Anda di halaman 1dari 18

Berdasarkan foto toraks, efusi pleura dapat dikelompokkan menjadi efusi

pleura sederhana dan efusi pleura kompleks (Ellis SM, Flower C, 2006)
1. Efusi pleura sederhana
Suatu efusi pleura dikatakan sederhana jika
- Pada foto toraks postero anterior posisi tegak cairan biasanya terakumulasi
mengikuti gravitasi dengan batas atasnya didefinisikan sebagai meniscus
sign.
- Pada posisi terlentang, suatu efusi pleura sederhana akan terakumulasi
pertama sekali di bagian posterior dada dan meniscus sign kadang tidak
terlihat.
- Terdapat peningkatan secara keseluruhan yang membayangi hemitoraks
yang dapat dengan mudah diabaikan
- Jika ukuran efusi cukup besar, makan akan tampak adanya penebalan yang
jelas di tepi pleura yang disebabkan oleh perpindahan posisi paru yang
menjadi terpisah dari dinding dada oleh karena cairan.
- Jika posisi pasien semi-tegak maka cairan akan terakumulasi di bagian
belakang kostofrenikus yang tersembunyi dan di posterior rongga pleura.
- Secara keseluruhan hasilnya adalah peningkatan opasitas pada daerah yang
lebih rendah dengan tetap mempertahankan bayangan diafragma, tanpa
ada meniskus, dan bahkan sudut kostofrenikus masih normal. Kolapsnya
lobus paru tidak tergantung posisi pasien
2. Efusi pleura kompleks
Suatu efusi pleura dikatakan kompleks jika
- Ketika bentuk efusi tidak membentuk meniscus sign seperti dijelaskan di
atas tetapi malah lurus atau cembung, ini menunjukkan bahwa efusi
tersebut adalah kompleks dan biasanya mengandung cairan yang kental
dan atau bersekat
- Efusi pleura kompleks tidak selalu terakumulasi di daerah paling bawah
dan oleh karena itu cairan dapat terakumulasi di mana saja di dalam
rongga pleura
- Suatu efusi pleura kompleks mungkin disebabkan oleh adanya empiema
atau hematom, tetapi efusi pleura sederhana yang kronis dapat menjadi
kompleks tanpa adanya infeksi yang menyertai dan suatu efusi pleura
sederhana yang berada dalam rongga pleura yang kompleks dapat
menunjukkan gambaran efusi pleura kompleks misalnya pada pasien yang
sebelumnya pernah dilakukan intervensi bedah atau pernah terjadi infeksi
sebelumnya.
Berdasarkan USG, efusi pleura juga dapat dibedakan menjadi efusi pleura
sederhana dan efusi pleura kompleks (Coley BD, 2013)
1. Efusi pleura sederhana
- Gambaran anechoic yang homogen
2. Efusi pleura kompleks
- Tidak bersekat dengan gambaran hipoechoic
- Terdapat lebih dari satu sekat
- Gambaran echoic yang homogen

. Mekanisme Efusi Pleura


Dalam rongga pleura yang normal, cairan masuk dan keluar dengan
jumlah yang sama secara terus – menerus karena adanya filtrasi yang
berkelanjutan dari sejumlah kecil cairan rendah protein dalam pembuluh darah
mikro yang normal. Pada akhir abad ke-19, Starling dan Tubby mengeluarkan
sebuah hipotesis, bahwa pertukaran cairan mikrovaskuler dan zat terlarut diatur
oleh keseimbangan antara tekanan hidrostatik, tekanan osmotik, dan permeabilitas
membran. (McGrath E, Anderson PB, 2011)
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan yang berlebihan di dalam rongga
pleura. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara produksi dan
penyerapan cairan pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya terisi
sejumlah kecil cairan, biasanya hanya 0,1-0,2 ml/kgBB.
Cairan pleura terbentuk dan diserap kembali secara lambat, dengan jumlah
yang sama dan mempunyai kadar protein yang rendah dibandingkan dengan paru
dan kelenjar getah bening perifer. Beberapa mekanisme terbentuknya cairan
pleura antara lain : (Yataco JC, Dweik RA, 2005)
 Peningkatan tekanan hidrostatik dalam sirkulasi pembuluh darah kecil.
Data klinis menunjukkan bahwa peningkatan tekanan intra kapiler
merupakan faktor yang paling sering menyebabkan efusi pleura pada gagal
jantung kongestif.
 Penurunan tekanan onkotik di sirkulasi pembuluh darah kecil disebabkan
oleh hipoalbuminemia yang cenderung meningkatkan cairan di dalam
rongga pleura.
 Peningkatan tekanan negatif di rongga pleura juga menyebabkan
peningkatan jumlah cairan pleura. Hal ini biasanya disebabkan oleh
atelektasis.
 Pemisahan kedua permukaan pleura dapat menurunkan pergerakan cairan
dalam rongga pleura dan dapat menghambat drainase limfatik pleura. Hal
ini bisa disebabkan oleh trapped lung.
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler yang disebabkan oleh
mediator inflamasisangat memungkinkan terjadinya kebocoran cairan dan
protein melewati paru dan pleura visceral ke rongga pleura. Hal ini telah
dibuktikan dengan adanya infeksi seperti pneumonia
 Gangguan drainase limfatik permukaan pleura karena penyumbatan oleh
tumor atau fibrosis
 Perembesan cairan ascites dari rongga peritoneal melalui limfatik
diafragma atau dari defek diafragma.

. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura ditegakkan melalui beberapa langkah
1) Anamnesis dan pemeriksaan klinis (Havelock T et al, 2010)
Gejala yang ditimbulkan akibat efusi pleura antara lain sesak napas, nyeri
dada yang bersifat pleuritik, batuk, demam, menggigil. Manifestasi klinis efusi
pleura tergantung kepada penyakit yang mendasarinya. Pemeriksaan fisik bisa
normal jika jumlah cairan kurang dari 300 mL. Selanjutnya, jika fungsi
pernapasan dan pengembangan paru dan dinding dada masih normal biasanya
jarang menimbulkan hipoksemia yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh
penurunan ventilasi dan perfusi di saat yang bersamaan di paru yang mengalami
kompresi. (Yu H, 2011)
Akumulasi cairan di dalam rongga pleura akan menyebabkan gangguan
restriksi dan mengurangi kapasitas total paru, kapasitas fungsional, dan kapasitas
vital paksa. Hal ini akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
disebabkan atelektasis parsial pada area yang bersangkutan, jika ukuran efusi
cukup luas maka akan mempengaruhi kardiak output dengan menyebabkan
ventrikel kolaps diastolik.
Ada tiga gejala yang paling umum dijumpai pada efusi pleura yaitu nyeri
dada, batuk, dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan efusi pleura oleh
karena penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Nyeri dada yang ditimbulkan
oleh efusi pleura bersifat pleuritic pain. Nyeri pleuritik menunjukkan iritasi lokal
dari pleura parietal, yang banyak terdapat serabut saraf. Karena dipersarafi oleh
nervus frenikus, maka keterlibatan pleura mediastinal menghasilkan nyeri dada
dengan nyeri bahu ipsilateral. Nyeri juga bisa menjalar hingga ke perut melalui
persarafan interkostalis. Sedangkan batuk kemungkinan akibat iritasi bronkial
disebabkan kompresi parenkim paru. (Roberts JR et al, 2014)
Efusi pleura dengan ukuran yang besar dapat mengakibatkan peningkatan
ukuran hemitoraks serta menyebabkan ruang interkostal menggembung pada sisi
yang terjadi efusi. Pada palpasi akan didapati taktil fremitus berkurang atau
menghilang sama sekali disebabkan cairan tersebut memisahkan paru – paru dari
dinding dada dan menyerap getaran dari paru – paru. Pada perkusi didapati beda,
dan akan berubah saat pasien berubah posisi jika cairan bisa mengalir bebas. Pada
auskultasi akan didapati suara napas yang menghilang tergantung ukuran efusi.
Egofoni dapat terdengar di batas paling atas dari efusi sebagai akibat dari
penyebab jaringan paru yang atelektasis. Gesekan pleura dapat dijumpai jika
terjadi iritasi di pleura, tetapi kadang juga sulit dijumpai dari auskultasi sampai
cairan terevakuasi. (Roberts JR, et al 2014)

Tabel 2.1 Volume cairan pleura dan hubungannya dengan pemeriksaan fisik
(Klopp M, 2013)
Volume cairan pleura Temuan klinis
<250-300 cm3 Kemungkinan masih normal
500 cm3 1. Redup pada perkusi
2. Fremitus melemah
3. Pernapasan vesikular tetapi
intensitasnya menurun
1000 cm3 1. Tidak adanya retraksi inspirasi,
sedikit bulging pada sela iga
2. Ketinggalan bernapas pada sisi
yang sakit
3. Perkusi redup sampai ke scapula
dan axilla
4. Fremitus melemah atau
menghilang di posterior dan lateral
5. Suara pernapasan bronkovesikuler
6. Pada auskultasi terdapat Egophany
(suara i terdengar e) pada batas
paling atas efusi
Masif (memenuhi satu hemitoraks) 1. Bulging pada sela iga
2. Ketinggalan bernapas pada sisi
yang sakit
3. Suara napas menghilang
4. Pada auskultasi terdapat Egophony
(suara i terdengar e) di apeks
5. Liver atau spleen dapat teraba
karena adanya penekanan
diafragma.

2) Pemeriksaan Radiologis
a. Foto Toraks
Karena cairan bersifat lebih padat daripada udara, maka cairan yang
mengalir bebas tersebut pertama sekali akan menumpuk di bagian paling bawah
dari rongga pleura, ruang subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi
pleura biasanya terdeteksi pada foto toraks postero anterior posisi tegak jika
jumlah cairan sampai 200 – 250 ml. Foto toraks lateral dapat mendeteksi efusi
pleura sebesar 50 – 75 ml.
Tanda awal efusi pleura yaitu pada foto toraks postero anterior posisi
tegak maka akan dijumpai gambaran sudut kostofrenikus yang tumpul baik dilihat
dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan yang
mengalir bebas akan menampakkan gambaran meniscus sign dari foto toraks
postero anterior. Ketinggian efusi pleura sesuai dengan tingkat batas tertinggi
meniskus. Adanya pneumotoraks atau abses dapat mengubah tampilan meniskus
menjadi garis yang lurus atau gambaran air fluid level. (Roberts JR et al, 2014)
Efusi pleura lebih sulit teridentifikasi pada foto toraks dengan posisi
terlentang. Jika ukuran efusi cukup besar, bayangan kabur yang menyebar dapat
dimaklumi. Gambaran lain yang dapat ditemui antara lain tertutupnya bagian
apikal, obliterasi hemidiafragma, gambaran opasitas sebagian di hemitoraks, dan
fisura minor yang melebar.
Foto toraks lateral dekubitus bisa dilakukan ketika dicurigai adanya efusi
pleura. Efusi pleura sederhana akan mengikuti gravitasi dan akan terbentuk
lapisan antara paru yang mengambang dengan dinding dada. Gambaran yang
tidak seperti biasa mencerminkan adanya lakulasi, abses atau massa. Foto toraks
lateral dekubitus terbalik akan menarik cairan ke arah mediastinum dan
memungkinkan untuk melihat parenkim paru untuk melihat apakah ada infiltrat
atau massa yang ada di balik perselubungan tersebut.
Dengan adanya penyakit dan scar paru, perlengketan jaringan dapat
menyebabkan cairan terperangkap di permukaan pleura parietal, visceral atau
interlobar. Karena perlengketan ini menyebabkan penumpukan cairan, maka
bentuk efusi terlokalisir sering digambarkan sebagai D-shape, sedangkan cairan
yang terlokalisir di daerah fisura akan berbentuk lentikular. (Roberts JR et al,
2014)
Berdasarkan foto toraks, efusi pleura terbagi atas small, moderate dan
large. Dikatakan efusi pleura small jika cairan yang mengisi rongga pleura kurang
dari sepertiga hemitoraks. Efusi pleura moderate jika cairan yang mengisi rongga
pleura lebih dari sepertiga tetapi kurang dari setengah hemitoraks. Sedangkan
efusi pleura dikatakan large jika cairan yang mengisi rongga pleura lebih dari
setengah hemitoraks. Selain itu efusi pleura juga dapat dinilai sebagai efusi pleura
masif jika cairan sudah memenuhi satu hemitoraks serta menyebabkan pergeseran
mediastinum ke arah kontralateral, menekan diafragma ipsilateral, dan kompresi
paru, jika tidak ada lesi endobronkial yang menyebabkan atelektasis dan fixed
mediastinum. (Light RW, Lee YCG, 2008)
Pada kasus efusi pleura masif, seluruh hemitoraks akan terdapat bayangan
opasitas. Pada foto tersebut, pergeseran mediastinum dapat mengidentifikasi
penyebab efusi pleura tersebut. Dengan tidak adanya paru atau mediastinum yang
sakit, akumulasi cairan yang besar akan mendorong mediastinum ke kontralateral.
Ketika mediastinum bergeser ke arah efusi kemungkinan kelainannya adalah di
paru dan bronkus utama atau adanya obstruksi atau keduanya. Ketika
mediastinum tetap di medial kemungkinan penyebabnya adalah tumor. (Roberts
JR et al, 2014)

Gambar 2.1 (a) Efusi pleura kiri pada foto toraks tampak dari postero anterior dan lateral (b).
Meniscus sign dapat terlihat dari kedua posisi tersebut. (Roberts JR et al, 2014)
b. USG Toraks
Ada beberapa keuntungan dari penggunaan USG toraks untuk menilai
suatu efusi pleura. USG toraks merupakan prosedur yang mudah dilakukan dan
merupakan tindakan yang tidak invasif dan dapat dilakukan di tempat tidur pasien.
USG toraks lebih unggul daripada foto toraks dalam mendiagnosis efusi pleura
dan dapat mendeteksi efusi pleura sekecil 5ml. meskipun beberapa hal yang detail
hanya bisa terlihat pada CT scan, USG dapat mengidentifikasi efusi yang
terlokalisir, membedakan cairan dari penebalan pleura, dan dapat membedakan
lesi paru antara yang padat dan cair. USG juga dapat digunakan untuk
membedakan penyebab efusi pleura apakah berasal dari paru atau dari abdomen.
Selain itu USG dapat dilakukan di tempat tidur pasien yang sangat berguna untuk
identifikasi cepat lokasi diafragma dan tingkat interkostal untuk menentukan batas
atas efusi pleura. (Roberts JR et al, 2014)

Gambar 2.2 Gambaran efusi pleura pada USG toraks (Lee YCG, 2013)

c. CT scan toraks
Meskipun tindakan torakosentesis biasanya dilakukan berdasarkan temuan
foto toraks, tetapi CT scan toraks lebih sensitif dibandingkan dengan foto toraks
biasa untuk mendeteksi efusi pleura yang sangat minimal dan mudah menilai luas,
jumlah, dan lokasi dari efusi pleura yang terlokalisir. Lesi lokulasi bisa tampak
samar – samar pada foto toraks biasa. Pada gambaran CT scan toraks, cairan yang
mengalir bebas akan membentuk seperti bulan sabit dapa daerah paling bawah,
sedangkan penumpukan cairan yang terlokalisir akan tetap berbentuk lenticular
dan relatif tetap berada dalam ruang tersebut. Selain itu, CT scan toraks dapat
digunakan untuk menilai penebalan pleura, ketidakteraturan, dan massa yang
mengarah keganasan dan penyakit – penyakit lain yang menyebabkan efusi pleura
eksudatif. Dengan menggunakan zat kontras intra vena, CT scan toraks dapat
membedakan penyakit parenkim paru, seperti abses paru. Emboli paru juga dapat
terdeteksi dengan menggunakan zat kontras intra vena. CT scan toraks juga
berguna dalam mengidentifikasi patologi mediastinum dan dalam membedakan
ascites dari efusi pleura subpulmonik yang terlokalisir. (Roberts JR et al, 2014)

Gambar 2.3 Gambaran efusi pleura tampak pada CT scan toraks (Lee YCG, 2013)

3) Torakosintesis untuk diagnostik


Torakosintesis yang dilanjutkan dengan analisis cairan pleura dapat
dengan cepat mempersempit diagnosis banding efusi pleura. Sebagian besar
cairan pleura berwarna kekuningan. Temuan ini tidak spesifik karena cairan
berwarna kekuningan terdapat pada berbagai kasus efusi pleura. Namun tampilan
warna lain efusi pleura dapat membantu untuk mendiagnosis penyebab efusi
pleura. Cairan yang mengandung darah dapat ditemukan pada kasus pneumonia,
keganasan, dan hemotoraks. Jika warna cairan sangat keruh atau seperti susu
maka sentrifugasi dapat dilakukan untuk membedakan empiema dari kilotoraks
atau pseudokilotoraks. Pada empiema, cairan yang berada di bagian atasakan
bersih sedangkan debris – debris sel akan mengendap di bagian bawah, sedangkan
pada kilotoraks ataupun pseudokilotoraks warna cairan akan tetap sama karena
kandungan lipid yang tinggi dalam cairan pleura. Cairan yang berwarna
kecoklatan atau kehitaman dicurigai disebabkan oleh abses hati oleh infeksi
amuba dan infeksi aspergillus. Setelah dilakukan torakosintesis, cairan harus
langsung dikirim untuk analisis biokimia, mikrobiologi dan pemeriksaan sitologi.
Analisis biokimia cairan pleura meliputi menilai kadar protein, pH, laktat
dehydrogenase (LDH), glukosa, dan albumin cairan pleura. Karena rongga pleura
terisi oleh cairan, maka protein menjadi penanda yang penting untuk membedakan
apakah cairan pleura termasuk transudat atau eksudat. (McGrath E, Anderson PB,
2011)
Efusi pleura dikatakan ganas jika pada pemeriksaan sitologi cairan pleura
ditemukan sel – sel keganasan. Diagnosis hemotoraks ditegakkan jika ada bukti
trauma dada pada pasien yang menjalani operasi dalam waktu 24 jam terakhir,
memiliki kecenderungan untuk terjadinya pendarahan, serta perbandingan nilai
hematokrit cairan pleura dengan serum lebih besar dari 50%. (Liu YH et al, 2010)
Gambar 2.4 Proses torakosentesis (Roberts JR et al, 2014)
Tabel 2.2 Pemeriksaan cairan pleura untuk penegakan diagnostik (Light RW, Lee
YCG, 2008)
Penyakit Uji diagnostik cairan pleura
Empiema Observasi (nanah, bau busuk), kultur
Keganasan Sitologi positif
Pleuritis karena lupus Terdapat sel lupus eritematosus
Efusi pleura tuberkulosis Positif mengandung BTA, kultur, ADA > 40-60 U/L
Pleuritis karena jamur Positif pewarnaan KOH, kultur
Efusi pleura karena Kolesterol > 300 mg/dL, kolesterol /trigliserida > 1,0
kolesterol kristal kolesterol
Kilotoraks Trigliserida > 110 mg/dL, dijumpai kilomikron
Hemotoraks Hematokrit (rasio cairan pleura/darah > 0,5)
Urinotoraks Kreatinin (rasio cairan pleura/serum >1,0)
Dialisis peritoneum Protein < 1,0g/dL, glukosa > 300 mg/dL
Perpindahan Observasi (seperti susu jika diinfus lipid) cairan
ekstravaskular dari kateter pleura / glukosa serum > 1,0 (infus glukosa)
vena sentral
Pleuritis reumatoid karakteristik sitologi (pH < 7,00, glukosa < 30
mg/dL), LDH > 1000 IU/L
Fistel duro-pleura Terdapat β2 transferin
Tabel 2.3 Tampilan cairan pleura untuk membantu diagnosis (Light RW, Lee
YCG, 2008)
Perkiraan diagnosis
Warna cairan
Kuning pucat (jerami) Transudat, eksudat pauci-cellular
Merah (seperti darah)
Hematokrit < 5% Keganasan, BAPE (benign asbestos pleural
effusion), PCIS (post cardiac injury syndrome),
infark paru
Hematokrit cairan Trauma
pleura/serum ≥0,5
Putih susu Kilotoraks atau efusi pleura karena kolesterol
Coklat Efusi pleura menyerupai darah yang sudah
berlangsung lama; pecahnya abses hati amuba ke
rongga pleura
Hitam Spora Aspergillus niger
Kuning kehijauan Pleuritis reumatoid
Warna dari selang makanan Selang makanan masuk ke dalam rongga pleura,
atau infus vena sentral perpindahan kateter ekstravaskular ke
mediastinum / rongga pleura
Karakteristik cairan
Nanah Empiema
Kental Mesotelioma
Debris Pleuritis reumatoid
Keruh Eksudat inflamasi atau efusi lipid
Anchovy paste Pecahnya abses hati amuba
Bau atau cairan busuk Empiema anaerobik
Ammonia Urinotoraks
4) Biopsi Pleura
Pada kasus efusi pleura yang belum tegak diagnosisnya di mana dicurigai
disebabkan oleh keganasan dan nodul pada pleura tampak pada CT scan dengan
kontras, maka biopsi jarum dengan tuntunan CT scan merupakan metode yang
tepat. Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika dilakukan di daerah dengan
tingkat kejadian tuberkulosis yang tinggi, walaupun torakoskopi dan biopsi jarum
dengan tuntunan CT scan dapat dilakukan untuk hasil diagnostik yang lebih
akurat. (Havelock T et al, 2010)

5) Torakoskopi
Torakoskopi merupakan pemeriksaan yang dipilih untuk kasus efusi pleura
eksudat di mana diagnostik dengan aspirasi cairan pleura tidak meyakinkan dan
dicurigai adanya keganasan. (Havelock T et al, 2010)

6) Pemeriksaan Lain Pada Kondisi Tertentu (Havelock T et al, 2010)


- Pleuritis tuberkulosis
Ketika dilakukan biopsi pleura, maka sampel harus dikirim untuk
pemeriksaan histologi dan kultur untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis.
Biopsi pleura melalui torakoskopi merupakan pemeriksaan yang paling akurat
untuk mendapatkan hasil positif untuk kultur mikobakterium (dan juga
sensitivitas obat). Penanda tuberkulosis pleura dapat bermakna di negara -
negara dengan angka kejadian tuberkulosis yang rendah. Adenosine
deaminase (ADA) adalah penanda yang paling sering digunakan.
- Rheumathoid Arthritis yang berhubungan dengan efusi pleura
Sebagian besar efusi pleura yang disebabkan oleh Rheumathoid Arthritis
menunjukkan kadar glukosa yang sangat rendah yaitu <1,6 mmol/L (29
mg/dL).
- Systemic Lupus Erithematosus (SLE)
Antinuclear antibody (ANA) cairan pleura tidak diperlukan diukur
secara rutin karena hanya menunjukkan kadar serum dan biasanya tidak
membantu.
- Kilotoraks dan pseudokilotoraks
Pada kasus terduga kilotoraks atau pseudokilotoraks maka cairan
pleura harus diperiksakan untuk menilai kristal kolesterol, kilomikron, kadar
trigliserida cairan pleura dan kadar kolesterol cairan pleura.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan
mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi cairan dari
dalam rongga pleura kemudian mengatasi penyakit yang mendasarinya. Pilihan
terapinya bergantung pada jenis efusi pleura, stadium, dan penyakit yang
mendasarinya. Pertama kita harus menentukan apakah cairan pleura eksudat atau
transudat. (Yu H, 2011)
Penatalaksanaan efusi pleura dapat berupa aspirasi cairan pleura ataupun
pemasangan selang dada. Aspirasi cairan pleura dilakukan untuk tujuan diagnostik
misalnya pada efusi pleura yang tidak diketahui penyebabnya dan terapeutik yaitu
untuk mengevakuasi cairan maupun udara dari rongga pleura ketika pasien tidak
sanggup lagi untuk menunggu dilakukan pemasangan selang dada misalnya pada
pasien tension pneumotoraks. Selain aspirasi cairan pleura dapat juga dilakukan
pemasangan selang dada untuk tujuan terapeutik. Pemasangan selang dada
diperlukan jika terjadi gangguan fungsi fisiologis sistem pernapasan dan
kardiovaskular. (Klopp M, 2013)
Selain torakosentesis, prinsip penanganan efusi pleura adalah dengan
mengobati penyakit yang mendasarinya. Tindakan emergensi diperlukan ketika
jumlah cairan efusi tergolong besar, adanya gangguan pernapasan, ketika fungsi
jantung terganggu atau ketika terjadi perdarahan pleura akibat trauma tidak dapat
terkontrol. Drainase rongga pleura juga harus segera dilakukan pada kasus
empiema toraks.
Efusi pleura minimal yang disebabkan oleh proses malignansi terkadang
akan teratasi dengan sendirinya setelah dilakukan tindakan kemoterapi, namun
tindakan pleurodesis harus tetap dilakukan setelah cairan berhasil dievakuasi pada
kasus di mana efusi pleura berulang atau ketika jumlah cairan dalam rongga
pleura tergolong moderat. (Sato T, 2006)

a. Torakosentesis

Jenis selang dada

Gambar 2.5 Large Bore kateter (Alazemi S, 2013)

Small-bore kateter
Small-bore kateter telah mengalami perkembangan secara signifikan
selama beberapa tahun terakhir. Kateter tersebut terbuat dari bahan yang lebih
lembut dan lebih fleksibel daripada selang dada ukuran besar yang standar.
Hal ini diyakini dapat mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan yang
dirasakan pasien dan lebih aman digunakan untuk dinding dada. Ada banyak
jenis small-bore kateter yang tersedia yaitu mulai dari ukuran 8 F sampai 28
F, tetapi yang paling sering digunakan adalah ukuran antara 8 F sampai 16 F.
Beberapa kateter memiliki ujung yang melengkung dan dinamakan pigtail
kateter. Bentuk seperti ini berfungsi sebagai mekanisme pengunci internal
untuk mencegah terjadinya tercabutnya selang secara tidak sengaja misalnya
pada pasien yang tidak kooperatif maupun pada saat transportasi pasien.
Gambar 2.6 Pigtail kateter (Alazemi S, 2013)

Gambar 2.7 Pigtail kateter dengan guidewire (Mahmood K, Wahidi MM,2013)

luka yang lebih sedikit dan tidak memerlukan penjahitan setelah proses
pencabutan selang dada. (Mahmood K, Wahidi MM,2013)
Small-bore kateter disebut juga dengan pigtail kateter. (Azan B et al,
2014) Pigtail kateter adalah sebuah selang dada ukuran kecil yang digunakan
untuk mengalirkan cairan maupun udara dari rongga pleura. (Cardenas G et al,
2009) Pigtail kateter pertama kali dilaporkan digunakan untuk drainase cairan
pleura pada tahun 1970. (Caroll P, 2012)
gambar 2.9 anatomi dari neurovascular bundle, saraf interkostal, arteri dan vena terletak di
bagian inferior (Roberts JR et al, 2014)

gambar 2.10 Prosedur pemasangan selang dada konvensional dengan teknik blunt
dissection (Roberts JR, Custalow CB, Thomsen TW, et al 2014)

Anda mungkin juga menyukai