Anda di halaman 1dari 34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas masalah tentang Asuhan Keperawatan

Pada Ny. “N” Dengan diagnosa medis Post Operasi Sectio Caesarea Atas Indikasi

Serotinus di Ruang Eva Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus pada tanggal 19 April

2017. Yang meliputi hasil yang terdiri dari gambaran lokasi penelitian dan

karakteristik pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi keperawatan.

A. Hasil

1. Gambaran lokasi penelitian

Lokasi yang digunakan peneliti dalam pembuatan KTI ini di RS

Mardi Rahayu Kudus di Ruang Eva (Ruang Maternitas) dengan kondisi

yang bersih, pengunjung yang terbatas sehingga dapat membantu

pemulihan pasien. Ketenagaan kesehatan yang berjumlah 31 orang, yang

terdiri dari 18 bidan, 12 perawat, dan 1 prakarya. Metode keperawatan

yang digunakan yaitu TIM. Setiap shift terdiri kurang labih 6 bidan dan 4

perawat dengan cara rawat gabung antara bayi dengan ibu dalam satu

kamar dan jumlah kamar ada 9 kamar, kamar 1 terdapat empat bed,

kamar 2 empat bed, kamar 3 VIP satu bed, kamar 4 VIP satu bed, kamar

5 VIP satu bed, kamar 6 empat bed, kamar 7 lima bed, kamar 8 lima bed,

kamar 9 tujuh bed. Jadi ruangan ini memiliki keseluruhan 32 bed . Setiap

harinya terdapat kurang lebih 27 bed yang digunakan.

55
56

Prosentase kasus yang dikelola oleh RS dalam beberapa bulan dari

bulan Januari sampai April atas indikasi serotinus sebanyak 13 kasus.

Kasus yang banyak yang ditemui adalah post sectio caesarea dengan

bebagai indikasi,perharinya bisa mencapai 20 pasien atau bahkan bisa

lebih dan ini tidak hanya merawat pasien dengan post partum tetapi juga

dengan pasien penyakit reproduksi. Sehingga jumlah tenaga perawat

dengan jumlah tempat tidur dan jumlah pasien setiap harinya terjadi

ketidakseimbangan yang akan mempengaruhi hasil dari pelayanan

kesehatan atau perawatan.

2. Karakteristik partisipan (identitas pasien)

Asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 19 sampai 20 April

2017 di Ruang Eva (Ruang Maternitas) Rumah Sakit Mardi Rahayu

Kudus. Asuhan keperawatan diberikan pada pasien dengan inisial Ny.

“N”, dengan nomer rekam medis 468xxx berjenis kelamin perempuan,

usia 22 tahun, bertempat tinggal di Undaan kidul, Demak, status kawin,

agama islam, suku jawa, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah

tangga, masuk rumah sakit pada tanggal 17 April 2017, dikaji pada

tanggal 19 April 2017 jam 07.20 WIB, dengan diagnosa medis saat

masuk rumah sakit G1, P0, A0 Hamil 42 minggu dengan indikasi

serotinus, tanggal operasi 18 April 2017. Penanggung jawab pasien

adalah Tn. “S”, umur 31 tahun, dengan pekerjan swasta, agama islam dan

hubungan Tn. “S” dengan pasien adalah suami.


57

3. Data Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Keluhan utama saat dikaji pada tanggal 19 April 2017 pasien

mengatakan nyeri diperut bagian bawah post operasi sectio caesarea,

senut-senut dengan skala 6, nyeri timbul saat bergerak. Keadaan

umum sakit sedang, kesadaran pasien composmetis. Persalinan yang

dilalui adalah sectio caesarea (SC) atas indikasi serotinus.

Riwayat penyakit sekarang pada tanggal 17 April 2017 pukul

13.15 pasien datang ke Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus untuk

memeriksakan kehamilannya karena usia kehamilannya sudah lewat

waktu (42 minggu). Oleh dr. wahyu Sp.OG pasien disarankan untuk

opname. Pasien datang melalui IGD, di IGD pasien mendapat terapi

infuse RL 20 tetes/menit. Keadaan umum pasien baik dengan TD :

120/80mmHg, N : 80x/menit, S: 36,2˚C, RR : 20x/menit, SaO2 :

98%. Kemudian pasien di bawa ke ruang Eva.

Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan sebelumnya

tidak pernah dirawat di rumah sakit. Sebelum hamil atau selama

hamil muda tidak mempunyai riwayat hipertensi. Pasien juga

mengatakan tidak mempunyai penyakit diabetes militus, jantung, dan

ginjal.

Riwayat penyakit keluarga pasien mengatakan keluarganya

tidak ada yang mempunyai penyakit kronis seperti penyakit jantung,

dan ginjal. Di dalam keluarga juga tidak ada yang mempunyai


58

penyakit menular seperti hepatitis, TB paru dan penyakit keturunan

seperti diabetes militus, hipertensi, dan asma.

Riwayat alergi pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat

alergi terhadap jenis obat atau makanan tertentu.

Data bayi saat ini bayi berjenis kalamin laki-laki, lahir

dengan cara sectio caesarea (SC), penolong dalam persalinan adalah

dokter Rumah Sakit Mardi Rahayu, di dapat nilai APGAR SCORE

9-10-10 dan data antrometri BB : 3070 gram, PB : 46 cm, LD : 33

cm, LK : 46 cm, LILA : 12 cm keadaan bayi sehat dan bayi berumur

0 bulan.

1) Pengkajian fungsional menurut Gordon

a) Pola manajemen kesehatan

Menurut pasien sehat adalah suatu keadaan yang berharga

dan perlu di jaga. Sedangkan sakit merupakan gangguan

pada badan, jiwa dan sosial. Sehingga apabila ada anggota

keluarga yang sakit akan segera di periksakan ke tempat

pelayanan kesehatan terdekat dalam hal ini mantri, bidan

dan dokter terdekat. Pasien selama ini dalam menjaga

kesehatan selama hamil rutin memeriksakan kehamilannya

pada trisemester I sebanyak 3 kali di bidan, trisemester II, 3

kali pada trisemester III, 3 kali dan I kali di dokter spesialis

kandungan. Setelah persalinan pasien belum tau tentang

cara menyusui dengan benar bagi bayinya.


59

b) Pola nutrisi

Sebelum sakit pasien mengatakan di rumah makan 3x sehari

dengan 1 piring nasi, sayur dan lauk kadang-kadang tahu

atau tempe. Minum kurang lebih 8 gelas sehari.

Selama dirawat pasien mengatakan belum diperbolehkan

makan karena belum flaktus. TB : 156 cm, BB : 57 kg, HB :

9,1 g/dl, warna rambut hitam, tidak ada kerontokan, tidak

bercabang, konjungtiva anemis, tonus otot kuat.

c) Pola eliminasi

BAB

Sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1x sehari biasanya

di pagi hari, konsistensi lembek, warna kuning, bau khas

feses dan klien tidak menggunakan obat pencahar.

Selama sakit pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari.

BAK

Selama sakit pasien mengatakan BAK sehari 3-5 kali sehari,

warna kuning jernih, bau khas urine.

Selama sakit pasien mengatakan BAK melalui DC selama

post SC urine kurang lebih 500 cc warna kuning jernih, bau

khas urine.
60

d) Pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi

secara mandiri tanpa bantuan orang lain dan alat. Selama

sakit aktivitas pasien tidak bisa sepenuhnya secara mandiri

dan masih dibantu orang lain seperti mandi, berpakaian

,berpindah dan toileting untuk BAK mengguanakan DC,

kecuali makan minum, ambulasi/ROM ditempat tidur

pasien dapat melakukan secara mandiri.

e) Pola istirahat tidur

Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 7-8 jam setiap

harinya. Tidur malam dari jam 20.00-05.00 jarang

terbangun di malam hari. Sedangkan tidur siang jarang

dilakukan. Selama dirawat pasien mengatakan pasien bisa

tidur malam tetapi sering terbangun karena perut kadang

terasa nyeri saat bergerak.

f) Pola seksualitas dan reproduksi

Pasien mengatakan menarche usia 13 tahun, lama 7 hari,

siklus 30 hari, riwayat KB pasien mengatakan belum pernah

KB karena ini merupakan kehamilan pertama yang

direncanakan.

2) Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pasien sakit sedang, tingkat kesadaran

composmetis, dengan GCS : E 4 M 6 V 5 = 15, hasil


61

pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 100/60mmHg, nadi

88x/menit, suhu 36,6 ˚C, RR : 20x/menit.

Pada pemeriksaan kepala bentuk mesochepal, tidak terdapat

hematom, dan lesi. Mata sclera tidak ikterik, bentuk mata

simetris, reflek cahaya +, konjungtiva anemis, tidak buta warna

dan tidak memakai alat bantu penglihatan. Hidung, tidak terdapat

polip, tidak terdapat pernafasan cupping hidung. Mulut, mukosa

bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak bau napas. Gigi bersih,

tidak terdapat karies gigi, tidak terdapat gigi yang berlubang,

tidak menggunakan gigi palsu. Telinga, daun telinga simetris,

tidak terdapat serumen, tidak terdapat gangguan pendengaran.

Wajah, tidak terdapat cloasma gravidarum. Leher, tidak ada

pembesaran kelenjar tiroid dan getah bening.

Pemeriksaan payudara bentuk simetris, payudara bersih,

nipple menonjol, aerola kehitaman, tidak terdapat nyeri tekan,

tidak terdapat benjolan, kolostrum sudah keluar, ASI keluar tetapi

belum lancar.

Pemeriksaan abdomen, terdapat luka bekas operasi yang

tertutup dengan kasa steril, panjang kurang lebih 15 cm, dibagian

perut,luka bersih, tidak ada rembesan, tidak ada strechmark dan

terdapat linea nigra, perut tampak buncit, auskultasi terdengar

peristaltic usus 9x/menit, dan pasien mengatakan pagi ini belum


62

kentut, palpasi: TFU teraba keras, TFU teraba 2 jari di bawah

pusat, perkusi: hypertimpani.

Pemerikasaan genetalia, bersih, terdapat bercak darah di

pempers kurang lebih 5 cc dalam 5 jam. Anus bersih tidak ada

hemoroid.

Pemeriksaan ekstremitas, kekuatan baik, bagian ekstremitas atas

tangan kanan akral hangat, tidak ada oedem, bisa digerakkan

dengan bebas, terpasang infuse RL 20 tpm. Tangan kiri akral

hangat, tidak ada oedem, bisa digerakkkan dengan bebas.

Ekstremitas bawah, kaki kanan akral hangat, tidak ada oedem,

bisa digerakkan dengan bebas. Kaki kiri akral hangat, tidak ada

oedem, bisa digerakkan dengan bebas.

Program terapi yang diberikan oleh dokter setelah post

operasi sectio caesarea, mendapat obat injeksi cefotaxime 2 x 1

gram indikasinya obat antibiotic untuk mencegah infeksi,

ketorolac 2 x 30 mg indikasinya untuk mengurangi rasa nyeri,

vitamin C 1 x 200 mg indikasinya untuk memelihara jaringan

penghubung, furamin 1x 10 ml indikasinya untuk meningkatkan

peristaltic usus.

Pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada tangga 17

April 2017 di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, di dapatkan

hasil hemoglobin 9.1 g/dl, leukosit 11.73 10 ̂ 3/ul, hematokrit

30.20%, trombosit 328 10 ̂ 3/ul, gol darah B, Rhesus positif,


63

pembekuan / CT 5.30 menit, perdarahan / BT 1.30 menit, HBsAg

stik negatif. Pada tanggal 18 April 2017 di dapatkan hasil

pemeriksaan hemoglobin 9.3 g/dl.

b. Pengumpulan Data

Tabel 4.1 Pengumpulan Data


No Pola Wawancara Observasi Dokumentasi Kesimpulan
fungsional (PF) (Test Diagnostik)
1 Pola Pasien Ekspresi Nyeri akut
perceptual mengatakan wajah pasien berhubungan
sensori nyeri di perut tampak dengan eksisi
bagian bawah menahan post operasi
P: post op SC. kesakitan SC.
Q: senut- TD :
senut. 100/60mmH
R: abdomen g, N :
S:6 88x/menit, S
T : hilang : 36,6˚C, RR
timbul saat : 20x/menit
bergerak.
Normal Tidak Ekspresi
merasakan wajah rileks
nyeri tidak
menahan
kesaakitan.
2 Pasien balutan tidak Leukosit 11.73 Resiko infeksi
mengatakan rembes,
luka terdapat luka
jahitannya post sectio
tidak terasa caesarea
gatal kurang lebih
15 cm
diperut
Normal Tidak ada Leukosit 3.6- 11.0
tanda-tanda
infeksi
seperti dolor,
rubor, kalor,
tumor,
fungsilaesa,l
uka dapat
sembuh
dengan baik
3 Pola Pasien bising usus Resiko
eliminasi mengatakan 9x/menit, konstipasi
belum BAB perut
selama 3 hari kembung
Normal Mendapatkan Pasien bisa
kembali pola BAB, bisa
eliminasi yaitu kentut dan
64

BAB 1-2 perut tidak


x/hari kembung.
4 Pasien ASI keluar Difisiensi
mengatakan belum pengetahuan
belum tau lancar,
tentang cara Pasien
menyusui tampak
dengan benar menyusui
bagi bayinya bayinya
belum benar
Normal Pasien bisa ASI keluar
menyusui lancar.
bayinya
dengan benar.
Sumber: Data Primer

c. Analisa Data

Tabel 4.2. Analisa Data


No Data fokus Masalah Penyebab
1 DS : Pasien mengatakan nyeri di Nyeri akut Eksisi post operasi
perut bagian bawah (post op SC) SC
P : post op SC
Q : senut-senut
S:6
T : hilang timbul saat bergerak
DO : Ekspresi wajah pasien tampak
menahan rasa sakit
Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi
88x/menit, suhu 36,6˚C, RR
20x/menit
2 DS : Pasien mengatakan luka Resiko infeksi Trauma jaringan
jahitannya tidak terasa gatal
DO : Balutan tidak rembes, terdapat
luka post SC kurang lebih 15 cm
diperut, hasil lab : leukosit H 11.73
3 DS : Pasien mengatakan belum BAB Resiko konstipasi Penurunan peristaltik
selama 3 hari usus
DO : bising usus 9x/menit,
mobilisasai terbatas.
4 DS : Pasien mengatakan belum tau Difisiensi Kurang informasi
tentang cara menyusui dengan benar pengetahuan
bagi bayinya karena kehamilan
pertama
DO : Pasien tampak menyusui
bayinya belum benar, ASI keluar
belum lancar.
Sumber: Data Primer
65

d. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan Eksisi post operasi SC.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

3) Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus.

4) Difisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

e. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi

1) Nyeri akut berhubungan dengan Eksisi post operasi SC

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 nyeri berkurang dengan kriteria hasil :

nyeri berkurang 6-4, klien, klien terlihat rileks, wajah tidak

tegang, tanda-tanda vital dalam batas normal, tekanan darah

120/80mmHg, suhu 36˚C-37˚C, nadi 60-100x/menit, RR 16-

24x/menit.

Intervensi : kaji skala nyeri dengan PQRST, rasionalnya :

untuk mengetahui skala nyeri, observasi TTV, rasional : kenaikan

TTV merupakan tanda gejala dari nyeri, ajarkan duduk yang

nyaman, rasional : untuk memberikan posisi yang nyaman,

kolaborasi dalam pemberian obat analgesic, rasional : untuk

mengurangi rasa nyeri.

Implementasi yang telah dilakukan oleh penulis pada

tanggal 19 sampai 20 April 2017 yaitu mengobservasi tanda-tanda

vital di dapat data tekanan darah 100/60 mmHg, suhu 36,6˚C,


66

nadi 88x/menit, RR 20x/menit. Mengkaji skala nyeri (PQRST),

respon pasien mengatakan nyeri yang di rasakan post operasi

sectio caesarea, terasa senut-senut di bagian abdomen, dengan

skala 6, dan nyeri timbul saat bergerak. Menganjurkan relaksasi

dengan nafas dalam saat terasa nyeri dengan respon pasien

mengatakan akan melakukan nafas dalam saat merasa nyeri

dengan data obyektif pasien tampak melakukan nafas dalam.

Memberikan injeksi ketorolac dengan data obyektif obat masuk

melalui IV tidak ada tanda-tanda alergi seperti kemerahan dan

gatal-gatal di anggota badan, dan pasien tampak menahan

kesakitan saat obat masuk IV. Mengobservasi tanda-tanda vital di

dapat data tekanan darah 100/60mmHg, nadi 80x/menit, suhu

36,6˚C, RR 20x/menit. Mengakaji skala nyeri (PQRST), dengan

respon pasien mengatakn masih nyeri yang di rasakan post

operasi sectio caesarea, terasa senut-senut di bagian abdomen,

dengan skala 6, dan nyeri timbul saat bergerak dan pasien tampak

memegangi daerah nyeri.

Hari ke-2 tanggal 20 April 2017 yaitu mengkaji skala nyeri

(PQRST), respon pasien mengatakan nyeri berkurang, pasien post

operasi sectio caesarea, terasa senut-senut di bagian abdomen,

dengan skala 4, dan nyeri timbul saat bergerak dan pasien tampak

lebih rileks. Mengobservasi tanda-tanda vital di dapat data

tekanan darah 110/70mmHg, nadi 90x/menit, suhu 37˚C, RR


67

20x/menit. Mengobservasi tanda-tanda vital di dapat data tekanan

darah 110/70mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,7˚C, RR 20x/menit.

Evaluasi untuk tanggal 20 April 2017 adalah S : pasien

mengatakan nyeri berkurang, p : post operasi sectio caesarea, Q :

senut-senut, R : abdomen, S : 4, T : nyeri timbul saat bergerak. O

: pasien tampak lebih rileks. A : Masalah teratasi sebagian, P:

lanjutkan intervensi : kaji skala nyeri dengan PQRST, observasi

TTV, lakukan relaksasi distraksi, kolaborasi dalam pemberian

obat analgetik.

2) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi infeksi dengan

kriteria hasil : tidak terjadi tanda-tanda infeksi (rubor, color,

dolor, tumor dan fungsilaesa), TTV dalam batas normal, tekanan

darah 120/80mmHg, nadi 60-100x/menit, suhu 36-37˚C, RR 16-

24x/menit.

Intervensi : Observasi TTV, rasional : peningkatan tanda-

tanda vital merupakan tanda infeksi terutama suhu tubuh. Kaji

daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus,

rasional : pembengkakan dan pengeluaran pus merupakan tanda-

tanda infeksi. Jaga kebersihan di sekitar luka operasi, rasional :

mencegah kontaminasi silang oleh penyebaran organism

infeksius. Ganti balutan pada luka operasi, rasional : menjaga agar


68

luka tetap bersih. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik,

rasional: membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi.

Implementasi yang telah dilakukan penulis pada tanggal 19

April sampai 20 April 2017. mengobservasi tanda-tanda vital di

dapat data tekanan darah 100/60 mmHg, suhu 36,6˚C, nadi

88x/menit, RR 20x/menit. Mengobservasi adanya tanda-tanda

infeksi, respon pasien mengatakan luka jahitan tidak terasa gatal,

dengan data obyektif balutan tidak rembes, tidak ada tanda-tanda

infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsilaesa). Memberikan

injeksi cefotaxime, dengan data obyektif obat masuk melalui

tidak ada tanda-tanda alergi seperti kemerahan di anggota badan.

Melakukan perawatan DC, dengan data obyektif terdapat bercak

darah di daerah genetalia dan pampers kurang lebih 5 cc.

Mengobservasi tanda-tanda vital di dapat data tekanan darah

100/60mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6˚C, RR 20x/menit.

Hari ke-2 pada tanggal 20 April 2017 yaitu mengobservasi

tanda-tanda vital di dapat data tekanan darah 110/70mmHg, nadi

90x/menit, suhu 37˚C, RR 20x/menit. Melakukan injeksi

cefotaxime denga data obyektif obat masuk melalui IV, tidak ada

tanda-tanda alergi seperti kemerahan dan gatal-gatal. Melakukan

ganti balut dengan data obyektif jahitan terlihat bagus, tidak ada

pus, tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan

fungsilaesa) dan keluar darah pervaginam kurang lebih 7 cc.


69

Menganjurkan pasien untuk menjga kebersihan di sekitar luka,

respon pasien mengatakan akan menjaga kebersihan di sekitar

luka jahitannya, dengan data obyektif pasien mengerti dari apa

yang dianjurkan perawat. Mengobservasi tanda-tanda vital di

dapat data tekanan darah 110/70mmHg, nadi 90x/menit, suhu

37˚C, RR 20x/menit. Mengobservasi tanda-tanda vital di dapat

data tekanan darah 110/70mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,7˚C,

RR 20x/menit. Mengobservasi tanda-tanda infeksi (rubor, color,

dolor, tumor dan fungsilaesa).

Evaluasi pada tanggal 20 April 2017 adalah S : pasien

mengatakan luka jahitannya tidak bengkak dan gatal. O : Tidak

ada tanda-tanda infeksi (rubor, color, dolor, tumor dan fungsi

laesa). A : masalah teratasi sebagian. P : lanjutkan intervensi : kaji

daerah operasi terhadap pembengkakan dan pengeluaran pus,

anjurkan kebersihan disekitar luka operasi.

3) Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam eliminasi pasien terpenuhi dengan

kriteria hasil : pasien mengatakan sudah BAB, pasien merasa

nyaman.

Intervensi : Kaji bising usus, rasional : untuk mengetahui

adakah penurunan bising usus. Anjurkan pasien banyak minum,

rasional : untuk memperlancar BAB. Anjurkan pasien makan


70

tinggi serat, rasional : makan tinggi serat dapat memperlancar

BAB. Kolaborasi pemberian obat laksatif, rasional : pemberian

obat laksatif dapat merangsang feses perlahan agar keluar.

Implementasi yang telah dilakukan penulis pada tanggal 19

April sampai 20 April 2017 yaitu memberikan injeksi furosemid,

respon pasien mengatakan belum kentut sejak dan belum BAB

selama 3 hari, dengan data obyektif obat masuk melalui IV dan

tidak ada tanda-tanda alergi.

Menganjurkan pasien untuk makan tinggi serat, respon

pasien mengatakan akan makan-makanan tinggi serat (buah-

buahan, dan sayur), dengan data obyektif pasien mengerti apa yang

dianjurkan oleh perawat.

Hari ke-2 tanggal 20 April 2017 yaitu menganjurkan pasien

untuk banyak minum, respon pasien mengatakan akan banyak

minum, dengan data obyektif pasien tampak mengerti dari apa

yang dianjurkan perawat. Mengkaji bising usus, respon pasien

mengatakan belum BAB selama 4 hari, dengan data obyektif bising

usus 11x/menit.

Evaluasi pada tanggal 20 April 2017 adalah S : pasien

mengatakan belum BAB selama 4 hari. O : bising usus 11x/menit.

A : masalah teratasi sebagian. P : lanjutkan intervensi : anjurkan

pasien banyak minum, dan anjurkan pasien makan tinggi serat.


71

4) Difisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan dan kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1x30 menit difesiensi pengetahuan teratasi

dengan kriteria hasil : klien dapat mengetahui tentang manfaat,

cara atau teknik menyusui yang benar.

Intervensi : Kaji pengetahuan pasien, rasional : mencari

data dari pasien tentang informasi yang belum di ketahui.

Demontrasikan tentang informasi cara menyusui yang benar,

rasional : memberikan penjelasan seperti apa cara menyusui yang

benar. Anjurkan pasien untuk menguasai materi yang sudah di

berikan, rasional : agar pasien dapat melakukan kemampuan yang

sudah diajarkan. Kolaborasi dengan keluarga, rasional : untuk

memantau cara menyusui pasien kepada bayinya.

Implementasi yang telah dilakukan penulis pada tanggal 19

April 2017. Memberikan edukasi tentang cara menyusui dengan

benar, respon pasien mengatakan belum tau cara menyusui

dengan benar, dengan data obyektif pasien dapat menjelaskan

cara menyusui dengan benar.

Evaluasi pada tanggal 19 April 2017 adalah S : pasien

mengatakan sudah mengetahui cara teknik menyusui dengan

benar. O : pasien dapat menjelaskan kembali tentang teknik

menyusui dengan benar. A : Masalah teratasi. P : hentikan

intervensi.
72

B. Pembahasan

Pembahasan dilakukan untuk perbandingan antara tinjauan pustaka atau

kasus untuk menjawab tujuan khusus dari sebuah penelitian. Setiap temuan

perbedaan diuraikan dengan konsep. Pembahasan disesuaikan dengan tujuan

khusus. Isi dari pembahasan sesuai dengan tujuan khusus penelitian.

1. Diagnosa yang muncul

a. Nyeri akut berhubungan dengan eksisi post operasi sectio caesarea

(SC).

1) Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai

dengan kasus menurut Herdman (2015) batasan karakteristik

untuk nyeri akut antara lain : subjektif (mengungkapkan secara

verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat, Objektif (posisi

untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot dengan rentang

lemas sampai tidak bertenaga, perilaku distraksi misal, mondar-

mandir, mencari orang atau aktivitas lain, aktivitas berulang,

perilaku ekspresif misal : gelisah, merintih, menangis,

kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan

menghembuskan nafas panjang.

Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 19 April

2017 berdasarkan pengkajian diatas penulis sudah mengakaji

sesuai dengan batasan karakteristik.


73

2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang diangkat oleh penulis adalah

nyeri akut berhubungan dengan eksisi post operasi SC. Menurut

Herdman (2015) nyeri akut adalah pengalaman sensori dan

emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat adanya

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau yang

digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the

Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat dianstipasi

atau diprediksi.

Etiologi diagnosa nyeri akut berhubungan dengan eksisi

post operasi SC yang diambil oleh penulis belum sesuai dengan

teori Herdman (2015). Etiologi nyeri yang sesuai dengan teori

yaitu agen cidera, misalnya biologis, kimia, fisik, dan psikologi.

Etiologi dari nyeri akut salah satunya adalah adanya agen cidera

fisik. Pada pasien NY.”N” penyebab dari nyeri yang dialami

adalah agen cidera fisik. Pada pasien NY.”N” penyebab nyeri

yang dialami adalah karena adanya trauma pembedahan, nyeri

timbul karena luka bekas post operasi sectio caesarea pada luka

terdapat jaringan yang terputus dan merangsang area sensori yang

menyebabkan pasien merasakan nyeri.

Penulis mengangkat diagnosa nyeri sebagai prioritas

pertama karena pada pengkajian ditemukan keluhan utama yang


74

paling dirasakan pasien adalah nyeri. Apabila masalah ini tidak

segera diatasi akan menimbulkan ketidaknyamanan dan

mengganggu ADL klien (Yulianti, 2015). Selain itu akan

menyebabkan nyeri akut fisik dan dampak psikologis seperti

ketakutan, gelisah, cemas, meringis dan menjerit. Semua ini

merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat nyeri, pengalaman masa

lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik mental, rasa

takut, cemas, usia, dan lain-lain (Hidayat, 2009).

3) Perencanaan/intervensi

Tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam dihararapkan nyeri berkurang 6

menjadi 4 dengan kriteria hasil yang ditetapkan kurang sesuai

dengan SMART yaitu spesifik nyeri kurang, dengan skala

nyerinya dari 6 menjadi 4, dengan pasien mengatakan nyeri

bekurang, untuk kriteria waktu kurang sesuai karena nyeri

biasanya dirasakan paling hebat 12-36 jam setelah pembedahan

dan menurun setelah hari ke dua dan ketiga (Kozier, 2010).

Sehingga nyeri berkurang karena adanya pengaruh dari analgesic.

Intervensi yang penulis buat sebagian sudah sesuai dengan

konsep teori yang diterapkan menurut Bulechek, Glorida M. dkk.

(2016), akan tetapi penulis perlu mengganti intervensi yang

disusun untuk mengatasi masalah keperawatan nyeri akut


75

berhubungan dengan eksisi post operasi SC antara lain lakukan

pengkajian nyeri komprehensif, untuk mengetahui sejauh mana

tingkat nyeri pasien dan merupakan indicator dini tindakan

selanjutnya.

Tindakan lainnya yang perlu dilakukan adalah: kendalikan

faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien

terhadap ketidaknyamanan (misalnya : suhu, ruangan, kebisingan,

pencahayaan). Pengendalian faktor lingkungan lingkungan yang

nyaman dapat membuat pasien tenang. Ajarkan pasien tekhnik

non farmakologi (relaksasi), dengan teknik relaksasi dapat

mengalihkan perhatian dari nyeri. Kolaborasi dalam pemberian

analgesik, pemberian obat analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.

4) Pelaksanaan/Implementasi

Implementasi yang dilakukan oleh penulis tanggal 19 April

2017 di dalam mengimplementasikan sebagian sudah sesuai

dengan rencana intervensi yang dikemukakan oleh Bulechek,

Glorida M. dkk. (2016) tetapi untuk respon pasien seperti

pemberian injeksi ketorolac yang melalui IV langsung ke darah,

penulis lebih memperhatikan lagi adanya syok anafilatik, ada

tidaknya gangguan gastrointestinal dan perubahan tanda-tanda

vital karena analgesik bekerja menekan saraf nyeri dengan cara

memblok transmisi impuls di dalam otak dan medulla spinalis

sehingga impuls ke korteks serebri terhambat dan sensasi nyeri


76

berkurang, dan penulis kurang melakukan intervensi yang penulis

susun, seperti mengajarkan tekhnik relaksasi distraksi belum

dilakukan.

5) Evaluasi

Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 20 April 2017

didapatkan evaluasi dengan respon pasien mengatakan nyeri

berkurang menjadi 4. Evaluasi yang digunakan sudah memenuhi

kriteria S O A P, dan masalah teratasi sebagian, karena sebelum

2x24 jam pasien sudah pulang. Dan lanjutkan intervensi,

seharusnya pada dischart planning karena pasien sudah pulang

penulis memberikan intervensi dirumah saat nyeri timbul seperti

anjurkan untuk napas dalam atau mengalihkan dengan kegiatan

lainnya dan anjurkan minum obat secara teratur. Dan penulis

dalam melakukan evaluasi belum sesuai dengan kriteria hasil

yang diharapkan karena pasien pulang dalam 1x24 jam.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.

1) Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 19 April 2017

didapatkan data subjektif yang mendukung yaitu pasien

mengatakan luka jahitannya tidak terasa gatal. Data objektif

balutan tidak rembes, terdapat luka post SC kurang lebih 15 cm,

hasil lab leukosit H 11.73 yang artinya melebihi batas normal.

Tetapi dalam pengkajian penulis kurang memasukan tanda


77

inflamasi (rubor, kolor, dolor, tumor, dan fungsiolaesa)

seharusnya penulis dapat memasukan tanda inflamasi tersebut

agar dapat mengetahui adanya tanda inflamasi dan tanda infeksi.

2) Diagnosa Keperawatan

Menurut Herdman (2015) resiko infeksi adalah suatu kondisi

individu yang rentan mengalami invasif dan multiplikasi

organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan.

Etiologi diagnosa risiko infeksi adalah kurang pengetUahuan

untuk menghindari pemanjanan patogen, malnutrisi, obesitas,

penyakit kronis, prosedur invasif (Herdman, 2015). Pada pasien

NY.”N” etiologi penulis belum sesuai teori seharusnya etiologi

risiko infeksi yang sesuai dengan konsep teori yaitu prosedur

invasif seperti yang diungkapkan oleh Herdman (2015).

Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa kedua

karena ditemukan data klien dengan data obyektif terdapat luka

post SC kurang lebih 15 cm diperut, balutan tidak rembes.

Apabila perawatan luka pasien tidak menggunakan teknik aseptic

yang benar, maka patogen-patogen akan masuk dan kondisi

dinyatakan tidak baik maka akan terjadi infeksi.

3) Perencanaan/intervensi

Tujuan dan kriteria hasil sudah sesuai dengan kriteria hasil

yang penulis rencanakan. Intervensi yang dilakukan penulis

sebagian sudah mencakup intervensi menurut teori Bulechek,


78

Glorida M. dkk. (2016) dan penulis telah memberikan beberapa

tindakan keperawatan pada pasien sesuai masalah keperawatan

risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penulis telah

membuat rencana keperawatan yang sesuai yaitu seperti monitor

adanya tanda dan gejala infeksi, berikan perawatan luka dengan

teknik aseptic, anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan, dan kolaborasi dalam pemberian antibiotic.

4) Pelaksanaan/Implementasi

Implementasi yang penulis lakukan adalah sudah sesuai

dengan intervensi yang penulis susun namun penulis tidak

memasukan karakteristik selang kateter saat melakukan

perawatan DC yaitu tidak adanya tanda infeksi pada lokasi

pemasangan selang kateter serta selang kateter kotor karena

terkena darah lochea. Dan penulis kurang memasukan

karakteristik lochea.

5) Evaluasi

Evaluasi pada tanggal 20 April 2017 didapatkan evaluasi

dengan respon pasien mengatakan luka jahitannya tidak bengkak,

dan gatal. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor,

tumor, dan fungsi laesa). Masalah teratasi sebagian karena

sebelum 2x24 jam pasien sudah pulang dan lanjutkan intervensi.

Seharusnya pada dischart planning karena pasien sudah

diperbolehkan pulang penulis memberikan intervensi dirumah


79

seperti anjurkan kebersihan disekitar luka operasi, luka tidak

boleh kena air sebelum kontrol dan tidak boleh dibuka perban

sebelum kontrol. Dan penulis dalam melakukan evaluasi belum

sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan karena pasien pulang

dalam 1x24 jam.

c. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus.

1) Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai

dengan kasus menurut Herdman (2015) batasan karakteristik

dari resiko konstipasi anatara lain kebiasaan defekasi tidak

teratur, kebiasaan menekan dorongan untuk defekasi, kelemahan

otot abdomen, abses rectal, kehamilan, perubahan lingkungan

baru, rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dinjurkan

menurut umur dan usia.

Pengkajian yang dilakukan penulis pada tanggal 19 April

2017 berdasarkan pengkajian diatas penulis sudah mengakaji

sesuai dengan batasan karakteristik.

2) Diagnosa Keperawatan

Menurut Herdman (2015), resiko kostipasi adalah rentan

mengalami penurunan frekuensi defekasi normal yang disertai

dengan kesulitan atau tidak lampiasnya pasase feses dan atau

pasase feses yang keras, kering, dan banyak,yang dapat

mengganggu kesehatan.
80

Etiologi diagnosa resiko konstipasi menurut Herdman

(2015) yaitu kebiasaan defekasi tidak teratur, kebiasaan

menekan dorongan untuk defekasi, kelemahan otot abdomen,

abses rectal, kehamilan, perubahan lingkungan baru, rata-rata

aktivitas fisik harian kurang dari yang dinjurkan menurut umur

dan usia.

Pada pasien NY.”N” etiologi diagnosa risiko konstipasi

berhubungan dengan oenurunan peristaltic usus yang diambil

belum sesuai dengan konsep teori yang ada, seharusnya penulis

mengganti etiologi penurunan peristaltic usus diganti sesuai

teori yang ada yaitu kelemahan otot abdomen.

Penulis memprioritaskan masalah ini menjadi diagnosa ketiga

karena pada pengkajian ditemukan data pasien mengatakan

belum bisa BAB selama 3 hari, data obyektif terdengar bising

usus 9x/menit, mobilitas terbatas. Jika masalah ini tidak

diangkat akan menimbulkan konstipasi dan pasien selama post

SC tidak diperbolehkan makan atau minum karena belum

terdengar bising usus yang normal untuk mereabsorbsi makanan

serta dapat menimbulkan komplikasi lainnya.

Tujuan dan kriteria hasil dari diagnosa risiko konstipasi

berhubungan dengan penurunan peristaltic usus belum sesuai

dengan teori Moorehead, Sue. dkk. (2016) karena penulis

menetapkan kriteria hasil pasien mengatakan sudah BAB dan


81

pasien merasa nyaman. Sedangkan menurut Moorehead, Sue.

dkk. (2016) menyebutkan bahwa kriteria hasil yang ditetapkan

belum memenuhi kriteria hasil yang SMART,yaitu pola

eliminasi tidak terganggu, kemudahan BAB, kontrol gerakan

usus tidak terganggu, dibandingkan dengan kriteria hasil penulis

maka kriteria hasil tersebut kurang spesifik dan tidak memenuhi

kriteria SMART.

3) Perencanaan/Intervensi

Intervensi yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai dengan

teori Bulechek, Glorida M. dkk. (2016), Intervensi yang belum

sesuai dengan teori adalah kolaborasi dalam pemberian laksatif.

4) Pelaksanaan/Implementasi

Implementasi yang penulis lakukan sudah sesuai dengan

intervensi yang penulis susun seperti mengkaji bising usus,

menganjurkan banyak minum, menganjurkan pasien makan

tinggi serat, memberikan obat yang diresepkan oleh dokter.

5) Evaluasi

Evaluasi pada tanggal 20 April 2017 didapatkan evaluasi

dengan respon pasien mengatakan belum BAB selama 4 hari.

Bising usus terdengar 11 kali per menit. Masalah teratasi

sebagian. Lanjutkan intervensi. Seharusnya pada dischart

planning karena pasien sudah diperbolehkan pulang penulis

memberikan intervensi dirumah seperti anjurkan pasien banyak


82

minum, anjurkan pasien makan tinggi serat. Dan penulis dalam

melakukan evaluasi belum sesuai dengan kriteria hasil yang

diharapkan karena pasien pulang dalam 1x24 jam.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

1) Pengkajian

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 19

April 2017 didapatkan data pasien mengatakan belum tau cara

menyusui dengan benar karena kehamilan pertama, data objektif

pasien tampak menyusui bayinya belum benar, ASI keluar

belum lancar. Seharusnya penulis mengamati lebih teliti, apakah

mulut bayi sudah tepat melekat pada payudara ibu, ibu

merasakan bahwa bayinya memiliki reflek menghisap yang kuat

atau tidak.

Batasan karakteristik dalam diagnosa ini penulis

seharusnya mengobservasi apakah bayi menangis pada

payudara, bayi menolak latching on, bayi tidak mampu latch-on

pada payudara secara tepat, ketidakcukupan pengosongan setiap

payudara setelah menyusui,dan tampak ketidakadekuatan

asupan susu. Selain itu penulis sudah menggali pengetahuan

pasien tentang KB dengan hasil pengetahuan pasien tentang KB

kurang akan tetapi penulis tidak mendokumentasikannya dan

tidak melakukan penkes tentang KB.


83

2) Diagnosa Keperawatan

Menurut Herdman (2015), ketidakefektifan pola pemberian

ASI adalah kesulitan memberikan susu pada bayi atau anak

secara langsung dari payudara, yang dapat mempengaruhi status

nutrisi bayi/anak.

Etiologi dignosa ketidakefektifan pemberian ASI menurut

Hedrman (2015) adalah ambivalensi ibu, anomaly payudara ibu,

ansietas ibu, defek orofaring, diskontinuitas pemberian ASI,

keletihan ibu, keluarga tidak mendukung, keterlambatan

laktogen II, kurang pengetahuan orang tua tentang pentingnya

pemberian ASI. Pada pasien NY.”N” belum sesuai dengan

konsep teori yang ada seharusnya penulis menyesuaikan dengan

konsep teori yang ada menurut patofisiologi dan mengganti

diagnosa sesuai dengan teori yaitu ketidakefektifan pemberian

ASI berhubungan dengan kurang pengetahuan.

Ketidakefektifan pemberian ASI karena penurunan

progesterone dan estrogen, meningkatnya hormone prolaktin.

Hormone prolaktin juga akan merangsang laktasi, hisapan bayi

yang terus menerus hingga meningkatkan rangsangan pada

kelenjar susu dan pertumbuhan hingga terjadi ejeksi ASI, jika

ejeksi ASI tidak efektif dan pemberian informasi yang tidak

tepat dapat menimbulkan kurangnya informasi tentang


84

perawatan payudara yang tepat apat mengakibatkan defisiensi

pengetahuan. Tidak hanya itu kurangnya informasi yang tepat

tentang perawatan payudara dapat mengakibatkan bengkak

karena rasa sakit yang dirasakan ibu hingga terjadi

ketidakefektifan pemberian ASI.

Penulis mengambil masalah ini sebagai prioritas ke empat

karena berdasarkan Abraham Maslow (2012) dalam teori

hierarki kebutuhan dasar manusia yang paling dasar yaitu

kebutuhan fisiologis dan kebutuhan biologis. Karena menurut

penulis jika diagnosa ini tidak teratasi, maka akan

membahayakan si bayi karena kekurangan nutrisi dari ibu.

Pemberian ASI penting karena ASI merupakan makanan

terbaik bagi si bayi untuk mencegah terjadinya penyakit pada

si bayi. Dan kesalahan penulis adalah kurang teliti dalam

memprioritaskan masalah keperawatan yang muncul pada

kasus ini. Seharusnya masalah ini menjadi prioritas kedua

karena dapat menimbulkan kegawat daruratan pada bayi.

3) Perencanaan/ Intervensi

Intervensi yang dilakukan oleh penulis sebagian sudah

sesuai dengan teori Bulechek, Glorida M. dkk. (2016),

intervensi yang belum sesuai dengan teori adalah kolaborasi

dengan keluarga.

4) Pelaksanaan/Implementasi
85

Implementasi yang dilakukan oleh penulis sudah sesuai

dengan intervensi yang disusun penulis. Tetapi dalam penulisan

respon kurang memperhatikan respon pasien dengan tepat.

Seharusnya untuk implementasi penkes tentang cara menyusui

dengan benar, pasien tampak dan mengerti dan paham tetapi

seharusnya sebagian mana pasien paham dan mengerti tentang

bagian-bagian cara menyusui.

3) Evaluasi

Evaluasi pada tanggal 19 April 2017 pasien mengatakan

sudah mengetahui cara atau teknik menyususi, dan pasien

terlihat dapat menjelaskan kembali tentang teknik cara

menyusui. Masalah teratasi. Hentikan intervensi.

2. Diagnosa yang seharusnya muncul

a. Hambatam mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan

gerak.

Menurut Herdman (2015), hambatan mobilitas fisik adalah

keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri dan terarah.

Batasan karakteristik menurut Herdman (2015) yaitu dispnea

setelah beraktivitas, gangguan sikap berjalan, gerakan lambat,

gerakan spastic, gerakan tidak terkoordinasi, instabilitas postur,

kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan rentang gerak,

ketidaknyamanan, penurunan kemampuan melakukan keterampilan


86

motorik halus, penurunan kemampuan melakukan keterampilan

motorik kasar, penurunan waktu reaksi, tremor waktu bergerak.

Data yang didapat dari pengkajian yang dilakukan oleh penulis

data subyektif pasien mengatakan kesulitan dalam membolak-

balikan posisi sehingga membuat pasien terbatas dalam melakukan

gerakan.

Alasan penulis tidak mengambil diagnosa ini karena penulis

sudah mengambil diagnosa nyeri berhubungan dengan agen cidera

fisik, jika masalah ini sudah teratasi maka pasien tidak memiliki

keterbatasan dalam bergerak dan lebih leluasa dalam bergerak.

b. Defisit perawatan diri berhunbungan dengan kelemahan fisik dan

ketidaknyamanan.

Menurut Herdman (2015), Defisit perawatan diri adalah

hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas mandi secara mandiri, makan, minum, dan eliminasi.

Batasan karakteristik menurut Herdman (2015) : ketidakmampuan

membasuh tubuh, ketidakmampuan mengakses kamar mandi,

ketidakmampuan memgambil perlengkapan mandi, hambatan

memilih pakaian, ketidakmampuan memegang tempat makan,

ketidakmampuan mengambil gelas, ketidakmampuan melakukan

hygine.

Data yang didapat dari pengkajian yang dilakukan oleh penulis

data subyektif pasien mengatakan kesulitan dalam mengakses kamar


87

mandi, ketidakmampuan melakukan hygine, dan hambatan dalam

berpakaian sehingga membuat pasien terbatas dalam melakukan dan

menyelesaikan aktivitas hygine, dan berpakaian secara mandiri.

Alasan penulis tidak mengambil diagnosa ini karena penulis sudah

mengambil diagnosa nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik,

jika masalah ini sudah teratasi maka pasien mampu menyelesaikan

aktivitas secara mandiri.

3. Diagnosa yang tidak muncul

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilngan cairan

aktif.

Menurut Herdman (2015), kekurangan volume cairan adalah

keadaan individu yang mengalami penurunan cairan intravaskuler,

intertisial, dan atau intraselular, diagnose ini mengacu pada pada

dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium.

Menurut carpenito (2009) kekurangan volume cairan adalah suatu

kondisi ketika individu yang tidak mampu meminum cairan,

mengalami dehidrasi vaskuler, interstisial, atau intraseluler.

Herdman (2015) juga menyebutkan batasan karakteristik

untuk masalah kekurangan volume cairan adalah haus, kelemahan,

kulit kering, membran mukosa kering, peningkatan frekuensi nadi,

peningkatan hematokrit, peningkatan konsentrasi urine, peningkatan

suhu tubuh, penurunan berat badan tiba-tiba, penurunan haluaran

urine, penurunan pengisian vena, penurunan tekanan darah,


88

penurunan tekanan nadi, penurunan turgor kulit, penurunan turgor

lidah, penurunan volume nadi, perubahan status mental.

Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena tidak

ditemukan data pada NY.”N” yang menunjukkan untuk menegakkan

diagnosa ini, dan pada pasien tidak didapat batasan karakteristik

seperti kelemahan, haus, kulit kering,perubahan status mental,

penurunan pada tekanan darah, tekanan nadi, tugor kulit, tugor lidah,

volume urine, pengisian vena dan berat badan, peningkatan

konsentrasi urine. Pengeluaran lohea pasien kurang lebih 5 cc dalam

5 jam.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidaksimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

Menurut Herdman (2015), intoleransi aktivitas adalah

ketidakcukupan energy psikologis fisiologis untuk mempertahankan

atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau

yang ingin dilakukan.

Penulis tidak mengangkat diagnosa ini karena tidak

ditemukan data pada pasien NY.”N” yang menunjang untuk

menegakkan diagnosa ini, dan juga pada pasien tidak didapat batasan

karakteristik seperti keletihan, ketidaknyamanan setelah beraktivitas,

dispnea setelah beraktivitas, perubahan elektrokardiogram (EKG),

respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respons

frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai