Anda di halaman 1dari 164

5

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Low Back pain (LBP)
a. Definisi
Low Back pain adalah
suatu sensasi nyeri di
daerah lumbosakral
dan sakroiliakal,
umumnya pada daerah
L4-L5 dan L5-S1, nyeri
ini
sering disertai
penjalaran ke tungkai
sampai kaki (Harsono,
2009).
LBP juga didefinisikan
sebagai nyeri yang
dirasakan di daerah
punggung bawah, dapat
merupakan nyeri lokal
maupun nyeri
radikuler atau
keduanya. Nyeri ini
terasa di antara sudut
iga terbawah
sampai lipat bokong
bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-
sakral
dan sering disertai
dengan penjalaran nyeri
ke arah tungkai dan
kaki.
(Dunn et al, 2011).
b. Etiologi
Menurut Fauci et al
(2008) LBP dapat
disebabkan oleh
berbagai kelainan yang
terjadi pada tulang
belakang, otot, diskus
intervertebralis, sendi,
maupun struktur lain
yang menyokong tulang
belakang. Kelainan
tersebut antara lain
kelainan congenital atau
kelainan perkembangan
yang terdiri dari
spondilosis dan
spondilolistesis,
kiposkoliosis, spina
bifida, gangguan korda
spinalis,
trauma minor yaitu
regangan dan cedera
whiplash, fraktur atau
traumatik yaitu jatuh,
kecelakaan kendaraan
bermotor, traumatik
yaitu
osteoporosis, infiltrasi
neoplastik, steroid
eksogen, herniasi diskus
intervertebral,
degeneratif yaitu
kompleks diskus-
osteofit, gangguan
diskus internal, stenosis
spinalis dengan
klaudikasio neurogenik,
gangguan sendi
vertebral, gangguan
sendi atlantoaksial
(misalnya
arthritis rheumatoid),
arthritis seperti :
spondilosis, artropati
facet atau
6
6
sakroiliaka, autoimun
(misalnya ankylosing
spondilitis, sindrom
reiter), neoplasma :
metastasis,
hematologic, tumor
tulang primer,
infeksi/inflamasi:
osteomyelitis vertebral,
abses epidural, sepsis
diskus, meningitis,
arachnoiditis lumbalis,
metabolik :
osteoporosis,
hiperparatiroid,
imobilitas,
osteosklerosis, vascular
: aunerisma aorta
abdominal, diseksi
arteri vertebral, dan
lainnya seperti nyeri
alih dari
gangguan visceral,
sikap tubuh, psikiatrik,
pura-pura sakit serta
sindrom nyeri kronik.
c. Prevalensi
LBP sering dijumpai
dalam praktek sehari-
hari, terutama di
negara-negara industri.
Diperkirakan 70-85%
dari seluruh populasi
pernah mengalami
episode ini selama
hidupnya. Prevalensi
tahunannya bervariasi
dari 15-45%, dengan
point prevalence rata-
rata
30%. Data epidemiologi
mengenai LBP di
Indonesia belum ada,
namun diperkirakan
40% penduduk Jawa
Tengah berusia di atas
65
tahun pernah menderita
nyeri punggung,
prevalensi pada laki-
laki
18,2% dan pada wanita
13,6%. Insiden
berdasarkan kunjungan
pasien
ke beberapa rumah sakit
di Indonesia berkisar
antara 3-17% (Sadeli
dan Tjahyono, 2001).
d. Gambaran klinis
Gejala LBP bermacam-
macam dan berbeda
antara satu dengan
yang lain. Kebanyakan
orang menganggap
berbaring akan
meningkatkan nyeri
yang datang tiap
episode, tapi ada juga
yang
mampu tidur tanpa rasa
nyeri. Kebanyakan
orang merasakan nyeri
ketika mereka
membungkuk atau
mengambil sesuatu,
yang lain
merasa nyeri bila
melengkungkan tubuh
ke belakang.
Nyeri pada kaki juga
merupakan bagian dari
masalah. Nyeri
kebanyakan pada
punggung atau samping
luar paha dan kemudian
7
7
menjalar ke kaki. Nyeri
yang menjalar pada
kaki disebut sciatica
karena nyeri berasal
dari perangsangan pada
nervus ischiadikus,
perangsangan pada
nervus ischiadikus
sering menjadi lebih
nyeri bila
bersin atau batuk.
Pada episode akut, LBP
dapat menjadi sangat
akut untuk
beberapa hari atau
seminggu dan akan
lebih meningkat. Pada
2-4
minggu kemudian
penderita akan merasa
lebih baik. Episode
panjangnya waktu nyeri
berbagai macam pada
tiap penderita, begitu
juga dengan intensitas
tiap episode nyeri dan
seberapa mampu
penderita dapat
menahan nyerinya (Epi,
2012).
e. Klasifikasi Low Back
pain
Menurut Bimariotejo
(2009) berdasarkan
perjalanan klinisnya
LBP dibagi menjadi 2
jenis yaitu 1) acute Low
Back pain ditandai
dengan rasa nyeri yang
menyerang secara tiba-
tiba, rentang wakunya
hanya sebentar, antara
beberapa hari sampai
beberapa minggu. Rasa
nyeri ini dapat hilang
atau sembuh. Acute
Low Back pain dapat
disebabkan karena luka
traumatic seperti
kecelakaan mobil atau
terjatuh, rasa nyeri
dapat hilang sesaat
kemudian. Kejadian
tersebut
selain dapat merusak
jaringan, juga dapat
melukai otot, ligament
dan
tendon. Pada
kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang
pada daerah
lumbal masih dapat
sembuh sendiri. Sampai
saat ini penatalaksanaan
awal nyeri punggung
akut terfokus pada
istirahat dan pemakaian
analgesik. 2) chronic
Low Back pain, rasa
nyeri pada chronic Low
Back pain bisa
menyerang lebih dari 3
bulan. Rasa nyeri ini
dapat
berulang-ulang atau
kambuh kembali. Fase
ini biasanya memiliki
onset yang berbahaya
dan sembuh pada waktu
yang lama. Chronic
Low Back pain dapat
terjadi karena
osteoarthritis,
8
8
reumathoidarthritis,
proses degenerasi
discus intervertrebalis
dan
tumor.
f. Prognosis
Menurut Pengel et al
(2003:323) acute Low
Back pain
mempunyai prognosis
yang bagus. Pemusatan
berarti pengurangan
58% dari nilai awal rasa
sakit dan
ketidakmampuan dalam
waktu satu
bulan. Namun menurut
Kamper et all (2010,
p.181) seperempat
sampai sepertiga orang
dengan akut Low Back
pain masih memiliki
gejala 6-12 bulan
setelah konsultasi.
Dalam hal kekambuhan,
secara
umum sekitar 60%
orang mengalami
kekambuhan dan 30%
telah
mengulangi episode
tidak bekerja atau
istirahat (Hestbaek et al,
2006:471).
g. Faktor resiko
Faktor yang
berpengaruh terhadap
timbulnya LBP adalah
faktor
personal, usia, jenis
kelamin, berat badan
dan tinggi badan,
kelenturan
mobilitas sendi tulang
punggung, kekuatan
otot sekitar pinggang,
riwayat nyeri panggul
sebelum bekerja,
merokok dan alkohol,
psikososial, faktor
lingkungan (job risk
factor), pekerjaan fisik
yang
berat, pekerjaan
mengangkat, pekerjaan
mendorong, pekerjaan
menarik, duduk atau
berdiri lama dan
kecelakaan (Epi, 2012).
1) Faktor personal
a. Usia
Sejalan dengan
meningkatnya usia akan
terjadi degenerasi
pada tulang dan
keadaan ini terjadi
ketika usia 30 tahun
(Bridger, 2008). Pada
usia 30 tahun terjadi
degenerasi yang
berupa kerusakan
jaringan, penggantian
jaringan menjadi
jaringan parut,
pengurangan cairan.
Hal tersebut
menyebabkan
stabilitas pada tulang
dan otot menjadi
berkurang. Semakin tua
9
9
seseorang, semakin
tinggi resiko seseorang
mengalami
penurunan elastisitas
tulang yang menjadi
pemicu timbulnya
gejala LBP. Keluhan
LBP biasanya dialami
seseorang pada
usia kerja yaitu 24-65
tahun (Kantana, 2010).
Berdasarkan hasil
penelitian Collins dan
O’Sullivan (2009)
yang dilakukan pada
200 perempuan dan 132
laki-laki dengan
jenis pekerjaan yang
berbeda di Irlandia dan
rentang umur
anatara 18-66 tahun,
diperoleh keluhan pada
tulang belakang,
bahu dan bagian leher
lebih banyak dialami
pada pekerja yang
muda daripada pekerja
yang tua.
b. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya
LBP lebih banyak
terjadi pada
perempuan daripada
laki-laki, beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa
perempuan lebih sering
tidak masuk
bekerja karena LBP
(Hoy et al, 2010).
Menurut Michael
(2001) dalam hasil
studinya menemukan
bahwa perempuan
memiliki asosiasi kuat
dalam munculnya
LBP. Wanita memiliki
resiko dua kali lipat.
Kekuatan otot wanita
hanya 60% dari
kekuatan otot pria.
Hal tersebut
mengakibatkan keluhan
musculoskeletal banyak
dialami wanita (Oborne,
1995).
c. Berat badan
Indeks masa tubuh
(IMT) dapat digunakan
sebagai
indikator kondisi status
gizi. Dihitung dengan
rumus BB2/TB
(berat badan2/tinggi
badan), adapun menurut
WHO (2005)
dikategorikan menjadi
tiga yaitu kurus (< 18,5)
normal (18,5-
25) dan gemuk (25-30)
serta obesitas (> 30).
Kaitan IMT
dengan Low Back pain
adalah semakin gemuk
seseorang maka
10
10
bertambah besar
risikonya untuk
mengalami Low Back
pain.
Hal ini dikarenakan
seseorang dengan
kelebihan berat badan
akan berusaha untuk
menyangga berat badan
dari depan
dengan
mengontraksikan otot
punggung bawah. Dan
bila ini
berlanjut terus menerus,
akan meyebabkan
penekanan pada
bantalan saraf tulang
belakang (Tan dan
Horn, 1998).
Kegemukan dan
obesitas mengarah pada
konsekuensi
kesehatan yang serius.
Risiko semakin
meningkat seiring
dengan meningkatnya
BMI. Indeks massa
tubuh merupakan
faktor risiko utama
untuk penyakit kronis
seperti
musculoskeletal
disorders terutama
osteoarthritis. Penelitian
Heliovaara (1987), yang
dikutip NIOSH (1997)
menyebutkan
bahwa tinggi seseorang
berpengaruh terhadap
timbulnya
herniated lumbar disc
pada jenis kelamin
wanita dan pria, tapi
pada berdasarkan IMT,
hanya berpengaruh
pada jenis kelamin
pria. berdasarkan hasil
penelitian Karuniasih
(2009) terhadap
52 orang supir bus
travel, 90,4% keluhan
muskuloskeletal
dialami oleh supir yang
memiliki indeks masa
tubuh > 25
telah mengalami.
2) Faktor lingkungan
a. Akses terhadap
pelayanan kesehatan
Akses biasanya
didefinisikan sebagai
akses ke
pelayanan, provider dan
institusi. Menurut
beberapa ahli
akses lebih daripada
pelengkap dari
pelayanan kesehatan
karena pelayanan dapat
dijangkau apabila
tersedia akses
pelayanan yang baik.
Atau dengan kata lain,
akses ke
pelayanan terbentuk
dari hubungan antara
pengguna dan
sumber daya pelayanan
kesehatan (Anasab,
2015).
11
11
b. Aksesbilitas
lingkungan
Aksesibilitas berarti
seberapa mudah, aman
dan bebas
lingkungan dapat di
akses oleh semua orang.
Suatu
lingkungan dikatakan
bebas hambatan jika
semua bagian
dapat di akses misalnya
jalan, tempat-tempat
umum,
transportasi (Unal,
2007).
Kemudahan akses
untuk menjangkau di
lingkungan dapat
berpengaruh terhadap
kenyamanan seseorang.
Apabila sulit
menjangkau, semakin
lama akan terasa tidak
nyaman dan
timbul rasa pegal pada
lengan. Beberapa
keluhan merupakan
gejala gangguan
kesehatan karena
karena pengaruh faktor
tersebut, salah satunya
adalah nyeri punggung
(Pramayu,
2013).
c. Tingkat pendidikan
Menurut undang-
undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
menjelaskan bahwa
jenjang pendidikan
formal terdiri atas
pendidikan dasar,
pendidikan menengah
dan pendidikan tinggi.
Dalam masyarakat,
kejadian LBP
tidak mengenal tingkat
pendidikan, semua
tingkat pendidikan
bias terkena LBP
(Depkes RI, 2007).
d. Persepsi
Persepsi dalam LBP
merupakan kesadaran
seseorang
terhadap nyeri yang
menyebabkan LBP
dimana stimulus
nyeri ditrasnsmisikan
ke otak, individu akan
mengartikan den
bereaksi (Potter dan
Perry, 2005).
12
12
e. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga
adalah sebuah proses
yang terjadi
sepanjang masa
kehidupan, sifat dan
jenis dukungan sosial
berbeda-beda dalam
berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan.
Namun demikian,
dalam semua tahap
siklus kehidupan,
dukungan sosial
keluarga membuat
keluarga mampu
berfungsi dengan
berbagai kepandaian
dan akal. Sebagai
akibatnya, hal ini
meningkatkan
kesehatan dan adaptasi
keluarga (Friedman,
1998).
Wills (1985) dalam
Friedman (1998)
menyimpulkan
bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan
sosial menahan
efek-efek negatif dari
stres terhadap
kesehatan) dan efek-
efek
utama (dukungan sosial
secara langsung
mempengaruhi
akibat-akibat dari
kesehatan) pun
ditemukan.
Sesungguhnya
efek-efek penyangga
dan utama dari
dukungan sosial
terhadap kesehatan dan
kesejahteraan boleh jadi
berfungsi
bersamaan. Secara lebih
spesifik, keberadaan
dukungan sosial
yang adekuat terbukti
berhubungan dengan
menurunnya
mortalitas, lebih mudah
sembuh dari 9 sakit dan
dikalangan
kaum tua, fungsi
kognitif, fisik dan
kesehatan emosi (Ryan
dan Austin dalam
Friedman, 1998).
2. Edukasi Proper Body
Mechanics
a. Definisi
Body Mechanic adalah
pemanfaatan otot yang
benar untuk
menyelesaikan tugas
dengan aman dan
efisien tanpa
ketegangan yang
berlebihan pada setiap
otot atau sendi
(Albloushi, 2012).
13
13
Body Mechanic juga
didefinisikan cara kita
bergerak selama
kegiatan setiap hari.
Mekanika tubuh yang
baik mungkin dapat
mencegah atau
memperbaiki masalah
dengan postur (cara
berdiri,
duduk, atau berbaring.)
Mekanika tubuh yang
baik juga dapat
melindungi tubuh,
terutama punggung,
dari rasa sakit dan
cedera.
Menggunakan
mekanika tubuh yang
baik adalah penting
untuk semua
orang (Drug.com,
2012).
Edukasi Proper Body
Mechanics adalah
pemberian informasi
tentang pemanfaatan
otot yang benar untuk
menyelesaikan tugas
dengan aman dan
efisien tanpa
ketegangan yang
berlebihan pada setiap
otot atau sendi
(Albloushi, 2012).
b. Prinsip body
mechanics
Sebelum membahas
tentang prinsip-prinsip
body mechanics perlu
dilihat dulu mengenai
centre of gravity dan
line of gravity.
Centre of gravity
merupakan titik utama
pada tubuh yang akan
mendistribusikan massa
tubuh secara merata.
Gambar 2.1. centre of
gravity
Line of gravity
merupakan garis
imajiner yang berada
vertikal
melalui pusat gravitasi
dengan pusat bumi.
14
14
Gambar 2.2. Line of
gravity
Menurut Albloushi
(2012) prinsip body
mechanic adalah
sebagai
berikut:
1) Menjaga pusat stabil
gravitasi, meliputi: 1)
menjauhkan badan dari
center gravitasi rendah,
2) menjaga punggung
tetap dalam posisi
tegak, pembebanan
pada lutut dan pinggul.
Gambar 2.3. Menjaga
pusat stabil gravitasi
2) Mempertahankan
wide of base support,
dengan
mempertahankan
wide of base support
maka akan memberikan
stabilitas maksimum
15
15
saat mengangkat beban,
hal ini dilakukan
dengan cara : 1 )
menjaga kedua kaki
terpisah (ada jarak), 2)
menempatkan satu kaki
sedikit di depan kaki
yang lain, 3)
memfleksikan lutut
untuk
menahan goncangan, 4)
mengangkat beban
dengan kaki sebagai
tumpuan
Gambar 2.4.
Mempertahankan Wide
of Base Support
3) Menjaga garis
gravitasi : 1) menjaga
punggung tetap lurus,
2)
mengangkat beban
dengan didekatkan pada
tubuh.
Gambar 2.5. Menjaga
garis gravitasi
4) Menjaga proper body
alignment, meliputi : 1)
menarik perut ke
dalam dan ke atas, 2)
menjaga punggung
tetap rata. 3) kepala
tetap
dijaga dalam posisi
tegak, 4) menjaga posisi
dagu, 5) menjaga
berat badan ke depan
dengan didukung oleh
kaki.
16
16
Gambar 2.6. Menjaga
Proper Body Alignment
a. Teknik body
mechanic
Menurut Albloushi
(2012) teknik body
mechanic meliputi :
1) Lifting, teknik lifting
meliputi : 1)
menggunakan otot-otot
kaki
yang paling kuat untuk
mengangkat, 2)
menekuk pada lutut dan
pinggul, menjaga
punggung lurus, 3)
mengangkat lurus
keatas,
dalam satu gerakan
halus.
Gambar 2.7. Teknik
Lifting
2) Reaching, teknik
reaching meliputi : 1)
berdiri tegak di depan
dan
di dekat objek, 2)
menghindari gerakan
memutar, 3)
menggunakan
bangku atau tangga
untuk benda yang
tinggi, 4) menjaga
keseimbangan dan base
of support, 5) sebelum
memindahkan
objek, memastikan
bahwa objek itu tidak
terlalu besar atau terlalu
berat.
17
17
Gambar 2.8. Teknik
Reaching
3) Pivoting, teknik
pivoting meliputi : 1)
menempatkan satu kaki
sedikit di depan yang
lain, 2) memutar kedua
kaki pada waktu yang
sama, berputar pada
salah satu tumit kaki
dan kaki yang lain, 3)
menjaga pusat gravitasi
yang baik saat
memegang atau
membawa
benda.
Gambar 2.9. Teknik
Pivoting
3. Tindakan
Pencegahan
Kekambuhan
a. Pengertian Tindakan
Pencegahan
Kekambuhan
Tindakan adalah
kemampuan yang
dihasilkan oleh fungsi
motorik
manusia yaitu berupa
keterampilan untuk
melakukan sesuatu.
Keterampilan
melakukan sesuatu
tersebut, meliputi
keterampilan
motorik, keterampilan
intelektual, dan
keterampilan social
(Dave
dalam Cartono, 2007).
18
18
Klasifikasi ranah
psikomotorik menurut
Dave dalam Cartono
(2007) adalah:
1) Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera
untuk menjadi
pegangan dalam
membantu gerakan.
Persepsi ini mencakup
kemampuan untuk
mengadakan
diskriminasi yang tepat
antara dua perangsang
atau
lebih, berdasarkan
pembedaan antara cirri-
ciri fisik yang khas
pada
masing-masing
rangsangan. Adanya
kemampuan ini
dinyatakan
dalam suatu reaksi yang
menunjukkan kesadaran
akan hadirnya
rangsangan (stimulasi)
dan perbedaan antara
seluruh rangsangan
yang ada.
2) Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental
dan emosional untuk
melakukan
gerakan. Kesiapan
mencakup kemampuan
untuk menempatkan
dirinya dalam keadaan
akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian
gerakan. Kemampuan
ini dinyatakan dalam
bentuk kesiapan
jasmani dan rohani.
3) Respon Terpimpin
(Guided Response)
Tahap awal dalam
mempelajari
keterampilan yang
kompleks, termasuk di
dalamnya imitasi dan
gerakan coba-coba.
4) Mekanisme
(Mechanism)
Membiasakan gerakan-
gerakan yang telah
dipelajari
sehingga tampil dengan
meyakinkan dan cakap.
Ini mencakup
kemampuan untuk
melakukan suatu
rangkaian gerakan
dengan
lancar karena sudah
dilatih secukupnya
tanpa memperhatikan
contoh yang diberikan.
19
19
5) Respons Tampak
yang Kompleks
(Complex Overt
Response)
Gerakan motoris
tersadar yang terampil
yang di dalamnya
terdiri dari pola-pola
gerakan yang kompleks.
Gerakan kompleks
mencakup kemampuan
untuk melaksanakan
suatu ketrampilan,
yang terdiri atas
beberapa komponen,
dengan lancar, tepat dan
efisien. Adanya
kemampuan ini
dinyatakan dalam suatu
rangkaian
perbuatan yang
berurutan dan
menggabungkan
beberapa
subketrampilan menjadi
suatu keseluruhan
gerak-gerik yang
teratur.
6) Penyesuaian
(Adaptation)
Keterampilan yang
sudah berkembang
sehingga dapat
disesuaikan dalam
berbagai situasi.
Adaptasi ini mencakup
kemampuan untuk
mengadakan perubahan
dan menyesuaikan pola
gerak-gerik dengan
kondisi setempat atau
dengan menunjukkan
taraf ketrampilan yang
telah mencapai
kemahiran.
7) Penciptaan
(Origination)
Membuat pola gerakan
baru yang disesuaikan
dengan
situasi atau
permasalahan tertentu.
Penciptaan atau
kreativitas
adalah mencakup
kemampuan untuk
melahirkan aneka pola
gerakgerik
yang baru, seluruhnya
atas dasar prakarsa dan
inisiatif
sendiri.
Keterampilan motorik
menurut Dave dalam
Cartono (2007), dibagi
dalam lima jenjang,
yaitu: peniruan,
penggunaan, ketepatan,
perangkaian, dan
naturalisasi. Secara
visual jenjang
keterampilan
motorik tersebut dapat
digambarkan sebagai
berikut.
1) Peniruan (Imitation)
adalah mengamati
perilaku dan pola
setelah
orang lain. Kinerja
mungkin kualitas
rendah.
20
20
2) Penggunaan
(Manipulation) adalah
mampu melakukan
tindakan
tertentu dengan
mengikuti instruksi dan
berlatih.
3) Ketepatan
(Precision) adalah
mengulangi
pengalaman serupa agar
menuju perubahan kea
rah yang lebih baik.
4) Perangkaian
(Articulation) adalah
koordinasi serangkaian
tindakan,
mencapai keselarasan
dan konsistensi internal.
5) Naturalisasi
(Naturalitation) adalah
setelah kinerja tingkat
tinggi
menjadi alami, tanpa
perlu banyak berpikir
tentang hal itu.
Pencegahan menurut
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007),
adalah proses, cara,
tindakan mencegah atau
tindakan menahan agar
sesuatu tidak terjadi.
Dengan demikian,
pencegahan merupakan
tindakan.
Kekambuhan
merupakan peristiwa
timbulnya kembali
gejala-gejala
yang sebelumnya sudah
memperoleh kemajuan
(Stuart dan Laralia,
2001).
Dari beberapa
pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa
tindakan pencegahan
kekambuhan
merupakan tindakan
menahan agar
tidak terjadi kembali
gejala-gejala LBP.
b. Cara pencegahan
kekambuhan LBP
Berikut ini merupakan
beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk
mencegah kekambuhan
LBP yaitu (Nainggolan,
2014):
1) Penerapan proper
body mechanics dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Menghindari
kebiasaan merokok
3) Melakukan latihan
untuk penguatan otot
4) Mendesain kembali
lingkungan kerja yang
ergonomis (Devo dan
Weinstein, 2001).
5) Hidup rileks dengan
cara: olahraga,
mendengarkan music
(Siagian,
2013)
21
21
B. Landasan Teori
Health Belief Model
merupakan teori
perubahan perilaku
kesehatan
dan model psikologis
yang digunakan untuk
memprediksi perilaku
kesehatan dengan
berfokus pada persepsi
dan kepercayaan
individu
terhadap suatu penyakit.
Teori ini dikembangkan
oleh Rosenstock (1966),
ditindaklanjuti oleh
Becker dan rekan pada
tahun 1974, 1984 dan
1988
Priyoto (2014).
Health Belief Model
menggunakan tiga dasar
pertimbangan Priyoto
(2014) yaitu
1. Adanya kesiapan
individu untuk merubah
perilaku dalam rangka
menghindari suatu
penyakit atau
memperkecil resiko
kesehatan
2. Adanya dorongan
dalam lingkungan
individu yang
membuatnya
merubah perilaku
3. Perilaku itu sendiri
Menurut (Rosenstock,
1966, 1974 cit. Priyoto,
2014) Health Belief
Model mencakup 5
unsur utama yaitu
1. Kerentanan yang
dirasakan (perceived
susceptibility)
Resiko pribadi atau
kerentanan adalah salah
satu persepsi yang
lebih kuat dalam
mendorong orang untuk
mengadopsi perilaku
sehat.
Semakin besar resiko
yang dirasakan,
semakin besar
kemungkinan
terlibat dalam perilaku
untuk mengurangi
resiko.
2. Bahaya/kesakitan
yang dirasakan
(perceived severity)
Perceived severity
berkaitan dengan
keyakinan atau
kepercayaan
individu tentang
keseriusan atau
keparahan penyakit.
Persepsi
keseriusan sering
didasarkan pada
informasi medis atau
pengetahuan,
juga dapat berasal dari
keyakinan seseorang
bahwa dia akan
mendapat
kesulitan akibat
penyakit dan akan
membuat atau berefek
pada
hidupnya secara umum.
22
22
3. Manfaat yang
dirasakan (perceived
benefit)
Perceived benefit
berkaitan dengan
manfaat yang akan
dirasakan
jika mengadopsi
perilaku yang
dianjurkan atau
merupakan persepsi
seseorang tentang nilai
atau kegunaan dari
suatu perilaku baru
dalam
mengurangi resiko
terkena penyakit.
Orang-orang cenderung
mengadopsi perilaku
baru akan mengurangi
resiko mereka untuk
berkembangnya suatu
penyakit.
4. Hambatan yang
dirasakan (perceived
barries)
Perubahan perilaku
bukan merupakan
sesuatu yang dapat
terjadi
dengan mudah bagi
kebanyakan orang,
unsur lain dari teori
health
belief model adalah
masalah hambatan yang
dirasakan untuk
melakukan perubahan.
Hal ini berhubungan
dengan proses evaluasi
individu sendiri atas
hambatan yang
dihadapi untuk
mengadopsi
perilaku baru. Persepsi
tentang hambatan yang
akan dirasakan
merupakan unsur yang
signifikan dalam
menentukan apakah
terjadi
perubahan perilaku atau
tidak. Seseorang harus
percaya bahwa manfaat
dari perilaku baru lebih
besar daripada
konsekuensi
melanjutkan
perilaku lama. Hal
tersebut memungkinkan
hambatan yang harus
diatasi dan perilaku
baru yang akan
diadopsi.
5. Variabel modifikasi
(modifying variable)
Empat konstruksi utama
dari persepsi dapat
dimodifikasi oleh
variabel lain, seperti
budaya, tingkat
pendidikan,
pengalaman masa
lalu, keterampilan,
tingkat sosial ekonomi,
norma dan motivasi.
Variabel tersebut adalah
karakteristik individu
yang mempengaruhi
persepsi pribadi.
6. Syarat untuk
bertindak (cues to
action)
Health Belief Model
menunjukkan perilaku
juga dipengaruhi oleh
isyarat untuk bertindak.
Isyarat untuk bertindak
adalah peristiwa23
23
peristiwa, orang, atau
hal-hal yang
menggerakkan orang
untuk
mengubah perilaku
mereka. Isyarat untuk
bertindak ini dapat
berasal
dari informasi dari
media masa, nasihat
dari orang-orang
sekitar,
pengalaman pribadi
atau keluarga, artikel
dan lain sebagainya.
Gambar 2.10. The Basic
Health Belief Model
C. Penelitian yang
relevan
1. Penelitian dengan
judul ” The Effect of
Body Mechanics
Instruction on
Work Performance
Among Young Workers”
McCauley (1990)
penelitian ini dilakukan
pada tiga puluh pekerja
muda (usia 14-19
tahun) yang bekerja
sebagai tukang kebun
dan penjaga yang dibagi
menjadi dua kelompok
dengan RCT, kelompok
1 mendapat perlakuan
berupa menerima
instruksi body
mechanics, kelompok 2
tidak
menerima perlakuan.
Instruksi perlakuan
berfokus pada tulang
belakang
dan keselarasan di
tempat kerja. Instruksi
diberikan pada subyek
sebelum hari pertama
kerja dan berlanjut
sampai dua sesi
pekerjaan.
Efek intervensi
dievaluasi melalui
pengamatan body
mechanics selama
Perceived
Susceptibility
Perceived
Severity
Perceived
Benefits
Perceived Costs
Cues to Action
Likehood of
Behaviour
24
24
bekerja. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
kelompok yang
menerima instruksi
lebih baik secara
signifikan daripada
kelompok
kontrol. Penelitian ini
juga membahas tentang
peran okupasi terapis
dalam memberikan
proper body mechanics
di lingkungan kerja
sebagai
upaya untuk mencegah
terjadinya Low Back
pain. Perbedaan
penelitian
ini dengan penelitian
yang aklan dilakukan
adalah penelitian ini
menggunakan
rancangan
eksperimental berupa
pemberian edukasi
proper body mechanics
sedangkan penelitian
yang akan dilakukan
rancangan penelitian
adalah cross sectional.
2. Penelitian dengan
judul “ Efficacy of the
pilates method for pain
and
disability in patients
with chronic
nonspecific low bac
pain” Miyamoto
et al (2013) dimana
penelitian ini menguji
efektifitas metode
pilates
(terhadap kelompok
intervensi dan
kelompok kontrol) pada
orang
dewasa dengan Low
Back pain kronis
dengan randomized
controlled
trials. Data diambil dari
eligible studies dan
dikombinasikan dengan
menggunakan
pendekatan meta-
analisis. Hasil
penelitian menunjukkan
bahwa pilates tidak
lebih baik daripada
jenis latihan lain untuk
mengurangi intensitas
nyeri. Namun pilates
lebih baik daripada
intervensi minimal
untuk mengurangi nyeri
jangka pendek dan
disabilitas
3. Penelitian yang
berjudul “Awareness of
occupational Low Back
pain: a
survey of 244 midwives”
Ye et al (2014) bahwa
penelitian ini bertujuan
untuk menginvestigasi
kesadaran tentang Low
Back pain akibat kerja
dan pengetahuan yang
berhubungan dengan
pencegahan dan
pengukuran
pemeliharaan kesehatan
diantara bidan, dan
untuk
determinasi insiden
Low Back pain diantara
mereka. Metode
penelitian
yang digunakan adalah
survey dengan
kuesioner Roland-
Morris
Disability
Questionnaire (Chinese
version), survey
dilakukan kepada
25
25
244 bidan dari kelas 1
sampai kelas 3 di rumah
sakit di Tianjin China
kemudian dilakukan
analisis statistik.
Hasilnya diantara 244
bidan,
hanya 18,4% yang
mengetahui definisi
occupational Low Back
pain,
28,3% mengetahui
mekanisme patogenetik
dan 54,1% mengetahui
bahwa Low Back pain
berbahaya. Sekitar
9,4%-85,2 % dari bidan
pada
akhirnya menggunakan
metode untuk
mencegah terjadinya
occupational Low Back
pain dengan proper
body mechanics. Proper
body mechanics.
Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang
akan
dilakukan adalah
populasi penelitian
yaitu bidan, metode
penelitian
dilakukan dengan
survey dan tujuannya
untuk menginvestigasi
kesadaran tentang Low
Back pain akibat kerja,
sedangkan penelitian
yang akan dilakukan
populasi penelitian
yaitu pasien dengan
Low Back
pain di Instalasi
Rehabilitasi Medik
RSUD Dr. Moewardi,
menggunakan teknik
sampling berupa
purposive sampling dan
untuk
mengetahui hubungan
antara faktor personal,
faktor lingkungan dan
edukasi proper body
mechanics dengan
tindakan pencegahan
kekambuhan Low Back
pain.
4. Penelitian yang
berjudul “The Role of
Physical Exercise and
Inactivity
in Pain Recurrence and
Absenteeism From
Work After Active
Outpatient
Rehabilitation for
Recurrrent or Chronic
Low Back pain”
oleh Taimela et al
(2000) dengan dengan
metode seratus
duapuluh lima
pasien dengan LBP
dilakukan aktif exercise
selama 12 minggu,
kemudian pasien
ditanya tentang
kekambuhan nyeri
setelah menjalani
aktif exercise,
didapatkan hasil bahwa
pasien setelah
dilakukan aktif
exercise ternyata
mengalami
kekambuhan nyeri yang
lebih sedikit
daripada sebelum
menjalani aktif
exercise, dengan p <
0.01.
5. Penelitian dengan
judul “Endurance of
Trunk Muscle in
Persons with
Chronic Low Back pain
: Assessment,
Performance,
Trainning” oleh
26
26
Dev (1997) bahwa
kurangnya daya tahan
otot trunk merupakan
faktor
penting dalam LBP.
Dalam makalah tersebut
membahas beberapa
metode untuk menguji
daya tahan fleksor trunk
dan otot ekstensor
dalam situasi statis dan
dinamis, dan
menyajikan hasil
pengujian daya
tahan pada pasien
dengan kronis LBP
dibandingkan dengan
kohort
nonimpaired. Persepsi
diri tentang kebugaran
mempengaruhi
beberapa
hasil tes. Metode untuk
meningkatkan daya
tahan tubuh dibahas
bersama dengan
manfaat diamati dari
program
pelatihan.Perbedaan
penelitian ini dengan
penelitian yang akan
dilakukan adalah pada
penelitian ini rancangan
penelitian berupa
kohort sedangkan pada
penelitian yang akan
dilakukan berupa cross
sectional.
27
27
D. Kerangka Berpikir
Secara ringkas
kerangka teori
penelitian ini
berdasarkan Health
Belief Model adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.11. Kerangka
berpikir
Perceived susceptibility
-Umur
-Jenis kelamin
Tindakan
pencegahan
kekambuhan Low
Back pain
Perceived severity
-Persepsi terhadap Low
Back pain
-Pekerjaan
Perceived benefit
-Edukasi proper body
mechanics
-Akses terhadap
pelayanan kesehatan
-Aksesibilitas
lingkungan
Perceived barrier
-Pekerjaan
Cues of action
-Edukasi Proper body
mechanics
Modifiying variable
-Tingkat pendidikan
-Dukungan keluarga
28
28
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka
berpikir, maka hipotesis
dalam penelitian ini
adalah
1. Ada hubungan positif
antara faktor personal
meliputi umur, jenis
kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan
dan persepsi terhadap
Low
Back pain, dengan
tindakan pencegahan
kekambuhan Low Back
pain
di Instalasi Rehabilitasi
Medik RS Dr.
Moewardi Surakarta.
2. Ada hubungan positif
antara faktor
lingkungan meliputi
akses terhadap
layanan kesehatan,
aksesibilitas
lingkungan, dan
dukungan keluarga
dengan tindakan
pencegahan
kekambuhan Low Back
pain di Instalasi
Rehabilitasi Medik RS
Dr. Moewardi
Surakarta.
3. Ada hubungan yang
positif antara edukasi
proper body mechanics
dengan tindakan
pencegahan
kekambuhan Low Back
pain di Instalasi
Rehabilitasi Medik RS
Dr. Moewardi
Surakarta.
4. Variabel edukasi
Proper Body mechanics
paling dominan
berhubungan dengan
tindakan pencegahan
kekambuhan Low Back
Pain.berulang-ulang
atau kambuh kembali.
Fase ini biasanya
memiliki
onset yang berbahaya
dan sembuh pada
waktu yang lama.
Chronic
Low Back pain dapat
terjadi karena
osteoarthritis,
8

8
reumathoidarthritis,
proses degenerasi
discus intervertrebalis
dan
tumor

Anda mungkin juga menyukai