BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Pengertian cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma
kulit kepala, tengkorak dan otak ( Marten, 2012 dalam Nanda NIC
NOC,2016). Sedangkan menurut Doenges (1999) cedera kepala
adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang terjadi karena fraktur
tengkorak, 50% dari kematian trauma berhubungan dengan trauma
kepala, dan lebih dari 60% kematian karena kecelakaan baik secara
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan gangguan seperti
geger serebri, kontusio, memar, leserasi dan pendarahan.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar
terjadi akibat kecelakaan lalulintas.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala
adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak, dan otak yang terjadi baik
secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat
10
Spontan 4
Berdasarkan perintah verbal 3
Berdasarkan rangsangan nyeri 2
Tidak memberi respon 1
13
Respon Verbal
Orientasi baik 5
Percakapan kacau 4
Kata-kata kacau 3
Mengerang 2
Tidak memberi respon 1
Respon Motorik
Menurut perintah 6
Melokalisir rangsang nyeri 5
Menjamin rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Tidak memberi respon 1
Skor 14-15 12-13
Kondisi compos mentis Apatis
Sumber: ( Hudak dkk,1996)
2.2.3 Etiologi
MenurutSattyanegara(2010) penyebab cedera kepala antara lain:
a. Kecelakaan jatuh dari kendaraan bermotor, atau sepeda dan mobil
b. Kecelakaan pada saat olahraga
c. Cedera akibat kekerasan
d. Benda tumpul
2.2.4 Patofisiologi
Cedera kepala dapat terjadi pada waktu benturan, karena memar
pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya
akanterjadi kemampuan autoregulasi cerebral tidak ada pada area cedera,
meliputi peningkatan otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat
aliran darah dan sirkulasi pada otak, sehingga lesi yang terjadi menggeser
dan mendorong jaringan otak. Bila tekanan terus menerus maka akan
14
Gambar Pathway
nyeri
17
2.2.7 Komplikasi
1. Epilepsi pascatrauma
adalah suatu kelainan kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala.
2. Afasia
Adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera kepala pada area bahasa otak (lobus temporalis
sebelah kiri dan bagian lobus frontalis disebelahnya).
3. Apraksia
Adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus
parietalis atau lobus frontalis.
4. Agnosia
Adalah suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
19
B1 (BREATHING)
Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi
dari perubahan jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada
beberapa keadaan hasil dari pemeriksaan fisik dari sistem ini akan
didapatkan.
22
B2 (BLOOD)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulor di dapatkan renjatan
(syok) hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala
sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera
kepala pada beberapa keadaan dapat ditemukan tekanan darah
normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi dan aritmea.
Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis
tubuh dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer.
Nadi bradikardi merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan
otak.
B3 (BRAIN)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis
terutama disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial
akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematomi,
subdural hematomi dan epidural hematomi. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya
23
Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk menilai disfungsi sistem persarafan.
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien cedera kepala biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, semi komatosa, sampai koma.
Pemeriksaan Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas
motorik pada klien cedera kepala tahap lanjutan biasanya status
mental mengalami perubahan.
Palpasi, fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
akan didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
Perkusi, adanya suara derup sampai pekak pada keadaan yang
melibatkan trauma pada thoraks/hematotoraks.
Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor,
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan
kemampuan batuk yang menurun sering didapatkan pada klien
cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma, Pada
klien cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pusat
pernapasan, klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan
biasanya klien dirawat di ruang perawatan intensif sampai kondisi
klien menjadi stabil. Pengkajian klien cedera otak berat dengan
pemasangan ventilator, secara komprehensif merupakan jalur
keperawatan kritis.Pada klien dengan tingkat kesadaran
composmentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
24
Sistem Motorik
1. Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
(kelemahan salah satu siti tubuh) adalah tanda yang lain.
2. Tonus otak, didapatkan menurun sampai hilang.
3. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan grade
kekuatan otot didapatkan grade.
4. Keseimbangan dan kordinasi, didapatkan mengalami gangguan
karena khemiparese dan hemiplegia.
Pemeriksaan Refleks
a. Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau perioteum derajat refleks pada respons normal.
b. Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologi sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fasiologi akut muncul kembali di dahului dengan refleks parologis.
Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesis, persepsi adalah ketidakmampuan
unuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visiual, karena
gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan
hemiplegia kiri.
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual taktil
dan auditorius.
Kulit kelihatan pucat menandakanadanya penurunan kadar
hemoglobim dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan
perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu syock. Pada beberapa
26
B4 (BLADDER)
Kaji keadaan urin meliputi warna, jumlah dan
karakteristik,termasuk berat jenis. Penurunan jumlah urin dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat penurunan perfusi
ginjal, setelah klien mengalami cedera kepala.
B5 (BOWEL)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, napsu
makan menurun, mual, muntah pada fase akut. Mual sampai
muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung
sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
B6 (BONE)
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada
seluruh ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan dan turgor
kulit. Adanya perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukkan
adanya sianosis (ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir
dan membran mukosa).
Diagnosa 2
Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder.
Tujuan : 1 X 24 jam nyeri berkurang dan klien dapat beradaptasi
dengan keadaan
KH : Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
beradaptasi dapat cara mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak
gelisah.
Intervensi 1 : Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri
non farmakologi dan non-invasif.
R : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non
farmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.
Intervensi 2 : Ajarkan relaksasi : teknik-teknik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
29
Diagnosa 3
Cemas/takut yang berhubungan dengan krisis situasional, ancaman
terhadap konsep diri, takut mati/ketergantungan pada alat
bantu/perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran dan
hubungan interpersonal.
30
Diagnosa 4
Risiko perubahan membran mukosa mulut yang berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan cairan melalui oral, adanya tube
dalam mulut, kurang/menurunnya salivasi, tidak efektifnya
kebersihan mulut.
Tujuan : Dalam waktu 1 X 24jam tidak terjadi perubahan mukosa
mulut.
KH : Mencatat dan memperlihatkan adanya pengurangan gejala,
mengidentifikasi intervensi secara spesifik untuk
menjaga kebersihan mukosa mulut.
Intervensi : 1. Lakukan pengamatan rongga mulut, gigi, luka pada
gusi, perdarahan secara rutin.
R : Identifikasi masalah dengan cepat dapat memberikan
tindakan/pencegahan dengan tepat.
Intervensi : 2. Lakukan perawatan mulut secara rutin atau jika
diperlukan khususnya klien dengan intubasi tube
seperti menyikat gigi dengan sikat gigi yang lembut
atau menyeka dengan kain basah.
R : Mencegah kekeringan/lecet pada membran mukosa dan
mengurangi medium tempat perkembangan bakteri.
Membuat perasaan enak atau nyaman.
Intervensi : 3. Berikan salep pelindung bibir dan minyak pelumas
mulut.
R : mempertahankan kelembapan dan mencegah kekeringan.
Intervensi : 4. Ubah posisi endotraceal tube secara teratur sesuai
jadwal.
R: Mengurangi resiko perlukaan pada bibir dan mukosa mulut.
32
4. Phantom pain, merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak
ada lagi.
Contohnya pada amputasi, phanyom pain timbul akibat dari stimulasi
dendrit yang berat dibandingkan stimulasi reseptor biasanya.Oleh
karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah
diangkat.
5. Radiating pain, nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke
jaringansekitar.
6. Nyeri somatis dan nyeri viseral, kedua nyeri ini umumnya bersumber
dari kulit dan jaringan dibawah kulit (Superfisial) pada otot tulang.
Menurut sifat
1. Insidentil, timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
2. Steady: nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang
lama.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3 Partisipan
Pada sub bab ini didektikan tentang karakteristik partisipan/unit
analisis/kasus yang akan diteliti. Unit analisis/partisipan dalam
keperawatan umumnya adalah klien dan atau keluarga (2 kasus) dengan
masalah keperawatan dan diagnosa medis yang sama. Pada penelitian studi
kasus ini subyek yang digunakan adalah dua klien dengan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami cedera kepala sedang dengan
nyeri akut.
39
PROPOSAL KTI
Diajukan Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Keperawatan (A.Md.Kep) DIII Pada Program Studi Keperawatan Fakultas
Pertanian Universitas Timur
OLEH
NIM : 33405021161631
DAFTA PUSTAKA