Case Study Rahmawati (7030011007)
Case Study Rahmawati (7030011007)
STROKE HEMORAGIK
Oleh
NAMA : RAHMAWATI
NIM : 70300116007
KELAS : KEPERAWATAN A
2. Peran dan fungsi perawat dalam melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien kasus di atas:
a. Peran Perawat
Peran perawat dalam hal ini sangatlah penting dalam proses penyembuhan
stroke pada pasien, serta gangguan yang sering muncul pada pasien stroke
antara lain gangguan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik,
gangguan komunikasi verbal serta resiko gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi. Selain itu perawat juga harus memberikan pengetahuan pada pasien
dan keluarga pemberian asuhan keperawatan berupa support system, dengan
memperhatikan kebutuhan dasar manusia.
1) Sebagai edukator (pendidik)
Peran Perawat dilakukan dengan membantu aktivitas sehari-hari dan
memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan anggota keluarga
dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari
klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. (Hidayat, Widyawati, 2012)
Dimana, pada kasus diatas pasien mengalami hipertensi dan peran seorang
perawat yaitu melakukan pemberian edukasi kepada pasien ataupun
keluarga agar dapat mengontrol hipertensi pasien dan asupan nutrisi yang
diberikan untuk mencegah terjadinya hipertensi, kemudian jelaskan pada
keluarga pasien bahwa hipertensi membuat seseorang mudah marah dan
tonus otot berkurang sehingga pasien harus mendapatkan bantuan
aktivitas.
2) Sebagai konsultan
Peran perawat sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. (Widyawati, 2012)
Pada kasus diatas perawat mengadakan konseling atau penyuluhan
mengenai stroke hemoragik serta mempersilahkan keluuarga pasien untuk
menanyakan diet terkait stroke, pencegahan terkait stroke kambuh, dan
memberikan edukasi pada keluarga terkait penatalaksanaan untuk
membantu aktivitas sehari-hari pasien.
3) Sebagai Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, apoteker, ahli gizi, analis kesehatan dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan. (Widyawati, 2012)
Pada kasus diatas kita melakukan kolaborasi kepada tim kesehatan yang
lain agar dapat memberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien
seperti dokter menegakkan diagnosa medis, pengobatan yang dapat
menangani penyakit pasien, ahli gizi yang akan memenuhi nutrisi yang
baik pada pasien adapun analis kesehatan yang mengecek pemeriksaan
diagnostik untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai penyakit
yang di alami pasien.
b. Fungsi Perawat
Fungsi perawat disini yaitu fungsi interdependen, fungsi ini dilakukan
dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dan
tim yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan. Keadaan pada
kasus diatas tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dokter
ataupun yang lainnya. (Widyawati, 2012)
Sebagai tim medis kita wajib memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga pasien mengenai penyakit yang di derita, sehingga pasien dan
keluarga mengerti akan penyakit tersebut.
3. Peran dan fungsi perawat dalam pencegahan primer, sekunder, dan tersier
pada kasus di atas:
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain :
1) Menghindari : Rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2) Mengurangi : Kolesterol dan lemak dalam makanan.
3) Mengendalikan : Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik).
4) Menganjurkan : Konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan
junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan
gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolahraga secara
teratur.
a. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Obat-obatan, yang digunakan : Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi
obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi
obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.
b. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik,
mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik. Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi
yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi
masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot,
duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas
ditempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan
buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental. Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi
sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita
perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan
psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial. Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai
layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial. Seperti mandi,
memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi
wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
4. Peran dan fungsi perawat dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan
paska pemeriksaan diagnosatik CT-Scan pada kasus di atas :
Peran perawat : Mencakup pemantauan klien dan peralatan yang digunakan
selama prosedur dan selalu waspada terhadap komplikasi yang berhubungan
dengan posisi klien dan lamanya prosedur. Perawat radiologis biasanya
mengembangkan dan mengelola rencana perawatan untuk membantu pasien
memahami prosedur dan kemudian, memulihkan diri dari prosedur. Hal ini
mungkin juga termasuk bekerja dengan keluarga pasien. Perawat dapat
melakukan pemeriksaan atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam
pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli radiologi. Selain itu, perawat
dapat merekam temuan dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli
radiologi atau profesional kesehatan lainnya. Pelayanan yang bersifat medis
khususnya di pelayanan keperawatan mengalami perkembangan teknologi
informasi yang sangat membantu dalam proses keperawatan, memudahkan
pengkajian selanjutnya, intervensi apa yang sesuai dengan diagnosis yang sudah
ditegakkan sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang diharapkan oleh perawat
setelah menerima asuhan keperawatan.
Namun ada hal yang perlu kembali dipahami oleh semua tenaga kesehatan yang
menggunakan teknologi CT Scan yaitu semua teknologi yang berkembang
dengan pesat ini hanyalah alat bantu yang tidak ada gunanya tanpa intelektualitas
dari penggunanya dalam hal ini adalah perawat dengan pengetahuannya tentang
ilmu keperawatan. Sistem ini mempermudah perawat memonitor klien dan segera
dapat memasukkan data terkini dan intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam
komputer yang sudah tersedia di setiap ruangan sehingga mengurangi kesalahan
dalam dokumentasi dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan.
Persiapan: Pada tahap ini merupakan langkah awal dilakukannya pemeriksaan
bagi pasien untuk memastikan apakah klien tersebut menderita penyakit stroke
hemoragi atau tidak, hal- hal yang akan dipersiapkan seperti persiapan pasien,
persiapan ruang dan alat, dll.
Pelaksanan : Pada tahap ini akan dilakukan pemeriksaan, dalam pelaksanaannya
yang pertama dilakukan amamnesis (untuk mendapatkan gejala-gejala klinis
akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk mendapatkan kelainan
neurologis akibat stroke). , kedua pemeriksaan fisik, pemeriksaan ini berupa
gejala gejala yang dapat di duga terjadi penyakit stroke hemoragik.
Paska pemeriksaan diagostik CT-Scan : seseorang yang mengalami stroke
hemoragik biasanya datang dengan kondisi yang lebih berat, antara lain
penurunan kesadaran serta muntah-muntah hingga seperti menyemprot. Pada CT
scan kepala pasien stroke hemoragik dapat ditemukan beberapa hal berikut:
a. Daerah berwarna putih (lesi hiperdens)
Salah satu poin awal yang dievaluasi pada CT scan kepala pasien stroke
hemoragik adalah ada atau tidaknya area berwarna putih mencolok bernama
lesi hiperdens. Lesi inilah yang dapat memastikan diagnosis dokter terhadap
perdarahan dalam otak. Setelah itu, dokter akan mengidentifikasi letak dan
perkiraan jumlah darah yang bocor agar dapat memprediksi pengobatan
selanjutnya.
b. Bagian otak kanan dan kiri tidak simetris
Selain mengamati adanya lesi hiperdens, hasil pemindaian CT scan kepala
untuk stroke hemoragik juga akan dilihat adanya “efek desak ruang” yang
diakibatkan oleh gumpalan darah tersebut. Volume di dalam tulang tengkorak
bersifat terbatas, sehingga apabila ada tambahan gumpalan darah maka akan
terjadi pendesakan ke daerah sekitarnya. Adanya desakan dalam otak akibat
kelebihan cairan akan menampilkan bentuk kedua sisi otak kanan dan kiri
yang tidak simetris.
DAFTAR PUSTAKA