadian (tenangatau dramatis),
Objektif : menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri.
4. Eliminasi
Objektif : Inkontinensia kandung kemih/usus ataumengalami gangguan fungsi
5. Makanan dan cairan
Subjektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Objektif : Mengalami distensi abdomen. Nyeri tekan di perut,kulit
kering/berkeringat, perubahan berat badan.
6. Neurosensori.
Objektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, Perubahan kesadaran
bisa sampai koma, perubahan status mental, Kesulitan dalam
menentukan posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
Subjektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Objektif : wajah meringi, gelisah, merintih, emosi labil, perilaku berhati-hati.

15
8. Pernafasan
Objektif : Perubahan pola nafas.
9. Keamanan
Subjektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Objektif : Dislokasi gangguan kognitif.Gangguan rentang gerak.

16
III. Diagnosis Keperawatan

1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pendarahan


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedara fisik
3. Resiko infeksi

Rencana Intervensi
No Diagnosis Tujuan (NOC) NIC
1. Defisit Volume Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tanda-tanda
cairan dan elektrolit keperawatan selama 3 x 24 jam vital.
berhubungan dengan defisit volume cairan dan b. Pantau cairan
perdarahan elektrolit pasien teratasi dengan parenteral dengan
kriteria hasil: elektrolit, antibiotik dan
 Mempertahankan urine vitamin
output sesuai dengan usia c. Kaji tetesan infus
dan BB, urine normal,
d. Kolaborasi : Berikan
 Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal cairan parenteral sesuai
 Tidak ada tanda tanda indikasi.
dehidrasi, Elastisitas turgor e. Tranfusi darah
kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan

2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Kaji karakteristik


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri
agen pencedara fisik defisit nyeri akut pasien b. Beri posisi semi
. teratasi dengan kriteria hasil: fowler.
 Mampu mengontrol nyeri c. Anjurkan tehnik
(tahu penyebab nyeri, manajemen nyeri seperti
mampu menggunakan tehnik
distraksi
nonfarmakologi untuk
megurangi nyeri, mencari d. Kolaborasi
bantuan) pemberian analgetik
 Melaporkan bahwa nyeri sesuai indikasi.
berkurang dengan
e. Managemant
menggunakan manajemen
nyeri lingkungan yang nyaman

17
 Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang
normal
 Tidak mengalami gangguan
tidur

3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tanda-tanda


keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi, keadaan luka,
kerusakan resiko infeksi pasien
tanda-tanda vital
teratasi dengan kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan b. Menganjurkan
gejala infeksi teknik mencuci tangan
 Menunjukkan kemampuan bersih
untuk mencegah timbulnya
c. Perawatan luka
infeksi
 Jumlah leukosit dalam batas dengan prinsip sterilisasi
normal d. Kolaborasi
 Menunjukkan perilaku hidup
pemberian antibiotik
sehat
 Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas
normal

18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang
encer atau cair (Suriadi, S.Kp dan Rita Yuliani, S.Kp, 2001). Diare adalah buang air
besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-
200 ml/jam tinja) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan (setengah
padat), dapat pula disertai frekuensi yang meningkat (Arief Mansjoer, 2001).
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma pada abdomen dapat dibagi menjadi dua
jenis.
1) Trauma penetrasi
a) Trauma Tembak
b) Trauma Tumpul
2) Trauma non-penetrasi
a) Kompresi
b) Hancur akibat kecelakaan
c) Sabuk pengaman
d) Cedera akselerasi
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
B. SARAN
Saya menyadari bahwa makalah yang disusun jauh dari kesempurnaan, tetapi
dengan adanya makalah ini Mahasiswa bisa mengetahui tentang penyakit Diare
dan Trauma Abdomen. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sehingga kedepannya menjadi lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Markum, A.H 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Jilid I. FKMI: Jakarta
Mansjoer Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Ausculapius:
Jakarta
Suriadi, S.Kp, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. CV. Sagung
Seto: Jakarta
Nursalim. 2001. Proses Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Salemba
Medika: Jakarta
Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta.
Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, EGC,
Jakarta.
Musliha. 2010, Keperawatan Gawat Darurat. Nusa Medika. Yogyakarta
https://www.scribd.com/doc/99251013/Trauma-Abdomen
https://www.scribd.com/doc/94249760/MAKALAH-DIARE

20
21

Anda mungkin juga menyukai