0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa (Cocos
Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
ABSTRACT
The purpose of this study was to established and obtained the optimal concentration of
ethanol solvent to extract pigment from coconut husk as a natural dye using maceration
extraction method, water content, tannin content, yield and value of Rf resulting from
using simple linear regression model.
The design used in this study to analyze the data from the experiment is a method
of simple linear regression with the independent variable (x) concentration of ethanol
90%, 80%, 70%, 60%, 50%, and 40% with the extraction maceration at room
temperature for 24 clock. The dependent variable (y) consists of a water content, tannin
content, yield and value of Rf extract pigment from coconut husk.
Based on the results of study variations in the concentration of ethanol is 90%,
80%, 70%, 60%, 50% and 40% is used as a solvent in the extraction process of
maceration for 24 hours at extract pigment from coconut husk shows a correlation
between the concentration of ethanol on water content , tannin content, and yield. The
test results retardation factor (Rf) of coconut husk extract by thin layer chromatography
(TLC) is by calculating the retardation factor (Rf) shows the color pigments extracted
using different concentrations of ethanol, Rf values ranged from 0.761 to 0.771. which
shows the compound with Rf values are is a tannin with a standard value of Rf tannin is
0.737.
1
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
Penggunaan zat pewarna sintetik terdiri dari serat dan gabus yang
seringkali disalahgunakan, misalnya zat menghubungkan satu serat dengan serat
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai lainnya. Setiap butir kelapa mengandung
untuk bahan makanan. Hal ini jelas serat 525 gram (75% dari sabut) dan
sangat membahayakan kesehatan, gabus 175 gram (25% dari sabut).
karena adanya residu logam berat pada Artinya adalah semakin tinggi nilai
zat pewarna (Winarno, 2008). ekonomi dan manfaat dari buah kelapa
Dampak negatif yang dapat dengan sabut kelapa yang juga bisa
ditimbulkan dari mengkonsumsi zat bernilai guna dimana selama ini menjadi
pewarna sintetik tersebut menimbulkan limbah sehingga perlu diadakan
keinginan konsumen untuk kembali pemikiran untuk memenfaatkannya.
kepada penggunaan pigmen-pigmen Sabut kelapa mengandung
alami sebagai pewarna makanan, karena senyawa tanin pada partikel sabutnya.
sampai saat ini pigmen-pigmen alami Senyawa ini merupakan senyawa
tersebut masih dianggap lebih aman, polifenol yang memiliki struktur
tidak berbahaya, dan tidak mempunyai kompleks. Strukturnya yang juga
efek samping. Sumber pigmen alami merupakan golongan flavonoid
atau zat pewarna alami dapat berasal merupakan senyawa turunan dari
dari alam seperti tumbuhan dan hewan. benzena. Senyawa ini merupakan
Pigmen alami adalah segolongan pigmen kuinon, yaitu senyawa berwarna
senyawa yang terdapat dalam produk dan mempunyai kromofor yang terdiri
hewan atau tumbuhan. Pigmen alami atas dua gugus karbonil yang
mencakup pigmen yang sudah terdapat berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap
dalam makanan dan pigmen tersebut karbon-karbon (Setiawati dkk., 2013).
terbentuk pada pemanasan, Tanin sebagai zat pewarna akan
penyimpanan, dan pemrosesan (Deman, menimbulkan warna cokelat atau
1997). kecokelatan (Prayitno dkk., 2003) oleh
Kelapa merupakan tanaman tropis karena itu, dilakukan penelitian tentang
yang telah lama dikenal masyarakat pemanfaatan sabut kelapa menjadi
Indonesia. Hal ini terlihat dari pewarna alami dengan pigmen yang
penyebaran tanaman kelapa dihampir dihasilkan adalah warna coklat atau
seluruh wilayah Nusantara, yaitu di kecoklatan dan selama ini belum ada
Sumatera dengan areal 1,20 juta ha pemanfaatan zat warna dari sabut kelapa
(32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), sebagai alternatif pewarna alami.
Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, Sabut kelapa segar mengandung
NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat
Maluku dan Papua 0,289 juta ha mengikat enzim yang dihasilkan oleh
(7,80%). Kelapa merupakan tanaman mikroba sehingga mikroba menjadi
perkebunan dengan areal terluas di tidak aktif (Subiyanto, 2003). Tanin
Indonesia, lebih luas dibanding karet dapat didefinisikan dengan kromatografi
dan kelapa sawit. Menempati urutan dan senyawa fenol dari tanin
teratas untuk tanaman budidaya setelah mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik
padi. Kelapa menempati areal seluas dan pemberi warna (Najeeb, 2009)
3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha Putri dkk., (2005) untuk
total areal perkebunan (Ardiawan, mendapatkan ekstrak zat warna yang
2011). maksimal, maka perlu digunakan larutan
Menurut Ramada (2008), sabut pengesktrak yang cocok dengan sifat zat
kelapa merupakan bagian yang cukup yang akan diekstrak dimana zat yang
besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari akan diekstrak dapat larut di dalamnya.
berat keseluruhan buah. Sabut kelapa
2
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
3
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
4
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
pelarut air dan ekstrak etanol 96% Asam sitrat aman digunakan
sebanyak 250 ml pada suhu 50 – 60°C dalam bahan pangan walaupun dalam
selama 5 jam. jumlah besar. Ini di dasarkan pada
Menurut Lestari dkk, (2013) peraturan pangan nasional dan
proporsi pelarut untuk ekstrak tanin dari internasional asam sitrat dapat
daun alpukat adalah etanol 95% dan digunakan untuk membantu ekstraksi
aseton dengan perbandingnan 3:0, 3:1, pektin dan pigmen dari buah-buahan dan
dan 3:2 dan faktor kedua adalah waktu sayur-sayuran.
ekstraksi (150 menit dan 180 menit) Menurut Suarsa dkk., (2011)
dengan pengulangan 3 kali. dalam ekstraksi zat warna alam dari
Shinta dkk (2008) menyatakan atang pisang kepok (musa paradiasiaca
faktor waktu ekstraksi merupakan hal l. cv kepok) dan batang pisang susu
yang cukup penting diperhatikan dalam (musa paradiasiaca l. cv susu)
proses ekstraksi tanin karena juga dapat dilakukan dengan cara serbuk batang
mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi. pisang kepok dan pisang susu ditimbang
Proses ekstraksi yang terlalu lama akan sebanyak 25 gram kemudian dimaserasi
mengakibatkan rusaknya kandungan dengan menggunakan pelarut 250 mL
tannin. Proses ekstraksi yang terlalu air sampai seluruh sampel terendam
singkat akan menghasilkan kandungan selama 24 jam.
tanin yang kurang optimal. Kondisi Pada penelitian ini akan
maksimum untuk ekstraksi suatu produk digunakan perbandingan jenis pelarut
terjadi pada suhu dan waktu tertentu. yaitu pelarut air dan etanol dengan
Penggunaan jenis pelarut yang menggunakan ekstraksi maserasi selama
berbeda menyebabkan perbedaan tingkat 24 jam serta dilakukan penambahan
keasaman (pH) yang berpengaruh jenis asam yaitu larutan buffer sitrat
terhadap kestabilan senyawa. Diketahui hingga dicapai pH tertentu (pH 4,21 –
nilai pH etanol 5,32 dan pH aseton 5,69 4,49).
(Lestari dkk 2013).
Hipotesis Penelitian
Penggunaan jenis asam pada
Berdasarkan kerangka pemikiran
proses ekstraksi pigmen dari sabut
diatas, dapat diajukan hipotesis
kelapa yaitu untuk menstabilkan pigmen
penelitian, yaitu bahwa konsentrasi
yang terkandung di dalamnya. Lestari
pelarut yang digunakan untuk proses
dkk., (2013) pH rendemen dari ekstrak
ekstraksi maserasi terhadap ekstrak
tanin dari daun alpukat yang didapat
pigmen dari sabut kelapa diduga
sebesar 4,49 merupakan nilai pH yang
berkolerasi terhadap ekstrak pigmen
cukup baik. Hal ini dapat dibandingkan
yang dihasilkan dihasilkan sabut kelapa
dengan penelitian ekstraksi tanin dari
(Cocos nucifera L).
daun jambu biji oleh (Sukardi dkk.,
2007 dalam Lestari dkk., 2013), dimana
Tempat dan Waktu Penelitian
nilai pH ekstrak tanin daun jambu biji
Tempat yang digunakan untuk
berkisar antara 4,21 – 4,49.
penelitian ini adalah di Laboratorium
Pada penelitian ini digunakan
Penelitian Jurusan Teknologi Pangan,
asam sitrat, pemilihan asam sitrat dalam
Fakultas Teknik, Universitas Pasundan,
ekstraksi pigmen alami ini karena asam
Bandung pada Bulan Agustus 2015
sitrat adalah asam organik yang banyak
sampai selesai.
ditemukan pada buah-buahan dan
sayuran, dan asam organik ini larut
dalam air serta banyak digunakan dalam
industri pangan.
5
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
6
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
konsentrasi tertentu. Proses ekstraksi ini Tabel 11. Kadar Air (%) Ekstrak Pigmen
menggunakan pelarut etanol dengan dari Sabut Kelapa dengan Konsentrasi
berbagai variansi konsentrasi yang akan Etanol yang Berbeda.
digunakan yaitu etanol 90%, 80%, 70%, Konsentrasi Rata-rata Kadar
60%, 50%, dan 40% dengan proses Etanol (%) Air (%)
ekstraksi maserasi pada waktu 24 jam 90 25,0
dengan suhu 25-26°C. Kemudian 80 40,5
dilakukan proses pengaturan pH dengan 70 52,0
menambahkan larutan buffer sitrat 5% 60 54,5
hingga mencapai kisaran pH 4-5. 50 59,0
Setelah waktu ekstraksi dicapai, 40 62,0
ekstrak sabut kelapa tersebut kemudian Data pada Tabel 11 menunjukkan
difiltrasi atau disaring dengan rata-rata kadar air ekstrak dari sabut
menggunakan kain saring, sehingga kelapa dengan perlakuan konsentrasi
diperoleh filtrat sabut kelapa. etanol yang berbeda menghasilkan
Filtrat sabut kelapa yang dihasilkan kadar air pigmen dari sabut kelapa
kemudian diuapkan dengan berbeda. Semakin tinggi konsentrasi
menggunakan vacuum evaporator pada etanol yang digunakan sebagai pelarut
suhu 45 – 50oC, selama 3 – 4 jam. maka semakin rendah kadar air yang
Tujuan proses penguapan ini adalah dihasilkan, hal ini disebabkan karena
untuk menguapkan pelarut yang etanol bersifat dapat menarik air dalam
digunakan dalam proses ekstraksi bahan sehingga semakin tinggi
tersebut sehingga menghasilkan konsentrasi etanol maka daya tarik
konsentrat ekstrak pigmen sabut kelapa. etanol akan lebih kuat dan pada proses
Hasil dari proses evaporasi penguapan akan menjadi lebih mudah
dilakukan proses penguapan kembali teruapkan.
untuk mengurangi kandungan air Hasil analisis kajian konsentrasi
sehingga dapat menghasilkan ektrak etanol memperlihatkan adanya
pigmen sabut kelapa dalam bentuk hubungan linier terhadap rata-rata kadar
pasta. Proses ini dilakukan dengan air pada ekstrak pigmen dari sabut
menggunakan alat penangas air selama ± kelapa. Kolerasi konsentrasi etanol
5 jam pada suhu 60-65°C. Ekstrak terhadap kadar air ekstrak pigmen dari
pigmen dari sabut kelapa yang sabut kelapa dengan perlakuan yang
dihasilkan dilakukan analisis kimia dan berbeda dapat dilihat pada Gambar 5
fisika. dengan menggunakan persamaan regresi
linier.
HASIL DAN PEMBAHASAN 70,0
60,0
Kadar Air (%) Ekstrak Pigmen Sabut 50,0
Kadar Air (%)
7
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
8
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
9
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
Rendemen (%) Ekstrak Pigmen Sabut 60%, 50% dan 40% sebagai pelarut
Kelapa dalam proses ekstraksi pigmen dari
sabut kelapa terhadap rendemen yang
Ekstraksi pigmen sabut kelapa
dihasilkan dapat dilihat pada hubungan
dengan menggunakan variasi
kolerasi keduanya pada Gambar 7.
konsentrasi etanol (90%, 80%, 70%,
60%, 50% dan 40%) yang dilakukan
proses maserasi selama 24 jam 25,0
menghasilkan jumlah rendemen ekstrak 20,0
Rendemen (%)
pigmen yang berbeda-beda dapat dilihat 15,0
pada Tabel 13. y = -0,146x + 26,375
10,0
R² = 0,8791
5,0
Tabel 13. Rendemen (%) Ekstrak
Pigmen dari Sabut Kelapa pada 0,0
30 40 50 60 70 80 90 100
Konsentrasi Etanol yang Berbeda.
Konsentrasi Etanol (%)
Konsentrasi Rata-rata
Etanol (%) Rendemen (%)
Gambar 7. Regresi Linier Kajian
90 11,9
Kosentrasi Etanol Terhadap Rendemen
80 15,1
(%) pada Ekstrak Pigmen dari Sabut
70 17,4 Kelapa.
60 18,3
50 19,0 Berdasarkan Gambar 7
40 19,6 menunjukkan konsentrasi etanol yang
bervariasi yaotu 90%, 80%, 70%, 60%,
Data Tabel 13 menunjukkan 50% dan 40% yang digunakan sebagai
hasil rendemen ekstrak pigmen sabut pelarut dalam proses ekstraksi pigmen
kelapa dengan variasi konsentrasi etanol dari sabut kelapa selama 24 jam
90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40% memperlihatkan rendemen ekstrak dari
menghasilkan rendemen yang berbeda pigmen sabut kelapa makin naik dengan
pada ekstrak pigmen dari sabut kelapa. semakin rendah konsentrasi etanol yang
Semakin rendah konsentrasi etanol yang digunakan. Hal ini terlihat dengan
digunakan sebagai pelarut maka adanya korelasi antara konsentrasi
rendemen ekstrak sabut kelapa yang etanol yang digunakan sebagai pelarut
dihasilkan semakin tinggi hal ini terhadap rendemen ekstrak pigmen dari
disebabkan karena pada konsentrasi sabut kelapa yang ditunjukkan oleh
etanol yang rendah, kamdungan air pada persamaan regresi linier.
ekstrak pigmen dari sabut kelapa lebih Persamaan regresi linier yang
tinggi sehingga menghasilkan rendemen dihasilkan adalah Y = -0,146x + 26,375
yang tinggi pula. dengan nilai koefisien korelasi dari
Berdasarkan hasil penelitian regresi linier adalah r = 0,9376 dan
rendemen ekstrak pigmen dari sabut koefisien determinasi (r kuadrat) adalah
kelapa yang paling tinggi dihasilkan 0,879. Berdasarkan nilai koefisien
oleh ekstraksi menggunakan larutan korelasi menunjukkan bahwa
etanol 40% yaitu 18,4% - 21,00%. konsentrasi etanol sebagai pelarut
Sedangkan rendemen ekstrak pigmen dengan rendemen ekstrak pigmen dari
sabut kelapa yang terendah diekstraksi sabut kelapa berhubungan sangat kuat
menggunakan pelarut etanol 90% yaitu karena semakin besar nilai “r” maka
berkisar 11,3% - 13,00%. semakin kuat korelasinya.
Hasil analisis kajian konsentrasi Variasi konsentrasi etanol yang
etanol dengan variasi konsentrasi etanol digunakan sebagai pelarut dalam proses
yang berbeda yaitu 90%, 80%, 70%, ekstraksi pigmen dari sabut kelapa
10
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
11
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
0,765 disimpulkan :
0,760
1. Konsentrasi etanol yang digunakan
0,755
0,750 sebagai pelarut memberikan korelasi
0,745 terhadap kadar air, kadar tanin dan
0,740 rendemen pada ekstrak pigmen dari
90 80 70 60 50 40 sabut kelapa.
Konsentrasi Pelarut (Etanol) 2. Hasil uji nilai faktor retardasi (Rf)
Gambar 8. Grafik Kajian Kosentrasi ekstrak sabut kelapa dengan metode
Pelarut (Etanol) terhadap Nilai Rf pada kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu
Ekstrak Pigmen Sabut Kelapa. dengan menghitung faktor retardasi
(Rf) menunjukkan pigmen warna
Berdasarkan Gambar 8 yang diekstraksi menggunakan
menunjukkan nilai Rf tanin pada konsentrasi pelarut etanol yang
berbagai konsentrasi pelarut etanol berbeda, nilai Rf berkisar antara
menghasilkan nilai yang berbeda-beda, 0,761 – 0,771. yang menunjukkan
hal ini disebabkan karena kemampuan senyawa dengan nilai Rf tersebut
daya serap dari pelarut yang berbed- adalah adalah senyawa tanin dengan
beda selain itu prinsip pemisahan noda nilai standar Rf tanin adalah 0,737.
adalah berdasarkan kepolarannya
sehingga menghasilkan kecepatan yang Saran
berbeda-beda. Menurut Gandjar dan Saran pada penelitian ini adalah
Rohman (2007) Polaritas fase gerak perlu adanya penelitian lebih lanjut dan
akan menentukan kecepatan migrasi juga perlu dilakukan pengujian
solut yang berarti juga menentukan nilai toksisitas dari senyawa yang
Rf. Jadi perbedaan nilai Rf karena terkandung dalam ekstrak pigmen
adanya perbedaan kecepatan perambatan
dari sabut kelapa dan mengenai
dan kepolaran masing-masing senyawa
yang terdapat di dalam sampel.
pengaplikasian ekstrak pigmen sabut
Nilai Rf dapat kelapa sebagai pewarna alami.
dijadikan bukti dalam mengidentifikasi
senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
DAFTAR PUSTAKA
memiliki nilai yang sama maka senyawa
tersebut dapat dikatakan Buckle, A, K., Edwards, A, R., Fleet,
memiliki karakteristik yang sama atau H, G., Wootton, M. (2010).
mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya Ilmu Pangan, Terjemahan
berbeda, senyawa tersebut dapat Purnomo, H., Adiono,
dikatakan merupakan senyawa yang Universitas Indonesia Prees.
berbeda oleh karena itu bilangan Rf Jakarta.
selalu lebih kecil dari 1,0. BPOM RI. (2013). Peraturan Kepala
Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia
KESIMPULAN DAN SARAN Nomor 37 tahun 2013 tentang
Batas Maksimum Penggunaan
Kesimpulan Bahan Tambahan Pangan
Hasil penelitian ekstrak pigmen Pewarna. Jakarta : Kepala
zat warna dari sabut kelapa yang telah BPOM.
dilakukan dengna menggunakan pelarut
12
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
13
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
14
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami
15