OLEH :
Ratih Nurhayati
K1210041
III B
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan kaidah kombinasi kata
menjadi satuan gramatik yang lebih besar yang berupa frase, klausa, dan kalimat, serta
penempatan morfem-morfem supra sekmental (intonasi) sesuai dengan struktur sematik
yang diinginkan oleh pembicara sebagai dasarnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumusakan beberapa masalah yaitu, sebagai
berikut:
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan resume ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen pengampu dalam mata kuliah sintaksis dan untuk membantu pembaca untuk
lebih memahami materi sintaksis.
RESUME SINTAKIS
1. SINTAKSIS
Istilah sintaksis secara langsusng terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam
bahasa Inggris digunakan istialah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, atau frase.Dalam wacana
terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat, satuan kalimat terdiri unsur-unsur berupa
klausa, satuan klausa terdiri dari-unsur-unsur berupa frase, sedangkan satuan frase terdiri
dari unusr-unsur berupa kata.
2. KALIMAT
Kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya kemarin. Ada yang terdiri dari dua
kata, misalnya itu toko. Sesungguhnya yang menentukan suatu kalimat bukan banyaknya
kata yang menjadi unsurnya melainkan intonasinya. Jadi kalimat adalah satuan gramatik
yang dibatasi oleh adanya jeda yang disertai nada akhir turun atau naik.
Kalimat yang berklausa adalah kalimat yang terdiri dari satuan yang berupa klausa.
Klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat disertai objek,
pelengkap, dan keterangan atau tidak. Misalnya, Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba
tatkala kereta api mulai memasuki daerah perbatasan.
Klausa pertama, Perasaan ini timbul dengan tiba-tiba; klausa kedua, kereta api mulai
memasuki daerah perbatasan. Kalimat tak berklausa adalah kalimat yang tidak terdiri dari
klausa. Misalnya Astaga!
Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Pola intonasi di akhir kalimat
naik dan digambarkan dengan tanda tanya. Misalnya apa kau sudah makan?
2.3.2.1 Apa
Kata tanya apa digunakan untu menyatakan benda, hewan, dan tumbuhan. Misal,
Petani itu membawa apa?
2.3.2.2 Siapa
Kata tanya siapa digunakan untuk menyatakan Tuhan, malaikat, dan manusia.
Misal, Nama anak itu siapa?
2.3.2.3 Mengapa
Kata tanya mengapa digunakan untuk menyatakan perbuatan dan sebab. Misal,
Mengapa kepala kantor itu marah?
2.3.2.4 Kenapa
Kata tanya kenapa digunakan untuk menyatakan sebab seperti kata tanya mengapa.
Misal, Kenapa Ahmad tidak pergi ke sekolah?
2.3.2.5 Bagaimana
2.3.2.6 Mana
Kata tanya mana digunakan untuk menyatakan tempat. Misal, Nenek itu pergi
kemana?
2.3.2.7 Bilamana, Bila, dan Kapan
Ketiga kata tanya itu digunakan untuk menyatakan waktu. Misal, Kapan ayah
pulang?
Duduk !
Beristirahatlah !
Selain ditandai oleh pola intonasi suruh. Kalimat persilahan ditandai juga dengan
penambahan kata silahkan yang diletakkan diawal kalimat. Unsur S pada kalimat boleh
dibuang atau tidak, contoh kalimat persilahan sebagai berikut :
Sama halnya dengan kalimat persilahan dan kalimat suruh, kalimat ajakan ini
berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi juga mengharapkan suatu tanggapan yang
berupa tindakan oleh orang yang diajak berbicara atau penuturnya. Di samping ditandai
oleh pola intonasi suruh, kalimat ini ditandai oleh kata-kata ajakan yaitu mari dan ayo yang
diletakkan di awal kalimat. Partikel lah juga dapat ditambahkan pada kata tersebut, contoh
kalimat ajakan:
Kalimat sedehana hanya terdiri dari satu klausa. Misal, Pengusaha itu berusia 61
tahun.
Sedangkan kalimat luas terdiri dari dua klausa. Misal, Ia mengakui bahwa ia jatuh cinta
padaku.
2.4.1 Hubungan Gramatik antara Klausa yang Satu dengan Klausa yang Lain dalam
Kalimat Luas
Ia mengakui bahwa ia jatuh cinta padaku. Kalimat tersebut terdiri dari dua klausa,
yaitu Ia mengakui dan ia jatuh cinta padaku. Klausa kedua sebenarnya merupakan bagian
dari klausa ke 1 yaitu merupakan objek klausa.
Dalam kalimat luas yang setara, klausa yang satu tidak merupakan bagian dari yang
lainnya. Masing-masing berdiri sendiri sebagai klausa setara, yaitu sebagai klausa inti
semua. Penghubung yang setara antara lain: dan, danlagi, pula,serta lalu, kemudian, atau,
tetapi, tapi, akan tetapi, sedang, sedangkan, namun, melainkan, sebaliknya, malah, dan
malahan. Misal, Badannya kurus dan mukanya sangat pucat.
Dalam klausa luas tidak setara, klausa yang satu merupakan gabungan dari klausa
yang lainnya yang terdirir dari klausa inti danklausa bawahan.Misal, Aku mulai mengerti
bahwa Saputro benar-benar menaruh perhatian padaku. Kalimat tersebut terdiri dari dua
klausa yaitu Aku mulai mengerti sebagai klausa inti dan Saputro benar-benar menaruh
perhatian padaku sebagai klausa bawahan.
2.4.2 Hubungan Makna antara Klausa yang Satu dengan Klausa yang Lainnya dalam
Kalimat Luas
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh 17 hubungan makna yang sudah tentu
masih mungkin bertambah lagi. Ketujuhbelas hubungan makna itu antara lain,
1. Penjumlahan 10. Syarat
2. Perurutan 11. Pengandaian
3. Pemilihan 12. Harapan
4. Perlawanan 13. Penerang
5. Lebih 14. Isi
6. Waktu 15. Cara
7. Perbandingan 16. Perkecualian
8. Sebab 17. Kegunaan
9. Akibat
Hubungan makan pemilihan yaitu hubungan yang menyatakan bahwa hanya salah
satu dari yang disebut pada klausa-klausa yang menyatakan kenyataan. Misal, Engkau
bernyanyi atau bermain piano.
Hubungan makna ini secara jelas dinyatakan dengan kata bahkan. Misal, Ia pandai
bahkan terpandai dalam kelasnya.
Hubungan makna waktu ialah hubungan makna yang menyatakan waktu. Kata
penghubung yang biasanya digunakan untuk menyatakan hubungan makna ini adalah:
ketika, tatkala, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi, semasa, sementara, sertaa, demi,
begitu, selama, dalam, setiap, setiap kali, tiap kali, sebelum, setelah, sesudah, sehabis,
sejak, sedari, semenjak, hingga, sehingga, sempat. Misal, Sedang ia minum-minum, datang
seorang pemuda berpakaian bagus.
Terdapat hubungan sebab apabila klausa bawahan menyatakan sebab atau alasan
terjadinya peristiwa atau dilakukannya tindakan tersebut dalam klausa inti. Hubungan
makna ini jelas ditandai dengan kata penghubung karena, sebab, lantaran, berhubung, dan
berkat. Misal, Bibi kesepian sebab tidak mempunyai anak.
Terdapat hubungan makna syarat jika klausa bawahan menyatakan syarat bagi
terlaksananya apa yang disebut pada klausa inti. Ditandai dengan penghubung jika,
apabila, bila, bilamana, manakala, jikalau, kalau, asal, dan asalkan. Misal, Bilamana
hujan turun agak lebat, daerah itu tentu tergenang air.
Terdapat klausa penerang apabila klausa bawahan menerangkan salah satu unsur
yang terdapat pada klausa inti. Kata penghubung untu menandai hubungan ini yaitu yang,
di mana, dari mana, dan tempat. Kata di mana dan dari mana tidak digunakan dalam
ragam bahasa Indonesia baku. Misal, Perempuan tua yang kemarin kutemui disana pagi itu
tidak kelihatan.
3. KLAUSA
Klausa merupaka satuan gramatik yang terdiri dari S, P baik disertai O, PEL, dan
Ket ataupun tidak. Unsur inti klausa adalah S dan P.
Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa adalah P; unsur yang lain
mungkin ada mungkin juga tidak ada.
3.2.1.1 S dan P
P mungkin terdiri dari golongan verbal transitif, mungkin intransitif, atau golongan
kata yang lain.O selalu terletak dibelakang P termasuk golongan transitif sehingga klausa
itu dapat diubah menjadi klausa pasif. PEL memiliki persamaan dengan O yaitu selalu
terletak di belakang P. Perbedaannya O selalu terdapat dalam klausa yang dipasifkan
sedangkan PEL terdapat dalam klausa yang tak dapat dipasifkan.
3.2.1.3 KET
Dalam suatu klausa, KET umumnya mempunyai letak yang bebas, artinya dapat
terlatak di depan SP, diantara SP, dan dpat juga di belakang sekali.
3.2.2 Analisis Klausa Berdasar Kategori Kata atau Frase yang Menjadi Unsurnya
Analisis klausa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya disebut
analisis kategorial yang tentu tidak akan lepas dari analisis fungional, bahkan merupakan
lanjutan dari analisis fungsional.
S selalu terdiri dari frase atau kata golongan N. P mungkin terdiri dari kata atau
frase yang terdiri dari kategori N, V, Bil, FD, dan mungkinjuga terdiri dari Ket. Fungsi O
selalu terdiri dari kata yang termasuk golongan N. PEL mungkin terdiri dari frase atau kata
yang termasuk kategori N, V, mungkin juga Bil. KET mungkin terdiri dari kata atau frase
yang termasuk kategori Ket, mungkin FD, dan mungkin juga N.
3.2.3 Analisis Klausa Berdasarkan Makna Unsur-Unsurnya
3.3.2 Penggolongan Klausa Berdasarkan Ada Tidaknya Kata Negatif yang Secara
Gramatik Menegatifkan P
Klausa positif adalah klausa yang tidak memiliki kata negatif yang secara gramatik
menegatifkan P. Kata-kata negatif itu adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Misalnya, Ia teman akrab saya.
Klausa negatif adalah klausa yang memiliki kata negatif yang secara gramatikal
menegatifkan P. Kata-kata negatif itu adalah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Misalnya, Ia bukan ke pasar, melainkan ke rumah sakit
3.3.3 Penggolongan Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang Menduduki
Fungsi P
Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang Menduduki Fungsi P, klausa dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu klausa nominal, klausa verbal, klausa, klausa
bilangan, dan klausa depan.
Klausa nominal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frasa golongan N.
Misalnya, rumah-rumah itu rumah dinas Departemen Keuangan
Kata golongan N adalah kata-kata yang secara gramatik mempunyai perilaku sebagai
berikut:
1. Pada tataran klausa dapat menduduki fungsi S, P, dan O.
2. Pada tataran frase tidak dapat dinegatifkan dengan kata tidak melainkan dengan
kata bukan, dapat diikuti kata itu sebagai atributnya, dan dapat mengikutu kata
depan di atau pada sebagai aksisnya.
Klausa Verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata atau frase golongan V.
Misalnya, petani mengerjakan sawahnya dengan tekun
Kata golongan V adalah kata yang pada tataran klausa cenderung menduduki
fungsi P dan pada tataran frase dapat dinegatifkan dengan kata tidak. Misalnya kat-kata
berdiri, gugup, menoleh, berhati-hati, membaca, tidur, kurus, dan sebagainya.
Klausa ini P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat,
atau terdiri dari frase golongan V yang unsur pusatnya berupa kata sifat. Misalnya
udaranya panas sekali
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
intransitif atau terdiri dari frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja intransitif.
Misalnya, orang tua anak itu berada di luar negeri
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja transitif
atau terdiri dari frasa verbal yang unsur pusatnya berupa kata kerja transitif. Misalnya,
Ahmad sedang membaca buku novel.
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
refleksif yaitu kata kerja yang menyatakan ‘perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan
itu sendiri. Pada umumnya kata kerja ini berbentuk kata kerja me-N diikuti kata diri.
Misalnya, ia tidak dapat lagi menahan diri
Klausa ini P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk golongan kata kerja
resiprokal yaitu kata kerja yang menyatakan ‘kesalingan’. Bentuknya adalah saling me-N
(saling) ber-an dengan proses pengulangan atau tidak dan (saling) me-N. Misalnya, mereka
saling memukul
Klausa bilangan atau klausa numerial adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata
atau frase golongan bilangan. Misalnya, anaknya dua orang
Kata bilangan adalah kata-kata yang dapat diikuti oleh kata penyukat, yaitu kata-
kata orang, ekor, batang, keping, buah, kodi, helai, dan masih abnayk lagi.
Klausa depan atau klausa preposisional adalah klausa yang P-nya terdiri dari frase
depan, yaitu frase yang diawali kata depan sebagai penanda. Misalnya, beras itu dari
Delanggu
4. FRASA
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak
melampaui batas fungsi unsur klausa. Frase mempunyai dua sifat, yaitu:
1. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
2. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya
frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S,P,O, PEL, atau
KET.
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Frase eksosentrik yaitu
frase yang tidak demikian maksudnya tidak mempunyai distribusi yang sama dengan
semua unsurnya.
Frase endosentik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu frase endosentrik
yang koordinatif, frase endosentrik yang atributif, dan frase endosentrik yang apositif.
Frase ini terdiri dari unsur yang setara. Kesetaraannya itu dapat dibuktikan dengan
kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau.
Misalnya, suami istri, ayah ibu, tua muda, dan sebagainya.
Frase ini terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara karena itu unsur-unsur itu tidak
dapat dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Misalnya, sekolah inpres,
buku baru, malam ini, dan sebagainya. Kata yang dicetak miring pada contoh tersebut
merupakan unsur pusat (UP) sedangkan unsur lainnya merupakan atribut(Atr).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase dapat
digolongkan menjadi empat golongan, yaitu frase nominal, frase verbal, frase bilangan,
dan frase keterangan.
Frase nominal adalah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata
nominal. Misalnya, ia membeli baju baru
1. N diikuti N, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP diikuti oleh
kata atau frase nominal sebagai UP atau Atr. Jadi semua unsurnya berupa kata atau
farse nominal. Misalnya, rumah pekarangan, ayah ibu, gedung sekolah, kakak
saya, dan sebagainya.
2. N diikuti V, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP, diikuti kata
atau frase verbal sebagai Atr. Misalnya, mahasiswa lama, acara terakhir, rumah
baru, dan sebagainya.
3. N diikuti bilangan maksudnya frase ini terdiri dari kata atau frase nominal sebagai
UP diikuti frase atau kata sebagai Atr. Misalnya, telur tiga butir, sawah lima petak,
orang dua, dan sebagainya.
4. N diikuti keterangan, maksudnya frase ini terdiri dari kata atau frase nominal
sebagai UP diikuti kata atau frase keterangan sebagai Atr. Misalnya, koran kemarin
pagi.
5. N diikuti FD, maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP diikuti
frase depan sebagai Atr. Misalnya, kereta api Surabaya.
6. N didahului Bil., maksudnya terdiri dari kata atau frase nominal sebagai UP,
didahului kata atau farse sebagai Atr. Misalnya, dua kertas kerja, dua buah sepeda
baru, lima kodi kain batik, sepuluh ekor ayam, dan sebagainya.
7. N didahului Sd. Maksudnya terdiri kata atau frase nominal sebagai UP didahului
oleh kata sandang sebagai atribut. Misalnya, si Ahmad, si Kancil, dan sebagainya.
8. Yang diikuti N terdiri dari kata yang sebagai penanda diikuti kata atau frase
nominal sebagai aksisnya. Misalnya, yang ini, yang itu, dan sebagainya.
9. Yang diikuti V, maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda diikuti kata atau
frase verbal sebagai aksisnya. Misalnya, yang akan mengantar, yang terpandai,
yang bertopi, dan sebagainya.
10. Yang diikuti Bil. Maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda diikuti kata
atau frase bilanagn sebagai aksisnya. Misalnya, yang dua, yang tiga buah, yang
kelima puluh, dan sebagainya.
11. Yang diikuti Ket. Maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda diikuti kata
atau frase keterangan. Misalnya, yang kemarin siang, yang tadi, yang sekarang,
dan sebagainya.
12. Yang diikuti FD maksudnya terdiri dari kata yang sebagai penanda diikuti frase
depan sebagai aksisnya. Misalnya, yang dari Jepang, yang ke Surabaya, yang
untuk Ahmad, dan sebagainya.
Dari penelitian terhadap hubungan makna antara unsurunsur dalam frase diperoleh
hubungan makna dalam frase nominal sebagai berikut:
1. Penjumlahan
Hubungan makna ini ditandai dengan kata penghubung dan di antara kedua
unsurnya. Misalnya, suami (dan) istri, nusa (dan) bangsa, dan sebagainya.
2. Pemilihan
Hubungan makna ini ditandai dengan kemungkinan peletakkan kata atau di antara
unsurnya. Misalnya, ayah (atau) ibu, satu (atau) dua hari lagi.
3. Kesamaan
Hubungan makna ini ditandai dengan peletakkan kata penghubung adalah di antara
unsurnya. Misalnya, kakak saya, Ahmad
4. Penerang
Hubungan makna ini ditandai oleh kemungkinan diletakkannya kata yang di antara
unsurnya. Misalnya, pohon rindang, buku baru , dan sebagainya.
5. Pembatas
Hubungan makna ini ditandai oleh tidak mungkinnya diletakkan kata yang, dan
atau, dan adalah di antara unsur frase yang terdiri dari N diikuti N. Misalnya,
jendela rumah, pembangunan gedung, buku sejarah, dan sebagainya.
6. Penentu atau Petunjuk
Frase jendela itu berbeda dengan frase jendela rumah. Unsur itu menyatakan
hubungan makna ‘penerang’ sekali pun dapat ditambahkan kata yang di anatara
unsurnya dan bukan menyatakan hubungan makna ‘pembatas’ tetapi menunjukkan
makna ‘penerang’ atau ‘petunjuk’.
7. Jumlah
Dalam frase dua jembatan unsur dua yang berfungsi sebagai Atr menyatakan
hubungan makna ‘jumlah’ bagi kata jembatan yang berfungsi sebagai UP.
8. Sebutan
Misalnya frase ibu dosen yang menyatakan ‘nama panggilan’ , haji rony yang
menyatakan ‘nama gelar keagamaan’. Kedua frase tersebut mempunyai satu
makna yaitu ‘sebutan’.
Frase verbal atau frase golongan V adalah frase yang mempunyai distribusi yang
sama dengan kata verbal. Persamaan distribusi itu dapat diketahui dengan jelas dari adanya
jajaran.
Dari pene;itian yang dilakukan diperoleh hubungan makna dalam frase verbal
sebagai berikut:
1. Penjumlahan
Hubungan makna penjumlahan memiliki kemungkinan diletakkannya kata
penghubung dan di antara unsurnya. Misalnya, putih bersih, cantik molek, ayah
ibu,dan sebagainya.
2. Pemilihan
Hubungan makna ini dengan jelas dinyatakan dengan kata penghubung atau.
Misalnya, besar atau kecil, gemuk atau kurus, duduk atua berdiri, dan sebagainya.
3. Ragam
Dalam frase mungkin pergi kata mungkin berfungsi sebagai Art menyatakan
hubungan makna ‘ragam’, yaitu menyatakan sikap pembicara terhadap tindakan
atau peristiwa yang tersebut pada golongan V yang menjadi Upnya. Makna ragam
dapat menjadi beberapa golongan. Kata mungkin pergi disebut ‘makna
kemungkinan’, dapat membimbing menyatakan ‘hubungan makna kemampuan’,
mau menyatakan ‘kemauan’, harus dan wajib menyatakan keharusan, dan
sebagainya.
4. Negatif
Kata penghubung untuk menandai hubungan makna ini yaitu bukan, belum, tidak,
dan sebagainya. Misalnya, tidak malu, belum selesai, bukan putih, dan sebagainya.
5. Aspek
Aspek menyatakan berlangsungnya perbuatan, apakah perbuatan itu sedang
berlangsung, akan berlangsung, sudah berlangsung atau berkali-kali dilakukan.
Kata penghubung yang menyatakan hubungan makna ini yaitu kata akan, mau,
sedang, sudah, masih, telah,pernah, jarang, kadang-kadang, kerapkali, sering, dan
selalu. Misalnya, sudah mandi, jarang datang, masih tidur, sedang makan, akan
pergi,dan sebagainya.
6. Tingkat
Kata-kata penghubung untuk meyatakan makna tingkat adalah kurang, amat,
sangat, sekali, terlalu, dan paling. Misalnya, amat pandai, sangat kuat, gemuk
sekali, dan sebagainya.
Frase bilangan adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
bilangan. Misalnya, tiga ekor ayam, sepuluh helai, hanya satu, cuma dua belas, dan
sebaginya. Kata tiga ekor ayam memiliki kesamaan makna dengan kata tiga.
Frase keterangan adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata
keterangan. Misalnya, tadi malam memiliki kesamaan dengan kata tadi.
4.3.5 Frase Depan
Frase depan adalah frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda diikuti oleh
kata atau frase sebagai aksisnya. Misalnya, di sebuah rumah, dengan sangat tenang,sejak
dari tadi, dan sebagainya.