Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Eosinofil dengan Cacingan

Pada infeksi kecacingan, terjadinya peningkatan kadar eosinofil di dalam sirkulasi darah
dapat mengindikasikan adanya suatu penyakit yang di sebabkan oleh parasit. Selain karena infeksi
parasit, peningkatan jumlah eosinofil juga disebabkan salah satunya oleh adanya reaksi
hipersensitivitas. Eosinofil mengeluarkan leukotrien yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi
dan sitokin seperti IL-3, IL-5, IL-8 serta eksotaxin yang berfungsi untuk kemotaksis leukosit.
Selain itu, eosinofil juga mengeluarkan mediator yang bersifat toksik untuk helminth, bakteri dan
sel pejamu seperti peroksidase eosinofil, hidrolase lisosom lisofosfolipase dan kationik protein
eosinofil. Oleh karena itu eosinofil sering ditemukan di tempat yang mengalami inflamasi terutama
akibat infeksi parasite. Pada saat terjadi infeksi parasit, jumlah eosinofil akan sangat meningkat di
bawah pengaruh sel Th2.

Respon pejamu terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih kompleks oleh karena
pathogen lebih besar dan tidak biasa ditelan oleh fagosit. Pertahanan terhadap infeksi cacing
diperankan oleh aktifasi sel Th2. Cacing merangsang sel Th2 memproduksi sitokin seperti IL-3,
IL-4, IL-5, IL-13 dan IL-9. Kemudian IL-4 dan IL-13 akan merangsang produksi IgE dan IL-5
merangsang perkembangan dan aktifasi eosinofil. Cacing kemudian dilapisi oleh IgE untuk di
hancurkan oleh peroksidase atau enzim proteolitik yang di hasilkan oleh granula eosinofil. Selain
itu, IL-13 juga merangsang peningkan produksi lendir (mukus) yang berguna untuk menyelubungi
cacing. Histamin serta enzim arginase yang dihasilkan makrofag akan menyebabkan peningkatan
kontraksi otot usus sehingga cacing dapat keluar dari tubuh. (1)

RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI CACING USUS (SOIL


TRANSMITTED HELMINTH)

Patogenitas infeksi cacing disebabkan oleh efek parasit secara langsung dan oleh
interaksinya dengan sistem imun hospes. Cacing bisa juga menyebabkan penyakit ketika hospes
sebelumnya terpapar terhadap bagian yang infektif atau ketika hospes mengalami imunosupresi
atau kekurangan nutrisi. Dalam banyak kasus, anak-anak lebih mudah terinfeksi cacing
dibandingkan dengan dewasa.
Efek modulasi infeksi cacing terhadap sistem imun ini terjadi akibat perubahan
keseimbangan T helper1/T helper2 (Th1/Th2) ke arah sel Th2 (Th2 polarized). Pada infeksi cacing
usus baik pada manusia maupun secara eksperimen memperlihatkan bahwa infeksi cacing usus
akan condong menstimulasi respon imun hospes ke arah Th2. Pada saat terjadi infeksi cacing,
Antigen Presenting Cell (APC) berupa sel dendrit akan mempresen-tasikan molekul antigen cacing
bersama dengan molekul MHC kelas II pada sel T naive (Th0). Pada infeksi kronis, selain sel
dendrit, terdapat sel lain yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell yaitu sel NeMac
(Nematode Elicite Macrophage) atau sel AAM (Alternatively Activated Macrophage). Sel NeMac
atau sel AAM ini disebut juga sebagai type 2 macrophage. Makrofag ini berukuran besar,
multivakuolar dan berbeda secara genetik dengan makrofag primitif. Setelah terpapar dengan
antigen cacing, sel NeMac akan melakukan berbagai aktifitas. Sel NeMac akan bekerja
menghambat proliferasi sel T melalui contact dependent mechanism. Proses ini berbeda dengan
mekanisme penghambatan proliferasi sel T yang dilakukan oleh NO, prostaglandin dan sitokin
seperti 5IL-10 dan TGF-β. Sel NeMac juga berperan dalam menginduksi terjadinya diferensiasi
sel Th0 menjadi Th2. Produk NeMac berupa protein YM1 yang dikenal sebagai eosinophil
activating factor akan mengakibatkan infiltrasi lokal eosinofil.

Proses perkenalan antigen oleh Antigen Presenting Cell kepada sistem imun spesifik ini
terjadi pada mesenterik limfonodus atau pada limfonodus terdekat. Sel Th0 yang telah teraktivasi
akan mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Pada infeksi cacing respon
ini terpolarisasi ke arah sel Th2 dan produknya terutama interleukin-4 (IL-4) akan menekan
perkembangan sel Th1. Secara umum, respon imun sejak awal infeksi hingga terjadi proses
eliminasi pada infeksi cacing dapat dibedakan atas respon imun non spesifik dan spesifik.

Peran IgE Pada Infeksi Cacing Usus

Peradangan dikendalikan oleh protein pengatur komplemen PGE2, TGF β, glukokortikoid,


dan IL-10. LPS ditangkap oleh reseptor spesifik, IL-1, IL-8 dan TNF-α terlibat dalam proses
terjadinya peradangan. Sementara itu, ketidakmampuan menyingkirkan penyebab terjadinya
reaksi radang menahun yang biasanya dilakukan oleh makrofag, seringkali membentk granuloma.

Berbagai mekanisme pertahanan dilancarkan oleh pejamu, pada dasarnya dapat


digambarkan bahwa reaksi humoral terbentuk pada organisme yang masuk peredaran darah.
Sedangkan parasit yang hidup di jaringan biasanya merangsang imunitas seluler. Antibodi akibat
infeksi cacing biasanya efekstif terhadap bantuk yang ditularkan melalui darah. Produksi IgE
sangat meningkat pada infestasi cacing dan dapat menyebabkan masuknya Ig dan eosinofil yang
diperantarai oleh sel mastoid.

Infeksi cacing yang kronik akan menimbulkan rangsangan antigen persisten yang
meningkatkan kadar imunoglobulin dalam sirkulasi dan pembentukan kompleks imun.
Antigenantigen yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai mitogen poliklonal sel B yang T
independen. Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2 yang
menghasilkan IgE dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat
eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang menghancurkan
parasit. Produksi IgE dan eosinofil sering ditemukan pada infeksi cacing. Produksi IgE disebabkan
sifat cacing yang merangsang subset Th2 sel CD4+, yang melepas IL-4 dan IL-5. IL4 merangsang
produksi IgE dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil. Eosinofil lebih efektif
dibanding leukosit lain oleh karena eosinofil mengandung granul yang lebihtoksik dibanding
enzim proteolitik dan Reactive Oxygen Intermediate yang diproduksi neutrofil dan makrofag.
Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang produksi IgE yang non-spesifik. Reaksi inflamasi
yang ditimbulkannya diduga dapat mencegah menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.

Cacing biasanya terlalu besar untuk difagositosis. Degranulasi sel mast/basofil yang IgE
dependen menghasilkan produksi histamin yang menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup.
Eosinofil menempel pada cacing melalui IgG/IgA dan melepas protein kationik, dan neurotoksin.
PMN dan makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit dan enzim
yang membunuh cacing. (2)

Anda mungkin juga menyukai