Anda di halaman 1dari 15

Nine Siti Rohaeni (11.302.

0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa (Cocos
Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Nine Siti Rohaeni 113020136 *)


Ir. Hervelly, MP. **) Ir. Hj. Ina Siti Nurminabari, MP. ***)

*) Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Pasundan


**) Pembimbing Utama, ***) Pembimbing Pendamping

ABSTRACT

The purpose of this study was to established and obtained the optimal concentration of
ethanol solvent to extract pigment from coconut husk as a natural dye using maceration
extraction method, water content, tannin content, yield and value of Rf resulting from
using simple linear regression model.
The design used in this study to analyze the data from the experiment is a method
of simple linear regression with the independent variable (x) concentration of ethanol
90%, 80%, 70%, 60%, 50%, and 40% with the extraction maceration at room
temperature for 24 clock. The dependent variable (y) consists of a water content, tannin
content, yield and value of Rf extract pigment from coconut husk.
Based on the results of study variations in the concentration of ethanol is 90%,
80%, 70%, 60%, 50% and 40% is used as a solvent in the extraction process of
maceration for 24 hours at extract pigment from coconut husk shows a correlation
between the concentration of ethanol on water content , tannin content, and yield. The
test results retardation factor (Rf) of coconut husk extract by thin layer chromatography
(TLC) is by calculating the retardation factor (Rf) shows the color pigments extracted
using different concentrations of ethanol, Rf values ranged from 0.761 to 0.771. which
shows the compound with Rf values are is a tannin with a standard value of Rf tannin is
0.737.

PENDAHULUAN pewarna alami dan pewarna sintetis.


Tanaman dan hewan memiliki warna
Latar Belakang menarik yang dapat digunakan sebagai
Zat warna merupakan suatu zat pewarna alami pada makanan. Beberapa
aditif yang ditambahkan pada beberapa pewarna alami yang berasal dari kunyit,
produk industri. Warna merupakan paprika, dan bit digunakan sebagai
faktor penting yang pertama kali dilihat pewarna pada bahan pangan yang aman
oleh konsumen yang juga berperan dikonsumsi.
sebagai sarana untuk memperkuat tujuan Pewarna sintetis adalah zat warna
dan aspek identitas suatu produk. yang mengandung bahan kimia yang
Penggunaan zat warna sudah semakin biasanya digunakan didalam makanan
luas terutama dalam makanan, minuman untuk mewarnai makanan. Pewarna
maupun tekstil, karena warna sintetis ini mempunyai keuntungan yang
memberikan daya tarik bagi konsumen nyata dibandingkan pewarna alami,
(Winarti dkk., 2008). yaitu mempunyai kekuatan mewarnai
Menurut Cahyadi (2009), yang lebih kuat, lebih seragam, lebih
berdasarkan sumbernya dikenal dua stabil, dan biasanya lebih murah
jenis zat warna yang termasuk dalam (Winarno, 2008).
golongan bahan tambahan pangan, yaitu

1
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Penggunaan zat pewarna sintetik terdiri dari serat dan gabus yang
seringkali disalahgunakan, misalnya zat menghubungkan satu serat dengan serat
pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai lainnya. Setiap butir kelapa mengandung
untuk bahan makanan. Hal ini jelas serat 525 gram (75% dari sabut) dan
sangat membahayakan kesehatan, gabus 175 gram (25% dari sabut).
karena adanya residu logam berat pada Artinya adalah semakin tinggi nilai
zat pewarna (Winarno, 2008). ekonomi dan manfaat dari buah kelapa
Dampak negatif yang dapat dengan sabut kelapa yang juga bisa
ditimbulkan dari mengkonsumsi zat bernilai guna dimana selama ini menjadi
pewarna sintetik tersebut menimbulkan limbah sehingga perlu diadakan
keinginan konsumen untuk kembali pemikiran untuk memenfaatkannya.
kepada penggunaan pigmen-pigmen Sabut kelapa mengandung
alami sebagai pewarna makanan, karena senyawa tanin pada partikel sabutnya.
sampai saat ini pigmen-pigmen alami Senyawa ini merupakan senyawa
tersebut masih dianggap lebih aman, polifenol yang memiliki struktur
tidak berbahaya, dan tidak mempunyai kompleks. Strukturnya yang juga
efek samping. Sumber pigmen alami merupakan golongan flavonoid
atau zat pewarna alami dapat berasal merupakan senyawa turunan dari
dari alam seperti tumbuhan dan hewan. benzena. Senyawa ini merupakan
Pigmen alami adalah segolongan pigmen kuinon, yaitu senyawa berwarna
senyawa yang terdapat dalam produk dan mempunyai kromofor yang terdiri
hewan atau tumbuhan. Pigmen alami atas dua gugus karbonil yang
mencakup pigmen yang sudah terdapat berkonyugasi dengan dua ikatan rangkap
dalam makanan dan pigmen tersebut karbon-karbon (Setiawati dkk., 2013).
terbentuk pada pemanasan, Tanin sebagai zat pewarna akan
penyimpanan, dan pemrosesan (Deman, menimbulkan warna cokelat atau
1997). kecokelatan (Prayitno dkk., 2003) oleh
Kelapa merupakan tanaman tropis karena itu, dilakukan penelitian tentang
yang telah lama dikenal masyarakat pemanfaatan sabut kelapa menjadi
Indonesia. Hal ini terlihat dari pewarna alami dengan pigmen yang
penyebaran tanaman kelapa dihampir dihasilkan adalah warna coklat atau
seluruh wilayah Nusantara, yaitu di kecoklatan dan selama ini belum ada
Sumatera dengan areal 1,20 juta ha pemanfaatan zat warna dari sabut kelapa
(32,90%), Jawa 0,903 juta ha (24,30%), sebagai alternatif pewarna alami.
Sulawesi 0,716 juta ha (19,30%), Bali, Sabut kelapa segar mengandung
NTB, dan NTT 0,305 juta ha (8,20%), tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat
Maluku dan Papua 0,289 juta ha mengikat enzim yang dihasilkan oleh
(7,80%). Kelapa merupakan tanaman mikroba sehingga mikroba menjadi
perkebunan dengan areal terluas di tidak aktif (Subiyanto, 2003). Tanin
Indonesia, lebih luas dibanding karet dapat didefinisikan dengan kromatografi
dan kelapa sawit. Menempati urutan dan senyawa fenol dari tanin
teratas untuk tanaman budidaya setelah mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik
padi. Kelapa menempati areal seluas dan pemberi warna (Najeeb, 2009)
3,70 juta ha atau 26% dari 14,20 juta ha Putri dkk., (2005) untuk
total areal perkebunan (Ardiawan, mendapatkan ekstrak zat warna yang
2011). maksimal, maka perlu digunakan larutan
Menurut Ramada (2008), sabut pengesktrak yang cocok dengan sifat zat
kelapa merupakan bagian yang cukup yang akan diekstrak dimana zat yang
besar dari buah kelapa, yaitu 35% dari akan diekstrak dapat larut di dalamnya.
berat keseluruhan buah. Sabut kelapa

2
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Deny (2007) dalam penelitianya dibandingkan komponen yang tidak


menjelaskan bahwa tanin dapat tertahan dengan kuat atau bahkan tidak
diekstrak dari bagian-bagian tumbuhan ditahan kolom sama sekali
tertentu dengan menggunakan pelarut. (Sastrohamidjojo, 2007).
Pelarut yang umum adalah aseton, Nuraini (2002) menyatakan hasil
etanol, maupun metanol dan secara isolasi dan identifikasi tanin dari daun
komersial tanin dapat diekstraksi dengan gamal (Gliricidia sepium (jackquin)
menggunakan pelarut air tetapi yang kunth ex walp.) dengan metode KLT
paling efektif untuk mengekstrak tanin dengan fase gerak asam asetat glasial :
dari kulit kayu dapat digunakan larutan H2O : HCl pekat (forestal) dengan
air dengan etanol atau aseton dengan perbandingan (30:10:3) harga Rf tanin
perbandingan 1:1. 0,7 yang mendekati nilai Rf tanin
Handayani dan Maulana (2013), standar yaitu 0,737.
pemungutan zat warna alam dari kulit Maserasi adalah proses
soga tingi dilakukan dengan perendaman sampel untuk menarik
menggunakan metode ekstraksi. Pelarut komponen yang diinginkan dengan
yang digunakan yaitu etanol, aquades, kondisi dingin diskontinyu.
dan etanol-aquades. Pada pelarut Keuntungannya yakni lebih praktis,
campuran etanol-aquades yang pelarut yang digunakan lebih sedikit,
digunakan pada percobaan ini dan tidak memerlukan pemanasan, tetapi
divariasikan pada konsentrasi etanol 96 waktu yang dibutuhkan relative lama
%, 70%, 30% dan aquades. (Kristanti, 2008 dalam
Perbandingan bahan dan pelarut 1:4 Putra., dkk 2014).
m/v. Pemilihan larutan tersebut sebagai Kelebihan dari metode maserasi
pelarut, karena kandungan tanin dari adalah biayanya yang murah dan mudah
kulit batang pohon soga tingi bersifat untuk dilakukan. Maserasi termasuk
larut dalam etanol dan aquades. Pelarut metode ekstraksi dingin, yaitu metode
yang digunakan tersebut bersifat polar, esktraksi tanpa pemanasan. Sehingga
sedangkan kandungan zat warna alam metode ini hanya tergantung oleh
soga tingi yang berupa senyawa tanin lamanya waktu kontak antara pelarut
tidak larut dalam pelarut non polar. dengan sampel, dan kepolaran
Menurut Harborne (1987) tanin pelarutnya. Semakin lama waktu kontak
dapat diisolasi dari daun belimbing antara pelarut dengan sampel, maka
wuluh menggunakan metode maserasi, akan semakin banyak pula senyawa
sedangkan cara terbaik untuk metabolit sekunder yang terekstrak.
memisahkan dan mengidentifikasi Menurut Damanik (2014),
senyawa fenol adalah dengan ekstraksi katekin dari daun gambir ini
kromatografi lapis tipis (KLT). dilakukan dengan cara maserasi yaitu
Kromatografi merupakan salah perendaman dengan pelarut polar.
satu metode pemisahan yang didasarkan Waktu maserasi yaitu 1 jam, 6 jam, 12
pada distribusi differensial komponen- jam, dan 24 jam; dan jenis pelarut yaitu
komponen yang dipisahkan diantara 2 akuades, etanol 96%, etil asetat 95%,
fase, yaitu fase diam dengan permukaan dan campuran antara etanol 96% dan etil
yang luas dan fase gerak yang berupa zat asetat 95% (1:1).
cair yang mengalir sepanjang fase diam.
Komponen-komponen hasil pemisahan Identifikasi Masalah
keluar dari kolom pada waktu yang Berdasarkan uraian dalam latar
berbeda. Komponen yang tertahan lebih belakang, maka masalah yang dapat
kuat dalam kolom akan keluar dari diidentifikasi adalah bagaimana korelasi
kolom dengan waktu yang lebih lama konsentrasi pelarut terhadap

3
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

karakteristik ekstrak pigmen dari sabut Pada penelitian ini dilakukan


kelapa sebagai pewarna alami. ekstraksi pigmen dari sabut kelapa
(Cocos nucifera L.) dengan perlakuan
Maksud dan Tujuan Penelitian penggunaan perbedaan konsentrasi
Maksud dari penelitian ini adalah pelarut yang digunakan dengan metode
untuk menjadikan pigmen pada sabut ekstraksi maserasi selama 24 jam.
kelapa (Cocos nucifera L) sebagai salah Menurut Putra dkk (2014),
satu alternatif zat pewarna alami yang ekstraksi zat warna alami dari bonggol
dapat digunakan atau diaplikasikan pisang dilakukan menggunakan metode
dalam beberapa produk olahan pangan maserasi, refluks, dan sokletasi dengan
dengan adanya penelitian lebih lanjut. empat pelarut ekstraksi (air, etanol,
Tujuan dari penelitian ini adalah aseton, dan n-heksana) dan diperoleh
menetapkan dan mendapatkan hasil rendemen terbaik dengan metode
konsentrasi pelarut etanol yang optimal maserasi dan refluks dengan pelarut air.
terhadap ekstrak pigmen dari sabut Pansera (2004) menyatakan bahwa
kelapa sebagai pewarna alami dengan proses yang digunakan untuk
menggunakan metode ekstraksi maserasi mengekstrak tanin adalah ekstraksi
dengan respon yang ditentukan adalah superkritikal fluida. Namun, hasil yang
kadar air, kadar tanin, rendemen dan diperoleh dari proses ini tidak
nilai Rf yang dihasilkan dari ekstrak memperoleh hasil yang baik. Uji coba
sabut kelapa dengan menggunakan mengekstrak tanin dengan ekstraksi
model regresi linier sederhana. soxhlet menggunakan beberapa pelarut
Manfaat Penelitian diantaranya etanol, dimetil eter, dan n-
Manfaat dari penelitian ini antara heksan, hasil percobaan yang dipantau
lain adalah sebagai berikut : dengan KLT menunjukkan bahwa
1. Meningkatkan nilai kelapa (Cocos dimetil eter dan n-heksan tidak dapat
nucifera L) terutama bagian sabut melarutkan senyawa tanin, sedangkan
kelapa. etanol dapat melarutkan senyawa tanin.
2. Memberikan alternatif zat pewarna Tanin yang diperoleh dilihat dari harga
alami yang dapat digunakan dalam Rf dari noda-noda yang terbentuk.
beberapa produk olahan pangan, Menurut Marnoto dkk (2012),
sebagai pengganti penggunaan zat etanol merupakan pelarut paling baik
pewarna sintetik. dibandingkan dengan metanol, n-
3. Meningkatkan kesadaran kepada heksana dan aseton untuk ekstraksi tanin
masyarakat akan banyaknya potensi dari tanaman putri malu. Etanol dengan
zat pewarna alami yang terdapat kemurnian 66% atau lebih tinggi
dalam tumbuhan. menghasilkan jumlah ekstrak yang
4. Menambah wawasan dan hampir sama, namun untuk
pemahaman peneliti mengenai mempermudah pemisahan hasil
ekstraksi zat pewarna alami. dianjurkan menggunakan kemurnian
etanol 96%. Ekstrak dengan air atau air
Kerangka Pemikiran dengan alkohol adalah langkah pertama
Tumbuhan banyak dimanfaatkan dalam memproduksi tanin.
sebagai sumber zat pewarna alami bagi Sulastry (2009) menyatakan tanin
makanan. Salah satu tumbuhan yang diperoleh dengan cara ekstraksi dengan
dapat dimanfaatkan sebagai pewarna pelarut air dan etanol karena tanin dapat
alami adalah kelapa (Cocos nucifera L). larut dalam pelarut tersebut. Proses
Zat pewarna atau pigmen alami pada pemisahan senyawa tanin dari biji
kelapa (Cocos nucifera L) ada pada pinang sirih dengan merendam biji
sabut kelapa yang mengandung senyawa pinang sirih sebanyak 40 gr ke dalam
tanin (Setiawati dkk., 2013).

4
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

pelarut air dan ekstrak etanol 96% Asam sitrat aman digunakan
sebanyak 250 ml pada suhu 50 – 60°C dalam bahan pangan walaupun dalam
selama 5 jam. jumlah besar. Ini di dasarkan pada
Menurut Lestari dkk, (2013) peraturan pangan nasional dan
proporsi pelarut untuk ekstrak tanin dari internasional asam sitrat dapat
daun alpukat adalah etanol 95% dan digunakan untuk membantu ekstraksi
aseton dengan perbandingnan 3:0, 3:1, pektin dan pigmen dari buah-buahan dan
dan 3:2 dan faktor kedua adalah waktu sayur-sayuran.
ekstraksi (150 menit dan 180 menit) Menurut Suarsa dkk., (2011)
dengan pengulangan 3 kali. dalam ekstraksi zat warna alam dari
Shinta dkk (2008) menyatakan atang pisang kepok (musa paradiasiaca
faktor waktu ekstraksi merupakan hal l. cv kepok) dan batang pisang susu
yang cukup penting diperhatikan dalam (musa paradiasiaca l. cv susu)
proses ekstraksi tanin karena juga dapat dilakukan dengan cara serbuk batang
mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi. pisang kepok dan pisang susu ditimbang
Proses ekstraksi yang terlalu lama akan sebanyak 25 gram kemudian dimaserasi
mengakibatkan rusaknya kandungan dengan menggunakan pelarut 250 mL
tannin. Proses ekstraksi yang terlalu air sampai seluruh sampel terendam
singkat akan menghasilkan kandungan selama 24 jam.
tanin yang kurang optimal. Kondisi Pada penelitian ini akan
maksimum untuk ekstraksi suatu produk digunakan perbandingan jenis pelarut
terjadi pada suhu dan waktu tertentu. yaitu pelarut air dan etanol dengan
Penggunaan jenis pelarut yang menggunakan ekstraksi maserasi selama
berbeda menyebabkan perbedaan tingkat 24 jam serta dilakukan penambahan
keasaman (pH) yang berpengaruh jenis asam yaitu larutan buffer sitrat
terhadap kestabilan senyawa. Diketahui hingga dicapai pH tertentu (pH 4,21 –
nilai pH etanol 5,32 dan pH aseton 5,69 4,49).
(Lestari dkk 2013).
Hipotesis Penelitian
Penggunaan jenis asam pada
Berdasarkan kerangka pemikiran
proses ekstraksi pigmen dari sabut
diatas, dapat diajukan hipotesis
kelapa yaitu untuk menstabilkan pigmen
penelitian, yaitu bahwa konsentrasi
yang terkandung di dalamnya. Lestari
pelarut yang digunakan untuk proses
dkk., (2013) pH rendemen dari ekstrak
ekstraksi maserasi terhadap ekstrak
tanin dari daun alpukat yang didapat
pigmen dari sabut kelapa diduga
sebesar 4,49 merupakan nilai pH yang
berkolerasi terhadap ekstrak pigmen
cukup baik. Hal ini dapat dibandingkan
yang dihasilkan dihasilkan sabut kelapa
dengan penelitian ekstraksi tanin dari
(Cocos nucifera L).
daun jambu biji oleh (Sukardi dkk.,
2007 dalam Lestari dkk., 2013), dimana
Tempat dan Waktu Penelitian
nilai pH ekstrak tanin daun jambu biji
Tempat yang digunakan untuk
berkisar antara 4,21 – 4,49.
penelitian ini adalah di Laboratorium
Pada penelitian ini digunakan
Penelitian Jurusan Teknologi Pangan,
asam sitrat, pemilihan asam sitrat dalam
Fakultas Teknik, Universitas Pasundan,
ekstraksi pigmen alami ini karena asam
Bandung pada Bulan Agustus 2015
sitrat adalah asam organik yang banyak
sampai selesai.
ditemukan pada buah-buahan dan
sayuran, dan asam organik ini larut
dalam air serta banyak digunakan dalam
industri pangan.

5
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

BAHAN, ALAT DAN METODE 70%), p4 (etanol 60%), p5 (etanol 50%)


PENELITIAN dan p6 (etanol 40%). Ekstrak pigmen
dari sabut kelapa yang dihasilkan
Bahan dan Alat Penelitian dilakukan uji kadar tanin, uji kadar air,
Bahan Penelitian total rendemen dan nilai Rf. Selanjutnya
Bahan baku utama yang akan data yang dihasilkan diolah dengan
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Regresi Linier Sederhana
sabut kelapa tua (Cocos nucifera L.) dengan persamaan Y = a + bx.
jenis Kelapa Dalam berumur 10-12
Deskripsi Penelitian
bulan yang diperoleh di Pasar Gede
Deskripsi percobaan penelitian
Bage Bandung, pelarut etanol dengan
utama adalah sortasi bahan baku. Bahan
konsentrasi 90%, 80%, 70%, 60%, 50%,
baku kelapa (Cocos nucifera L.) jenis
dan 40%, larutan buffer sitrat (asam
kelapa dalam berumur 11-12 bulan yang
sitrat dan natrium sitrat) dan bahan-
diperoleh dari limbah pemerasan kelapa
bahan lain untuk analisis diantaranya
di Pasar Gede Bage Bandung, disortasi
larutanindigocarmin (C16H8N2NO2O8S2),
terlebih dahulu dengan memisahkan
KMnO4 pekat, dan larutan eluen
bahan baku yang digunakan dengan
(n-butanol dan asam asetat).
kotaminan atau benda asing yang
Alat Penelitian mungkin menempel pada bahan baku,
Alat-alat yang digunakan dalam juga memisahkan bahan baku yang baik
penelitian ini diantaranya adalah pH dan yang telah rusak. Sortasi bahan baku
meter, vacuum evaporator, plat bertujuan untuk memilih bahan baku
kromatografi lapis tipis (KLT), gelas dengan kualitas yang diinginkan dan
ukur, corong, saringan, kertas saring, dilakukan secara manual.
blender, gelas kimia, erlenmeyer, pipet Setelah dilakukan proses sortasi
gondok, pipet tetes, spatula, labu takar, kemudian sabut kelapa dilakukan
buret, botol semprot, batang pengaduk, penyobekan serat-serat sabut kelapa
pisau, dan penangas air, dan kompor sehingga dapat terpisah. Proses
listrik. penyobekan serat ini dilakukan untuk
memudahkan proses penghancuran.
Metode Penelitian Setelah dilakukan penyobekan serat
Metode penelitian yang akan kemudian serat sabut kelapa dipotong-
dilaksanakan yaitu menentukan potong dengan ukuran kurang lebih 1cm
konsentrasi pelarut etanol (90%, 80%, x 1cm menggunakan gunting. Proses
70%, 60%, 50%, dan 40%) sebanyak pemotongan ini dilakukan untuk
600 ml dan 20 gram bahan sabut kelapa memudahkan proses penghancuran.
dengan menggunakan metode maserasi Sabut kelapa yang telah dilakukan
selama 24 jam pada suhu kamar pemotongan serat, kemudian ditimbang
(25-26°C) serta penambahan larutan sesuai dengan bahan yang dibutuhkan
buffer sitrat sebanyak 5% dari pelarut untuk penelitian yaitu sebanyak 20 gram
pada ekstraksi pigmen dari sabut kelapa. serat sabut kelapa.
Penelitian utama terdiri dari Serat sabut kelapa yang telah
rancangan perlakuan, rancangan ditimbang kemudian dihancurkan
percobaan, rancangan analisis dan menggunakan blender sehingga
rancangan respon. Pada tahap ini menghasilkan serbuk sabut kelapa
dilakukan untuk menentukan konsentrasi proses ini bertujuan untuk memperluas
pelarut dengan variansi yang berbeda permukaan bahan.
yaitu faktor P yang terdiri dari p1 Serbuk serat sabut kelapa
(etanol 90%), p2 (etanol 80%), p3 (etanol dilakukan ekstraksi dengan
menambahkan pelarut etanol dengan

6
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

konsentrasi tertentu. Proses ekstraksi ini Tabel 11. Kadar Air (%) Ekstrak Pigmen
menggunakan pelarut etanol dengan dari Sabut Kelapa dengan Konsentrasi
berbagai variansi konsentrasi yang akan Etanol yang Berbeda.
digunakan yaitu etanol 90%, 80%, 70%, Konsentrasi Rata-rata Kadar
60%, 50%, dan 40% dengan proses Etanol (%) Air (%)
ekstraksi maserasi pada waktu 24 jam 90 25,0
dengan suhu 25-26°C. Kemudian 80 40,5
dilakukan proses pengaturan pH dengan 70 52,0
menambahkan larutan buffer sitrat 5% 60 54,5
hingga mencapai kisaran pH 4-5. 50 59,0
Setelah waktu ekstraksi dicapai, 40 62,0
ekstrak sabut kelapa tersebut kemudian Data pada Tabel 11 menunjukkan
difiltrasi atau disaring dengan rata-rata kadar air ekstrak dari sabut
menggunakan kain saring, sehingga kelapa dengan perlakuan konsentrasi
diperoleh filtrat sabut kelapa. etanol yang berbeda menghasilkan
Filtrat sabut kelapa yang dihasilkan kadar air pigmen dari sabut kelapa
kemudian diuapkan dengan berbeda. Semakin tinggi konsentrasi
menggunakan vacuum evaporator pada etanol yang digunakan sebagai pelarut
suhu 45 – 50oC, selama 3 – 4 jam. maka semakin rendah kadar air yang
Tujuan proses penguapan ini adalah dihasilkan, hal ini disebabkan karena
untuk menguapkan pelarut yang etanol bersifat dapat menarik air dalam
digunakan dalam proses ekstraksi bahan sehingga semakin tinggi
tersebut sehingga menghasilkan konsentrasi etanol maka daya tarik
konsentrat ekstrak pigmen sabut kelapa. etanol akan lebih kuat dan pada proses
Hasil dari proses evaporasi penguapan akan menjadi lebih mudah
dilakukan proses penguapan kembali teruapkan.
untuk mengurangi kandungan air Hasil analisis kajian konsentrasi
sehingga dapat menghasilkan ektrak etanol memperlihatkan adanya
pigmen sabut kelapa dalam bentuk hubungan linier terhadap rata-rata kadar
pasta. Proses ini dilakukan dengan air pada ekstrak pigmen dari sabut
menggunakan alat penangas air selama ± kelapa. Kolerasi konsentrasi etanol
5 jam pada suhu 60-65°C. Ekstrak terhadap kadar air ekstrak pigmen dari
pigmen dari sabut kelapa yang sabut kelapa dengan perlakuan yang
dihasilkan dilakukan analisis kimia dan berbeda dapat dilihat pada Gambar 5
fisika. dengan menggunakan persamaan regresi
linier.
HASIL DAN PEMBAHASAN 70,0
60,0
Kadar Air (%) Ekstrak Pigmen Sabut 50,0
Kadar Air (%)

Kelapa 40,0 y = -0,7014x + 94,01


Hasil analisis kadar air pada 30,0 R² = 0,9104
ekstrak pigmen dari sabut kelapa dengan 20,0
cara ekstraksi maserasi menggunakan 10,0
variasi konsentrasi pelarut etanol yaitu 0,0
35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95
90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40%
Konsentrasi Etanol (%)
pada suhu kamar dapat dilihat pada
Tabel 11. Gambar 5. Regresi Linier Kosentrasi
Pelarut (Etanol) terhadap Kadar Air (%)
pada Ekstrak Pigmen dari Sabut Kelapa.

7
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Gambar 5 menunjukkan Kadar Tanin (%) Ekstrak Pigmen


konsentrasi etanol yang bervariasi yaitu Sabut Kelapa
90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40% Hasil analisis kadar tanin ekstrak
yang digunakan sebagai pelarut dalam pigmen dari sabut kelapa dengan
proses ekstraksi maserasi dan waktu menggunakan konsentrasi pelarut etanol
ekstraksi 24 jam memperlihatkan kadar yang berbeda yaitu 90%, 80%, 70%,
air pigmen dari sabut kelapa makin 60%, 50% dan 40% pada proses
menurun dengan semakin rendahnya ekstraksi maserasi selama 24 jam dapat
konsentrasi etanol. Hal ini terlihat dilihat pada Tabel 12.
adanya kolerasi antra konsentrasi etanol
yang digunakan sebagai pelarut terhadap Tabel 12. Kadar Tanin (%) Ekstrak
kadar air ekstrak pigmen dari sabut Pigmen dari Sabut Kelapa pada
kelapa. Kolerasi ini ditunjukkan oleh Konsentrasi Etanol yang Berbeda.
nilai r dari persamaan regresi linier. Konsentrasi Rata-rata Kadar
Kajian konsentrai etanol terhadap Etanol (%) Tanin (%)
kadar air pigmen dari sabut kelapa 90 1,6
menghasilkan persamaan regresi linier 80 1,5
adalah Y = -0,7014x + 94,01 dengan 70 1,4
nilai koefisien korelasi (r) adalah 60 1,3
0,95414 dan nilai koefisien determinasi 50 1,3
(R2) adalah 0,9104 menunjukkan bahwa 40 1,2
antara konsentrasi etanol dengan kadar
air pigmen dari sabut kelapa mempunyai Data pada Tabel 12 menunjukkan
korelasi yang sangat kuat sehingga rata-rata kadar tanin pada ekstrak sabut
peningkatan atau penurunan konsentrasi kelapa dengan variasi kosentrasi etanol
etanol sebagai pelarut pada proses 90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40%
ekstraksi pigmen dari sabut kelapa menghasilkan kadar tanin yang berbeda-
berpengaruh terhadap kadar air yang beda. Semakin tinggi konsentrasi pelarut
dihasilkan. etanol yang digunakan untuk proses
Nilai koefisien korelasi (r) yang ekstraksi menghasilkan kadar tanin yang
negatif menunjukkan bahwa hubungan semakin meningkat. Hal ini disebabkan
antara konsentrasi etanol dengan kadar karena perbedaan konsentrasi etanol
air pada pigmen dari sabut kelapa sebagai pelarut mempengaruhi
sebagai korelasi sempurna atau banyaknya tanin yang terlarut dalam
hubungan linier sempurna tak langsung proses ekstraksi dan juga tingkat
dengan kemiringan (slope) yang negatif kepolaran pelarut yang berbeda sehingga
pula hal ini ditunjukkan dengan nilai kemampuan mengekstrak tanin akan
slope yang negatif yaitu -0,7014x berbeda pula
artinya semakin tinggi konsentrasi Hasil analisis kajian konsentrasi
etanol maka semakin rendah kadar air pelarut etanol memperlihatkan adanya
yang dihasilkan. hubungan linier sempurna langsung
Hasil analisis konsentrasi etanol terhadap rata-rata kadar tanin pada
90% menghasilkan rata-rata kadar air ekstak pigmen sabut kelapa. Kolerasi
yang rendah dibandingkan dengan konsentrasi etanol terhadap kadar tanin
konsentrasi etanol 40% yang dengan perlakuan yang berbeda dapat
menghasilkan rata-rata kadar air yang dilihat pada Gambar 6, dengan
lebih tinggi. menggunakan persamaan regresi linier.

8
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

1,8 hidroksi lebih dari satu dan memiliki


1,6 momen dipol tidak sama dengan nol (μ
Kadar Tanin (%)

1,4 ≠ 0) yang menyebabkan tanin bersifat


1,2
1,0 y = 0,0073x + 0,8995 polar, sehingga harus dilarutkan dengan
0,8 R² = 0,9804
0,6 pelarut yang bersifat polar.
0,4 Sulastry (2009) menyatakan kadar
0,2
0,0 tanin biji pinang sirih dengan ektrak
30 40 50 60 70 80 90 100 etanol 96% mengahasilkan kadar tanin
Konsentrasi Pelarut (Etanol) yang lebih tinggi yaitu 8,53%,
Gambar 6. Regresi Linier Kadar Tanin sedangkan dengan ektrak air adalah
terhadap Kosentrasi Pelarut (Etanol) 6,45%. Hal ini disebabkan karena etanol
pada Ekstrak Pigmen dari Sabut Kelapa. lebih polar dibandingkan dengan air,
sedangkan tanin juga bersifat polar
Gambar 6 menunjukkan sehingga pada proses ekstraksi tanin
konsentrasi etanol yang bervariasi yaitu lebih banyak larut dalam etanol
90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40% dibandingkan dalam air.
dengan kadar tanin pada proses ekstraksi Zat warna tanin merupakan
selama 24 jam memperlihatkan kenaikan senyawa polar maka akan larut baik di
untuk seluruh perlakuan. Hubungan dalam pelarut-pelarut yang bersifat polar
konsentrasi pelarut dan kadar tanin dapat (Tensiska, 2007), dimana pelarut polar
dilihat dalam fungsi persamaan regresi pun memiliki tingkat kepolaran yang
yang dihasilkan. berbeda-beda. Adanya tingkat polaritas
Ekstraksi pigmen sabut kelapa dan kemampuan ionisasi pada pelarut,
dengan menggunakan variasi menunjukkan kemampuan pelarut untuk
konsentrasi pelarut etanol yaitu 90%, beriteraksi dan melarutkan senyawa
80%, 70%, 60%, 50% dan 40% dengan kimia.
proses ekstraksi maserasi selama 24 jam Sedangkan kadar tanin terendah
menunjukkan persamaan Y = 0,0073x + diperoleh dalam proses ekstraksi dengan
0,8995 nilai koefisien kolerasi adalah r = menggunakan konsentrasi pelarut etanol
0,992 dan nilai koefisien determinasi 40%. Hal ini disebabkan karena
(R2) adalah 0,984. Hal ini konsentrasi pelarut etanol 40%
memperlihatkan adanya hubungan mengandung air sebanyak 60% yang
korelasi yang kuat antara variasi bersifat sangat polar. Hal ini sependapat
konsentrasi etanol terhadap kadar tanin dengan Marnoto (2012), yang
pada ekstrak pigmen dari sabut kelapa. menyatakan kemurnian etanol yang
Perlakuan variasi konsentrasi etanol semakin rendah ternyata juga
pada penelitian ini memberikan menyebabkan ekstrak tanin yang
hubungan linier sempurna langsung diperoleh semakin rendah. Hal ini terjadi
terhadap kadar tanin, karena semakin sebagai akibat dari polaritas larutan
tinggi konsentrasi pelarut etanol maka etanol yang menjadi lebih tinggi karena
semakin tinggi pula kadar tanin yang mengandung lebih banyak air, dan juga
dihasilkan. dengan semakin banyak air di dalam
Pada penelitian ini konsentrasi pelarut maka hydrolyzable tannin akan
etanol 90% menghasilkan kadar tanin terhidrolisis. Ektraksi tannin
yang tinggi yaitu sekitar 1,47% - 1,70%. menggunakan pelarut etanol yang
Pelarut etanol bersifat polar sehingga mengandung air terjadi reaksi hydrolisis
dapat mengekstrak tanin dengan baik. tannin dan transfer massa yaitu difusi
Robinson (1995) menyatakan struktur komponen terlarut dari padatan ke dalam
senyawa tanin tersusun atas atom-atom pelarut.
yang berbeda dan tanin memiliki gugus

9
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Rendemen (%) Ekstrak Pigmen Sabut 60%, 50% dan 40% sebagai pelarut
Kelapa dalam proses ekstraksi pigmen dari
sabut kelapa terhadap rendemen yang
Ekstraksi pigmen sabut kelapa
dihasilkan dapat dilihat pada hubungan
dengan menggunakan variasi
kolerasi keduanya pada Gambar 7.
konsentrasi etanol (90%, 80%, 70%,
60%, 50% dan 40%) yang dilakukan
proses maserasi selama 24 jam 25,0
menghasilkan jumlah rendemen ekstrak 20,0

Rendemen (%)
pigmen yang berbeda-beda dapat dilihat 15,0
pada Tabel 13. y = -0,146x + 26,375
10,0
R² = 0,8791
5,0
Tabel 13. Rendemen (%) Ekstrak
Pigmen dari Sabut Kelapa pada 0,0
30 40 50 60 70 80 90 100
Konsentrasi Etanol yang Berbeda.
Konsentrasi Etanol (%)
Konsentrasi Rata-rata
Etanol (%) Rendemen (%)
Gambar 7. Regresi Linier Kajian
90 11,9
Kosentrasi Etanol Terhadap Rendemen
80 15,1
(%) pada Ekstrak Pigmen dari Sabut
70 17,4 Kelapa.
60 18,3
50 19,0 Berdasarkan Gambar 7
40 19,6 menunjukkan konsentrasi etanol yang
bervariasi yaotu 90%, 80%, 70%, 60%,
Data Tabel 13 menunjukkan 50% dan 40% yang digunakan sebagai
hasil rendemen ekstrak pigmen sabut pelarut dalam proses ekstraksi pigmen
kelapa dengan variasi konsentrasi etanol dari sabut kelapa selama 24 jam
90%, 80%, 70%, 60%, 50% dan 40% memperlihatkan rendemen ekstrak dari
menghasilkan rendemen yang berbeda pigmen sabut kelapa makin naik dengan
pada ekstrak pigmen dari sabut kelapa. semakin rendah konsentrasi etanol yang
Semakin rendah konsentrasi etanol yang digunakan. Hal ini terlihat dengan
digunakan sebagai pelarut maka adanya korelasi antara konsentrasi
rendemen ekstrak sabut kelapa yang etanol yang digunakan sebagai pelarut
dihasilkan semakin tinggi hal ini terhadap rendemen ekstrak pigmen dari
disebabkan karena pada konsentrasi sabut kelapa yang ditunjukkan oleh
etanol yang rendah, kamdungan air pada persamaan regresi linier.
ekstrak pigmen dari sabut kelapa lebih Persamaan regresi linier yang
tinggi sehingga menghasilkan rendemen dihasilkan adalah Y = -0,146x + 26,375
yang tinggi pula. dengan nilai koefisien korelasi dari
Berdasarkan hasil penelitian regresi linier adalah r = 0,9376 dan
rendemen ekstrak pigmen dari sabut koefisien determinasi (r kuadrat) adalah
kelapa yang paling tinggi dihasilkan 0,879. Berdasarkan nilai koefisien
oleh ekstraksi menggunakan larutan korelasi menunjukkan bahwa
etanol 40% yaitu 18,4% - 21,00%. konsentrasi etanol sebagai pelarut
Sedangkan rendemen ekstrak pigmen dengan rendemen ekstrak pigmen dari
sabut kelapa yang terendah diekstraksi sabut kelapa berhubungan sangat kuat
menggunakan pelarut etanol 90% yaitu karena semakin besar nilai “r” maka
berkisar 11,3% - 13,00%. semakin kuat korelasinya.
Hasil analisis kajian konsentrasi Variasi konsentrasi etanol yang
etanol dengan variasi konsentrasi etanol digunakan sebagai pelarut dalam proses
yang berbeda yaitu 90%, 80%, 70%, ekstraksi pigmen dari sabut kelapa

10
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

mempunyai pengaruh terhadap Tabel 14. Kajian Konsentrasi Pelarut


rendemen yang dihasilkan dimana Etanol Terhadap Rata-rata Nilai Rf Pada
semakin tinggi konsentrasi etanol maka Ekstrak Pigmen dari Sabut Kelapa.
semakin rendah rendemen ekstrak yang
Perlakuan (%) Nilai Rf
dihasilkan hal ini disebabkan karena
90 0,761
rendemen dipengaruhi oleh kadar air
dalam sampel. Semakin tinggi kadar air 80 0,753
pada sampel maka semakin tinggi 70 0,774
rendemen tersebut. Hal tersebut selaras 60 0,770
dengan hasil analisis sebelumnya yaitu 50 0,754
semakin rendah konsentrasi etanol maka 40 0,771
kadar air yang dihasilkan semakin
tinggi. Pada konsentrasi etanol 40% Hasil pengukuran kromatografi
menghasilkan kadar air yang lebih tinggi lapis tipis (KLT) untuk pigmen warna
dibandingkan dengan konsentrasi etanol yang diekstraksi dari sabut kelapa
90%. dengan menghitung faktor retardasi (Rf)
Menurut Lestari (2009) pada menunjukkan pigmen warna yang
ekstraksi dengan menggunakan air, diekstraksi menggunakan konsentrasi
umumnya menghasilkan rendemen yang pelarut etanol yang berbeda, nilai Rf
cukup banyak, namun kandungan zat berkisar antara 0,761 – 0,771 yang
warna tanin yang didapat sedikit, menunjukkan senyawa dengan nilai Rf
sehingga akan berpengaruh juga tersebut adalah adalah senyawa tanin.
terhadap hasil pewarnaan. Hal ini didukung oleh Nuraini (2002)
Selain itu, rendemen ekstrak yang yang menyatakan bahwa harga Rf tanin
berbeda pada setiap perlakuan adalah 0,7 dan yang mendekati nilai Rf
bergantung pada kemampuan masing- tanin standar yaitu 0,737.
masing pelarut yang digunakan untuk Pengukuran nilai Rf
menarik zat warna. Zat warna tanin (Retrogradation Factor) pada penelitian
merupakan senyawa polar maka akan ini menggunakan eluen campuran n-
larut baik di dalam pelarut-pelarut yang butanol : asam asetat : air (4:1:5) karena
bersifat polar (Tensiska, 2007), dimana dari komposisinya, eluen tersebut
pelarut polar pun memiliki tingkat bersifat sangat polar sehingga bisa
kepolaran yang berbeda-beda. Adanya memisahkan senyawa tanin yang juga
tingkat polaritas dan kemampuan bersifat polar.
ionisasi pada pelarut, menunjukkan Nilai Rf merupakan parameter
kemampuan pelarut untuk beriteraksi karakteristik kromatografi lapis tipis.
dan melarutkan senyawa kimia. Nilai ini merupakan ukuran kecepatan
migrasi suatu senyawa pada
Nilai Faktor Retardasi (Rf) Ekstrak kromatogram. Nilai Rf ini didefinisikan
Sabut Kelapa. sebagai perbandingan antara jarak yang
Kajian konsntrasi pelarut etanol ditempuh senyawa dengan jarak yang
terhadap nilai Rf pasta pigmen warna ditempuh pelarut pengembang.
hasil ekstraksi dari sabut kelapa dapat Hasil analisis nilai Rf senyawa
dilihat pada Tabel 14. tanin pada ekstrak sabut kelapa dengan
menggunakan metode Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) pada variasi
konsentrasi pelarut etanol dapat dilihat
pada Gambar 8.

11
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

0,780 etanol pada konsentrasi 90%, 80%, 70%,


0,775 60%, 50%, dan 40% sebagai pelarut
0,770 dalam proses ekstraksi maserasi, dapat
Niai Rf

0,765 disimpulkan :
0,760
1. Konsentrasi etanol yang digunakan
0,755
0,750 sebagai pelarut memberikan korelasi
0,745 terhadap kadar air, kadar tanin dan
0,740 rendemen pada ekstrak pigmen dari
90 80 70 60 50 40 sabut kelapa.
Konsentrasi Pelarut (Etanol) 2. Hasil uji nilai faktor retardasi (Rf)
Gambar 8. Grafik Kajian Kosentrasi ekstrak sabut kelapa dengan metode
Pelarut (Etanol) terhadap Nilai Rf pada kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu
Ekstrak Pigmen Sabut Kelapa. dengan menghitung faktor retardasi
(Rf) menunjukkan pigmen warna
Berdasarkan Gambar 8 yang diekstraksi menggunakan
menunjukkan nilai Rf tanin pada konsentrasi pelarut etanol yang
berbagai konsentrasi pelarut etanol berbeda, nilai Rf berkisar antara
menghasilkan nilai yang berbeda-beda, 0,761 – 0,771. yang menunjukkan
hal ini disebabkan karena kemampuan senyawa dengan nilai Rf tersebut
daya serap dari pelarut yang berbed- adalah adalah senyawa tanin dengan
beda selain itu prinsip pemisahan noda nilai standar Rf tanin adalah 0,737.
adalah berdasarkan kepolarannya
sehingga menghasilkan kecepatan yang Saran
berbeda-beda. Menurut Gandjar dan Saran pada penelitian ini adalah
Rohman (2007) Polaritas fase gerak perlu adanya penelitian lebih lanjut dan
akan menentukan kecepatan migrasi juga perlu dilakukan pengujian
solut yang berarti juga menentukan nilai toksisitas dari senyawa yang
Rf. Jadi perbedaan nilai Rf karena terkandung dalam ekstrak pigmen
adanya perbedaan kecepatan perambatan
dari sabut kelapa dan mengenai
dan kepolaran masing-masing senyawa
yang terdapat di dalam sampel.
pengaplikasian ekstrak pigmen sabut
Nilai Rf dapat kelapa sebagai pewarna alami.
dijadikan bukti dalam mengidentifikasi
senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
DAFTAR PUSTAKA
memiliki nilai yang sama maka senyawa
tersebut dapat dikatakan Buckle, A, K., Edwards, A, R., Fleet,
memiliki karakteristik yang sama atau H, G., Wootton, M. (2010).
mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya Ilmu Pangan, Terjemahan
berbeda, senyawa tersebut dapat Purnomo, H., Adiono,
dikatakan merupakan senyawa yang Universitas Indonesia Prees.
berbeda oleh karena itu bilangan Rf Jakarta.
selalu lebih kecil dari 1,0. BPOM RI. (2013). Peraturan Kepala
Badan Pengawasan Obat dan
Makanan Republik Indonesia
KESIMPULAN DAN SARAN Nomor 37 tahun 2013 tentang
Batas Maksimum Penggunaan
Kesimpulan Bahan Tambahan Pangan
Hasil penelitian ekstrak pigmen Pewarna. Jakarta : Kepala
zat warna dari sabut kelapa yang telah BPOM.
dilakukan dengna menggunakan pelarut

12
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Cahyadi, W. (2009). Analisis & Aspek Jurnal Bahan Alam Terbarukan


Kesehatan Bahan Tambahan ISSN 2303-0623. Prodi Teknik
Pangan. Edisi Kedua. Jakarta: Kimia, Fakultas Teknik,
Bumi Aksara. Universitas Negeri Semarang.
Chang, R. (2007). General Chemistry: Harborne, J.B. (1987). Metode
The Essential Concepts Third Fitokimia: Penuntun Cara
Edition. Terjemahan Modern Menganalis
Martoprawiro., Noviandri, I., Tumbuhan. Bandung: Institut
Wahyuningrum, D., Buchari., Teknologi Bandung
Achmad H., Marsih. I. N., dan Hagerman, A. E, M, E. Rice dan
Muchsinuddin. H., Penerbit Ritchard NT. (1998). Mechanism
Erlangga. PT. Gelora Angkasa of Protein Precipitation for Two
Pratama. Jakarta. Tannins, Pentagalloyl Glucose
Damanik, Desta Donna Putri, Nurhayati and Epicatechin (4-8) Catechin
Surbakti, Rosdanelli Hasibuan. (Procyanidin). J Agric Food
(2014). Ekstraksi Katekin dari Chem 46 : 2590-2595.
Daun Gambir (Uncaria gambir Irfanda, Aminu. (2010). Sifat Pelarut
roxb) dengan Metode Maserasi. Universal.
Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 3, https://kimsman1sbw.wordpress.c
No. 2. Departemen Teknik Kimia, om/tag/pelarut-universal/. Diakses
Fakultas Teknik, Universitas pada tanggal 22 Mei 2015
Sumatera Utara. Innayati, N. (2014). Pemanfaatan
Deman, J.M.. (1997). Principles Of Tanin Dalam Jambu Biji
Food Chemistry. Terjemahan (Psidium guajava) Sebagai
Padmawinata, K. Penerbit Institut Pewarna Makanan Alami.
Teknologi Bandung. Bandung. Kartono, H. (2014). Larutan
Deny. (2007). Pemanfaatan Tannin Penyangga.
Sebagai Perekat. Jurnal http://kartonohendry.blogspot.co
Penelitian Fakultas Teknologi m/2014/06/pembuatan-larutan-
Pertanian. Institut Pertanian buffer.html Diakses pada tanggal
Bogor. Bogor. 6 Juli 2015.
Dianawati, E. (2001). Mempelajari Khopkar. (2010). Konsep Dasar Kimia
Ekstraksi Antosianin dari Daun Analitik. Terjemahan A. Saptorahardjo.
Erpa Universitas Indonesia Press.
(Aerva sp.) Menggunakan Jakarta.
Pelarut yang Diasamkan dengan Lestari, P., Wijana, S., Putri, W. I,.
Asam (2013). Ekstraksi Tanin Dari
Klorida. Skripsi. Jurusan Daun Alpukat (Persea
Teknologi Industri Pertanian. Americana Mill.) Sebagai
Fakultas Teknologi Pertanian. Pewarna Alami (Kajian
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Proporsi Pelarut Dan Waktu
Giner-Chavez, B.I and Cannas A,. Ekstraksi). Jurusan Teknologi
(2011). Tannins : Chemichal Industri Pertanian - Fakultas
Structural the Structur of Teknologi Pertanian Universitas
Hydrolysable Tannis. Concert Brawijaya.
University. Marnoto, T., Haryono, G., Gustinah, D.,
Handayani dan Maulana (2013). Putra, F. A,. (2012). Ekstraksi
Pewarna Alami Batik Dari Tannin Sebagai Bahan Pewarna
Kulit Soga Tingi (Ceriops Tagal) Alami Dari Tanaman Putrimalu
Dengan Metode Ekstraksi. (Mimosa Pudica) Menggunakan

13
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Pelarut Organik. Jurusan Teknik Handbook 7th ed. New York :


Kimia, Fakultas Teknologi McGraw-Hill Book Company.
Industri, Universitas Hal. 2-112.
Pembangunan Nasional “Veteran” Prayitno, E. K. dan Nurimaniwati.
Yogyakarta. Vol. 14 No. 1, April (2003). Proses Ekstraksi Bahan
2012, Hal. 39-45. Pewarna Alam dari Limbah
Muchtadi, T.R., dan Ayustaningwarno Kayu Mahoni. Puslitbang
F. (1992). Teknologi Proses Teknologi Maju. BATAN.
Pengolahan Pangan. CV. Yogyakarta. Hal 207 – 213.
Alfabeta. Bandung. Putra, B. A. A,. (2014). Ekstraksi Zat
Najeeb. (2009). Tanin. Warna Alam Dari Bonggol
https://nadjeeb.files.wordpress.co Tanaman Pisang (Musa
m/2009/03/tanin.pdf. Diakses Paradiasciaca L.) Dengan
pada tanggal 6 Juli 2015. Metode Maserasi, Refluks, Dan
Ningrum, A., (2005), Stabilitas Zat Sokletasi. Jurusan Kimia FMIPA
Pewarna Alami dari Daun Erpa Universitas Udayana, Bukit
Aerva Jimbaran 8 (1) : 113-119.
sp) dalam Model Minuman Putri, W. D. R., Elok Z. dan Sholahudin.
Ringan dan Puding Agar, (2005). Ekstraksi Pewarna
Skripsi, Departemen Ilmu dan Alami Daun Suji, Kajian
Teknologi Pangan, Fakultas Pengaruh Blanching dan Jenis
Teknologi Pertanian, Institut Bahan Pengestrak. Jurnal
Pertanian Bogor, Bogor. Teknologi Pertanian 4(1) : 13-24.
Nuraini, F. (2002). Isolasi Dan Ramada, A. (2008). Sabut Kelapa.
Identifikasi Tanin dari Daun http://organicindonesianvanilla.bl
Gamal (Gliricidia Sepium ogspot.com/2008/09/tentang-
(Jackquin) Kunth Ex Walp.). sabut-kelapa.html. Diakses pada
Skripsi Tidak diterbitkan. Malang: tanggal 22 Mei 2015.
Mahasiswa jurusan Kimia Rindengan, B., A. Lay., H Novarianto.,
Universitas Brawijaya. H Kembuan Dan Z. Mahmud.
Palungkun, R., (2004). Aneka Produk (1995). Karateristik Daging
Olahan Kelapa. Penebar Buah Kelapa Hibrida Untuk
Swadaya. Jakarta. Bahan Baku Industri Makanan.
Pansera, M.R. (2004). Extraction Of Laporan Hasil Penelitian.
Tannin by Acacia Mearnsii With Kerjasama Proyek Pembinaan
Supercritical Fluids, Journal Kembagaan Penelitian Pertanian
Internasional Brazilian Archives Nasional. Badan Penelitian dan
of Biology and Technolog. p.197- Pembangunan.
201. Robinson, T. (1995). Kandungan
Paskawati, Y. A., Susyana., Antaresti., Organik Tumbuhan Tinggi.
Retnoningtyas, E. S,. (2010). Edisi ke-4 Terjemahan Kosasih
Pemanfaatan Sabut Kelapa Padmawinata. Institut Teknologi
Sebagai Bahan Baku Bandung Press. Bandung.
Pembuatan Kertas Komposit Rusly, A. A. (2004). Pengaruh Suhu
Alternatif. Fakultas Teknik Penyimpanan dan Penstabil
Jurusan Teknik Kimia Universitas terhadap Penurunan Kadar
Katolik Widya Mandala Klorofil dari Ekstrak Daun Suji
Surabaya. (Pleomele angustifillia) dengan
Perry, R.H., And Green, D. (1999). Metode Arrhenius. Skripsi.
Perry’s Chemical Engineer’s Jurusan Teknologi Pangan.

14
Nine Siti Rohaeni (11.302.0136)
Kajian Konsentrasi Pelarut Terhadap Ekstrak Pigmen Dari Sabut Kelapa
(Cocos Nucifera L) Sebagai Pewarna Alami

Fakultas Teknik. Universitas Sudarmadji, S. (1997). Teknik Analisis


Pasundan. Bandung. Biokimia. Yogyakarta: Liberty
Sa’adah, L. (2010). Isolasi Dan Yogyakarta
Identifikasi Senyawa Tanin Sulastry, T. (2009). Analisis Kadar
Dari Daun Belimbing Wuluh Tanin Ekstrak Air dan Ekstrak
(Averrhoa Bilimbi L.). Jurusan Etanol pada Biji Pinang Sirih
Kimia Fakultas Sains Dan (Areca Catechu. L). Dosen
Teknologi Universitas Islam Jurusan Kimia FMIPA
Negeri (UIN) Maulana Malik Universitas Negeri Makasar.
Ibrahim Malang. Subiyanto, B. (2002). Pemanfaatan
Sastrohamidjojo, H. (2007). Serbuk Kelapa Sebagai Bahan
Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty Penyerap Air dan Oli Berupa
Yogyakarta. Panel Papan Partikel. Journal of
Schofield, P., Mbugua, D.M, and Pell, Tropical Wood Science and
A.N., (2001), Analysis of Technology 1:26-34
Condensed tannins: a Review, Sudjana. (2005). Metode Statistika.
Animal Feed Science and Tarsito. Bandung.
technology, 91, pp. 21-40. Tensiska, Een S. dan Dita N. (2007).
Setiawati, E., Haryanti, Nuryunita, Ekstraksi Pewarna Alami dari
Rachmawati, Akbar RP., (2013). Buah Arben (Rubus idaeus
Pengaruh Usia Sabut Kelapa Linn.) dan Aplikasinya pada
dan Variasi Metoda Ekstraksi Sistem Pangan. Penelitian
Terhadap Hasil Pencelupan Jurusan Teknologi Industri
Kapas dan Sutera. Faculty of Pangan. Fakultas Teknologi
Textile Chemistry. Sekolah Tinggi Industri Pertanian. Universitas
Teknologi Tekstil Bandung. Padjajaran. Bandung.
Shinta, Endro dan Anjani P. (2008). Virtayanti, (2012). Zat Warna.
Pengaruh Konsentrasi Alkohol http://irmachemistry.blogspot.com
dan Waktu Ekstraksi terhadap /2012/12/kimia-bahan-
Ekstraksi Tannin dan Natrium makanan.html. Diakses pada
Bisulfit dari Kulit Buah tanggal 1 juni 2015.
Manggis. Makalah Seminar Wardhani, I.S., (2004). Distribution of
Nasional Soebardjo Chemical Compounds
Brotohardjono. Surabaya. Hal 31 of Coconut Wood (Cocos
– 34. nucifera L.) .Jurnal Ilmu dan
Suarsa, I Wayan, Putu Suarya, dan Ika Teknologi Kayu Tropis.
Kurniawati. (2011). Optimasi Vol.2. No.1. 2004.
Jenis Pelarut Dalam Ekstraksi Winarno, F. G. (2008). Kimia Pangan
Zat Warna Alam Dari Batang dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Pisang Kepok (Musa Winarti, S., Ulya S. dan Dhini A.
Paradiasiaca L. Cv Kepok) Dan (2008). Ekstraksi dan Stabilitas
Batang Pisang Susu (Musa Warna Ubi Jalar Ungu
Paradiasiaca L. Cv Susu). Jurnal (Ipomoea batatas L.) sebagai
Kimia 5 (1), Januari 2011 : 72-80. Pewarna Alami. Jurnal Teknik
Jurusan Kimia FMIPA Kimia 3(1) : 207 - 213.
Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran.

15

Anda mungkin juga menyukai