Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KONSELING

KONSELING FARMASIS KEPADA IBU HAMIL

Disusun oleh:
KELOMPOK 1/ GOLONGAN A1

Anggota
Fahri Putra Ardyanto (I1C015003)
Hani Sofiani Azizah (I1C015035)
Irfansyah S. N. F (I1C015069)
Megawati Maswatu (I1C015115)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU IMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
KONSELING FARMASIS KEPADA IBU HAMIL

A. Tujuan
1. Mampu melakukan konseling tentang obat-obatan yang sesuai dengan kondisi dan
keluhan pasien ibu hamil didasarkan pada indikasi obat, kontra indikasi dan cara
penggunaan obat.
2. Mampu berkomunikasi efektif dan etis untuk memantapkan hubungan
professional antar farmasis dengan pasien dan dokter dalam rangka memberikan
terapi obat yang sesuai.

B. Identifikasi Dan Perumusan Masalah


Identifikasi
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran, melakukan
diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan
berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang yang memberikan
(konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga klien memperoleh
keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Beberapa penyebab dari
ketidak patuhan pasien dalam penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor pasien
sendiri maupun faktor-faktor yang lain.
1. Faktor Penyakit
a. Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa sudah lebih baik
kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan.
b. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama waktu yang diberikan untuk terapi,
tingkat kepatuhan semakin rendah.
2. Faktor Terapi
a. Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun jadwal
penggunaan obat.
b. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan menelan obat karena
ukuran tablet yang besar.
c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya : mual, konstipasi.
d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan obat
3. Faktor Pasien
a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan hasil yang
didapat jika tidak diobati.
b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif
c. Motivasi ingin sembuh
d. Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur dan disiplin
akan lebih patuh menjalani terapi
e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.
f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan
4. Faktor Komunikasi
a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan
b. Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang pengobatannya.
c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya hidupnya.
d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan.
e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
(Depkes RI, 2007).
Hal yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat
pada wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar
daripada risiko jika tidak diberikan pengobatan. Oleh karena itu, nasehat tentang
pengobatan secara berkesinambungan pada wanita hamil yang menderita penyakit kronis
sangat diperlukan. Apabila pemberian obat tidak dapat dihentikan selama kehamilan,
maka pengobatan harus berada dalam pengawasan dan pemantauan dokter. Selain itu,
juga harus diberikan informasi mengenai bahaya penggunaan beberapa obat selama
menyusui. Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam ASI melalui proses difusi pasif,
dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan
terpengaruhi, sehingga penyuluhan penting dilakukan. Metode penyuluhan dapat
diberikan dengan penyuluhan langsung (tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet
ke masyarakat (melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan
menghindari efek-efek yang merusak janin ataupun bayi (Depkes RI, 2006).
Menurut Yunika (2009), sistem penggolongan obat kategori resiko pada masa
kehamilan dapat mengacu pada sistem penggolongan FDA (Food and Drug
Administration) atau ADEC (Australian Drug Evaluation Committee). Kategori obat-
obatan berdasarkan keamanannya terhadap kehamilan menurut FDA, adalah sebagai
berikut:
a. Kategori A
Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya resiko pada janin
pada kehamilan trimester pertama (dan tidak ada bukti mengenai resiko terhadap
trimester berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini untuk
membahayakan janin.
b. Kategori B
Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
resiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu
hamil. Studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek
samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada
wanita hamil trimester pertama (dan ditemukan bukti adanya pada kehamilan
trimester berikut nya).
c. Kategori C
Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap
janin (teratogenik), dan studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan tidak
tersedia atau tidak dilakukan. Obat yang masuk kategori ini hanya boleh diberikan
jika besarnya manfaat terapeutik melebihi besarnya resiko yang terjadi pada janin.
d. Kategori D
Terdapat bukti adanya resiko pada janin, tetapi manfaat terapeutik yang
diharapkan mungkin melebihi besarnya resiko (misalnya jika obat perlu digunakan
untuk mengatasi kondisi yang mengancam j/iwa atau penyakit serius bilamana obat
yang lebih aman tidak digunakan atau tidak efektif.
e. Kategori X
Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya
abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya resiko pada janin. Besarnya
resiko jika obat ini digunakan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat
terapeutiknya. Obat yang masuk dalam kategori ini dikontraindikasikan pada
wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan hamil.
(Depkes RI, 2006).
Perumusan masalah
Ny. Ayu, seorang ibu hamil bulan ke 7 mengeluh keputihan, yang disertai gatal-gatal
didaerah kewanitaan. Gatal-gatal ini sudah dirasakan sejak 4 hari kemarin.
Keputihannya berlendir, warna coklat muda, sedikit berbau. Ny. Ayu memiliki riwayat
penyakit gatal-gatal, gatal-gatal terjadi saat tidak hamil dan minum dexteem
(kombinasi CTM dan dexametason) langsung sembuh. Ini merupakan kehamilan
pertama Ny.Ayu. Ny.Ayu sangat terganggu dengan rasa gatalnya.Ny. Ayu datang
bersama suaminya. Ny.Ayu tidak pernah menderita DM maupun HT. TD 120/100
mmHg. Ny.Ayu ingin menebus separuh resep terlebih dahulu dan meminta apoteker
untuk segera menyiapkannya.
dr. Amelia Wahyu, Sp.Og

Rumah : Praktek :
Jl. Mawar No. 301 Jl. Mewangi No. 123
Purwokerto Purwokerto
Telp. 0281-323571 Telp.0281-325768
Purwokerto, 21 april 2018

R/ Deksametason 0,75mg tab No. X


S 3 dd 1
R/ Flagystatin Ovula No. X
S s dd 1 ue.
R/ Kalk tab No X
S 1 dd 1
R/ Metronidazol 500 mg tab No XV
S 1 dd 1

Pro: Ny. Ayu (30 tahun).

Rumusan masalah dari kasus diatas :


1. Bagaimana cara berkomunikasi yang benar dengan pasien ibu hamil?
2. Bagaimana kondisi kesehatan pasien ibu hamil ?
3. Bagaimana cara menyampaikan obat yang ditebus separuh kepada ibu hamil dan
keluarga ibu hamil?
4. Bagaimana cara memberikan edukasi yang tepat mengenai penggunaan obat dan
menjaga kesehata kehamilan kepada ibu hamil?
5. Bagaimana cara memastikan pasien mengerti dengan yang apoteker sampaikan?

C. Pemecahan Masalah Sementara


1. Bagaimana cara berkomunikasi yang benar dengan pasien ibu hamil?
Intonasi suara yang lembut, penuh empati, bersikap meyakinkan serta tidak
mengancam dan menunjukan rasa hormat pada pasien.
2. Bagaimana kondisi kesehatan pasien ibu hamil?
Alergi, gatal-gatal, keputihan berwarna coklat
3. Bagaimana cara menyampaikan obat yang ditebus separuh kepada ibu hamil dan
keluarga ibu hamil?
Memberikan informasi mengenai jumlah obat yang akan diterima dan harga obat yang
tertera dalam resep
4. Bagaimana cara memberikan edukasi yang tepat mengenai penggunaan obat dan
menjaga kesehata kehamilan kepada ibu hamil?
Memberikan motivasi untuk memkonsumsi obat secara teratur, dan tepat, menjaga
kebersihan dan kesehatan. Cara pemakaian obat kalk tablet diminum setiap 24 jam.
Pada Flagystatin ovula digunakan setiap 24 jam dengan cara memasukan ovula
kedalam vagina sedalam jari telunjuk dengan cara :

Gambar Keterangan
Cucilah tangan anda dengan air dan
sabun. Jika ovula melunak, taruhlah di
dalam air dingin atau masukkan ke
dalam lemari pendingin selama 30 menit
supaya mengeras kembali sebelum
dibuka bungkusnya.

Buka bungkus ovula.

Jika menggunakan ovula aplikator,


letakkan ovula pada lubang yang
terdapat pada aplikator. Pastikan bahwa
sisi ovula yang ditaruh pada aplikator
adalah sisi tumpul dari ovula.
Duduklah dengan satu tangan menopang
berat tubuh anda dan tangan lainnya
memegang aplikator yang sudah
dipasangi ovula. Kedua kaki ditekuk
dengan posisi terbuka untuk
mempermudah penggunaan ovula.

Masukkan ujung lancip ovula dengan


bantuan aplikator kelubang vagina.
Setelah aplikator berada di dalam
vagina, tekan tombol pada aplikator
untuk melepaskan ovula.

Jika tidak menggunakan aplikator,


masukkan ujung lancip vagina kurang
lebih sedalam telunjuk anda.

Rapatkan kedua kaki anda untuk


beberapa detik. Tetaplah duduk sekitar 5
menit untuk mencegah ovula keluar
kembali.

Bersihkan aplikator dengan air hangat


dan sabun, keringkan dan jagalah agar
tetap bersih. Cucilah tangan anda
dengan sabun untuk membersihkan obat
yang mungkin menempel.

(Depkes RI, 2006).


5. Bagaimana memastikan pasien mengerti apa yang disampaikan oleh apoteker?
Pasien diminta untuk mengulang kembali informasi yang telah diperoleh mengenai
penggunaan dan penyimpanan obat.
D. Pembahasan
1. Ulasan Role Play
- Pemilihan obat yang tepat untuk ibu hamil

Pada kasus penggunaan obat-obatan selama kehamilan, selain


mempertimbangkan farmakokinetika ibu hamil, perlu juga dipertimbangkan
sifat fisiko-kimia obat, terutama kemampuannya dalam menembus sawar
plasenta karena plasenta merupakan perlindungan utama janin dari efek
samping obat. Sebagai contoh, adalah bentuk obat bebas dan obat terikat
protein. Obat yang terikat protein akan sulit menembus barier plasenta.
Sementara obat dalam bentuk bebas (tidak terikat dengan protein) cenderung
mampu menembus barier plasenta. Besarnya dosis, rute pemberian, serta
waktu pemberian turut mempengaruhi keamanan penggunaan obat selama
masa kehamilan. (Gondo, 2007)

Klasifikasi teratogenesitas obat menurut US Food and Drug


Administration (FDA) mengklasifikasikan obat terkait kehamilan kedalam
empat (4) golongan

1. Kategori A, yaitu obat-obatan yang pada pengujian terkontrol tidak


beresiko pada janin trimester pertama kehamilan (dan tidak ada laporan
kejadian beresiko pada janinn trimester selanjutnya)
2. Kategori B, yaitu obat-obatan yang tidak beresiko pada janin hewan coba,
tetapi belum ada data pengujian pada wanita hamil.
3. Kategori C, yaitu obat-obatan yang menunjukkan adanya efek buruk pada
janin hewan coba, tetapi belum ada data pengujian pada manusia,
penggunaan pada manusia hanya dilakukan bila manfaat lebih besar
daripada resikonya
4. Kategori D, yaitu obat-obatan yang terbukti beresiko pada janin melalui uji
klinik, penggunaan pada manusia hanya dilakukan bila manfaat lebih besar
daripada resikonya.
5. Kategori X, yaitu obat-obatan yang menyebabkan abnormalitas pada janin
melalui uji klinik, penggunaannya hanya bila manfaat bener-benar jauh
lebih besar daripada resikonya.
Dalam kasus ini pasien diberi deksametason , flagystatin ovula , kalk tab ,
dan metronidazole , namun menurut FDA deksametason termasuk kategori C ,
dalam kasus ini deksameason digunakan untuk menghilangkan rasa gatal
akibat keputihan yang dialami oleh pasien maka dari itu saran dari kami
sebaiknya tidak perlu digunakan karena pasien sudah diberikan flagystatin
ovula yang indikasinya untuk mengobati keputihan akibat jamur dan parasit.
(Lowry and Czeizel, 2005 ). Pasien juga diberikan antibiotik metronidazole.
Penggunan antibiotik metronidazole berguna untuk memenuhi dosis terapi
yang dibutuhkan untuk mengatasi dan mencegah kembalinya keputihan, yaitu
1 gram metronidazole dalam sehari. Sedangkan kandungan metronidazole
dalam ovula flagystatin masih 500 mg (Monalisa et al, 2012).
- Pengambilan obat separuh resep
Dalam kasus ini pasien menebus separuh resep karena keterbatasan biaya.
Kemudian apoteker memberi obat separuhnya dan menyarankan pasien untuk
menebus separuhnya lagi dengan segera, terutama untuk obat antibiotik. Obat-
obatan antibiotik sebenarnya harus ditebus secara utuh untuk menghindari
terjadinya resistensi pada pasien.

- Penggunaan ovula

Cara penggunaan ovula yang benar adalah sebagai berikut :

a. Cuci tangan dengan air dan sabun. Jika ovula melunak, taruhlah di dalam
air dingin atau masukkan ke dalam lemari pendingin selama 30 menit
supaya mengeras kembali sebelum dibuka bungkusnya.

b. Buka bungkus ovula

c. Jika menggunakan ovula aplikator, letakkan ovula pada lubang yang


terdapat pada aplikator. Pastikan bahwa sisi ovula yang ditaruh pada
aplikator adalah sisi tumpul dari ovula.

d. Duduklah dengan satu tangan menopang berat tubuh anda dan tangan
lainnya memegang aplikator yang sudah dipasangi ovula. Kedua kaki
ditekuk dengan posisi terbuka untuk mempermudah penggunaan ovula.

e. Masukkan ujung lancip ovula dengan bantuan aplikator ke lubang vagina.


Setelah aplikator berada di dalam vagina, tekan tombol pada aplikator untuk
melepaskan ovula.

f. Jika tidak menggunakan aplikator, masukkan ujung lancip vagina kurang


lebih sedalam telunjuk anda.

g. Rapatkan kedua kaki anda untuk beberapa detik. Tetaplah duduk sekitar 5
menit untuk mencegah ovula keluar kembali.

(Depkes RI, 2006).

- Suplemen yang baik untuk ibu hamil


Sebaiknya untuk pasien ibu hamil meminimalisir penggunaan obat-obatan
untuk mengurangi terjadinya resiko pada janin,pasien lebih baik
mengkonsumsi suplemen yang berfungsi meningkatkan pertahanan janin dan
mengurangi efek samping obat. Contoh suplemen yang baik untuk ibu
hamil :
 Kalk
Ibu hamil membutuhkan kalsium untuk mempertahankan kesehatan
tulang dan memberikan nutrisi ibu hamil untuk janin. Janin memakai
kalsium untuk membentuk jaringan tulang rawan. Oleh karena itu, kalk
perlu diberikan untuk ibu hamil dengan frekuensi pemberian sekali sehari.
 Folamil Genio
Mengandung DHA dan asam folat yang berfungsi untuk
menunjang perkembangan otak serta sistem syaraf bayi. Selain itu, asam
folat juga dapat mengurangi kerusakan tabung syaraf sehingga resiko bayi
lahur cacat akan berkurang.
(Manuaba, 2008).

- Empati kepada ibu hamil


Memberi empati pada ibu hamil sangat penting karena pada ibu hamil
mengalami peningkatan dan perubahan hormone sehingga jika diberi empati
yang lebih pada ibu hamil maka ibu hamil akan lebih merasa nyaman sehingga
edukasi serta informasi yang diberikan dapat diterima dengan baik. yang dapat
diberikan kepada ibu hamil :
1. Perubahan fisiologis
Sakit pada punggung, karena meningkatnya berat badan bayi dalam
kandungan
Konseling:
a. Menganjurkan pada ibu untuk memakai sepatu tumit rendah.
b. Menganjurkan pada ibu untuk menghindari mengangkat benda
yang berat.
c. Menganjurkan pada ibu untuk berdiri dan berjalan dengan
punggung dan bahu yang tegak.
d. Menganjurkan pada ibu untuk minta pertolongan, untuk
melakukan pekerjaan rumah sehingga tak perlu membungkuk
terlalu sering.
e. Menganjurkan pada ibu untuk memakai kasur yang nyaman.

2. Konstipasi, karena tekanan rahim yang membesar kedaerah usus selain


peningkatan hormon progesterone.
Konseling:
a. Menganjurkan pada ibu untuk makan makanan berserat buahan dan
sayuran serta minum air yang banyak.
b. Menganjurkan pada ibu untuk berolahraga.
3. Masalah tidur, gerakan janin terutama di malam hari akan membuat sulit
untuk dapat tidur nyenyak.
Konseling:
a. Menganjurkan pada ibu untuk posisi tidur yang nyaman
.(Farel, 2010)
-Ulasan Kekurangan saat Role Play
Kekurangan atau hal yang harus diperbaiki oleh pemeran apoteker yaitu ketika
role play berkomunikasi dengan pasien ibu hamil ialah sebagai berikut :
1. kurang tersenyum ramah kepada pasien dan masih grogi.
Pada saat role play pemeran apoteker masih terlihat tegang dan grogi saat
melakukan konseling kepada pasien sehingga kurang adanya senyum yang ramah
kepada pasien.
2. belum menjelaskan tujuan konseling, efek samping obat dan tindakannya, serta
terapi non farmakologi.
Saat melakukan role play pemeran apoteker belum menjelaskan terkait
tujuan konseling, sebaiknya dijelaskan terlebih dahulu tentang tujuan konseling
sehingga pasien akan mengerti pentingnya dilakukan konseling. Pemeran apoteker
juga belum menjelaskan efek samping dan bagaimana cara mengatasi efek
samping tersebut serta belum menjelaskan terapi non farmakologi. Sebaiknya
dijelaskan efek samping dari masing-masing obat tersebut sepereti efek samping
flagistatin ovula yaitu mual dan kosntipasi dan efek samping dari kalk ialah
muntah dan konstipasi ( Mims, 2013 ). Sedangakan terapi non farmakologinya
seperti menjaga kebersihan daerah kewanitaan, makan (gizi) yang seimbang dan
cukup sesuai dengan kebutuhan ibu hamil.
3. belum menyampaikan bahaya resep obat yang diambil separuh.
Pada role play pasien belum dijelaskan terkait bahaya pengambilan resep
obat separuh, hal ini perlu disampaikan karena akan berdampak terhadap tingkat
kepatuhan pada pasien serta dalam resep tersebut terdapat obat antibiotik yang
seharusnya ditebus secara utuh untuk mengindari terjadinya resistensi pada pasien.
4. belum memberikan empati yang lebih kepada pasien serta memberi motivasi
kepada pasien.
Pada saat role play pemeran apoteker kurang memberikan empati serta
motivasi kepada pasien. Pada pasien ibu hamil terjadinya peningkatan dan
perubahan hormone, sebaiknya pemeran apoteker memberikan empati yang lebih
kepada ibu hamil sehingga ibu hamil akan merasa nyaman, sehingga pada saat
pemberian informasi dapat dilakukan dengan lancar dan dapat diterima dengan
baik oleh ibu hamil.
2. Pembahasan Feedback
Ketika role play dimulai, pemeran apoteker sudah melakukan hal-hal
berikut, seperti menyapa pasien dan menayakan identitas pasien, menawarkan
konseling kepada pasien, mengkonfirmasi terkait resep kepada dokter,
menjelaskan manfaat obat yang digunakan, menjelaskan cara pemakaian ovula
flagistatin, cara penyimpanan obat meluangkan waktu kepada pasien untuk
mencerna informasi yang disampaikan kemudian meminta mengucapkan kembali
untuk memastikan bahwa informasi itu dipahami,.memberikan leaflet terkait
penggunaan ovula dan memberikan karu nama agar dapat menghubungi apoteker
jika ada hal yang ingin ditanyakan terkait obat. Hal ini telah sesuai dengan
pedoman konseling ( Depkes, 2007)
Masukkan bagi apoteker dalam memberikan konseling kepada pasien :
1. Pengambian keputusan harus dilakukan secara matang-matang berdasarkan
keluhan pasiens.
Pengambilan keputusan terhadap resep harus dipertimbangakan dengan
baik berdasarkan keluahan dan kondisi pasien. Pada ibu hamil terdapat beberapa
klasifikasi teratogenesitas obat menurut FDA yang bertujuan untuk mengatahui
keamanan penggunaan obat-obat tersebut terhadap ibu hamil. Pada kasus ini
obat yang digunakan ialah flagistatin ovula dan kalk kedua obat tersebut
termasuk kedalam golongan obat yang aman untuk ibu hamil. Pertimbangan
penghilangan obat metranidazoles oral dan deksametason oral. Penghilangan
dexametason karena adanya kontarindikasi dengan infeksi, pada kasus ini
pasien mangalami infeksi sehingga terdapat kontarindikasi serta dexametason
termasuk kedala klasifikasi C. Serta penghilangan metranidazol karena pada
ovula flagystatin terdapat komposisi metranidazole dengan dosis yang sama
yaitu 500 mg ( Mims, 2013 ).
2. kurang memancing respon pasien jika pasien terlalu pasif.
Pada proses konseling respon pasien cukup pasif, hal ini dapat
menyebabkan adanya kesalahan dalam menerima informasi selama proses
konseling tersebut. Pemeran apoteker sebaiknya memancing respon pasien
dengan memberikan pertanyaan terkait informasi yang telah disampaikan
sehingga dapat mengetahui sejauh mana pasien paham terhadap informasi
yang telah diberikan
3. Apoteker masih terlihat tegang dan grogi.
Pada saat penyampain infomasi kepada pasien dan keluarga pasien
wajah apoteker masih terlihat tegang dan grogi sehingga kurang adanya
senyum yang ramah kepada pasien. Pada pelaksanaan konsling diperlukan
keramahan tamahan agar pasien merasa nyaman dalam menerima informasi
yang diberikan.
4. memberikan penjelasan belum secara sistematis
Pada proses konseling pemberian penjelasan belum secara sistematis
sehingga dikhawatirkan pasien kurang mamahami penjelasan yg diberikan.
Sebaiknya dilakukan secara sistemasi agar pasien mudah memahami terkait
penjelasan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil dan Menyusui. Jakarta :
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Depkes RI, 2007. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan. Jakarta
: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.
Yunika. 2009. Panduan Obat Aman untuk Kehamilan. Yogyakarta : ANDI.

Depkes RI, 2007. Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian Di Sarana Kesehatan. Jakarta
: Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan
Alat Kesehatan ( Hal 20-21)

Anda mungkin juga menyukai