PROLAPSUS UTERI
Oleh :
Aulia Areta Rahma
K1A1 14 120
PEMBIMBING
Dr. dr. Hj. Juminten Saimin, Sp.OG(K)
A. Pendahuluan
Prolapsus Uteri merupakan penurunan sebagian atau seluruh bagian uterus ke
introitus vagina. Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami
kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.1
Prolaps organ genitalia adalah kondisi umum yang terjadi sekitar 50% wanita
dewasa mengalaminya selama hidup mereka. Wanita yang mengalami prolaps organ
genitalia hanya 10-20% dari penderita yang mengalami gejalanya dan 11% dari
mereka menjalani intervensi bedah untuk koreksi prolaps setidaknya sekali. 2
Kualitas hidup wanita yang mengalamiprolaps organ genitalia meskipun
mungkin asimptomatik tetapi dampaknya sangat bervariasi. Banyak wanita dengan
prolaps organ genitalia mengalami gangguan dasar pelvis komorbiditas, seperti
masalah kemih dan / atau tinja, termasuk inkontinensia yang secara serius dapat
mengganggu kualitas hidup dan membatasi fungsi sosial, psikologis dan seksual. 3
B. Anatomi
1. Uterus
Uterus pada orang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah peer
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uerus adalah 7-7,5 cm, lebar ditempat
yang paling lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (2/3
bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah). Didalam korpus uteri terdapat
rongga (kavum uterri), yang membuka keluar melalui saluran (kanalis
servikalis) yang terletak serviks. Bagian bawah serviks yang terletak divagina
dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis uteri). Sedangkan yang berada
diatas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri. Antara korpus dan servis
masih terdapat bagian yang disebut istmus uteri. Bagian atas uterus disebut
fundus uteri, di situ tuba Fallopii kanan dan kiri masuk ke uterus. 4
Gambar 01. Anatomi organ genitlia interna pada wanita. 5
C. Epidemiologi
Prolapsus organ panggul merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi
dan mengenai hingga 40% wanita yang telah melahirkan dan berusia di atas 50
tahun.3 Prolapsus uteri menempati urutan kedua tersering setelah cystourethrocele
(bladder and urethral prolapse). Pada studi Women’s Health Initiative (WHI)
Amerika, 41 % wanita usia 50-79 tahun mengalami Prolapsus Organ Panggul
(POP), diantaranya 34% mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14%
mengalami prolapsus uteri.5 Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah
wanita melahirkan anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi
sebanyak 3,4-56,4% pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo menunjukkan setiap tahun terdapat 4767 kasus prolapsus, dan
sebanyak 260 kasus pada tahun 2005-2010 mendapat tindakan operasi.5
E. Klasifikasi
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapsus uteri terdapat perbedaan pendapat
antara lain ginekologi. Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa
macam klasifikasi yang dikenal yaitu :
a. Prolapsus uteri TK I dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae;
Prolapsus uteri TK II, dimana servik menonjol keluar dari introitus vaginae ;
Prolapsus uteri TK III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga
dinamakan Prosidensia uteri.
b. Prolapsus uteri TK I, servik masih berada di dalam vagina ; Prolapsus uteri TK
III, servik keluar dari introitus, sedang pada Prosidensia uteri, uterus
seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolapsus uteri TK I, servik mencapai introitus vaginae ; Prolapsus uteri TK II ,
uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian ; Prolapsus uteri TK III, uterus
keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
d. Prolapsus uteri TK I, servik mendekati prosessus spinosus; Prolapsus uteri TK
II, servik terdapat antara Proc. Spinosus dan introitus vaginae ; Prolapsus uteri
TK III , servik keluar dari introitus.
e. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi d, ditambah dengan Prolapsus uteri TK
IV (Prosidensia Uteri).4
Gambar 3. Derajat prolapsus uteri 7
F. Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan Prolapsus Uteri antara lain:
a. Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per
vaginam) akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
b. Kelemahan kongenital dari jaringan penyokong pelvis (berhubungan
dengan spina bifida pada neonatus)
c. Penurunan kadar estrogen (contohnya menopause)berakibat hilangnya
elastisitas struktur pelvis
d. Peningkatan tekanan intraabdominal, contohnya obesitas, penyakit paru
kronik, asma
e. Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu
atas panggul yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang
kurang, serta uterus yang retrograde.8
G. Patofisiologi
Normalnya, uterus di fiksasi pada tempatnya oleh otot dan ligamentum
membentuk dasar pelvis. Prolaps uteri terjadi ketika dasar pelvis yaitu otot dan
ligamentum mengalami peregangan, terjadi kerusakan, dan kelemahan sehingga
mereka tidak sanggup untuk menyokong organ pelvis, sehingga uterus dan organ
pelvis lainnya jatuh ke introitus vaginae. Prolaps bisa saja terjadi secara tidak
komplet, atau pada beberapa kasus yang berat, terjadi prolaps yang komplet
sehingga uterus jatuh sampai keluar vagiana. 10
Prolapsus Uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis,
meliputi otot, ligamen, dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan
oleh trauma obstetri dan laserasi selama persalinan. Proses persalinan per vaginam
menyebabkan peregangan pada dasar pelvis, dan hal ini merupakan penyebab
paling signifikan dari Prolapsus Uteri. Selain itu, seiring proses penuaan, terdapat
penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan elastisitas dan
kekuatannya. 8
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam Prolapsus Uteri,
ditunjukkan oleh peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan
sindrom Ehlers- Danlos. Pada neonatus, Prolapsus Uteri disebabkan oleh
kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara kongenital. 8
H. Manifestasi Klinis
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang
satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan
yang hampir selalu dijumpai 4:
Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia Eksterna.4
Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.4
Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
‒ Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri.
‒ Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri.4
I. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala prolapsus uteri bersifat individual, berbeda-beda pada setiap orang.
Tingkat keparahan prolapsus uteri bervariasi. Kadangkala penderita dengan
prolapsus yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolapsus ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-
keluhan yang paling umum dijumpai: Perasaan adanya suatu benda yang
mengganjal di vagina atau menonjol di genitalia eksterna9
a) Rasa sakit di panggul atau pinggang (backache) merupakan gejala klasik
dari prolapsus
b) Luka dan dekubitus pada porsio uteri akibat gesekan dengan celana atau
pakaian dalam
c) Gangguan berkemih, seperti inkontinensia urin atau retensi urin
d) Kesulitan buang air besar
e) Infeksi saluran kemih berulang
f) Perdarahan vagina
g) Rasa sakit atau nyeri ketika berhubungan seksual (dispareunia)
h) Keputihan atau cairan abnormal yang keluar melalui vagina
i) Prolapsus uteri derajat III dapat menyebabkan gangguan bila berjalan dan
bekerja
Gejala dapat diperburuk apabila berdiri atau berjalan dalam waktu yang
lama. Hal ini dikarenakan peningkatan tekanan pada otot-otot panggul oleh
pengaruh gravitasi. Latihan atau mengangkat beban juga dapat memperburuk
gejala. 9
2.Pemeriksaan Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a) Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
b) Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c) Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai: Erosi atau ulserasi pada epitel
vagina. Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus
yang bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk mengetahui
derajat prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan
inspekulum.
d) Manuver Valsava
Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver
Valsava. Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior
vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum
perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah. Apabila tidak terlihat, pasien
dapat diminta untuk mengejan pada posisi berdiri di atas meja periksa.
Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
e) Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan
otot levator ani.
f) Pemeriksaan rektovaginal : Untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolapsus uteri. 9
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Urin residu pasca berkemih
Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur
volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh,
kemudian diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih
dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b) Skrining infeksi saluran kemih.
c) Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d) Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real
time.
e) Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.9
J. Penatalaksanaan
Pendekatan Penanganan
Untuk wanita dengan asimtomatik atau gejala ringan, managemen kehamilan
masih memungkinkan dilakukan. Namun, pada wanita dengan prolaps yang
signifikan atau dengan gejala yang mengganggu, terapi tanpa pembedahan atau
dengan pembedahan mungkin bisa menjadi pilihan tergantung pada tipe dan
keparahan dari gejala, komorbiditas, keinganan untuk melakukan hubungan seksual
dikemudian hari, kemandulan, dan faktor risiko rekuren. Penangan yang diberikan
harus memberikan perbaikan pada gejala tetapi keuntungan terapi sendiri harus lebih
besar daripada risiko yang dapat dialami.6
Kombinasi terapi tanpa pembedahan dan dengan pembedahan sering
digunakan. Gejala-gejala harus di bagi berdasarkan keparahan dan tingkat
ketidaknyamanan dari gejala itu sendiri dan pilihan dari setiap hal itu harus
didiskusikan. Penilaian tingkat kesuksesan setiap pilihan harus berdasarkan bukti.
Pada kasus yang paling sederhana, pasien dengan prolaps apex vagina yang melebihi
hymen, memiliki gejala adanya tojolan atau tekanan panggul yang bisa diberikan
pilihan penanganan tanpa operasi atau dengan operasi. Pada kasus yang lebih sulit,
wanita dengan prolaps melebihi cincin hymenal mungkin dapat terjadi tonjolan,
konstipasi, inkontinensi terdesak, dan nyeri panggul. Gejala-gejala tersebut harus
diurutkan berdasarkan keparahan gejala dan kepentingan dari resolusi. Untuk
memenuhi semua keluhan, terapi mungkin melibatkan pesarium atau pembedahan
untuk gejala adanya tonjolan dan terapi tanpa pembedahan untuk konstipasi,
inkontinensi terdesak dan nyeri panggul.6
Hal ini efektif pada wanita dengan prolaps derajat 1 dan derajat 2,
dan bantuan cincin diafragma khususnya sangat berguna untuk wanita
dengan prolaps anterior dinding vagina. Ketika alat sudah terpasang
dengan benar, maka alat harus berada dibelakang anterior symphysis
pubic dan dibelakang posterior cervix.6
Sebaliknya, pesarium pengisi ruang (Space-filling pessaries)
mempertahankan posisi organ pelvik dengan membuat penghisap
(suction) diantara pesarium dan dinding vagina. Gellhorn sering
digunakan untuk prolaps tingkat sedang sampai berat untuk
menyelesaikan procidentia. Itu termasuk pirangan konkav yang cocok
untuk cervix atau vaginal cuff dan mempunyai batang yang posisinya
cephalad terhadap introitus. Piringan konkav tersebut membantu apex
vagina dengan membuat penghisap dan batangnya berguna untuk
pelepasan alat. Pesarium yang paling banyak digunakan dan diteliti
terdapat dua alat yaitu cincin dan gellhorn.6
K. Komplikasi
1. Kreatinisasi mukosa vagina dan porsio uteri
Ini terjadi pada prosidensia uteri, dimana keseluruhan uterus keluar dari introitus
vagina
2. Dekubitus
Dekubitus dapat terjadi karena uterus yang keluar bergeseran dengan paha dan
pakaian. Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan sehingga perlu dibedaka
dengan penyakit keganasan, khususnya bila penderita sudah berusia lanjut
3. Hipertrofi serviks uteri elongasio koli
Komplkasi ini dapat didiagnosis dengan periksa lihat dan periksa raba
4. Hidroureter dan hidronefrosis
Gangguan miksi dan stres incontinence menyebabkan menyempitnya ureter
sehingga dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis
5. Sering dijumpai infeksi saluran kencing dan kemandulan terutama pada prolaps
yang berat
6. Hemoroid dan inkarserasi usus halus sering terjadi sebagai kompkikasi prolaps
yang terakhir ini memerlukan tindakan operatif. 5
L. Prognosis
Bila Prolapsus Uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan
memberat. Prognosis akn baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan
optimal (tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas normal.
Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk, mempunyai
gangguan sistem respirasi serta IMT diatas batas normal. rekurensi Prolapsus
Uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.5
DAFTAR PUSTAKA