Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Asuhan Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

Ayu Efriani
Fenny Rizky. A
Yulia Sofiani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Kapita
Selekta Kedokteran, 2000 : 36).
Fraktur dapat dibagi menjadi :
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/
sekitar patah tulang masih utuh.
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang
berhubungan dengan dunia luar.

II. Klasifikasi menurut Gastilo dan Anderson dari derajat patah tulang
1. Derajat 1
- Luka < 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
- Fraktur sederhana, transversal, oblik atau kominutif ringan.
- Kontaminasi mininal.
2. Derajat 2
- Laserasi > 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap / arulsi.
- Fraktur kominutif sedang.
- Kontaminasi sedang.
3. Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luar meliputi struktur kulit, otot
dan neuro vaskuler serta keutamaan derajat tinggi secara otomatis,
Gustilo membagi lagi menjadi 3 bagian :
1. Derajat III A
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas / flap / avulsi / fraktur segmental / sangat
kuminatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
2. Derajat III B
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar
atau kontaminasi.
3. Derajat III C
Luka pada pembuluh arteri / saraf perifer yang harus dan perbaiki
tanpa melihat keruskaan jaringan lunak. (Kapita Selekta
Kedokteran, 2000 : 347)

III. Anatomi Fisiologi


Tulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung
atas terdiri dari
a. Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam dan ke atas
tulang tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea,
lubang kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang
menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum os coxal.
b. Trochanten mayor sebelah lateral dan trochanter minor sebelah
medial, merupakan melekatnya otot-otot.
Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah medial, sebagian
besar permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada bagian
posterior linea aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda,
membentang ke bawah dari trochanter atas dan melebar keluar bawah
untuk menutup area yang halus. Ujung bawah terdiri dari kondik medial
dan lateral yang besar dan suatu area tulang diantaranya kondile
mempunyai permukaan artikulur untuk fibia dibawah dan patela di depan.
Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang umum, fraktur
tersebut lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena jatuh.
Fraktur tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong
banyak suplay darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan
dan memudahkan pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini
biasanya ditangani dengan memasang pembaja melalui trochanter mayor
ke dalam kaput femuris. Dengan demikian pasien mampu untuk turun dari
tempat tidur dan mulai untuk berjalan (John Gibson, 1995 : 44).

IV. Patofisiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan memuntir, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan memuntir mendadak dan bahkan kontraksi ekstrem,
sehinggga tulang mengalami kegagalan menahan tekanan terutama
tekanan membengkok, memutar, dan tarikan. Fraktur akan mempengaruhi
jaringan sekitarnya yaitu perusakan pada saraf sensori, kerusakan jaringan
lemak dapat menyebabkan luka terbuka sehingga memungkinkan
terjadinya infeksi. Untuk kerusakan pembuluh darah dapat menyebabkan
perdarahan, inflamasi, dan rupture tendon sehingga terjadinya penekanan
saraf akan menyebabkan nyeri. Selain itu juga akan mempengaruhi
korteks tulang dan periosteum sehingga akan mengalami deformitas dan
pemendekan tulang, hal itu menyebabkan ekstremitas terganggu.
(Chairuddin Rasjad, 1998)
V. Penatalaksanaan
a. Patah tulang terbuka
Prinsip
- Harus ditegakkan dan ditangani dahulu akibat trauma yang
membahayakan jiwa  airway, breathing, circulation.
- Semua patah tulang terbuka adalah kasus gawat darurat yang
memerlukan penanganan segera yang meliputi pembidaian,
menghentikan perdarahan dengan perban tekan, menghentikan
perdarahan besar dengan klem.
- Pemberian antibiotika.
- Debridement dan irigasi sempurna.
- Stabilisasi.
- Penutub luka.
- Rehabilitasi.
1. Life Saving
Semua penderita patah tulang terbuka harus di ingat sebagai
penderita dengan kemungkinan besar mengalami cidera ditempat
lain yang serius. Hal ini perlu ditekankan mengingat bahwa untuk
terjadinya patah tulang diperlukan suatu gaya yang cukup kuat
yang sering kali tidak hanya berakibat total, tetapi berakibat multi
organ. Untuk life saving prinsip dasar yaitu : airway, breath and
circulation.
2. Semua patah tulang terbuka dalam kasus gawat darurat
Dengan terbukanya barier jaringan lunak maka patah tulang
tersebut terancam untuk terjadinya infeksi seperti kita ketahui
bahwa periode 6 jam sejak patah tulang tebuka luka yang terjadi
masih dalam stadium kontaminsi (golden periode) dan setelah
waktu tersebut luka berubah menjadi luka infeksi. Oleh karena itu
penanganan patuah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah
tulang terbuka, tercapai walaupun ditinjau dari segi prioritas
penanganannya. Tulang secara primer menempati urutan prioritas
ke 6. Sasaran akhir di maksud adalah mencegah sepsis,
penyembuhan tulang, pulihnya fungsi.
3. Pemberian antibiotika
Mikroba yang ada dalam luka patah tulang terbuka sangat
bervariasi tergantung dimana patah tulang ini terjadi. Pemberian
antibiotika yang tepat sukar untuk ditentukan hany saja sebagai
pemikiran dasar. Sebaliklnya antibiotika dengan spektrum luas
untuk kuman gram positif maupun negatif.
4. Debridemen dan irigasi
Debridemen untuk membuang semua jaringan mati pada darah
patah terbuka baik berupa benda asing maupun jaringan lokal
yang mati. Irigasi untuk mengurangi kepadatan kuman dengan
cara mencuci luka dengan larutan fisiologis dalam jumlah banyak
baik dengan tekanan maupun tanpa tekanan. “Di Intion is solution
for polution” untuk mengetahui kualitas dari otot hendaknya
selalu di ingat 4 C : Contractibility, color, consistency, capacity to
bleed. Kedua tindakan ini harus dilakukan sesempurna mungkin
sebelum penanganan definitif.
5. Stabilisasi.
Untuk penyembuhan luka dan tulang sangat diperlukan stabilisasi
fragmen tulang, cara stabilisasi tulang tergantung pada derajat
patah tulang terbukanya dan fasilitas yang ada. Pada derajat 1 dan
2 dapat dipertimbangkan pemasangan fiksasi dalam secara primer.
Untuk derajat 3 dianjurkan pemasangan fiksasi luar. Stabilisasi ini
harus sempurna agar dapat segera dilakukan langkah awal dari
rahabilitasi penderita.
6. Penutup luka
Penutup luka primer dapat dipertimbangkan pada patah tulang
derajat 1 dan 2 tidak dianjurkan penutupan luka primer. Hanya
saja kalau memungkinkan tulang yang nampak diusahakan
ditutup dengan jaringan lunak (otot) untuk memperkuat hidupnya.
7. Rehabilitasi Dini
Perlu dilaksanakan sebab dengan demikian maka keadaan umum
penderita akan jadi sangat baik dan fungsi anggota gerak di
harapkan kembali secara normal. (Pedoman diagnosis dan terapi,
UPF, 1994: 133)

b. Patah tulang tertutup


1. Pertolongan darurat (Emergency)
Pemasangan bidal (splint)
a. Mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Menekan kemungkinan terjadinya emboli dan syok.
d. Memudahkan transportasi dan pengambilan foto.
2. Pengobatan definitif
- Reposisi secara tertutup
a. Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi terbatas hanya
pada patah tulang tertentu.
b. Traksi dengan melakukan tarikan pada ekstremitas bagian
distal.
- Imobilisasi
a. Gips (Plaster of paris castis)
b. Traksi secara kontinue : traksi kulit, traksi tulang.
- Reposisi secara terbuka
Melakukan reposisi dengan operasi kemudian melakukan
imobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna yang dapat
berupa plat, pen dan kawat.
3. Rehabilitasi
Tujuan umum
a. Mempertahankan ruang gerak sendi.
b. Mempertahankan kekuatan otot.
c. Mempercepat proses penyembuhan fraktur.
d. Mempercepat pengambilan fungsi penderita
Latihan terdiri dari
- Mempertahankan ruang gerak sendi.
- Latihan otot.
- Latihan berjalan (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994:
138)

VI. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan radiologi untuk memastikan daerah fraktur dengan.
- 2 arah (antero-posterior dan lateral).
- 2 waktu yang berbeda (saat setelah trauma dari 10 hari setelah
trauma).
- 2 sendi : sendi proksimal dan distal dari fraktur harus terlihat pada
film.
- 2 ekstremitas : sebagai pembanding, bila garis fraktur meragukan
terutama pada anak-anak.
b. Pemeriksaan laboratorium (Pedoman diagnosis dan terapi, UPF, 1994:
137)

B. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Nasrul Effendy, 1995 : 2-
3)
Adapun tahapan dalam proses keperawatan antara lain :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. (Nasrul Effendy,
1995 : 18)
a. Pengumpulan Data.
Meliputi
1. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan,
suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3. Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
- Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau
tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
- Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis
dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan
menular.
4. Pola-pola Fungsi Kesehatan.
- Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada
personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi, mencuci
rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta berolahraga sehingga
dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
- Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan konsistensi
defekasi padat . Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna
urin jernih, buang air kecil 3 – 4 x/hari.
- Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap
sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan penyakit dan
diet klein.
- Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari fraktur
femur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat atau
keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB, BAK
dilakukan diatas tempat tidur.
- Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur femur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien.
Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung pada
sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi kerumah sakit
untuk dilakukan perawatan / pemasangan traksi.
- Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur femur adanya kerusakan
jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta
cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan
gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara berfikir
klien tidak mengalami gangguan jiwa.
- Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien
sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung keluarga.
- Pola persepsi diri
Pada fraktur femur akan mengalami gangguan konsep diri karena
terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup /
tidak dapat kembali bekerja.
- Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum
berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
- Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
- Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur femur akan mengalami perubahan /
gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan
dilakukan diatas tempat tidur.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingakat kesadaran dan tanda-tanda
vital
b. Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen
seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar
dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti
warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus,
keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata (TIO),
pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga, kebersihan telinga,
adanya serumen, kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut
bau adanya pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar linfe
atau tiroid.
d. Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada
tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
e. Pemeriksaan Kordiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon
nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi
jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g. Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna
urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan
genital.
h. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, yeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tinus
ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya
karepitus.
i. Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya
pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek
patellanya.

b. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan meningkatkan data dan
menghubungkan tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan
untuk menbuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
kepereawatan pasien. (Nasrul Effendy, 1995 : 24)

c. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan merupakan pernyatan / kesimpulan yang diambil
dari pengkajian tentang status kesehatan klien / pasien. (Nasrul Effendy,
1995 : 26)
Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai
dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
3. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan laserasi kulit

2. Perencanaan
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana
asuhan keperawatan (Nursing Care Plan) yang merupakan tahap selanjutnya
setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan
1. Diagnosa I
Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang.
Ditandai dengan: Keluhan nyeri, distraksi, fokus pada diri sendiri / fokus
menyempit, wajah menunjukkan nyeri, perilaku berhati-hati, melindungi,
perubahan tonus otot, respon otonomik.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam, diharapkan
nyeri yang dialami pasien terkontrol dengan kriteria hasil: Klien tidak
mengeluh nyeri, klien tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas
istirahat dan tidur, klien mampu melakukan teknik relaksasi.
Rencana Tindakan :
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab nyeri.
R/ Dengan memberikan penjelasan diharapkan klien tidak merasa
cemas dan dapat melakukan sesuatu yang dapat mengurangi nyeri.
2. Kaji tingkat nyeri klien (lokasi, karakteristik dan durasi) serta respon
verbal dan non verbal pada klien yang mengisyaratkan nyeri.
R/ Mengevaluasi tingkat nyeri klien dapat mendeteksi gejala dini yang
timbul sehingga perawat dapat memilih tindakan keperawatan
selanjutnya serta mengkaji respon verbal dan non verbal klien
dapat diketahui intervensi kita berhasil atau tidak.
3. Ajarkan pada klien cara pengurangan nyeri misalnya memijat atau
merubah posisi.
R/ Memijat / merubah posisi dapat membantu sirkulasi yang
menyeluruh dan dapat menurunkan tekanan lokal dan kelemahan
otot sehingga mengurangi nyeri.
4. Pertahankan immobilisasi / bedrest karena adanya trauma / patah
tulang / pemasangan traksi.
R/ Immobilisasi / bedrest dapat meringankan nyeri dan mencegah
displacement tulang / eksistensi jaringan luka.
5. Observasi tanda-tanda vital.
R/ Observasi tanda-tanda vital dapat diketahui keadaan umum klien.
6. Lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan yang di
indikasikan yaitu anal gesik dan pelemas otot.
R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri dan obat
pelemas otot diharapkan dapat melemaskan otot.
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, diharapkan
pasien dapat meningkatkan mobilitas, dengan kriteria hasil: Klien dapat
bergerak secara maksimal, klien dapat mempertahankan fungsi tubuh
secara maksimal, klien dapat menambahkan kekuatan / fungsi dari pada
bagian tubuh yang berpengaruh (fraktur).
Rencana Tindakan :
1. Observasi keterbatasan gerak klien dan catat respon klien terhadap
immobilisasi.
R/ Dengan observasi dapat diketahui seberapa jauh tingkat perubahan
fisik klien (keterbatasan gerak) dan bagaimana respon / persepsi
klien tentang gambaran dirinya.
2. Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas dan pertahankan
stimulasi lingkungan antara lain TV, Radio dan surat kabar.
R/ Dapat memberi kesempatan pasien untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan perhatian, meningkatkan rangsangan control diri
pasien dan membantu dalam menurunkan isolasi sosial.
3. Ajarkan pada klien untuk berlatih secara aktif / pasif dari latihan
POM.
R/ Dapat menambah aliran darah ke otot dan tulang melakukan
gerakan sendi dapat mencegah kontruktur / atropi.
4. Monitor tekanan darah dan catat masalah sakit kepala.
R/ Hipertensi postural adalah masalah umum yang mengurangi
bedrest lama dan memerlukan tindakan khusus.
5. Konsultasikan dangan ahli terapi fisik / spesialis, rehabilitasi.
R/ Konsultasi dengan ahli terapi / spesialis rehabilitasi dapat
menciptakan program aktivitas dan latihan individu.

3. Diagnosa Keperawatan III


Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan laserasi kulit
Ditandai dengan: Rusaknya atau hancurnya jaringan (kornea, membran
mucus, integumentum, subkutan).
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan luka
dapat sembuh dengan kriteria hasil: Tidak ada bau, tidak ada kemerahan di
sekitar luka, tidak terjadi peningkatan suhu tubuh, luka menjadi kering,
cairan pada luka telah kering
Rencana Tindakan :
1. Catat karakteristik luka
R/ Memberikan informasi tentang masalah yang mungkin disebabkan
oleh alat / pemasangan gips, bebat / traksi
2. Catat karakteristik cairan
R/ Untuk mengobservasi adanya cairan yang timbul dari luka
3. Berikan masase pada area sekitar luka
R/ Mempunyai efek pengering, yang menguatkan kulit. Krim dan
losion tidak dianjurkan karena terlalu banyak minyak dapat
menutup perimeter gips, tidak memungkinkan gips untuk
“bernapas”. Bedak tidak dianjukan karena potensial akumulasi
berlebihan di dalam gips.
4. Memelihara kepatenan pada saluran drainage
R/ Untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi
5. Berikan balutan
R/ Untuk mencegah terkontaminasi dengan lingkungan sekitar
6. Memelihara kesterilan dalam merawat luka.
R/ Untuk mencegah terkontaminasi dengan bakteri
7. Inspeksi perubahan warna dari luka
R/ Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit
8. Membandingkan dan mencatat secara teratur adanya perubahan pada
luka
R/ Memantau perkembangan luka dan adanya perubahan pada luka
9. Memberi posisi pada bagian yang terluka agar tidak menjadi tegang.
R/ Untuk meminimalkan tekanan pada bagian yang terluka
10. Ajari pasien dan keluarga bagaimana cara merawat luka.
R/ Untuk memberikan informasi kepada keluarga dan pasien tentang
cara perawatan luka yang baik dan benar untuk mencegah
terjadinya infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius,


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995, Pengatar Proses Keperawatan, Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai