BAB I
PENDAHULUAN
Secara global 5 juta neonatus meninggal setiap tahunnya, 98% di antaranya terjadi di negara-
negara sedang berkembang. Angka kematian bayi 50% terjadi pada periode neonatus dan 50% di
antaranya terjadi pada minggu 1 kehidupan. Penyebab langsung mortalitas pada neonatus adalah
sepsis, asfiksia neonatorum, trauma lahir, prematuritas dan malformasi kongenital. Mayoritas
kematian neonatus terjadi di antara bayi-bayi dengan berat lahir rendah. Lebih dari sepertiga dari
empat juta bayi meninggal di dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh infeksi berat dan dan
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan
terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering
kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam
waktu 24 sampai 48 hari. Sepsis neonatorum dibedakan menjadi sepsis neonatorum awitan dini
(early onset) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late onset). Keduanya berbeda dalam hal
Sepsis pada bayi baru lahir (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat
terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan bayi baru lahir. Di Negara berkembang, hampir
sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang
sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif bayi baru
lahir.
Di samping morbiditas, mortilitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis bayi
baru lahir. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Spesial Report :
reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukan bahwa 42% kematian bayi baru lahir
terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum,
Ada banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir, antara
lain faktor maternal, pengaruh lingkungan, dan faktor penjamu yang meliputi jenis kelamin
lakilaki, bayi premature, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari
penjamu.
Tanda klinis sepsis neonatorum tidak spesifik, hal ini berhubungan dengan karakteristik
kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman, seperti: hipertermia, hipotermia,
distress pernafasan, apnue, sianosis, kuning, hepatomegali, letargi, anoreksia, kesulitan minum,
Angka kejadian di Asia Tenggara berkisar 2,4-16 per 1.000 kelahiran hidup, di Amerika
Serikat 1-8 per 1.000 kelahiran hidup, sedangkan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI/RSCM (tahun 2004) sebesar 56,1 per 1.000 kelahiran hidup. Angka
kejadian sepsis neonatorum di RSCM tinggi karena RSCM merupakan rumah sakit rujukan.3
Angka kematian dapat mencapai 50% pada bayi yang tidak diobati secara adekuat. Angka
kejadian meningitis neonatorum yang merupakan komplikasi serius dari sepsis neonatorum,
genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara SNAL (sepsis
penyakit SNAD biasanya lebih berat dan cenderung menjadi fulminan, yang dapat berakhir
dengan kematian
1.2 Tujuan
Mahasiswa mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga
dapat menyebabkan sepsis neonatorum, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai.
Mahasiswa mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya sepsis neonatorum, sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan
sepsis bayi baru lahir. Sepsis neonatal awitan dini adalah kejadian sepsis pada neonates yang
terjadi pada 72 jam setelah persalinan atau 5 – 7 hari pertama kehidupan. Infeksi dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan jarang karena protozoa. Sepsis awitan dini lebih sering
didapatkan pada bayi kurang bulan. Sepsis berat ialah sepsis yang disertai disfungsi organ
kardiovaskuler atau disertai gangguan napas akut atau adanya gangguan dua organ lain (seperti
Sindrom awitan dini biasanya terjadi dalam 96 jam kelahiran, biasanya dalam beberapa
jam pertama kehidupan. Bayi premature merupakan sekitar 30-50% jumlah pasien yang
dilaporkan. Awitan biasanya mendadak dan diikuti oleh perjalanan fulminan, dengan
focus primer peradangan pada paru, walaupun kadang-kadang ada meningitis. Apnea,
retikuloglandular, dengan bronkogram udara yang tidak dapat dibedakan dengan penyakit
membrane hialin.
b. Sindrom Awitan Lanjut (Late Onset)
Biasanya terjadi dalan 2-4 minggu setelah kelahiran. Awitan berlangsung tersembunyi.
Kesulitan minum dan demam merupakan gejala yang paling sering. Bayi dengan
meningitis streptokokus B awitan lanjut jarang muncul dengan hidrosefalus tanpa danya
bukti akibat infeksi bakteri lain. Di antara beonatus yang bertahan hidup melewati
meningitis streptokokus grup B, 50% akan menderita sejumlah kelainan neurologi, seperti
keterbelakangan mental yang berat, buta kortikalis, gangguan kejang, hidrosefalus,
mikrosefalus, dan kuadriparesis. Dapat pula timbul gejala sisa yang ringan, seperti tuli
tetapi meluas menjadi spectrum klinis yang lebar dan melibatkan sejumlah organ.
Berbagai manifestasi berikut telah dijumpai: selulitis, adenitis, abses kulit kepala,
asimtomatik, bayi secara klinis terlihat sehat, tetapi biakan darah biasanya dilakukan
karena ada riwayat komplikasi obstetrik pada ibu. Biakan ulang sebelum terapi
pasien/1000 kelahiran) dibanding dengan negara maju (1-5 paien /1000 kelahiran). Kejadian
sepsis juga meningkat pada bayi kurang bulan (BKB) dan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada
bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian sepsis terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan
keadaan ini berbeda bermakna dengan bayi berat lahir antara 1000 – 2000 g yang angka
kejadiannya antara 8-9 perseribu kelahiran. Demikian pula resiko kematian BBLR penderita
sepsis lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan.3 Secara Nasional
perlu dipertimbangkan. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992)
melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula
sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. Dari tahun ke tahun insiden sepsis tidak banyak
penurunan yang bermakna dibandingkan dengan tahun 1996 – 1997 (menjadi 10%).
2.4 Etiologi
Bakteri penyebab SNAD (sepsis neonatorum awitan dini) umumnya berasal dari traktus
genitalia maternal yang tidak menyebabkan penyakit pada ibu. Sementara SNAL (sepsis
penyakit SNAD biasanya lebih berat dan cenderung menjadi fulminan, yang dapat berakhir
dengan kematian.
Meningoensefalitis dan sepsis neonatorum diketahu dapat juga disebabkan oleh infeksi
dari adenovirus, enterovirus, atau coxsakievirus. Sebagai tambahan, penyakit menular seksual
(seperti gonorrhea, sifilis, virus herpes, sitomegalovirus, hepatitis, HIV, rubella, toxoplasmosis,
Trichomonas vaginalis, dan spesies Candida) ditemukan juga dapat mengakibatkan sepsis
neonatorum.
2.5 Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa
cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke
dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat
parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi
amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara
lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi
melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi
umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di
luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang
nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi,
dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka
umbilikus.
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran
sistem pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik pada janin dan bayi baru lahir akan berlainan
dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi awitan dini respon sistemik pada bayi baru
lahir mungkin terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal
inflammatory response syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau bayi baru lahir terjadi karena
perjalanan infeksi kuman vagina (ascanding infaction) atau infeksi yang menjalar secara
perjalanan penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan
anak. Dengan demikian, definisi sepsis neonatal ditegakkan apabila terdapat keadaan SIRS/FIRS
yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected) infeksi ataupun terbukti (proven)
infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis bayi baru lahir ditegakkan bila ditemukan satu atau
pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi dalam
perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam berbagai variabel,
antara lain variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variable
inflamasi. Berbagai variable inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang
Respons imun primer (IgM) terhadap berbagai mikroorganisme dapat dirangsang di dalam janin
pada trimester ketiga kehamilan. Respons-respons imun lain terhadap suatu antigen (IgG dan
IgA), fagositosis neutrofil dan makrofag, dan pembentukan zat-zat antara peradangan belum
terdapat secara signifikan sampai 6-8 bulan setelah lahir. Hal ini membuat janin dan bayi baru
lahir rentan terhadap infeksi dan penyakit. Dalam uterus, antibody IgG ibu secara aktif
dipindahkan melintasi sel-sel plasenta dan dapat dideteksi di dalam tubuh bayi selama paling
sedikit 6 bulan setelah lahir. Antibodi-antibodi ini menghasilkan imunitas pasif terhadap berbagai
mikroorganisme bagi janin dan bayi. IgA dan immunoglobulin lain dapat sampai ke bayi melalui
air susu.
Dalam sistem imun, salah satu respon sistemik yang penting pada pasien FIRS/SIRS
adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi berfungsi sebagai
regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau trauma. Jumlah sitokin yang terkait dengan
SIRS terus bertambah dan mencakup faktor nekrosis tumor (TNF), interleukin (IL)-1,-6, dan -8,
factor pengaktif trombosit (platelet activating factor [PAF]) dan interferon. Sebagian sitokin (pro-
inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-α) dapat memperburuk keadaan penyakit
tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan IL-10) bertindak meredam
respons fisiologis untuk menghentikan penyerbu (invader) mikroba. Respons ini adalah:
(1) Aktivasi sistem komplemen
(2) Aktivasi faktor Hagenam (faktor XII), yang kemudian mencetuskan tingkatan-tingkatan
koagulasi
(3) Pelepasan hormon adrenokortikotropin dan beta-endorfin
(4) Rangsangan neutrofil polimorfonuklear
(5) Rangsangan sistem kalikrein kinin.TNF dan mediator radang lain meningkatkan
dan terjadi ketidakseimbangan antara perfusi dan kenaikan kebutuhan metabolik jaringan.
Pembentukan Tissue Factor (TF) yang bersamaan dengan faktor VII darah akan berperan
pada proses koagulasi. Kedua faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga
terjadi proses hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan
selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon fibrinolisis
yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis terjadi karena
proinflamasi (TNF-α).2 Demikian pula pembentukan trombin yang berlebihan berperan dalam
aktivasi thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor (TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan sepresi
fibrinolisis.
Kedua faktor yang berperan dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang
dapat menimbulkan mikrotrombin pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan
sirkulasi. Gangguan tersebut mangakibatkan hipoksemia jaringan dan hipo tensi sehingga terjadi
disfungsi berbagai organ tubuh. Manifestasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat
memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernapasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila tidak
lain-lain.
a. Faktor maternal terdiri dari:
1. Ruptur selaput ketuban yang lama
2. Persalinan prematur
3. Amnionitis klinis
4. Demam maternal
5. Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
6. Persalinan yang lama
b. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak
terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri
dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan
predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal
yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang
tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat
bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak
menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak.
Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan
Metode yang dipilih akan terkait dengan angka kematian dan kesakitan, baik bagi ibu maupun
bayinya. Persalinan lewat bedah caesar terkait dengan kematian ibu 3 kali lebih besar
dibandingkan persalinan normal. Angka kematian langsung akibat persalinan caesar adalah
Amerika Latin dan sebagian negara Asia mencapai 50% sejak 1996.
Penelitian juga menunjukkan, bayi yang dilahirkan dengan metoda caesar, membutuhkan
waktu kira-kira enam bulan untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi lahir
normal, sehingga bayi Caesar memiliki resiko lebih tinggi terhadap berbagai jenis penyakit.
Saluran cerna penting artinya bagi kesehatan tubuh manusia. Fungsi utama saluran cerna adalah
mencerna dan menyerap zat gizi agar kebutuhan tubuh dapat terpenuhi. Pada saluran cerna yang
sehat mukosa usus mampu menyerap mikronutrien penting dan menolak toksin serta patogen, dan
saluran cerna ini mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi tubuh dari serangan
mikroorganisma patogen, merangsang sistem daya tahan tubuh, membantu kinerja saluran cerna
persalinan normal, bakteri dari ibu dan lingkungan sekitar membentuk kolonisasi pada saluran
cerna. Saat itu, bayi berpindah dari rahim ke lingkungan luar melalui proses yang melibatkan
kontraksi berjam-jam. Efeknya, bayi kontak secara alami dengan mikrobiota ibu dan berkoloni
diususnya. Mikrobiota, seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli, memegang peran utama
Apalagi bayi yang dilahirkan caesar juga sering kali terpapar antibiotika di masa awal
terhambat. Padahal inisiasi koloni bakteri yang diperoleh bayi saat persalinan normal
berpengaruh kuat pada perkembangan dan pematangan sistem kekebalannya, yang pada akhirnya
belum sempurna. Mikrobiota memiliki peranan yang penting dalam pematangan sistem daya
tahan tubuh, khususnya dalam membentuk toleransi oral (mulut) dan mengurangi resiko alergi.
Terdapat dua cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan dominasi bakteri baik di
saluran cerna bayi. Pertama, memberikan suplemen bakteri baik secara langsung. Kedua dengan
mendukung pertumbuhan bakteri baik yang sudah ada diusus dengan pemberian makanan yang
tepat.
Diketahui, air susu ibu (ASI) mengandung gizi terbaik untuk bayi. ASI mengandung
mendukung pertumbuhan Bifidobacteria. Bayi yang lahir mengonsumsi probiotik akan memiliki
mikrobiota menguntungkan dalam jumlah banyak disaluran cernanya. Banyak bukti yang tersedia
untuk mendukung penggunaan probiotik bagi bayi dengan tujuan untuk membentuk kolonisasi
mikrobiota saluran cerna yang sehat dan menyeimbangkan sistem daya tahan tubuh, yang pada
klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada bayi baru lahir. Tanda dan
gejala sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada bayi baru
lahir. Diagnosa
Gejala klinik neonates sehat adalah tampak bugar, menangis keras, minum kuat, napas
spontan dan teratur, aktif dan gerakan simetris, dengan umur kehamilan 37 – 42 minggu, berat
lahir 2500 – 4000 gram dan tidak terdapat kelainan bawaan/ mayor.
Menegakkan diagnosa sepsis pada neonates tidak mudah karena gejala kelainannya tidak
spesifik, dapat menyerupai keadaan lain yang disebabkan oleh non infeksi. Diagnosis sepsis pada
Gupte (2003) membuat skor neonatal sepsis berdasarkan factor resiko. Skor ini menilai
apakah bayi memerlukan skrining sepsis atau pemberuian terapi medikamentosa. Aplikasi : bila
Faktor Skor
Prematuritas 3
Cairan amnion yang berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia (nilai apgar menit 1 < 6) 2
Partus lama 1
Pemeriksaan vagina yang tidak bersih 2
Ketuban pecah dini 1
hari 1 bulan IT rasio 0,16 0,12 0,12 0,12 0,12 4. CRP (N 1,0 mg/dl atau 10 mg/l) Beberapa
uji laboratorium dapat membuktikan secara tidak langsung adanya infeksi bakteri. Selain
itu dapat pula dipertimbangkan pemeriksaan kultur darah, cairan spinal, dan pemeriksaan
urin. Jika terdapat focus infeksi yang lain, dapat juga diperiksa pada lokasi tersebut.
4. Rontgen dada harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik bayi yang diduga
sepsis. Pemeriksaan radiologi lain dapat diindikasikan bergantung dari kondisi klinis
tertentu. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, dan MRI merupakan teknik pencitraan paling
keadaan : laju napas > 60 x/menit atau < 30 x/menit atau apnea dengan atau tanpa retraksi dan
desaturasi oksigen, suhu tubuh tidak stabil (< 360C atau > 37,50C), waktu pengisian kapiler > 3
detik, hitung leukosit < 4.000 x 109/L atau > 34.000 x 109/L.
Dalam kurun waktu kurang lebih 2 dasawarsa terakhir beberapa pakar telah menyusun
kriteria diagnosis infeksi dan sepsis pada neonates berdasarkan sistim scoring.
Kriteria Skor
I: M ≥ 0,3 1
Peningkatan jumlah PMN imatur 1
sesuai umur
Bayi baru lahir ≥ 25.000/ mm3 atau ≤ 5000 /
mm3
Umur 12-24 jam ≥ 30.000/ mm3
Umur > 2 hr ≥ 21.000/ mm3
Perubahan PMN 1
≥ 3 vakuolisasi, toksik granular, Dohle bodies
Sumber : the complete blood count and hematologic finding as screending criteria for neonatal
sepsis, 1995
Bila jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar sepsis. Penggunaan skor ini
pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai,
penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin,
pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu
keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya
ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi
menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan
perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan
desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti
disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang
menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan
memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria
efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik,
dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari
jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan
gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai
dan pola resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera stelah didapatkan hasil
kultur darah, pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya.
Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis
neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive, adjuvant therapy) bayak dilaporkan
semacam ini selain mengatasi berbagai defisiensi dan belum matangnya fungsi pertumbuhan
tubuh bayi baru lahir,juga dalam rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan
Pemilihan Antibiotik
Antibiotik Dosis Interval Keterangan
Amoxicillin 15 mg/kg 8 jam -
Azithromycin 5–10 mg/kg 24 jam Terapi dan
profilaksis pada
Pertussis
Clindamycin 5 mg/kg 6-8 jam -
Erythromycin 10 mg/kg 6-12 jam Infeksi Klamidial
pada neonates usia
lebih dari 1 bulan
Fluconazole 3-6 mg/kg 24-72 jam Infeksi candida
Flucytosine 12,5-37,5 mg/kg 8 jam -
Neomycin sulfate 33 mg/kg 8 jam Etiologi
gastroenteritis
Rifampisin 10 mg/kg 24 jam Untuk TB
5 mg/kg 12 jam
penyebab sepsis
Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen
dalam darah
Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai antibodi
penderita sepsis neonatorum. Hal ini terlihat dengan membaiknya sistem imun yang
menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian transfusi packed red
blood cells bertujuan mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang
DAFTAR PUSTAKA
Barbara J. Stoll. Infections of the Neonatal Infant. In Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
Seriously Ill Neonate With Hyaline Membrane Disease and With Sepsis (Sclerema
Ajar Pediatri Rudolph. Vol. 1. Edisi 20. Jakart: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hlm
601-610.
M. William, Louis, M. Bell, Peter M. Bingham. (2003). The 5-Minute Pediatric Consult.
2004 : 939-59
Depkes RI. 2007. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum. Jakarta : Depkes
World Health Organization. 2005. Report Perinatal Mortality.
Sepsis Neonatorum. Dalam Standard Pelayanan Medik RSUP DR. SARDJITO. Edisi 2.