AGAMA ISLAM
Disusun oleh:
A. Latar Belakang
Peran islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 macam.
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat islam, bukan paradigma
sekular seperti yang ada sekarang. Paradigma islam ini menyatakan bahwa
Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi
seluruh ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir
dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan
sehari-hari. Standar Syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya
pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum
syariah islam).
Kita tentu tau bahwa, perkembangan teknologi dari masa ke masa
semakin maju, salah satu bukti nyata adalah mendapatkan informasi apa
yang kita inginkan melalui sebuah handphone, selain itu perkembangan
teknologi juga mempengaruhi pendidikan, industri, perbankan, dll.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin oleh
peradaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di
berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal)
yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu
mengagumi dan meniru-niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi
sikap kritis terhadap segala dampak negatif yang diakibatkannya.
Oleh karena itu, tentunya agama islam mempunyai peran penting
didalamnya, salah satu diantaranya adalah bagaimana cara agar orang
mukmin bisa menggunakan teknologi tersebut tanpa terpengaruh dengan
hal-hal negatif di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan iptek dan seni?
2. Apa yang dimaksud paradigma hubungan agama dan iptek?
3. Apa yang dimaksud integrasi iptek dan seni dalam islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimakud dengan iptek dan seni.
2. Untuk mengetahui dan memahami hubungan afgama dan iptek.
3. Untuk mengetahui integrasi iptek dan seni dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iptek
Berbagai definisi tentang sains, teknologi dan seni telah diberikan oleh para
filosuf, ilmuwan dan budayawan seolah-olah mereka mempunyai definisi
masing-masing sesuai dengan apa yang mereka senangi.
Sains di-Indonesiakan menjadi ilmu pengetahuan, sedangkan dalam sudut
pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda maknanya.
Pengetahuan adalah segala sesusatu yang diketahui manusia melalui tangkapan
panca indera, instuisi, dan diklasifikasi, diorganisasi, disistematisasi dan
diinterprestasi, kebenarannya, dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara
etimologis kata ilmu berarti “kejelasan”, karena itu segala yang terbentuk dari
akar katanya mempunyai ciri kejelasan.
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 845 kali dalam al-Qur’an.
Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dari obyek
pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan.
Dalam kajian filsafat, setiap ilmu membatasi diri pada salah satu bidang
kajian. Sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu tertentu disebut sebagai
spesialis, sedangkan orang yang banyak tahu tetapi tidak mendalam disebut
generalis. Karena keterbatasan kemampuan manusia, maka sangat jarang
ditemukan orang yang menguasai beberapa ilmu secara mendalam.
Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dari pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Agama yang
dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia
dengan Penciptanya (dengan aqidah dan aturan ibadah), hubungan manusia
dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak, makanan, dan pakaian), dan
hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan mu’amalah dan
uqubat/sistem pidana).
Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abjad XIX di Barat sebagai
jalan keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan
penemuan ilmu pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar
kebenaran ilmu pengetahuan. Tapi ternyata banyak ayat Bible yang
berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu pengetahuan. Contohnya,
menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya meja dengan
empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan.
“Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat
penjuru angin bumi dan mereka menahan keempat angina bumi, supaya
jangan ada angina bertiup di darat, atau di laut, atau di pohon-pohon.”
(Wahyu-Wahyu 7:1)
Kalau konsisten dengan teks Bibel, menurut Adian Husaini, maka fakta
sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bibel. Ini tidak masuk
akal dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu
pengetahuan akhirnya dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.
Paradigma tersebut didasarkan pada pemikiran Karl Marx yang atheis dan
memandang agama (Kristen) sebagai candu masyarakat, karena agama
menurut membuat orang terbius dan lupa akan penindasan kapitalisme yang
kejam. Karl Marx (1957) mengatakan :
“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of the heartless world,
just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the people.”
(Agama adalah keluh kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia tak
berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh dari situasi yang tanpa ruh. Agama
adalah candu bagi rakyat).
Berdasarkan paradigma sosial ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya
sama sekali dengan iptek. seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam
paradigma sosial didasarkan pada ide dasar matarialisme, khususnya
Matarialisme Dialektis. Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang
memandang adanya keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus-menerus
melalui proses dialektika, yaitu melalui pertentangan-pertentangan yang ada
pada materi yang sudah mengandung benih perkembangan itu sendiri.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan
bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan
berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu. Firman
Allah SWT :
َّ ِْهم ِح ي طً ا شَ ْي ءْ ب ِ كهل
ّْللاْه َو كَا َن
“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (al-Nisa' :
126).
ّْللاَْ َو أ َ َّن
َّ ِْع لْ ًم ا شَ ْي ءْ ب ِ كهلِْ أ َ َح ا طَْ ق َ ْد
“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.”
(al-Thalaq : 12)
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah SAW dalam meletakkan akidah
Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan,
bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada
hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim
yang tertera dalam Al Quran :
ِ ْتْ َخ ل
ْقْ ف ِ ي إ ِ َّن ِ اْل َ ْر
ِ ضْ ال سَّ َم ا َو ا ْ فْ َو ِ ارْ ال ل َّ يْ ِلْ َو ا ْخ ت ِ ََل
ِ ََو ال ن َّ ه
ْاْل َلْ ب َ ا بِْ ِْل هو لِ ي ََل ي َ ات
ْ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang
yang berakal.” (Ali Imran : 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala
pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-
muslim yang taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan
prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa
kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal
nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, al-Khawarzmi
(w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, al-Battani (w. 858) sebagai
ahli astronomi dan matematika, al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran,
ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Murrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran
dan teknik, dan masih banyak lagi.
Adapun mengenai seni, Islam dapat menerima semua hasil karya manusia
selama sejalan dengan pandangan Islam. al-qur’an memerintahkan manusia
untuk menegakkan kebajikan, memerintahkan perbuatan yang ma’ruf dan
mencegah perbuatan yang munkar. Kesenian yang ma’ruf merupakan budaya
masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan yang
munkaradalah perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Beranjak dari itu semua, setiap orang hendaknya memelihara nilai-nilai seni
yang ma’ruf dan sejalan dengan ajaran Islam. Hal ini mengantarkan mereka
untuk memelihara hasil kesenian setiap masyarakat. Seandainya ada pengaruh
yang dapat merusak kebudayaan dan kreasi seni suatu masyarakat, maka
seorang muslim harus tampil mempertahankan yang ma’ruf yang telah ada dan
diakui di masyarakat tersebut.
Ayat di atas menggambarkan keutuhan antara iman, ilmu, dan amal atau
Akidah, Syari’ah dan Akhlak dengan menganalogikan bangunan dinul Islam
bagaikan sebatang pohon yang baik. Akarnya menghujam ke bumi, batangnya
menjulang tinggi ke langit, cabangnya atau dahannya rindang, dan buahnya
amat lebat. Ini merupakan gambaran bahwa anatara iman, ilmu, dan amal
merupakan satu kesatuan yang utuh tidak dapat dipisahkan antara satu sama
lain. Iman diidentikkan dengan akar dari sebuah pohon yang menopang
tegaknya jaran Islam. Ilmu bagaikan batang pohon yang mengeluarkan dahan-
dahan dan cabang-cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan amal ibarat buah dari
pohon itu identik dengan teknologi dan seni. Iptek yang dikembangkan di atas
nilai-nilai iman dan ilmu akan menghasilkan amal saleh bukan kerusakan alam.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun (hamba Allah)
dan sebagai Khalidah Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan,
ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan
esensi Khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan social maupun lingkungan alam.
Akal memiliki kemampuan untuk memilih salah satu yang terbaik bagi
dirinya.
Dua fungsi diatas merupakan satu kesatuan yang tidak boleh terpisah. Dan
simbol dari kedua fungsi itu adalah dzikir dan fikir.
Kesimpulan
Dari penjabaran mengenai IPTEK dan seni dalam Islam dapat
disimpulkan bahwa, belajar dan mengembangkan iptek merupakan bentuk
keimanan seseorang dan menjadi daya penggerak untuk menggali ilmu.
Paradigma Islam yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar segala
pengetahuan seorang muslim telah mencetak muslim-muslim yang taat dan
soleh, tetapi sekaligus cerdas dalam IPTEK.
IPTEK dalam islam memiliki integritas atau keterkaitan yang tinggi,
hal ini erat kaitannya dengan bagaimana tiap manusia memahami esensi dari
ajaran-ajaran islam itu sendiri. Dalam Al-Quran sudah sangat diterangaka
dengan jelas mengenai bagaimana Allah SWT mengarahkan umatnya dalam
menjalani kehidupan termasuk dalam menggali Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, serta Seni yang ada di setiap sisi kehidupan. Dalam hal ini, Islam
dengan sangat terbuka menerima dan mendukung keberadaan IPTEK dalah
surat-surat yang tercantum dalam Al-Quran. Bahkan Islam dengan jelas
menerangkan bahwa IPTEK perlu digali dan dikaji seiring berkembanganya
zaman. Hal ini bertujuan untuk mengatur kehidupan umat manusia agar
tidak terbawa arus negative dari adanyakemajuan teknologi yang semakin
pesat.
Saran
Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang bergitu sempurna dan kompleks
dibandingkan dengan makhluk-makhluk-Nya yang lain, kita sebagai
manusia haruslah memahami dan mengerti hakikat dari penciptaan kita di
dunia ini. Untuk menuntut dan mengamalkan Ilmu Pengetahuan harus
didasari dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. agar dapat
memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar
kita.