Anda di halaman 1dari 23

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara ketiga penghasil kakao terbesar di dunia setelah
Pantai Gading dan Ghana. Kakao Indonesia mampu menyumbangkan devisa bagi
negara sebesar US$ 668 juta per tahun atau nomor tiga dari sektor pertanian
setelah kelapa sawit dan karet (Karmawati et al., 2010).
Jenis kakao dibagi atas 3 jenis, yaitu kakao criolo (kakao mulia), kakao
forestero (kakao lindak) dan kakao trinitario. Kakao jenis criolo menghasilkan
mutu biji yang memiliki mutu yang baik dan buahnya berwarna merah. Jenis
forestero menghasilkan biji kakao yang mutunya sedang, buahnya berwarna hijau,
kulitnya tebal, biji buahnya tipis dan gepeng. Jenis trinitario bentuknya heterogen,
biji buahnya bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai
ungu tua pada waktu basah (Hatta, 1992). Biji kakao yang diekspor
diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji.
Berdasarkan jenis tanaman dibedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine
cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga
golongan, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan
dalam jumlah biji/100 gram. Mutu biji kakao sangat menjadi bahan perhatian oleh
konsumen, dikarenakan biji kakao digunakan sebagai bahan baku makanan atau
minuman (Hatmi dan Rustijarno, 2012).
Oleh karena itu, praktikum kakao dilakukan untuk mengetahui syarat mutu
kakao berdasarkan SNI 2323-2008 yang telah ditetapkan. Sehingga dapat
diketahui perbedaan kualitas kakao dan dapat memilih kakao dengan kualitas
yang baik. Selain itu, dapat digunakan pula sebagai acuan untuk lebih
memperbaiki kualitas biji kakao.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini adalah untuk menentukan mutu biji kakao berdasar SNI
2323-2008.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kakao Umum


Kakao merupakan tumbuhan dengan ketinggian 10 m, namun dalam
pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m dengan tajuk menyamping
yang meluas. Buah kakao tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah kakao
jauh lebih besar dari bunganya dan berbentuk bulat hingga memanjang. Warna
buah akan berubah seiring tingkat kematangan buah. Sewaktu muda buah
berwarna hijau hingga ungu. Kulit luar buah ketika sudah masak biasanya
berwarna kuning. Di Indonesia, kakao dikenal dengan dua jenis, yaitu kakao
mulia yang berasal dari varietas criollo dengan buah berwarna merah dan kakao
lindak berasal dari varietas forastero dan trinitario dengan warna buah hijau.
Menurut Tjitrosoepomo (1998) sistematika tanaman kakao adalah sebagai
berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub class : Dialypetalae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Kakao merupakan tanaman perkebunan di lahan kering, dan jika diusahakan
secara baik dapat berproduksi tinggi serta menguntungkan secara ekonomis.
Beberapa macam produk dapat dihasilkan dari kakao yaitu berasal dari kulit, pulp
maupun dari biji. Kulit kakao dapat dijadikan kompos, pakan ternak, substrat
budidaya jamur, ekstraksi theobromin, dan bahan bakar. Secara umum, biji kakao
dapat diolah menjadi tiga olahan akhir, yaitu lemak kakao, bubuk kakao dan
permen atau makanan cokelat yang dalam pengolahannya saling tergantung satu
dengan yang lainnya, bahkan karena kandungan lemaknya tinggi biji kakao dapat
dibuat mentega kakao (cacao butter), sabun, parfum dan obat-obatan (Wahyudi, et
al. 2008).

2.2 Jenis-jenis Kakao


Biji kakao didefinisikan sebagai biji tanaman kakao (Theobroma cacao Linn.)
yang telah difermentasi, dibersihkan dan dikeringkan. Biji kakao yang diekspor
diklasifikasikan berdasarkan jenis tanaman, jenis mutu, dan ukuran berat biji.
Berdasarkan jenis tanaman dibedakan atas dua klasifikasi, yaitu jenis mulia (fine
cocoa) dan jenis lindak (bulk cocoa). Berdasarkan jenis mutu kakao terdapat tiga
golongan, yaitu Mutu I, Mutu II dan Mutu III. Menurut ukuran bijinya dinyatakan
dalam jumlah biji/100 gram (Wood, 1975).
Susanto (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya terdapat banyak jenis
tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi cokelat
secara besar-besaran hanya tiga jenis, yaitu:
a. Jenis Criollo
Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik, buahnya berwarna
merah/hijau, kulitnya tipis berbintik-bintik kasar dan lunak, bijinya berbintik bulat
telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah dan
dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan banyak
dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produk-produk cokelat
yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia banyak digunakan karena
produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami fase generatif.
b. Jenis Forastero
Jenis ini banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan
menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal juga
sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai kakao lindak.
Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, relatif lebih tahan
terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao mulia. Endospermanya
berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai gepeng, kulitnya tebal, proses
fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada kakao mulia.
c. Jenis Trinitario
Kakao trinitario merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan
Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang
termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR) dan
Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan
pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen

2.3 SNI Kakao


Biji kakao kering pada akhir tahun 2011 telah resmi ditentukan sebagai
komoditas ekspor. Hal ini menunjukkan sebagai tanda kebangkitan komoditas
kakao, bahwa kebutuhan biji kakao di dunia meningkat. Namun demikian, seiring
berjalannya waktu biji kakao yang diekspor adalah biji kakao kering yang
berkualitas dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Persyaratan atau
ketentuan yang digunakan untuk menentukan mutu biji kakao di Indonesia
tertuang dalam SNI 2323-2008 (BSN, 2008). SNI mengatur penggolongan mutu
biji kakao kering maupun persyaratan umum dan khususnya guna menjaga
konsistensi mutu biji kakao yang dihasilkan. Pemberlakuan aturan SNI kakao,
oleh pemerintah juga disertai dukungan program Gerakan Nasional (Gernas)
Kakao untuk peremajaan di sistem produksi/ budidayanya hingga tahun 2014. Hal
ini disebabkan kualitas biji kakao kering yang dihasilkan tidak dapat lepas dari
kualitas buah dan tanaman kakaonya.
Klasifikasi atau penggolongan mutu biji kakao kering menurut SNI 2323-
2008 terbagi menjadi tiga, yaitu menurut jenis tanaman, jenis mutu dan ukuran
berat biji per 100 gram. Menurut jenis tanaman kakao, biji kakao digolongkan
menjadi dua, yaitu biji mulia (biji kakao yang berasal dari tanaman kakao jenis
Criolo atau Trinitario serta hasil persilangannya dan biji kakao lindak (biji kakao
yang berasal dari tanaman kakao jenis Forastero) (BSN, 2008). Biji kakao kering
menurut persyaratan mutunya, terbagi menjadi 3 kelas, yaitu mutu kelas I, II, dan
III, dengan ketentuan telah memenuhi persyaratan umum dan khusus. Persyaratan
umum dan khusus biji kakao kering tercantum dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Persyaratan Umum Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008
No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Serangga hidup - Tidak ada


2 Kadar air % fraksi massa Maks 7,5
3 Biji berbau asap dan atau - Tidak ada
Hammy dan atau berbau asing
4 Kadar benda asing - Tidak ada
Sumber : SNI 01-2323-2008

Tabel 2. Persyaratan Khusus Biji Kakao Menurut SNI 01-2323-2008


Jenis Mutu Persyaratan
Kakao Kakao Kadar Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
Mulia Lindak biji biji Slaty Berserangga kotoran berkecambah
berjamur (biji/biji) (biji/biji) Waste (biji/biji)
(biji/biji) (biji/biji)
I-F I-B Maks 2 Maks 3 Maks 1 Maks Maks 2
1,5
II-F II-B Maks 4 Maks 8 Maks 2 Maks Maks 3
2,0
III-F III-B Maks 4 Maks 20 Maks 2 Maks Maks 3
3,0
Sumber : SNI 01-2323-2008
Persyaratan kualitas biji kakao kering juga ditentukan berdasarkan
penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram.
Penggolongan ini terbagi menjadi lima (5) kelas sebagai berikut:
AA = Maksimal 85 biji per 100 gram
A = 86 - 100 biji per 100 gram
B = 101 – 110 biji per 100 gram
C = 111 – 120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Berdasarkan persyaratan SNI 2323-2008 (umum, khusus dan golongan berat)
diatas, maka biji kakao kering hasil olahan petani dapat ditentukan kelas dan
mutunya.

2.4 Istilah dan Definisi Kerusakan Biji Kakao


Menurut SNI 2323-2008 terdapat beberapa istilah dan definisi dari kerusakan
biji kakao, antara lain sebagai berikut :
1. Serangga hidup
Serangga pada stadia apapun yang ditemukan hidup pada partai barang.
2. Biji berbau asap abnormal atau berbau asing
Biji yang berbau asap, atau bau asing lainnya yang ditentukan dengan metode
uji.
3. Benda asing
Benda asing adalah benda lain yang berasal bukan dari tanaman kakao.
4. Biji berjamur
Biji kakao yang ditumbuhi jamur di bagian dalamnya dan apabila dibelah
dapat terlihat dengan mata.
5. Biji slaty (tidak terfermentasi)
Pada kakao lindak, separuh atau lebih irisan permukaan keping biji berwarna
keabu-abuan atau biru keabu-abuan bertekstur padat dan pejal. Pada kakao
mulia warnanya putih kotor.
6. Biji berserangga
Biji kakao yang di bagian dalamnya terdapat serangga pada stadia apapun
atau terdapat bagian-bagian tubuh serangga, atau yang memperlihatkan
kerusakan karena serangga yang dapat dilihat oleh mata.
7. Kotoran
Benda-benda berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji, pecahan
kulit, biji pipih, ranting dan benda lainnya yang berasal dari tanaman kakao.
8. Biji dempet (cluster)
Biji kakao yang melekat (dempet) tiga atau lebih yang tidak dapat dipisahkan
dengan satu tangan.
9. Pecahan biji
Biji kakao yang berukuran kurang dari setengah (1/2) bagian biji kakao yang
utuh.
10. Pecahan kulit
Pecahan kulit adalah bagian kulit biji kakao tanpa keping biji.
11. Biji pipih
Biji kakao yang tidak mengandung keping biji atau keping bijinya tidak bisa
dibelah.
12. Biji berkecambah
Biji kakao yang kulitnya telah pecah atau berlubang karena pertumbuhan
lembaga.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Neraca
2. Pisau
3. Talenan
4. Kaca arloji
5. Baskom

3.1.2 Bahan
1. Biji kakao fermentasi

3.2 Skema Kerja Dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing

Kakao dalam
kemasan

Pembukaan

Pengamatan serangga dan benda asing

Kakao yang masih dalam kemasan dibuka. Kemudian dilakukan pengamatan


secara visual adanya serangga hidup dan benda asing pada sekeliling sampel
kakao. Apabila tidak ditemukan adanya serangga hidup maka dinyatakan tidak
ada, apabila ditemukan serangga hidup maka dinyatakan ada. Apabila tidak
ditemukan adanya benda asing maka dinyatakan tidak ada, apabila ditemukan
benda asing maka dinyatakan ada. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui
sudah tidaknya biji kakao memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 2323-
2008.

3.2.2 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing Lainnya

Kakao

Pembelahan

Pengamatan aroma

Sampel biji kakao yang akan digunakan dibelah menjadi dua bagian. Setelah
itu dilakukan pengamatan secara organoleptik adanya bau asap abnormal dan bau
asing lainnya dengan mencium bagian dalam dari setiap contoh uji. Apabila tidak
ditemukan adanya bau asap abnormal dan bau asing lainnya maka contoh uji
dinyatakan tidak ada,  apabila ditemukan adanya bau asap abnormal dan
bau asing lainnya maka contoh uji dinyatakan ada. Pengujian ini berfungsi untuk
mengetahui sudah tidaknya biji kakao memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan
SNI 2323-2008.
3.2.3 Penentuan Kadar Kotoran

Kakao

Penimbangan 1000 gr

Pengamatan kotoran

Penimbangan

Penghitungan kadar kotoran

Pertama-tama menyiapkan biji kakao yang akan diuji. Setelah itu, biji kakao
ditimbang sebanyak 1000 gram. Kemudian dilakukan pengamatan kotoran yang
ada pada sampel. Kotoran berupa plasenta, biji dempet (cluster), pecahan biji,
pecahan kulit, biji pipih dan ranting yang telah diperoleh, masing-masing
dipisahkan ke dalam wadah yang berbeda. Selanjutnya dilakukan penimbangan
pada masing-masing jenis kotoran untuk mengetahui bobotnya yang nantinya
dapat berfungsi dalam perhitungan kadar kotoran. Setelah itu dilakukan
perhitungan kadar kotoran yang diperoleh dan dinyatakan dalam persentase
bobot/bobot. Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui sudah tidaknya biji kakao
memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan SNI 2323-2008.
3.2.4 Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Seratus Gram

Kakao

Penimbangan 100 gr

Penghitungan jumlah biji

Penggolongan

Langkah pertama yaitu dilakukan penimbangan biji kakao sebanyak 100


gram. Setelah itu dilakukan penghitungan jumlah biji yang ada. Kemudian
dilakukan penggolongan biji kakao berdasarkan penggolongan AA, A, B, C atau
S. Penggolongan ini berfungsi untuk membedakan biji kakao berasarkan ukuran
berat bijinya yang dinyatakan dalam jumlah biji per 100 gram contoh.

3.2.5 Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao

300 biji kakao

Pemotongan panjang

Pengamatan

Perhitungan

Penentuan kadar masing-masing biji cacat


Pertama-tama menyiapkan contoh uji biji kakao sebanyak 300 biji yang
diambil secara acak. Masing-masing biji tersebut dipotong memanjang dengan
pisau/cutter melalui bagian sisi tipis pada talenan, kemudian diamati satu per satu
adanya biji berkapang, biji tidak terfermentasi/biji slaty, biji berserangga, dan biji
berkecambah. Khusus dalam penentuan biji slaty, apabila ada keraguan terhadap
warna, sebaiknya biji tersebut digigit dan dicicipi, adanya rasa pahit dan sepat
menandakan biji slaty. Setelah itu pisahkan biji-biji cacat menurut jenis cacatnya
dan dilakukan perhitungan. Selanjutnya dilakukan perhitungan kadar masing-
masing biji cacat yang dinyatakan dalam persentase biji per biji. Pengujian ini
berfungsi untuk mengetahui mutu biji kakao sesuai dengan persyaratan khusus
mutu biji kakao.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil
Pengamatan
Kakao Baru Kakao Lama
Serangga hidup Tidak ada Tidak ada
Benda asing Tidak ada Tidak ada
Kadar air - -
Biji berbau asap abnormal Tidak ada Ada
Biji berbau asing Tidak ada Ada
Plasenta 1,27 g/1000 g 0 g/1000 g
Biji dempet 48,52 g/1000 g 9,47 g/1000 g
Pecahan kulit 4,8 g/1000 g 3,11 g/1000 g
Biji pipih 65,52 g/1000 g 36, 31 %
Ranting 0,24 g/1000 g 0,24 g/1000 g
Jumlah biji/100 gram 87biji 83 biji
Biji berjamur 0 biji/300 biji 7 biji/300 biji
Biji slaty 12 biji/300 biji 24 biji/300 biji
Biji berkecambah 0 biji/300 biji 0 biji/300 biji
Biji berserangga 0 biji/300 biji 3 biji/300 biji
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Kadar Kotoran

No Pengamatan Kadar kotoran (%)


Kakao baru Kakao lama
1 Plasenta 0,127 0
2 Biji dempet 4,852 0,947
3 Pecahan kulit 0,48 0,311
4 Biji pipih 6,552 3,631
5 Ranting 0,024 0,024

4.2.2 Kadar Biji Cacat

No Pengamatan Kadar biji cacat (%)


Kakao baru Kakao lama
1 Biji berjamur 0 2,33
2 Biji slaty 4 8
3 Biji berkecambah 0 0
4 Biji berserangga 0 1
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Penentuan Adanya Serangga Hidup atau Benda Asing


Penentuan adanya serangga hidup atau benda asing dapat kita amati secara
visual. Dari praktikum yang telah dilakukan, sampel biji kakao baru maupun lama
tidak terdapat adanya serangga hidup atau benda asing baik di dalam biji
maupunarea luar biji. Sesuai dengan SNI 2323-2008 tentang persyaratan mutu
umum biji kakao, sampel biji kakao tersebut memiliki mutu yang baik karena
tidak ditemukannya serangga hidup maupun benda asing.

5.2 Penentuan Adanya Biji Berbau Asap Abnormal atau Berbau Asing
Lainnya
Penentuan adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya
diamati secara organoleptik yaitu dengan mencium bagian dalam dari setiap
contoh uji. Berdasarkan pengujian yang dilakukan, pada sampel biji kakao baru
tidak ditemukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing lainnya. Sedangkan
pada biji kakao lama, ditemukan adanya bau asap abnormal atau berbau asing
lainnya. Seingga kakao baru memiliki kualitas yang baik sesuai dengan SNI 2323-
2008 tentang persyaratan mutu umum biji kakao yaitu dengan tidak ditemukannya
biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya, sedangkan kakao lama
memiliki kualitas yang rendah karena terdapat bau asap abnormal atau bau asing
lainnya.

5.3 Penentuan Kadar Kotoran


Kotoran yang terdapat pada sampel biji kakao biasanya berupa plasenta, biji
dempet, pecahan biji, pecahan kulit, biji pipih, dan ranting. Masing-masing dari
kotoran tersebut diukur kadar kotorannya, dinyatakan dalam %. Biji kakao yang
diuji sebnyak 1000 gram. Nilai kadar kotoran berupa plasenta pada biji kakao
baru yaitu 0,127%, sedangkan pada kakao lama tidak ditemukan adanya plasenta.
Nilai kadar kotoran berupa biji dempet pada biji kakao baru yaitu 4,852%,
sedangkan pada kakao lama yaitu 0,947%. Nilai kadar kotoran berupa pecahan
kulit pada biji kakao baru yaitu 0,48%, sedangkan pada kakao lama yaitu 0,311%.
Jumlah kadar kotoran berupa biji pipih pada kakao baru yaitu 6,552%, sedangkan
pada kakao lama yaitu 3,631%. Kotoran berupa ranting pada kakao baru maupun
lama memiliki nilai yang sama yaitu 0,024%. Rata-rata kadar kotoran pada biji
baru adalah 2,407%, sedangkan pada kakao lama adalah 0,9826% .Menurut SNI
2323-2008, kadar kotoran maksimum kakao jenis Forastero dan Criollo adalah
1,5% untuk mutu I; 2,0% untuk mutu II dan 3,0% untuk mutu III. Dengan
demikian, jika diukur dari banyaknya kadar kotoran yang ada biji kakao baru
termasuk kedalam mutu III, sedangkan biji kakao lama termasuk ke dalam mutu I.
Adanya kotoran dalam biji kakao mungkin bukan kesengajaan. Hal ini terkait
dengan penanganan biji yang belum benar, misalnya pengupasan buah dilakukan
di kebun di atas tanah tanpa alas, pembongkaran biji kakao segar di sembarang
tempat oleh pengumpul, atau pengeringan tanpa alas di atas lamporan, dan lain-
lain (Munarso, 2016).

5.4 Penentuan Jumlah Biji Kakao Per Seratus Gram


Persyaratan kualitas biji kakao kering juga ditentukan berdasarkan
penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100 gram.
Penggolongan ini terbagi menjadi lima (5) kelas sebagai berikut:
AA = Maksimal 85 biji per 100 gram
A = 86 - 100 biji per 100 gram
B = 101 – 110 biji per 100 gram
C = 111 – 120 biji per 100 gram
S = > 120 biji per 100 gram
Berdasarkan persyaratan SNI 2323-2008 (umum, khusus dan golongan berat)
diatas, maka biji kakaobaru dan biji kakao lama dapat ditentukan kelas dan
mutunya. Biji kakao baru memiliki 87 biji per 100 gram, sedangkan biji kakao
lama memiliki 83 biji per 100 gram nya. Jika dihubungkan dengan syarat mutu
tersebut, biji kakao baru termasuk ke dalam golongan A dan biji kakao lama
termasuk kedalam golongan AA.
5.5 Penentuan Kadar Biji Cacat pada Kakao
Penentuan kadar biji cacat pada kakao dapat dilihat dari adanya biji berjamur,
biji berserangga, biji slaty, dan biji berkecambah. Pada kakao baru tidak
ditemukan adanya biji berjamur, biji berserangga, dan biji berkecambah,
sedangkan kadar biji slaty yaitu sebesar 4%. Pada kakao lama memiliki kadar biji
berjamur sebesar 2,33%, biji slaty sebesar 8%, dan biji berserangga sebesar 1%,
namun tidak ditemukan adanya biji berkecambah. Berdasarkan SNI 2323-2008
tentang persyaratan mutu kakao khusus, jika dilihat dari kadar biji berjamur, biji
slaty, biji berserangga, dan biji berkecambah dapat dinyatakan bahwa sampel biji
kakao baru termasuk kedalam mutu I, sedangkan sampel biji kakao lama termasuk
kedalam mutu II.
BAB 6 PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Persyaratan atau ketentuan yang digunakan untuk menentukan mutu biji
kakao di Indonesia tertuang dalam SNI 2323-2008 (BSN, 2008). SNI
mengatur penggolongan mutu biji kakao kering maupun persyaratan umum
dan khususnya guna menjaga konsistensi mutu biji kakao yang dihasilkan.
2. Berdasarkan penggolongan biji kakao menurut ukuran berat bijinya per 100
gram, biji kakao baru termasuk kedalam golongan A dan biji kakao lama
termasuk kedalam golongan AA.
3. Berdasarkan kadar biji cacatnya, biji kakao baru termasuk kedalam mutu I,
sedangkan sampel biji kakao lama termasuk kedalam mutu II.

6.2 Saran
Seorang praktikan harus mengetahui tentang prosedur praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, perlu adanya peningkatan ketelitian dari praktikan dalam
melakukan pengamatan dan menjalankan praktikum. Hal tersebut bertujuan agar
praktikum berjalan dengan baik dan nantinya akan menghasilkan data-data yang
sesuai dan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

BSN. 2008. SNI Biji Kakao 01-2323-2008. Jakarta

Hatmi, R. U., & Rustijarno, S. (2012). Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju
SNI Biji Kakao 01-2323-2008. BPTP Yogyakarta.

Hatta, Sunanto. 2012. Cokelat Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya.


Yogyakarta: Kanisius.

Karmawati, E., Z. Mahmud, M. Syakir, J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010.


Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. 92 hlm.

Munarso, Misnawi. 2016. Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Cokelat. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Susanto. 1994. Tanaman kakao (Budidaya dan Pengolahan Hasil). Kanisius,


Yogyakarta.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1988. Taksonomi tumbuhan (Spermathopyta).


Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Wahyudi, T dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Jakarta : Penebar


Swadaya.

Wood, G.A.R. 1975. Cocoa Tropical Agriculture. Series 3th. Longmans. London.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Penentuan kadar Kotoran


b/b =

a. Kakao baru

Plasenta = x 100% = 0,127%

Biji dempet = x 100% = 4,852%

Pecah kulit = x 100% = 0,48%

Biji pipih = x 100% = 6,552%

Ranting = x 100% = 0,024%

b. Kakao lama

Plasenta = x 100% = 0%

Biji dempet = x 100% = 0,947%

Pecah kulit = x 100% = 0,311%

Biji pipih = x 100% = 3,631%

Ranting = x 100% = 0,024%


2. Penentuan Kadar Biji Cacat

a. Kakao baru

Biji berjamur = x 100% = 0%

Biji slaty = x 100% = 4%

Biji berkecambah = x 100% = 0%

Biji berserangga = x 100% = 0%

b. Kakao lama

Biji berjamur = x 100% = 2,33%

Biji slaty = x 100% = 8%

Biji berkecambah = x 100% = 0%

Biji berserangga = x 100% = 1%


LAMPIRAN FOTO

1. Kakao Lama
a. Acara 1

b. Acara 3

c. Acara 4

d. Acara 6
2. Kakao Baru
a. Acara 1

b. Acara 3

c. Acara 4

d. Acara 6

Anda mungkin juga menyukai