Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. ANALISIS SITUASI
Pemerintah Indonesia mempunyai harapan bahwa derajat kesehatan
penduduk Indonesia meningkat setiap tahunnya. Keberhasilan pembangunan
kesehatan tersebut diharapkan sesuai dengan visi kementrian kesehatan tahun 2011
yaitu Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Visi tersebut diharapkan
bahwa bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup
bersih dan sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata (Kemenkes, 2011).
Adanya pencanangan tersebut, usaha pemerintah dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang terjangkau dan semakin baik kepada masyarakat,
tertuang dalam upaya pengembangan kesehatan dengan menyelenggarakan pos
pelayan terpadu yang lebih dikenal dengan sebutan posyandu. Posyandu adalah
pelayanan yang diselenggarakan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk
masyarakat sedangkan pemerintah hanya menfasilitasi. Posyandu telah ditetapkan
oleh pemerintah sebagai suatu strategi untuk memperluas jangkauan pelayanan
kesehatan masyarakat (Depkes, 1996).
Posyandu merupakan langkah yang cukup strategis dalam rangka
pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar dapat membangun
dan menolong dirinya sendiri, sehingga perlu ditingkatkan pembinaannya. Untuk
meningkatkan pembinaan, posyandu sebagai pelayanan kesehatan masyarakat yang
dikelola untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan pelayanan teknis dari
petugas, perlu ditumbuh kembangkan peran aktif masyarakat (Ismawati, 2010).
Posyandu diselenggarakan terutama untuk memantau kesehatan balita (baik
imunisasi maupun penimbangan berat badan). Posyandu sangat berperan dalam
memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, karena kegiatan yang dilakukan
dalam posyandu merupakan kegiatan untuk menanggulangi masalah-masalah gizi
balita. Kegiatan yang dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi antara lain
dengan penimbangan secara berkala anak dibawah lima tahun (Balita) yang

1
merupakan perpaduan dari kegiatan pendidikan gizi, monitoring gizi, dan intervensi
gizi melalui usaha usaha posyandu. Usaha-usaha tersebut tidak akan berdayaguna
dan berhasil tanpa dukungan dari masyarakat. Usaha penanggulangan masalah gizi
memerlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antara tenaga kesehatan dengan
kader, dan peran aktif ibu untuk mengikuti kegiatan posyandu (Depkes RI, 2001).
Partisipasi aktif ibu ditandai oleh tingkat kehadiran balita di posyandu. Salah
satu indikator keberhasilan posyandu dalam usaha perbaikan gizi adalah angka
pencapaian program (N/S) yang tinggi yaitu melihat jumlah balita yang naik berat
badannya (N) dari seluruh balita yang ada di posyandu (S). Pencapaian angka N/S
ini perlu didukung oleh pencapaian angka partisipasi masyarakat (D/S ) yang tinggi
pula yaitu jumlah anak balita yang hadir dan ditimbang di posyandu (D) dari semua
anak balita yang ada di suatu wilayah posyandu (S). D/S juga merupakan suatu rasio
tingkat kehadiran anak balita di posyandu (Depkes RI, 1987).
Adanya partisipasi masyarakat (D/S) ke posyandu adalah langkah awal untuk
mencapai derajat kesehatan yang baik, karena informasi dan pengetahuan tentang
kesehatan akan sampai ke semua sasaran sehingga tujuan untuk merubah perilaku
hidup sehat akan mudah tercapai (Masnuchaddin, 1992). Beberapa manfaat yang
diperoleh ibu balita jika aktif dalam kegiatan posyandu antara lain mendapatkan
penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan balita yang normal, mendapat vitamin
A untuk kesehatan mata balita, ibu balita mengetahui pertumbuhan berat badan
balita tiap bulan, ibu balita mendapatkan pemberian dan penyuluhan tentang
makanan tambahan (PMT).
Keaktifan ibu balita dalam kegiatan posyandu dapat bermanfaat untuk
memantau tumbuh kembang balitanya (Depkes RI, 2006). Tingkat kehadiran anak
balita di posyandu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) Faktor
Predispossing atau faktor yang memudahkan meliputi umur, pendidikan dan
pengetahuan ibu balita, pendapatan, pekerjaan, 2) Enabling factors atau faktor yang
memungkinkan meliputi kelengkapan sarana, jarak tempat tinggal, 3) Reinforcing
factors atau faktor yang memperkuat meliputi sikap dan perilaku kader, keaktifan
petugas kader, dukungan lembaga terkait (Notoatmodjo, 2007).

2
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering di gunakan pada bayi baru lahir. Pengukuran berat badan merupakan
pengukuran yang terpenting dalam memeriksa bayi atau balita (Maryunani, 2010).
Perubahan berat dikaitkan dengan berat badan ideal, berat badan normal,
berat badan biasa, dan berat badan sekarang (BBS). Perubahan tersebut penting
dicatat untuk mengetahui apakah seseorang empunyai risiko mengalami malnutrisi
(Arisman, 2010).
Menurut Gupte (2004), bayi akan memiliki berat badan 2 kali berat lahirnya
pada umur 5 sampai 6 bulan dan 3 kali berat lahirnya pada umur 1 tahun. Berat
badannya bertambah 4 kali lebih banyak dalam 2 tahun, 5 kali lebih banyak dalam
3 tahun, 6 kali lebih banyak dalam 5 tahun dan 10 kali lebih banyak dalam 10 tahun.
Balita naik berat badannya adalah bagian dari upaya pokok puskesmas
dibidang Perbaikan Gizi Masyarakat. Berdasarkan data yang dimiliki Puskesmas
Panarung, dari program Balita Naik Berat Badannya pada tahun 2018 dari target
2018 anak hanya tercapai 433 anak (21,46%) yang memiliki kenaikan terhadap
berat badannya.
Rendahnya capaian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kunjungan balita ke posyandu yang kurang, kesadaran dari orang tua membawa
anak ke posyandu kurang sehingga tidak bisa dilakukannya penimbangan atau
pemantauan berat badan setiap bulannya.

B. PERMASALAHAN
Tidak tercapainya upaya pokok Puskesmas Panarung tahun 2018 dalam
upaya perbaikan gizi masyarakat, dimana menurut data pada tahun 2018 hanya
tercapai target 21,46% balita naik berat badannya.

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH


Berikut alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Penyuluhan mengenai pentingnya kenaikan berat badan balita, upaya
pencegahan berupa pemberian gizi seimbang dan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) yang baik dan benar

3
2. Pembuatan dan pembagian leaflet mengenai Gizi Seimbang pada Balita

Tabel 1. Daftar Alternatif Pemecahan Masalah


Masalah Pemecahan Masalah
1. Kesadaran dari orang tua 1. Penyuluhan mengenai
membawa anak ke posyandu pentingnya mengetahui
kurang kenaikan berat badan pada
balita, upaya pencegahan
berupa pemberian gizi
seimbang dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT)
yang baik dan benar
2. Pembuatan dan pembagian
leaflet mengenai Gizi
Seimbang pada Balita

D. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH


Penentuan prioritas masalah merupakan hal yang sangat penting, setelah
masalah-masalah kesehatan terindentifikasi. Metode yang dapat dilakukan dalam
penentuan prioritas masalah dibedakan atas 2, yaitu: secara scoring dan non-
scroing. Kedua metode tersebut pelaksanaannya berbeda –beda dan pemilihannya
berdasarkan data yang tersedia.
Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan masalah menggunakan teknik
scoring jenis metode Urgency, Seriousness, Growth (USG). Analisis Urgency,
Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu metode skoring untuk menyusun
urutan prioritas isu yang harus diselesaikan. Pada tahap ini masing-masing masalah
dinilai tingkat risiko dan dampaknya. Bila telah didapatkan jumlah skor maka dapat
menentukan prioritas masalah. Langkah skoring dengan menggunakan metode
USG adalah membuat daftar akar masalah, membuat tabel matriks prioritas masalah
dengan bobot skoring 1-5 dan nilai yang tertinggi sebagai prioritas masalah. Untuk

4
lebih jelasnya, pengertian urgency, seriousness, dan growth dapat diuraikan sebagai
berikut (Kotler dkk, 2001):
a. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dan dihubungkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tuntuk memecahkan
masalah yang menyebabkan isu tadi.
b. Seriousness
Seberapa serius isu perlu dibahas dan dihubungkan dengan akibat yang timbul
dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau
akibat yang menimbulkan masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak
dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu
masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila
dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
c. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi berkembang
dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan makin memburuk kalau
dibiarkan.
Metode USG merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas masalah
dengan metode teknik scoring. Proses untuk metode USG dilaksanakan dengan
memperhatikan urgensi dari masalah, keseriusan masalah yang dihadapi, serta
kemungkinan bekembangnya masalah tersebut semakin besar. Hal tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Urgensy atau urgensi, yaitu dilihat dari tersedianya waktu, mendesak atau
tidak masalah tersebut diselesaikan.
b. Seriousness atau tingkat keseriusan dari masalah, yakni dengan melihat
dampak masalah tersebut terhadap produktifitas kerja, pengaruh terhadap
keberhasilan, membahayakan system atau tidak.
c. Growth atau tingkat perkembangan masalah yakni apakah masalah tersebut
berkembang sedemikian rupa sehingga sulit untuk dicegah.
Penggunaan metode USG dalam penentuan prioritas masalah dilaksanakan
apabila pihak perencana telah siap mengatasi masalah yang ada, serta hal yang

5
sangat dipentingkan adalah aspek yang ada dimasyarakat dan aspek dari masalah
itu sendiri. Adapun keterangan pemberian skor dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Keterangan Pemberian Skor USG


5 Sangat penting
4 Penting
3 Netral
2 Tidak penting
1 Sangat tidak penting

Anda mungkin juga menyukai