Anda di halaman 1dari 4

Tuberkulosis paru

Definisi

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil
dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri
dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan
granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara

Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

Patofisiologi : Infeksi Tuberkulosis Primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet
nuclei dalam udara. Partikel ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam tergantung
adatidaknya sinar UV, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Bila partikel terhirup oleh orang
yang sehat maka akan menempel di saluran nafas atau jaringan paru. Partikel bisa masuk ke
alveolar paru bila ukurannya < 5nm. Kemudian masuknya kuman akan merangsang mekanisme
imunologik tubuh non spesifik. Makrofag alveolus akan melakukan fagositosis terhadap kuman
TB dan akan menghancurkan sebagian kuman. Pada sebagian kecil makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman membelah diri
setiap 25-32 jam di dalam makrofag dan tumbuh selama 2-12 minggu. Lokais pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut focus primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang memiliki saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi fi saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis). Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang
akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru,
yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.

Tuberkulosis Limfadenitis

Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi,
limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening
yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009).
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula
(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering
terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan
kelenjar.

Patogenesis
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan
TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner primer dan TB
pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering
disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type
tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat
juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010).

Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut


dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting.
Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang
didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa
tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).

Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas
seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi
penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan
keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar
terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004).
Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari
infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil
TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di
mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya
akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).

Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB


juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan
keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan
HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai
yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah
satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang
endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa
bulan (Mohapatra, 2004).
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian
diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal
hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004). Berdasarkan penelitian oleh
Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar limfe yang terlibat yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe
servikalis, 26,7% kelenjar mediastinal, dan 8,3% pada kelenjar aksila, dan didapatkan pula
pada 35% pasien pembengkakan terjadi pada lebih dari satu tempat. Menurut Sharma (2004),
pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang
paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal
maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan berkembang secara lambat
dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior
dan yang lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal
ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-
positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru
adalah sering ditemukan (Sharma, 2004). Beberapa pasien dengan limfadenitis TB dapat
menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam, penurunan berat badan, fatigue dan
keringat malam. Lebih dari 57% pasien tidak menunjukkan gejala sistemik (Mohapatra,
2004). Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan terdapat TB
paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).

Analisis Masalah
Apa makna “dia batuk parah dengan dahak darah sekitar 2 gelas”?
Bagaimana perjalanan batuk produktif sehingga menjadi batuk berdarah
Bagaimana hubungan antara gejala-gejala klinis yang ada pada Mr.B?
Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil laboratorium rutin di atas?
Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan radiologi di atas?
Bagaimana epidemiologi penyakit pada kasus?

Daftar Pustaka

Bahar, Asril dan Amin, Zulkifli. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Tuberkulosis Paru. Jakarta :
Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai