Anda di halaman 1dari 3

PERAN PERGURUAN TINGGI NEGERI SERTA MAHASISWA

DALAM MENUMBUHKAN SIKAP ANTI-KORUPSI


Miftahul Ardli – Agroteknologi
150510180225
TPB FAPERTA 114

Korupsi merupakan salah satu kejahatan khusus yang masih dihadapi oleh bumi
pertiwi, Indonesia. Kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia beraneka ragam
bentuknya, seperti kasus penyuapan hingga kasus penggelapan dana suatu
proyek. Gratifikasi pun merupakan salah satu jenis korupsi yang terjadi di
Indonesia. Lantas, sebenarnya apakah definisi korupsi itu?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (KBBI V), Korupsi adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi,
yayasan, dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Secara riil,
menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam buku sakunya, bentuk-
bentuk korupsi dibedakan menjadi tujuh jenis, yaitu kerugian keuangan negara,
suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Korupsi merupakan salah satu bentuk manifestasi kegiatan amoral yang sudah
turun-temurun terjadi di Indonesia. Kegiatan korupsi bila kita melihat ke zaman
sebelumnya, menurut buku Pendidikan Anti-Korupsi yang dicetak oleh
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, kegiatan korupsi sudah terjadi di kalangan
pra-kemerdekaan atau Zaman Kerajaan di Indonesia, kemudian kegiatan korupsi
itu dilanjutkan setelah kemerdekaan seperti masa orde lama, orde baru, hingga
masa sekarang yaitu masa reformasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
persepsi yang salah di masyarakat bahwa korupsi sudah menjadi suatu budaya
bagi Indonesia.
Efek kerugian yang diakibatkan adanya korupsi memiliki dampak yang
berbeda-beda berdasarrkan level dari jenis korupsi tersebut. Ada yang sampai
memberikan dampak masif terhadap berbagai aspek dalam suatu negara, hingga
dampak kecil yang apabila dibiarkan akan berujung terjadinya korupsi yang lebih
besar. Menurut David Peck, yang merupakan seorang konsultan internasional
mengatakan bahwa korupsi dapat menciptakan kemiskinan bagi masyarakat suatu
negara. Hal ini disebabkan korupsi dapat memberikan dampak yang negatif atau
buruk bagi perekonomian suatu negara. Tidak hanya di bidang ekonomi, di
bidang lainnya pun dapat mempengaruhi stabilitas suatu bidang tersebut.
Koruptor (orang yang melakukan korupsi) dalam melakukan korupsi memiliki
motif-motif yang beragam. Motif atau faktor tersebut bisa berupa faktor internal
maupun faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berkaitan dengan
individu tersebut, sementara faktor eksternal berkaitan dengan lingkungan
koruptor tersebut tinggal. Salah satu faktor internal ialah niat yang sudah ada dari
koruptor itu sendiri sementara faktor eksternal salah satunya ialah kesempatan
koruptor melakukan korupsi, misalnya lemahnya perundang-undangan,
lemahnya pengawasan, lemahnya akuntabilitas, dan sebagainya.
Pemerintah Indonesia dalam memberantas korupsi melakukannya dengan dua
cara, yaitu cara preventif (pencegahan) dan cara represif (pemberian hukuman).
Secara represif pemerintah menerapkan hukum pidana bagi para pelaku koruptor
yang diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pencegahan korupsi dilakukan oleh
pemerintah dengan melakukannya dengan berbagai cara, misalnya pemerintah
memberikan akses informasi kepada masyarakat. Masyrakat memiliki hak untuk
meminta informasi kepada media secara penuh tanpa dihalang-halangi oleh pihak
ketiga maupun media itu sendiri; Pemerintah memiliki kewajiban untuk
meningkatkan kesadaran kepada khalayak publik tentang bahayanya korupsi
dengan cara menggunakan media massa dan menumbuhkan sikap anti-korupsi
secara massal. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kewajiban kepada media
massa tentang kebebasan pers, media massa memiliki fungsi sebagai pengontrol
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah wajib
melaksanakan kebebasan pers agar media massa tidak memaksa media massa
untuk memiliki tendensi pada pemerintah.
Pemerintah Indonesia dalam menciptakan masyarakat yang memiliki sikap
anti-korupsi berpedoman atau berpegang pada program Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang dinamakan the Global Program Against Corruption.
Program ini dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit
(UNODC : 2004). Salah satu isi dari program tersebut ialah pembuatan badan
independen yang bertugas dalam bidang pemberantasan korupsi yaitu Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK memiliki fungsi yang sama dengan
lembaga anti-korupsi lainnya di berbagai negara, misalnya Malaysia dibentuk the
Anti-Corruption Agency (ACA), Hongkong dibentuk Independent Commission
Against Corruption (ICAC) dan sebagainya.
Dalam proses pemberantasan korupsi dan melakukan pencegahannya,
pemerintah berkolaborasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
bergerak di bidang anti-korupsi, pemerintah juga menggunakan instrumen-
instrumen yang dimiliki oleh pemerintah melalui instrumen pendidikan seperti
Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Pemerintah melalui pendidikan dapat
menyalurkan Pendidikan Anti-Korupsi dalam kurikulum Perguruan Tinggi
Negeri. Hal ini dengan tujuan agar mahasiswa mampu mengetahui bahaya dari
korupsi tersebut dan mahasiswa mampu menjadi agen anti-korupsi mengingat
mahasiswa merupakan agent of change. Mahasiswa dalam melaksanakan
fungsinya sebagai agen perubahaan dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang
bertemakn Anti-Korupsi, seperti melakukan kampanye anti-korupsi kepada
masyarakat khalayak, berpartisipasi secara aktif dalam lembaga yang bergerak
dalam hal anti-korupsi, dan melakukan aktivitas-aktivitas kecil dalam kehidupan
sehari-hari yang jauh dari nilai kecurangan seperti kegiatan tipsen (titip absen)
dalam perkuliahan, kegiatan mencontek ketika ujian, melakukan plagiarisme
(copy-paste) dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah dan selalu bersikap jujur
dalam setiap sendi kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai