Anda di halaman 1dari 7

Nama : Aulia Yuninda Sasmita

NIM : 165020307111074
Kelas : Pengauditan 1 CB

RINGKASAN MATERI KULIAH


PENGAUDITAN 1
“Bukti Audit dan Prosedur Perolehannya”

Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat


atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit.
Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan
auditor independen, dalam hal ini bukti audit (audit evidence)berbeda dengan bukti
hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat
bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam
rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas,
ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Kompetensi Bukti
Untuk dapat dikatakan kompeten, bukti audit, terlepas bentuknya, harus sah dan
relevan. Keabsahan sangat tergantung atas keadaan yang berkaitan dengan pemerolehan bukti
tersebut. Dengan demikian penarikan kesimpulan secara umum mengenai dapat
diandalkannya berbagai macam bukti audit, tergantung pada pengecualian penting yang ada.
Kompetensi atau reliabilitas bahan bukti yang berupa catatan akuntansi berkaitan erat
dengan efektivitas pengendalian internal klien. Semakin efektif pengendalian intern klien,
semakin kompeten catatan akuntansi yang dihasilkan. Kompetensi bukti yang berupa
informasi penguat tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
Relevansi
Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
Sebagai contoh pengamatan fisik persediaan yang di auditor relevan digunakan untuk
menentukan keberadaan persediaan. Namun, pengamatan fisik persediaan tidak relevan
digunakan untuk menentukan apakah persediaan tersebut benar-benar dimiliki perusahaan.
Sumber
Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak luar perusahaan yang
independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan
tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari
dalam perusahaan.
Ketepatan waktu
Kriteria ini berhubungan dengan tanggal pemakaian bukti tersebut. Ketepatan waktu
sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan rekening laporan
rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cutoff telah dilakukan
secara tepat.
Objektifitas
Bukti yang objektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subjektif.
Dalam menelaah bukti subjektif, seperti estimasi manajemen, auditor harus
mempertimbangkan kualifikasi dan integritas individu pembuat estimasi, dan menentukan
ketepatan proses pembuatan keputusan dalam membuat judgement.
Penilaian Bukti
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit
tertentu telah tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak
memihak (bias) dalam mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk
memperoleh bukti kompeten yang cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Dalam merumuskan pendapatnya, auditor harus mempertimbangkan relevansi bukti audit,
terlepas apakah bukti audit tersebut mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan
keuangan. Bila auditor masih tetap ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material,
maka ia harus menangguhkan pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti
kompeten yang cukup untuk menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan
pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat.

PROSEDUR DAN DOKUMENTASI AUDIT


Perancangan pengujian substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian substantif menyediakan
bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan
pengujian substantif meliputi penentuan:
1. sifat pengujian
2. waktu pengujian
3. dan luas pengujian substantif yang perlu untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima untuk setiap asersi.

Jenis Prosedur Substantif


Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan, yaitu:
Pengujian rinci atau detail saldo
Metodologi yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian detail saldo
akun beorientasi pada tujuan spesifik audit. Pengujian detail saldo akun yang direncanakan
harus memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit dengan memuaskan.
Metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara
memuaskan.
Metodologi yang digunakan untuk merancang pengujian detail saldo tersebut, adalah
sama untuk setiap akun dalam laporan keuangan. Perancangan pengujian detail saldo pada
umumnya merupakan bagian yang paling sulit dilakukan. Hal ini disebabkan perancangan
pengujian detail saldo memerlukan pertimbangan profesional yang tinggi.
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail transaksi dilakukan untuk menentukan:
1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi tersebut dalam jurnal.
3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi tersebut ke dalam buku besar dan buku
pembantu.
Apabila auditor mempunyai keyakinan bahwa transaksi tersebut telah dicatat dan
diposting secara tepat, maka auditor dapat meyakini bahwa saldo total buku besar adalah
benar.
Pengujian detail transaksi pada umumnya lebih banyak menyita waktu daripada
prosedur analitis. Oleh karena itu, pengujian ini lebih banyak membutuhkan biaya daripada
prosedur analitis. Meskipun demikian, pengujian detail transaksi lebih sedikit membutuhkan
biaya daripada pengujian detail saldo.
Prosedur analitis
Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang
dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan
oleh auditor. Prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari
evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang
masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data
keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling
sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data.
Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal
di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang
sebaliknya. Kondisi tertentu yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam hubungan ini
mencakup antara lain, peristiwa atau transaksi yang tidak biasa, perubahan akuntansi,
perubahan usaha, fluktuasi acak, atau salah saji.
Prosedur analitik digunakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya.
2. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi.
3. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit.
Auditor mempertimbangkan tingkat keyakinan, jika ada, yang diinginkannya dari
pengujian substantif untuk suatu tujuan audit dan memutuskan, antara lain prosedur yang
mana, atau kombinasi prosedur mana, yang dapat memberikan tingkat keyakinan tersebut.
Untuk asersi tertentu, prosedur analitik cukup efektif dalam memberikan tingkat keyakinan
memadai. Namun, pada asersi lain, prosedur analitik mungkin tidak seefektif atau seefisien
pengujian rinci dalam memberikan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Efektivitas dan efisiensi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam
mengidentifikasikan kemungkinan salah saji tergantung atas, antara lain:
1. Sifat asersi.
2. Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksikan suatu hubungan.
3. Ketersediaan dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan harapan.
4. Ketepatan harapan.
Prosedur Analitik dalam Perencanaan Audit
Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk membantu dalam
perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang akan digunakan untuk memperoleh
bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik
perencanaan audit harus ditujukan untuk:
1. Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi
sejak tanggal audit terakhir dan,
2. Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan
dengan audit. Jadi, tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasikan hal seperti adanya
transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, rasio serta trend yang dapat
menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Prosedur analitik yang diterapkan dalam perencanaan audit umumnya menggunakan
data gabungan yang digunakan untuk pengambilan keputusan di tingkat atas.

Program Audit Substantif


Program audit adalah dokumen yang memuat pernyataan tujuan audit dan rencana
langkah-langkah audit (biasanya dalam bentuk kalimat perintah) untuk mencapai tujuan audit
tersebut. Contoh tujuan audit: untuk mengetahui keberadaan barang inventaris. Langkah
auditnya: Lakukan inventarisasi fisik (stock opname) barang inventaris, hasilnya dituangkan
dalam berita acara.
Penyusunan program audit dilakukan pada tahap persiapan dalam rangka pengujian
dan pengendalian dan pada tahap audit pendahuluan dalam rangka pengujian transaksi atau
saldo-saldo atau pengembangan temuan, sehingga dengan demikian program audit dapat
dikelompokkan menjadi:
 Program audit untuk pengujian pengendalian, yaitu program audit untuk menguji
pengendalian intern (internal control) yang dijalankan manajemen terkait dengan
informasi/kegiatan yang akan diaudit.
 Program audit untuk pengujian substantif (substative test). Secara sederhana program audit
ini dapat dijelaskan sebagai rencana kerja untuk menguji kesesuaian informasi yang diuji
dengan data pendukungnya.
Pada audit keuangan, program audit untuk pengujian substantif dan pengujian
pengendalian dapat disusun sekaligus, terutama karena standar penyajian pos-pos laporan
keuangan sudah baku sifatnya. Tetapi pada audit operasional dan audit kepatuhan, program
audit substantif biasanya baru bisa dibuat setelah pengujian pengendalian selesai
dilaksanakan, yaitu setelah auditor mengetahui kelemahan pengendalian/temuan sementara
yang perlu diperdalam.
Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif, yaitu:
1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan terkait dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personel dalam melaksanakan tugas.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
5. Konfirmasi.
6. Analisis.
7. Tracing atau pengusutan.
8. Vouching atau penelusuran.
Dokumentasi Audit (Kertas Kerja Audit)
Fungsi dan Sifat Kertas Kerja
Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor tentang
prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang
diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya. Contoh kertas
kerja adalah program audit, analisis, memorandum, surat konfirmasi, representasi, ikhtisar
dari dokumen-dokumen perusahaan, dan daftar atau komentar yang dibuat atau diperoleh
auditor. Kertas kerja dapat pula berupa data yang disimpan dalam pita magnetik, film, atau
media yang lain.
Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya
harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu.
Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah
dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah
yang signifikan.
Kertas kerja terutama berfungsi untuk:
1. Menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor, termasuk representasi tentang
pengamatan atas standar pekerjaan lapangan, yang tersirat ditunjukkan dalam laporan auditor
dengan disebutkannya frasa “berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia”.
2. Membantu auditor dalam pelaksanaan dan supervisi audit.
Faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor mengenai kuantitas, bentuk, dan isi
kerta kerja untuk perikatan tertentu mencakup:
1. Sifat perikatan auditor.
2. Sifat laporan auditor.
3. Sifat laporan keuangan, daftar, dan keterangan yang perlu bagi auditor dalam pembuatan
laporan.
4. Sifat dan kondisi catatan clien.
5. Tingkat risiko pengendalian taksiran.
6. Kebutuhan dalam keadaan tertentu untuk mengadakan supervisi dan review atas pekerjaan
yang dilakukan para asisten.
Isi Kertas Kerja
Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan laporan
keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan lapangan yang dapat
diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi dokumentasi yang
memperlihatkan:
1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, yang menujukan diamatinya
standar pekerjaan lapangan yang pertama.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang
telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, yang menujukan diamatinya standar
pekerjaan lapangan ketiga.
Kepemilikan Dan Penyimpanan Kertas Kerja
Kertas kerja adalah milik auditor. Namun hak dan kepemilikan atas kertas kerja masih
tunduk pada pembatasan yang diatur dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
berkaitan dengan hubungan yang bersifat rahasia dengan klien. Seringkali kertas kerja
tertentu auditor dapat berfungsi sebagai sumber acuan bagi kliennya, namun kertas kerja
harus tidak dipandang sebagai bagian dari, atau sebagai pengganti terhadap, catatan akuntansi
klien. Auditor harus menerapkan prosedur memadai untuk menjaga keamanan kertas kerja
dan harus menyimpannya dalam periode yang dapat memenuhi kebutuhan praktiknya dan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai penyimpan dokumen.

Anda mungkin juga menyukai