Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU CASE STUDY

STROKE HEMORAGIK

Oleh
NAMA : RAHMAWATI
NIM : 70300116007
KELAS : KEPERAWATAN A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2018
Case Study :
Pasien Ny. S, 56 Tahun, pendidikan SLTA, pekerjaan ibu rumah tangga,
status janda dengan dua orang anak, beragama Islam, masuk ke IGD Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo tanggal 17 September 2018 pukul 09.30 WITA. Pasien masuk
rumah sakit dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 2 jam sebelum masuk IGD,
disertai adanya muntah. Sebelumnya pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 3
tahun lalu dan mengkonsumsi rutin amlodipine 1x10 mg dengan rata rata tekanan
darah sistol 140-150 mmHg. Kesadaran pasien sopor coma, GCS E2M5V2, pupil
bulat isokhor 3mm/3mm, refleks cahaya positif kiri kanan, refleks fisiologis bisep
(+2) trisep (+2), refleks archiles (+2), refleks patella (+2). laseg sign >70/>70, kernig
sign>135/>135, tidak ada kaku kuduk. Pemeriksaan saraf kranial kesan parese N. VII
dextra, lainnya belum dapat dilakukan. Fungsi saraf sensoris dan otonom belum dapat
dinilai. Keluarga pasien menolak untuk tindakan pembedahan yang akan dilakukan
pada Ny.S (Kraniotomi untuk evakuasi hematom).
Pasien dipindahkan ke ruang rawat inap pukul 22.15 WITA. No. Rekam
Medik:424.XX.XX. Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 September 2018 pukul
10.30 WITA. Saat dilakukan pengkajian, diperoleh pernapasan 20x/menit, terpasang
nasal kanul dengan pemberian oksigen oksigen 3 l/mnt, saturasi oksigen 99%.Irama
napas regular, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada penggunaan otot bantu
napas, pergerakan dinding dada simetris, tidak ada keluhan sesak, tidak ada trauma
maupun jejas di bagian wajah dan leher, sianosis tidak ada, konjungtiva tidak anemis,
akral teraba hangat, membran mukosa lembab, perkusi sonor pada semua lapang
paru, bunyi napas vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing. Pemeriksaan
Tekanandarah 180/97 mmHg, frekuensi nadi 90 kali/menit, perfusi perifer: capillary
refill time(CRT) <2 detik, bunyi jantung S1 dan S2 regular, murmur dan gallop tidak
ada,Terpasang NGT pada hidung sebelah kiri (tanggal pemasangan 17 September
2018).Riwayat TB disangkal, riwayat penyakit jantung disangkal.Asupan nutrisi
pasien menggunakan selang nasogastric (NGT) 6x250 cc, NGT terpasang tanggal 17
September 2018, residu tidak ada. Diet cair dengan asupan energi 1500 kkal dalam
bentuk makanan blenderized 3x250 ml dan makanan cair formula RS 3x250 ml.
Tidak ada alergi makanan. Kerusakan membran mukosa mulut tidak ada, kebersihan
rongga mulut baik. Disfagia positif dengan menggunakan skrining disfagia Massey
Bedside Swallowing Screen, tes fungsi menelan belum dapat dilakukan. Berat badan
pasien: 48 kg, tinggi badan pasien: 155 cm.
Pasien mengalami kelemahan pada sisi kanan pasien, dan mengalami
penurunan kesadaran. Belum dapat dikaji kebutuhan dan kesulitan tidur pasien. Status
fungsional Barthel Index (1) kategori ketergantungan total. Postur tubuh pasien
nampak tidak ada kelainan. Tonus otot normal. Hemiparese dextra, rentang gerak
sendi tidak ada gangguan, kekuatan otot ekstremitas atas 2222/5555, ekstremitas
bawah 2222/5555. Pemberian cairan intravenadengan Asering 500 cc/12 jam, KCL
50 meq/12 jam, Perdipine 2 mg/jam dalam 50 ccNaCl 0,9 % (5,0 cc/jam).
Pemeriksaan Diagnostik: Tanggal 17 September 2018
Pemeriksaan darah rutin: Hb: 12,1 g/dl, Hematokrit: 36,4%, leukosit:
9770/uL,trombosit 182.000/uL. PT 11 (10,1), APTT 20,5 (32,9), Fibrinogen 257, D
Dimer 6,7, INR 1,05. GDS: 121 mg/dL, Gliko Hb (HbA1c) 5,1%, Profil lipid:
kolesterol total 223 mg/dl, kolesterol HDL 69 mg/dl, kolesterol LDL 130 mg/dl.
Analisa Gas Darah: pH: 7,407, pCO2: 41 mmHg, PaO2: 204 mmHg, HCO3:
23,0 mEq/L. BE: 11,9, saturasi 98,5%. Foto rontgen Thorax:tidak ada kelainan pada
jantung dan paru. Hasil pemeriksaan EKG: gambaran EKG normal, sinus rhytm,
tidak ada takhikardi ataupun gambaran abnormal. CT-Scan Kepala tanpa kontras
:Perdarahan di lobus frontoparietotemporal kiri dengan perifokal edema (estimasi
volume 91 cc) yang menyebabkan herniasi subfalcine ke sisi kanan sejauh 1,9 cm,
serta menyempitkan ventrikel lateral kiri dan ventrikel III, sisterna ambiens sisi kiri
serta dilatasi ventrikel lateral kanan. Perdarahan dikapsula interna, nucleus caudatus,
putamen, globus pallidus dan insula kiri, serta bercak perdarahan thalamus kiri, dan
peradarahan yang mengisi ventrikel lateral kanan dan kiri (terutama kiri), ventrikel III
dan ventrikel IV. Sisnusitis maksila kanan.
Pertanyan :
1. Jelaskan asuhan keperawatan kasus di atas !
2. Jelaskan peran dan fungsi perawat dalam melakukan edukasi kepada pasien
dan keluarga pasien kasus di atas!
3. Jelaskan peran dan fungsi perawat dalam pencegahan primer, sekunder, dan
tersier pada kasus di atas !
4. Jelaskan peran dan fungsi perawat dalam melakukan persiapan, pelaksanaan,
dan paska pemeriksaan diagnosatik CT-Scan pada kasus di atas !
Jawaban:
1. Asuhan keperawatan pada kasus di atas
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Inisial : Ny. S
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Status : Janda
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 17 September 2018
Jam masuk RS : 09.30 WITA
2) Keluhan utama
Klien masuk rumah sakit dengan keluahan penurunan kesadaran sejak 2
jam sebelum masuk IGD , disertai adanya muntah, kesadaran pasien sopar
coma, GCS E2 M5 V2.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang : Pasien mengalami kelemahan pada sisi
kanan pasien, dan mengalami penurunan kesadaran. Terpasang NGT
pada hidung sebelah kiri (tanggal pemasangan 17 September 2018).
b) Riwayat kesehatan masa lalu : Sebelumnya pasien mempunyai
riwayat hipertensi sejak 3 tahun lalu dan mengkonsumsi rutin
amlodipine 1x10 mg dengan rata rata tekanan darah sistol 140-150
mmHg.
4) Pengkajian Primer
Airway
Terpasang nasal kanul dengan pemberian oksigen oksigen 3 l/mnt,
Breating
Pernapasan 20x/menit, tidak ada pernapasan cuping hidung, bunyi napas
vesikuler, tidak ada ronchi, tidak ada wheezing
Circulation
Tekanandarah 180/97 mmhg, frekuensi nadi 90 kali/menit, saturasi
oksigen 99%, konjungtiva tidak anemis
Disability
Kesadaran: sopor coma, GCS E2M5V2, pupil bulat isokhor 3mm/3mm
5) Pengkajian sekunder
Tanda-tanda vital:
Tekanandarah 180/97 mmhg, frekuensi nadi 90 kali/menit, saturasi
oksigen 99%.
6) Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Sopar coma
Tanda-tanda vital :
TD : 180/97 mmHg,
Nadi: 90 kali/menit,
7) Status nutrisi dan cairan
Asupan nutrisi pasien menggunakan selang nasogastric (NGT) 6x250 cc,
NGT terpasang, Diet cair dengan asupan energi 1500 kkal dalam bentuk
makanan blenderized 3x250 ml dan makanan cair formula RS 3x250 ml.
Tidak ada alergi makanan.
Pemberian cairan intravenadengan Asering 500 cc/12 jam, KCL 50
meq/12 jam, Perdipine 2 mg/jam dalam 50 ccnacl 0,9 % (5,0 cc/jam).
8) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin: Hb: 12,1 g/dl, Hematokrit: 36,4%, leukosit:
9770/ul,trombosit 182.000/ul. PT 11 (10,1), APTT 20,5 (32,9), Fibrinogen
257, D Dimer 6,7, INR 1,05.GDS: 121 mg/dl, Gliko Hb (hba1c) 5,1%,
Profil lipid: kolesterol total 223 mg/dl, kolesterol HDL 69 mg/dl,
kolesterol LDL 130 mg/dl.
Analisa Gas Darah: ph: 7,407, pco2: 41 mmhg, pao2: 204 mmhg, HCO3:
23,0 meq/L. BE: 11,9, saturasi 98,5%.
b. Diagnosa keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intracerebral
2) Resiko tinggi terhadap cedera b.d penurunan kesadaran
3) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kesulitan makan dan
minum
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot
c. Intervensi
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intracerebral
Kriteria Hasil : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24
perfusi jaringan serebral klien adekuat dengan menunjukkan TTV dalam
ambang normal, Tidak ada penurunan tingkat kesadaran, Tidak ada tanda-
tanda yang menunjukkan peningkatan TIK.
Intervensi NIC :
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi
jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
2) Resiko tinggi terhadap cedera b.d penurunan kesadaran
Kriteria hasil : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam
tingkat kesadaran klien dapat di pertahankan atau dapat di tingkatkan.
Intervensi NIC :
a) Terapkan tindakan kewaspadaan : terali tempat tidur/terpasang dan
diberi bantalan tempat dalam posisi tubuh.
b) Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko berkenaan dengan
penggunaan alat bantu, kaji terhadap ketepanan alat.
c) Libatkan keluarga dalam tiap aktivitas klien selama perawatan.
3) Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kesulitan makan dan
minum
Kriteria Hasil : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam
BB klien bertahan atau di tingkatkan, HB dalam batas normal, turgor kulit
dan mukosa bibir lembab.
Intervensi NIC :
a) Catat jumlah kalori tiap hari.
b) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
c) Anjurkan klien menggunakan bantuan sedotan pada waktu saat makan
d) Berikan makanan lunak dan cair
e) Lakukan konsultasi diit.
f) Berikan makan melalui selang nutrisi parenteral total.
g) Kaji : albumin serum, protein dan sel darah putih.
4) Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot
Kriteria hasil : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama
2x24jamTidak terjadi kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi NIC :
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas
yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
g) Berikan bantuan sesuai kebutuhan

2. Peran dan fungsi perawat dalam melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien kasus di atas:
a. Peran Perawat
Peran perawat dalam hal ini sangatlah penting dalam proses penyembuhan
stroke pada pasien, serta gangguan yang sering muncul pada pasien stroke
antara lain gangguan perfusi jaringan serebral, gangguan mobilitas fisik,
gangguan komunikasi verbal serta resiko gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi. Selain itu perawat juga harus memberikan pengetahuan pada pasien
dan keluarga pemberian asuhan keperawatan berupa support system, dengan
memperhatikan kebutuhan dasar manusia.
1) Sebagai edukator (pendidik)
Peran Perawat dilakukan dengan membantu aktivitas sehari-hari dan
memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan anggota keluarga
dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit
bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari
klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan. (Hidayat, Widyawati, 2012)
Dimana, pada kasus diatas pasien mengalami hipertensi dan peran seorang
perawat yaitu melakukan pemberian edukasi kepada pasien ataupun
keluarga agar dapat mengontrol hipertensi pasien dan asupan nutrisi yang
diberikan untuk mencegah terjadinya hipertensi, kemudian jelaskan pada
keluarga pasien bahwa hipertensi membuat seseorang mudah marah dan
tonus otot berkurang sehingga pasien harus mendapatkan bantuan
aktivitas.
2) Sebagai konsultan
Peran perawat sebagai tempat konsultasi dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai
dengan metode pemberian pelayanan keperawatan. (Widyawati, 2012)
Pada kasus diatas perawat mengadakan konseling atau penyuluhan
mengenai stroke hemoragik serta mempersilahkan keluuarga pasien untuk
menanyakan diet terkait stroke, pencegahan terkait stroke kambuh, dan
memberikan edukasi pada keluarga terkait penatalaksanaan untuk
membantu aktivitas sehari-hari pasien.
3) Sebagai Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang
terdiri dari dokter, apoteker, ahli gizi, analis kesehatan dan lain-lain
dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang
diperlukan. (Widyawati, 2012)
Pada kasus diatas kita melakukan kolaborasi kepada tim kesehatan yang
lain agar dapat memberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien
seperti dokter menegakkan diagnosa medis, pengobatan yang dapat
menangani penyakit pasien, ahli gizi yang akan memenuhi nutrisi yang
baik pada pasien adapun analis kesehatan yang mengecek pemeriksaan
diagnostik untuk mendapatkan data yang lebih akurat mengenai penyakit
yang di alami pasien.
b. Fungsi Perawat
Fungsi perawat disini yaitu fungsi interdependen, fungsi ini dilakukan
dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dan
tim yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan. Keadaan pada
kasus diatas tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dokter
ataupun yang lainnya. (Widyawati, 2012)
Sebagai tim medis kita wajib memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga pasien mengenai penyakit yang di derita, sehingga pasien dan
keluarga mengerti akan penyakit tersebut.

3. Peran dan fungsi perawat dalam pencegahan primer, sekunder, dan tersier
pada kasus di atas:
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain :
1) Menghindari : Rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2) Mengurangi : Kolesterol dan lemak dalam makanan.
3) Mengendalikan : Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi
atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik).
4) Menganjurkan : Konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak
sayuran, buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan
junk food dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan
gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolahraga secara
teratur.
a. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah :
a. Obat-obatan, yang digunakan : Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut,
kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi
obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi
obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan
mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti
merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan
dan kurang gerak.
b. Pencegahan Tersier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-
hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik,
mental dan sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari
dokter, perawat, ahli fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli
okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik. Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi
yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang
diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi
masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot,
duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas
ditempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (Occupational
Therapist), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti mandi, memakai baju, makan dan
buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental. Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi
sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah
emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan
motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita
perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan
psikiater atau ahki psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial. Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi
perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas
senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai
layanan komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial. Seperti mandi,
memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi
wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam
menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi
dengan orang lain.
4. Peran dan fungsi perawat dalam melakukan persiapan, pelaksanaan, dan
paska pemeriksaan diagnosatik CT-Scan pada kasus di atas :
Peran perawat : Mencakup pemantauan klien dan peralatan yang digunakan
selama prosedur dan selalu waspada terhadap komplikasi yang berhubungan
dengan posisi klien dan lamanya prosedur. Perawat radiologis biasanya
mengembangkan dan mengelola rencana perawatan untuk membantu pasien
memahami prosedur dan kemudian, memulihkan diri dari prosedur. Hal ini
mungkin juga termasuk bekerja dengan keluarga pasien. Perawat dapat
melakukan pemeriksaan atau melaksanakan tindakan kesehatan preventif dalam
pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli radiologi. Selain itu, perawat
dapat merekam temuan dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik ahli
radiologi atau profesional kesehatan lainnya. Pelayanan yang bersifat medis
khususnya di pelayanan keperawatan mengalami perkembangan teknologi
informasi yang sangat membantu dalam proses keperawatan, memudahkan
pengkajian selanjutnya, intervensi apa yang sesuai dengan diagnosis yang sudah
ditegakkan sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang diharapkan oleh perawat
setelah menerima asuhan keperawatan.
Namun ada hal yang perlu kembali dipahami oleh semua tenaga kesehatan yang
menggunakan teknologi CT Scan yaitu semua teknologi yang berkembang
dengan pesat ini hanyalah alat bantu yang tidak ada gunanya tanpa intelektualitas
dari penggunanya dalam hal ini adalah perawat dengan pengetahuannya tentang
ilmu keperawatan. Sistem ini mempermudah perawat memonitor klien dan segera
dapat memasukkan data terkini dan intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam
komputer yang sudah tersedia di setiap ruangan sehingga mengurangi kesalahan
dalam dokumentasi dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan.
Persiapan: Pada tahap ini merupakan langkah awal dilakukannya pemeriksaan
bagi pasien untuk memastikan apakah klien tersebut menderita penyakit stroke
hemoragi atau tidak, hal- hal yang akan dipersiapkan seperti persiapan pasien,
persiapan ruang dan alat, dll.
Pelaksanan : Pada tahap ini akan dilakukan pemeriksaan, dalam pelaksanaannya
yang pertama dilakukan amamnesis (untuk mendapatkan gejala-gejala klinis
akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk mendapatkan kelainan
neurologis akibat stroke). , kedua pemeriksaan fisik, pemeriksaan ini berupa
gejala gejala yang dapat di duga terjadi penyakit stroke hemoragik.
Paska pemeriksaan diagostik CT-Scan : seseorang yang mengalami stroke
hemoragik biasanya datang dengan kondisi yang lebih berat, antara lain
penurunan kesadaran serta muntah-muntah hingga seperti menyemprot. Pada CT
scan kepala pasien stroke hemoragik dapat ditemukan beberapa hal berikut:
a. Daerah berwarna putih (lesi hiperdens)
Salah satu poin awal yang dievaluasi pada CT scan kepala pasien stroke
hemoragik adalah ada atau tidaknya area berwarna putih mencolok bernama
lesi hiperdens. Lesi inilah yang dapat memastikan diagnosis dokter terhadap
perdarahan dalam otak. Setelah itu, dokter akan mengidentifikasi letak dan
perkiraan jumlah darah yang bocor agar dapat memprediksi pengobatan
selanjutnya.
b. Bagian otak kanan dan kiri tidak simetris
Selain mengamati adanya lesi hiperdens, hasil pemindaian CT scan kepala
untuk stroke hemoragik juga akan dilihat adanya “efek desak ruang” yang
diakibatkan oleh gumpalan darah tersebut. Volume di dalam tulang tengkorak
bersifat terbatas, sehingga apabila ada tambahan gumpalan darah maka akan
terjadi pendesakan ke daerah sekitarnya. Adanya desakan dalam otak akibat
kelebihan cairan akan menampilkan bentuk kedua sisi otak kanan dan kiri
yang tidak simetris.
DAFTAR PUSTAKA

Widyawati. 2012. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Prestasi Pustaka


Broderick J, Sander C, Edward F, Daniel H, Carlos K, Derk K., et al. 2007.
Guidelines for the management of spontaneous intracerebral hemorrhage in adults. J
of American Heart Association. (1): 2018-09.
Tjikoe M, A., Loho E., Ali R, H. 2014. Gambaran Hasil Ct Scan Kepala Pada
Penderita Dengan Klinis Stroke Non-Hemoragik Di Bagian Radiologi Fk. Unsrat /
Smf Radiologi Blu Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode Januari 2011-
Desember 2011. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 2, Nomor 3. Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado

Anda mungkin juga menyukai