Anda di halaman 1dari 23

Bagian Obstetri dan Ginekologi REFERAT

Fakultas Kedokteran Februari 2019


Universitas Halu Oleo

PROLAPSUS UTERI

Oleh :
Aulia Areta Rahma
K1A1 14 120

PEMBIMBING
Dr. dr. Hj. Juminten Saimin, Sp.OG(K)

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo
Kendari
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Aulia Areta Rahma
NIM : K1A1 14 120
Judul Referat : Prolapsus Uteri
Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2019


Mengetahui,
Pembimbing

Dr. dr. Hj.Juminten Saimin, Sp.OG(K)


PROLAPSUS UTERI
Aulia Areta Rahma, Juminten Saimin

A. Pendahuluan
Prolapsus Uteri merupakan penurunan sebagian atau seluruh bagian uterus ke
introitus vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami
kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.1
Prolaps organ genitalia adalah kondisi umum yang terjadi sekitar 50% wanita
dewasa mengalaminya selama hidup mereka. Wanita yang mengalami prolaps organ
genitalia hanya 10-20% dari penderita yang mengalami gejalanya dan 11% dari
mereka menjalani intervensi bedah untuk koreksi prolaps setidaknya sekali. 2
Kualitas hidup wanita yang mengalamiprolaps organ genitalia meskipun
mungkin asimptomatik tetapi dampaknya sangat bervariasi. Banyak wanita dengan
prolaps organ genitalia mengalami gangguan dasar pelvis komorbiditas, seperti
masalah kemih dan / atau tinja, termasuk inkontinensia yang secara serius dapat
mengganggu kualitas hidup dan membatasi fungsi sosial, psikologis dan seksual. 3

B. Anatomi
1. Uterus
Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm, lebar ditempat
yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3
bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Didalam korpus uteri terdapat
rongga (kavum uterri), yang membuka keluar melalui saluran (kanalis
servikalis) yang terletak serviks. Bagian bawah serviks yang terletak divagina
dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri). Sedangkan yang berada
diatas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan servis
masih terdapat bagian yang disebut istmus uteri. Bagian atas uterus disebut
fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. 4
Gambar 01. Anatomi organ genitlia interna pada wanita. 5

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul


dalam anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan
vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120o-130o
dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio
(korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan. 4

Gambar 02. Hubungan axis uterus, serviks, dan vagina. 5


2. Jaringan Penunjang Genitalia Interna pada Wanita
Uterus berada di rongga panggul dalam anteversiofleksio sedemikian rupa,
sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan bagian belakang setinggi
artikulasio sakrokoksigea. Jaringan-jaringan itu ialah: 4
a) Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt) merupakan
ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun.
Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan
banyak pembuluh darah, antara lain arteri dan vena uterina. 4
b) Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang
juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan melengkung
dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah
os sakrum kiri dan kanan. 4
c) Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang
menahan uterus dalam posisi antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan. 4
d) Ligamentum pubovesikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os pubis
melalui kandung kemih, dan seterusnya sebagai ligamentum vesikouterina
sinistrum dan dekstrum ke serviks. 4
e) Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum yang berjalan
dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung jaringan ikat,
sebetulnya ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang
meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Dibagian
lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan ovarium sinistrum dan
dekstrum. Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya. 4
f) Ligamentum infundibulopelvikum, yaitu ligamentum yang menahan tuba
Fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan persarafan, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarika.
Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya. 4
g) Ligamentum ovarii proprium sinistrum dan dekstrum, yaitu ligamentum
yang berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang fundus uteruke ovarium.
Ligamentum ini berasal dari gubernakulum; jadi asalnya sama dengan
ligamentum rotundum, yang juga berasal dari gubernakulum. 4

C. Epidemiologi
Prolapsus organ panggul merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi
dan mengenai hingga 40% wanita yang telah melahirkan dan berusia di atas 50
tahun.3 Prolapsus uteri menempati urutan kedua tersering setelah cystourethrocele
(bladder and urethral prolapse). Pada studi Women’s Health Initiative (WHI)
Amerika, 41 % wanita usia 50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul
(POP), diantaranya 34% mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14%
mengalami prolapsus uteri.5 Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah
wanita melahirkan anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi
sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun terdapat 4767 kasus prolapsus, dan
sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 mendapat tindakan operasi.5

D. Faktor Resiko Prolapsus Uteri


1. Multiparitas
Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor
risiko untuk Prolapsus Uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau
kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul.
Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan
tidak meningkatkan kecenderungan wanita untuk Prolapsus Uteri. Misalnya,
pada studi Organ Penyokong Panggul (POSST), peningkatan paritas dikaitkan
dengan peningkatan kejadian prolaps. Selain itu, risiko prolaps organ pelvis
meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di
Oxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan
wanita yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan
delapan kali lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis.6
2. Usia
Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam
pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen
peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia
20 sampai 59 tahun, kejadian prolaps organ pelvis berlipat ganda dengan setiap
dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang
kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan
proses degeneratif serta hipoestrogenisme.6
3. Penyakit jaringan ikat
Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk
mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil,
sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita
dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.6
4. Ras
Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam
beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko
terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan
ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan
kulit hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul
android atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps
organ pelvis dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang
paling.6
5. Peninggian tekanan intraabdomen
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan
peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh
obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang.
Sejumlah penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko independen
untuk stres inkontinensia urin. Namun, hubungan dengan perkembangan
prolaps organ pelvis kurang jelas. Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi
Denmark menunjukkan bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat
berat berulang berada pada peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah
untuk prolaps, dengan rasio odds 1,6. Selain itu, merokok dan penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan prolaps
organ pelvis, meskipun sedikit data mendukung hubungan ini. Demikian pula,
meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen, tidak ada
mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa kimia dalam
tembakau yang dihirup dapat menyebabkan perubahan yang menyebabkan POP
daripada batuk kronis sendiri. 6

E. Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat
antara lain ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa
macam klasifikasi yang dikenal yaitu :
a. Prolapsus uteri TK I dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae;
Prolapsus uteri TK II, dimana servik menonjol keluar dari introitus vaginae ;
Prolapsus uteri TK III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga
dinamakan Prosidensia uteri.
b. Prolapsus uteri TK I, servik masih berada di dalam vagina ; Prolapsus uteri TK
III, servik keluar dari introitus, sedang pada Prosidensia uteri, uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolapsus uteri TK I, servik mencapai introitus vaginae ; Prolapsus uteri TK II ,
uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian ; Prolapsus uteri TK III, uterus
keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
d. Prolapsus uteri TK I, servik mendekati prosessus spinosus; Prolapsus uteri TK
II, servik terdapat antara Proc. Spinosus dan introitus vaginae ; Prolapsus uteri
TK III , servik keluar dari introitus.
e. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi d, ditambah dengan Prolapsus uteri TK
IV (Prosidensia Uteri).4
Gambar 3. Derajat prolapsus uteri 7

Untuk mengklasifikasikan POP telah dikembangkan beberapa sistem. Untuk


keperluan praktik klinis, sistem Baden-Walker telah digunakan secara luas. Sistem
Baden-Walker cukup adekuat digunakan dalam praktik klinik selama penurunan
atau protrusi dari semua kompartemen panggul (anterior, apikal, dan posterior)
diperiksa. Stadium prolaps uteri dibagi menjadi 5 bagian berdasarkan turunnya
bagian terbawah organ 8
• Stadium 0 : Posisi normal untuk tiap lokasi
• Stadium 1 : Penurunan sampai dengan setengah jarak (halfway) menuju
himen
• Stadium 2 : Turun sampai dengan himen
• Stadium 3 : Turun setengah jarak (halfway) melewati himen
• Stadium 4 : Penurunan maksimum untuk tiap lokas

F. Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan Prolapsus Uteri antara lain:
a. Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per
vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
b. Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan
dengan spina bifida pada neonatus)
c. Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause)berakibat hilangnya
elastisitas struktur pelvis
d. Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru
kronik, asma
e. Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu
atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang
kurang, serta uterus yang retrograde.8

G. Patofisiologi
Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum
membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan
ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga
mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ
pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja terjadi secara tidak
komplet, atau pada beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet
sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana. 10
Prolapsus Uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis,
meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan
oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam
menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab
paling signifikan dari Prolapsus Uteri. Selain itu, seiring proses penuaan, terdapat
penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan
kekuatannya. 8
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam Prolapsus Uteri,
ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan
sindrom Ehlers- Danlos. Pada neonatus, Prolapsus Uteri disebabkan oleh
kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital. 8
H. Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang
satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan
yang hampir selalu dijumpai 4:
 Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia Eksterna.4
 Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.4
 Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
‒ Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri.
‒ Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri.4

I. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada setiap orang.
Tingkat keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala penderita dengan
prolapsus yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolapsus ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-
keluhan yang paling umum dijumpai: Perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia eksterna9
a) Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan gejala klasik
dari prolapsus
b) Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan celana atau
pakaian dalam
c) Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
d) Kesulitan buang air besar
e) Infeksi saluran kemih berulang
f) Perdarahan vagina
g) Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
h) Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
i) Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila berjalan dan
bekerja
Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu yang
lama. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot panggul oleh
pengaruh gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga dapat memperburuk
gejala. 9
2.Pemeriksaan Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a) Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
b) Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c) Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai: Erosi atau ulserasi pada epitel
vagina. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus
yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.
d) Manuver Valsava
Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver
Valsava. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior
vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum
perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah. Apabila tidak terlihat, pasien
dapat diminta untuk mengejan pada posisi berdiri di atas meja periksa.
Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
e) Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan
otot levator ani.
f) Pemeriksaan rektovaginal : Untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolapsus uteri. 9
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Urin residu pasca berkemih
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur
volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh,
kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih
dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b) Skrining infeksi saluran kemih.
c) Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real
time.
e) Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.9

J. Penatalaksanaan
Pendekatan Penanganan
Untuk wanita dengan asimtomatik atau gejala ringan, managemen kehamilan
masih memungkinkan dilakukan. Namun, pada wanita dengan prolaps yang
signifikan atau dengan gejala yang mengganggu, terapi tanpa pembedahan atau
dengan pembedahan mungkin bisa menjadi pilihan tergantung pada tipe dan
keparahan dari gejala, komorbiditas, keinganan untuk melakukan hubungan seksual
dikemudian hari, kemandulan, dan faktor risiko rekuren. Penangan yang diberikan
harus memberikan perbaikan pada gejala tetapi keuntungan terapi sendiri harus lebih
besar daripada risiko yang dapat dialami.6
Kombinasi terapi tanpa pembedahan dan dengan pembedahan sering
digunakan. Gejala-gejala harus di bagi berdasarkan keparahan dan tingkat
ketidaknyamanan dari gejala itu sendiri dan pilihan dari setiap hal itu harus
didiskusikan. Penilaian tingkat kesuksesan setiap pilihan harus berdasarkan bukti.
Pada kasus yang paling sederhana, pasien dengan prolaps apex vagina yang melebihi
hymen, memiliki gejala adanya tojolan atau tekanan panggul yang bisa diberikan
pilihan penanganan tanpa operasi atau dengan operasi. Pada kasus yang lebih sulit,
wanita dengan prolaps melebihi cincin hymenal mungkin dapat terjadi tonjolan,
konstipasi, inkontinensi terdesak, dan nyeri panggul. Gejala-gejala tersebut harus
diurutkan berdasarkan keparahan gejala dan kepentingan dari resolusi. Untuk
memenuhi semua keluhan, terapi mungkin melibatkan pesarium atau pembedahan
untuk gejala adanya tonjolan dan terapi tanpa pembedahan untuk konstipasi,
inkontinensi terdesak dan nyeri panggul.6

1. Penanganan Tanpa Pembedahan


a. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi
pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi
miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah penderita
disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya
setelah selesai BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-oleh
sedang miksi dan tiba-tiba menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif
dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas
obrturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa
dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-
otot dasar panggul dapat diukur.8
Sayangnya, tidak ada bukti ilmiah yang kuat yang mendukung latihan
panggul sebagai pencegahan dan penanganan prolaps. Namun, latihan otot
dasar panggul mempunyai risiko minimal dan ringan biaya. Karena alasan
inilah, hal ini dapat ditawarkan pada wanita dengan asimtomatik atau gejala
ringan yang tertarik dengan pencegahan perkembangan penyakit dan
menolak penanganan yang lain.6

b. Penggunaan pesarium pada Prolaps Organ Panggul


Pesarium adalah terapi bukan bedah standart untuk POP (Prolaps Organ
Panggul). Dalam sejarah, berbagai jenis alat dan bahan untuk prolaps telah
dijelaskan, termasuk kain, kayu, lilin, metal, gading, tulang, busa dan gabus.
Pesarium sekarang biasanya dibuat dari silicon atau plastik lembam dan
mereka aman dan mudah untuk diatur.6
1) Indikasi Penggunaan
Prolaps organ panggul masih menjadi indikasi paling umum
untuk pesarium. Secara tradisional, pesarium telah disediakan untuk
wanita yang tidak layak atau tidak mau menjalani operasi. Sebuah survei
dari anggota American Urogynecologic Society mengkonfirmasi
sentimen ini diantara para ahli ginekologi dengan pengalaman praktik
lebih dari 20 tahun. Namun, sebuah survei yang sama dengan ahli
ginekologi yang lebih muda khususnya yang mendeskripsikan diri
mereka sebagai ahli uroginekologi, menunjukkan mereka menggunakan
pesarium sebagai terapi lini pertama sebelum merekomendasikan
pembedahan. Wanita yang telah melewati minimal satu kali upaya
pembedahan sebelumnya tanpa bantuan sering kali lebih memilih
pesarium dibandingkan pembedahan tambahan.6
Pesarium dapat juga digunakan secara diagnostik. Seperti yang
sebelumnya dibahas, gejala-gejala mungkin bisa tidak berhubungan
dengan tipe atau keparahan dari prolaps. Penggunanan pesarium jangka
pendek mungkin dapat membantu pada proses ini. Meskipun pasien
menolak menggunakan pesarium jangka panjang, dia mungkin akan
setuju untuk menggunakannya dalam jangka pendek untuk menentukan
apakah keluhan utama mereka membaik atau terselesaikan, Pesarium
juga dapat digunakan secara diagnostik untuk mengidentifikasi wanita
yang berisiko mengalami inkontinensi setelah operasi perbaikan prolaps.7
Baru-baru ini multisenter mengacak cross-over trial dengan
membandingkan dua tipe pesarium untuk mengatasi gejala-gejala
prolaps dan masalah urin. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa
pesarium dapat memberikan perbaikan yang sederhana pada obstruksi
urin, gejala yang mengganggu dan gejala stress.6
2) Tipe-Tipe Pesarium
Dua kategori umum untuk pesarium yang ada adalah pesarium
dengan bantuan (support pessaries) dan pesarium desak ruang (Space-
filling pessaries). Alat ini tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran,
serta mempunyai indikasi tertentu.

Gambar 05. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung


pessary. C. Hodge with knob pessary. D. Regula pessary. E. Gellhorn
pessary. F. Shaatz pessary. G. Incontinence dish pessary. H. Ring
pessary. I. Donut pessary.6

Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat


tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina
tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Pesarium cincin dapat berupa cincin sirkular sederhana atau
cincin dengan bantuan yang tampak seperti kontrasepsi diafragma yang
besar.4,6
Tabel 1. Tipe, mekanisme kerja dan indikasi berbagai pesarium10
Tipe Mekanisme Indikasi Keterangan
kerja
Ring Suportif Sistokel, prolapsus Ketebalan,
uteri ringan ukuran,dan
rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua prolapsus
kecuali defek
posterior berat
Lever Suportif Sistokel, Mengikuti
penurunan uterus kurvatura
ringan vagina
Dish Suportif Prosidensia berat
Stem Suportif Sistokel,
prosidensia ringan
Cube Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu
dilepaskan
setiap hari
Inflantable Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu
dilepaskan
setiap hari

Hal ini efektif pada wanita dengan prolaps derajat 1 dan derajat 2,
dan bantuan cincin diafragma khususnya sangat berguna untuk wanita
dengan prolaps anterior dinding vagina. Ketika alat sudah terpasang
dengan benar, maka alat harus berada dibelakang anterior symphysis
pubic dan dibelakang posterior cervix.6
Sebaliknya, pesarium pengisi ruang (Space-filling pessaries)
mempertahankan posisi organ pelvik dengan membuat penghisap
(suction) diantara pesarium dan dinding vagina. Gellhorn sering
digunakan untuk prolaps tingkat sedang sampai berat untuk
menyelesaikan procidentia. Itu termasuk pirangan konkav yang cocok
untuk cervix atau vaginal cuff dan mempunyai batang yang posisinya
cephalad terhadap introitus. Piringan konkav tersebut membantu apex
vagina dengan membuat penghisap dan batangnya berguna untuk
pelepasan alat. Pesarium yang paling banyak digunakan dan diteliti
terdapat dua alat yaitu cincin dan gellhorn.6

3) Evaluasi Pasien dan Penempatan Pesarium


Pasien harus menjadi partisipan yang aktif dalam pemilihan
penanganan dengan pesarium . Kesuksesan tergantung pada kemampuan
pasien dalam merawat pesarium baik sendiri maupun dibantu oleh orang
lain, serta keteguhan dan kemungkinan pasien untuk menghadapi
evaluasi selanjutnya. Atrofi vagina harus diobati terlebih dahulu atau
dibarengi dengan inisiasi penggunaan pesarium . Tipe alat yang mungkin
dipilih dapat dipengaruhi oleh faktor pasien seperti status hormonal,
aktivitas seksual, histerektomi sebelumnya dan derajat serta lokasi dari
POP. Pemilihan pesarium harus sesuai dengan ukuran yang nyaman
digunakan. Jika pesarium sesuai dengan ukuran idealnya, pasien tidak
akan sadar dengan keberadaan alat tersebut. Semakin tua wanita maupun
adanya perubahan berat badan, perubahan ukuran alat dapat disesuaikan.6
Secara umum, pasien menyesuaikan pesarium pada posisi
litotomi setelah dia mengosongkan kandung kemih dan rectumnya.
Pemeriksaan digital digunakan untuk menilai panjang dan lebar vagina
serta inisiasi estimasi ukuran pesarium yang dibuat. Untuk memasukkan
pesarium cincin, alat digengam dengan tangan dominan petugas dalam
posisi terlipat. Lubrikan diletakkan pada introitus vagina atau pada ujung
depan pesarium . Sambil memegang bagian labia, pesarium dimasukkan
dengan mendorong pada inferior, arah cephalad melawan posterior
dinding vagina. Selanjutnya, jari telunjuk diarahkan pada posterior fornix
vagina untuk memastikan cervix berada diatas pesarium . Jari petugas
harus secara perlahan berpindah diantara sisi lateral cincin dan dinding
vagina.6
Setelah penempatan pesarium , wanita diminta untuk melakukan
Valsalva manuver, yang mungkin dapat melepaskan pesarium yang tidak
pas pada tempatnya. Dia harus bisa berdiri, berjalan, batuk, dan buang air
kecil tanpa kesulitan maupun ketidaknyamanan. Instruksi untuk
pelepasan dan penempatan alat harus diikuti. Untuk pelepasan pesarium
cincin, jari telunjuk dimasukkan ke vagina untuk mengambil ujung depan
cincin. Tarikan juga diperlukan untuk membawa cincin sepanjang axis
vagina ke introitus. Disini mungkin digunakan jempol dan jari telunjuk
dan kemudian alat tersebutdikeluarkan.6
Idealnya, pesarium dilepas tiap malam sampai tiap minggu,
bersihkan dengan sabun dan air dan diganti keesokan paginya. Pasien
diizinkan pulang setelah sesi pemasangan alat dengan dijelaskan tentang
manajemen untuk mengatasi masalah yang mungkin bisa terjadi. Setelah
inisiasi pemasangan, pemeriksaan selanjutnya dilakukan dalam 1 sampai
2 minngu. Untuk pasien yang sudah nyaman dengan pesarium nya,
pemeriksaan selanjutnya diadakan setiap 6 bulan sekali. Untuk pasien
yang tidak bisa atau tidak mau untuk melepas alat mereka sendiri,
pesarium dapat dilepas dan vagina pasien diperiksa oleh petugas setiap 3
bulan. Penentuan kunjungan selanjutnya bersifat individualis.6

4) Komplikasi Penggunaan Pesarium


Komplikasi serius seperti erosi pada organ yang berdekatan
jarang terjadi pada penggunaan yang sesuai dan biasanya muncul apabila
pasien mengabaikan alat tersebut bertahun-tahun. Pada setiap kunjungan,
pesarium dilepas dan vagina diperiksa apakah ada erosi, abrasi, ulcerasi
dan jaringan granulasi. Perdarahan vagina biasanya merupakan gejala
awal dan tidak boleh disepelekan. Ulcers atau abrasi dapat ditangani
dengan diubahnya jenis pesarium atau ukurannya untuk meringankan
tekanan atau dengan melepaskan pesarium sampai jaringan benar-benar
sembuh. Prolaps ulcer mempunyai tampilan yang sama dengan ulcer
pesarium , namun hasil dari prolaps adalah muncul tonjolan yang
mengenai pakaian pasien. Hal ini dapat diobati dengan mengganti
pesarium . Penanganan atrofi vagina dengan lokal atau sistemik estrogen
biasanya diperlukan. Cara lainnya, lubrican yang terbuat dari air
diaplikasikan pada pesarium untuk menghindari komplikasi tersebut.6
Nyeri panggul saat penggunaan pesarium adalah hal yang tidak
normal. Hal ini biasanya mengidentifikasikan bahwa ukuran yang terlalu
panjang dan merupakan indikasi untuk diubah menjadi ukuran yang lebih
pendek. Semua pesarium cenderung menangkap sekresi vagina dan
menghalangi drainase normal pada tingkat tertentu. Bau yang muncul
dapat diatasi dengan rajin dilepaskannya alat pada malam hari,
dibersihkan dan dimasukkan kembali keesokkan harinya. Cara lainnya,
wanita juga bisa menggunakan Trimo-San gel (Milex Products, Chicago,
IL) sekali atau dua kali perminggu atau disemprotkan dengan air hangat.
Trimo-San gel membantu memperbaiki dan menjaga tingkat keasaman
vagina dengan mengurangi bakteri yang menyebabkan bau. 6

2. Penanganan dengan operasi


Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti
umur penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.Prolapsus
uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina juga perlu ditangani.
Terdapat kemungkinan prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan,
tetapi tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri yang ada belum perlu
dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, operasi dilakukan
untuk prolapsus vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi
prolapsus uteri, disertai dengan perbaikan prolapsus vagina pada waktu yang
sama. Macam-macam operasi untuk prolapsus uteri sebagai berikut:
a) Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih
menginginkan anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan
ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding
perut atau dengan cara operasi Purandare (membuat uterus
ventrofiksasi).4
b) Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda,
tetapi biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan
pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks
dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasio
koli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, partus prematurus,
abortus .
Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan
ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini
ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam
posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah. 9
c) Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut
(derajat III dan IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada
wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina
digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala saluran pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia
flatus, urgensi tinja, kesulitan dalam mengosongkan rektum atau gejala
yang berhubungan dengan gangguan buang air besar dan untuk
mencegah prolaps vagina di kemudian hari. Histerektomi vagina lebih
disukai oleh wanita menopause yang aktif secara seksual. Di
Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan metode pengobatan
terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik.11
d) Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak
menginginkan fungsi vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak) dan
memiliki risiko komplikasi tinggi.Operasi ini dilakukan dengan menjahit
dinding vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen
vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Keuntungan utama dari
prosedur ini adalah waktu pembedahan singkat dan pemulihan cepat
dengan tingkat keberhasilan 90 - 95%.9

K. Komplikasi
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan porsio uteri
Ini terjadi pada prosidensia uteri, dimana keseluruhan uterus keluar dari introitus
vagina
2. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena uterus yang keluar bergeseran dengan paha dan
pakaian. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu dibedaka
dengan penyakit keganasan, khususnya bila penderita sudah berusia lanjut
3. Hipertrofi serviks uteri elongasio koli
Komplkasi ini dapat didiagnosis dengan periksa lihat dan periksa raba
4. Hidroureter dan hidronefrosis
Gangguan miksi dan stres incontinence menyebabkan menyempitnya ureter
sehingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
5. Sering dijumpai infeksi saluran kencing dan kemandulan terutama pada prolaps
yang berat
6. Hemoroid dan inkarserasi usus halus sering terjadi sebagai kompkikasi prolaps
yang terakhir ini memerlukan tindakan operatif. 5

L. Prognosis
Bila Prolapsus Uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan
memberat. Prognosis akn baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan
optimal (tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas normal.
Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai
gangguan sistem respirasi serta IMT diatas batas normal. rekurensi Prolapsus
Uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC; 2012
2. Bastani P, Mallah F, Fard LR, Adaptio of pelvic organ prolapse guidline in
inrania adult woman. ABCMED. 2018; 6(1):6-10
3. Hong HC, Lee FK, Wang PH. Pelvic Organ Prolapse. Chinese Medical
Association. 2018; 81 (1) 387-389
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua,
Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Hal:
9-11, 14-16, 432, 433, 436,437, 438
5. Baiq, CH, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Prolapsus Uteri di
RSUP Dr. Kariadi Semarang‟, Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. 2015
6. Cunningham FG Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL,
Bradshaw KD,. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies. 2008.
7. Smith R. Netter’s obstetrics and gynecology. 2nd ed. Elsevier. 2008.
8. Erwinanto. Prolapsus Uteri. Med Hosp 2015; vol 3 (2) : 138–142
9. Junizaf, Santoso Budi Iman. Panduan Penatalaksanaan Prolaps Organ Panggul.
Himpunan Uroginekologi-POGI; 2013
10. Barsoom RS. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. [Internet]. Medscape
2018. [cite on Februari 1 Februari, 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/797295-overview#a5
11. Detollenaere RJ, Boon JD, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA,
Vierhout ME, Eijndhoven HWV. treatment of uterine prolapsed stage 2 or
higher: a randomized multicenter trial comparing sacrospinous fixation with
vaginal hysterectomy. Studi protocol. 2017

Anda mungkin juga menyukai