Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun
tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah
pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap
sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut,
termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan
tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualaitas tempat tinggal dan rekreasi
Wilayah pesisir adalah wilayah yang rentan terhadap pencemar karena
berbagai aktivitas diantaranya pemukiman, pertambangan, pelabuhan, dan
perkebunan. Keadaan tersebut cenderung mengakibatkan penurunan kualitas sehingga
lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah
tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan
penduduk secara berkelanjutan.
Lingkungan yang dikatakan tercemar, jika kadar lingkungan tersebut tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya, atau keluar dari sifat alaminya. Tingkat pencemaran
lingkungan laut yang masih tinggi ditandai antar lain dengan terjadinya eutrofikasi
atau meningkatnya jumlah nutrisi disebabkan oleh polutan. Nutrisi yang berlebihan
tersebut, umumnya berasal dari limbah industri, limbah domestik seperti deterjen,
maupun aktivitas budidaya pertanian di daerah aliran sungai yang masuk ke laut.
Pencemaran di laut bisa pula ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan fitoplankton
atau algae yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk. Kasus-kasus pencemaran
di lingkungan laut antara lain terjadi di muara-muara sungai. Meski kerap terjadi,
inventarisasi terjadinya red tide di Indonesia sampai saat ini masih belum terdata
dengan baik, termasuk kerugian yang dialami.
Indikator dalam melakukan penilaian terhadap lingkungan yang dianggap
tercemar dapat dilakukan dengan beberapa pengamatan. Seperti pengamatan secara
fisik, kimiawi dan bilogis. Secara umum diketahu untuk pemeriksaan pencemaran air
adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO),

1
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemycal oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan
oksigen kimiawi (Chemical Oxigen Demand, COD).
Pencemaran yang terjadi di pesisir dan laut tidak hanya bersumber dari lokasi
tersebut, aktifitas manusia dan buangan limbah yang berasal dari hulu sungai akan
terbawa aliran air dan berujung di laut. Kegiatan-kegiatan yang berasal dari daratan
yang dapat menimbulkan pencemaran di laut adalah, limbah rumah tangga, khususnya
ekoli yang merupakan penyumbang terbesartingkat pencemar di suatu perairan. Selain
itu juga ada run off dari perkantoran, industri dan kota. Sedangkan penyumbang bahan
pencemar yang berasal dari wilayah pesisir dan laut salah satunya adalah aktifitas
pengerukan dan pengurugan pasir di muara sungai, aktifitas pelabuhan, tumpahan
minyak baik itu yang berasal dari kilang minyak di pesisir ataupun akibat dari
transfortasi laut.
Melihat kondisi wilayah pantai Sungai Dua Laut yang mempunyai karakteristik
pantai berpasir dan merupakan pantai terbuka, adanya pelsus (pelabuhan khusus),
Perusahaan kelapa sawit dan adanya perusahaan batubara disekitar perairan tersebut
serta sungai yang bermuara kemungkinan akan adanya pencemaran di daerah pantai
Sungai Dua Laut. Dilihat dari hasil analisis plankton didapatkan adanya jumlah
individu plankton yang berlimpah pada suatu stasiun sedangkan pada stasiun lainnya
di perairan yang sama jumlah tersebut sangat sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi horizontal plankton di suatu perairan tidak merata.

1.2. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari laporan Pencemaran dan Pengelolaan limbah adalah


membandingkan teori pembelajaran di kelas dengan hasil analisis di lapangan.
Sedangkan tujuan dari laporan Pencemaran dan Pengelolaan Limbah adalah
sebagai berikut :
1. Mengetahui kondisi Perairan Sungai Dua laut.
2. Mengetahui faktor-faktor dan sumber-sumber yang mempengaruhi
pencemaran laut di Perairan Sungai Dua Laut.
3. Mengetaui pengaruh pencemaran terhadap biota dan kualitas perairan di
Sungai Dua Laut.
4. Mengetaui upaya penaggulangan pencemaran di Perairan Sungai Dua Laut.

2
1.3. Ruang Lingkup
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dilakukannya praktik lapang merupakan kajian
pencemaran laut di perairan Sungai Dua Laut, Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan
Selatan.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi dari praktik lapang pencemaran laut adalah mengetahui
parameter dan cara pengambilan data. Indikator pencemaran meliputi:
1. Parameter fisik yaitu suhu, kekeruhan, kecerahan, arus, dan pasang surut.
2. Parameter kimia yaitu secara insitu (salinitas, pH dan DO) dan secara eksitu
(COD, BOD5, logam berat (besi dan mangan), TSS, dan fosfat).
3. Parameter biologi yaitu plankton dan benthos.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak
sesuai lagi dengan baku mutu dan fungsinya (Dewi, 2009). Sedangkan menurut Miller
(2004), Pencemaran adalah sebaran penambahan pada udara, air dan tanah atau
makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau
organism hidup lainnya.
Pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi, secara langsung maupun
tidak langsung oleh kegiatan manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah
pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap
sumberdaya alam hayati, kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut,
termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan
tingkat kualitas air laut serta menurunkan kualaitas tempat tinggal dan rekreasi (KLH,
1991 dalam mukhtasor 2009).
Program Lingkungan PBB atau United Nations Environmental Programs
(Bishop 1983) Pencemaran Laut adalah dimasukannya substansi atau energi ke dalam
lingkungan laut oleh manusia secara langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan seperti merusak sumberdaya
hidup, bahaya pada kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan kelautan
diantaranya perikanan, rusaknya kualitas air dan pengaruhnya pada keindahan dan
kenyamanan.

2.2. Jenis dan Sumber Pencemaran


Bahan pencemar yang masuk kee lingkungan laut dapat berasal dari berbagai
sumber, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

4
Sumber Pencemaran
Laut

Land based pollution Marine based pollution


(bersumber dari darat) (bersumber dari darat)

- Limbah air pendingin PLTU - Pengeboran/ eksplorasi


(limbah panas) minyak
- Limbah rumah tangga - Limbah produkdi minyak
- Sewage - Air ballas kapal
- Limbah terikut sungai - Limbah pelabuhan
- Limbah organik dan non - Limbah dari kapal tanker
organik - Limbah kapal penumpang
- Saluran pembuangan pabrik - Kecelakaan tumpahan minyak
- Limbah dari deposisi cerobong dan kebocoran pipa
asap - dan sebagainya
- dan sebagainya

Gambar 1. Diagram Sumber-sumber Pencemaran Laut (Mukhtasor, 2006)


Definisi pencemaran menurut jenisnya dibagi dalam tiga jenis :
1) Pencemaran air
Perubahan komposisi atau kondisi air akibat adanya kegiatan atau hasil kegiatan
manusia secara langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan air
menjadi tidak layak difungsikan sebagaimana fungsi wajar air tersebut.
2) Pencemaran Udara
Perubahan komposisi udara dari keadaan normalnya akibat dari masuknya
substansi-substansi yang mengakibatkan gangguan terhadap makhluk hidup atau
menimbulkan pengaruh buruk terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya.
3) Pencemaran Tanah
Yaitu perubahan fisik maupun kimiawi tanah yang dapat mengakibatkan
menurunnya daya guna atau berkurangnya kemampuan daya dukung tanah, bila
digunakan tanpa pengolahan lebih dahulu (Alfiah, 2010).
Bila ditinjau dari asalnya, maka bahan pencemar yang masuk ke ekosistem
laut dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Berasal dari laut itu sendiri, misalnya pembuangan sampah air ballas dari kapal,
lumpur, buangan dari kegiatan pertambangan di laut.

5
2. Berasal dari kegiatan-kegiatan di daratan. Bahan pencemar dapat masuk ke
ekosistem laut melalui udara atau terbawa oleh air (sungai, sistem drainase)
(Kartawinata et al., 1997 dalam Harizal, 2006).
Bila ditinjau dari daya urainya, maka bahan pencemaran pada perairan laut
dapat dibagi atas dua jenis: yaitu (1) Senyawa-senyawa konservatif, yang merupakan
senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama didalam suatu badan perairan sebelum
akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya berbagai reaksi fisik dan kimia
perairan, misalnya logam-logam berat, pestisida, atau deterjen; dan (2) Senyawa-
senyawa non konservatif, yang mudah terurai dan berubah bentuk dalam suatu badan
perairan, misalnya senyawa-senyawa organic seperti karbohidrat, lemak, dan
proteinyang mudah terlarut menjadi zat-zat organik oleh mikroba (Mukhtasor, 2006).
Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut dapat diklasifikasikan dalam
berbagai cara. Mannion dan Bowlby (1992) dalam Misran (2002) menggolongkannya
dari segi konservatif/non-konservatif :
a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :
 buangan yang dapat terurai (seperti sampah dan lumpur), buangan dari industry
pengolahan makanan, proses distilasi (penyulingan), industri-industri kimia,
dan tumpahan minyak;
 pupuk, umumnya dari industri pertanian;
 buangan dissipasi (berlebih), pada dasarnya adalah energi dalam bentuk panas
dari buangan air pendingin, termasuk juga asam dan alkali.
b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu :
 partikulat, seperti buangan dari penambangan (misalnya : tumpahan dari
tambang batubara, debu-debu halus), plastik-plastik inert;
 buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga
bentuk :
(i) logam-logam berat (besi, timbal, zinkum);
(ii) hidrokarbon terhalogenasi (DDT dan pestisida lain dari hidrokarbon
terklorinasi, dan PCBs atau polychlorinated biphenyl); dan
(iii) bahan-bahan radioaktif.
Berdasarkan sebaran sumber masuknya limbah kedalam kawasan pesisir dan
laut, sumber pencemar dapat dibedakan menjadi (1) Point sources (sumber titik), yaitu

6
sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan jelas lokasinya, misalnya sumber
pencemaran dari instalasi pembuangan pabrik atau industri dan tumpahan minyak
yang terjadi karena kecelakaan kapal tanker atau pengeboran minyak di laut; dan (2)
Non point sources (sumber bukan titik), yaitu sumber pencemar yang tidak terlokalisir
secara definitive, misalnya buangan rumah tangga yang tidak terintegrasi di kawasan
pesisir, limbah dari lahan pertanian, sedimentasi dari aliran yang berasal pegunungan
serta bahan pencemar lain yang sulit dilacak sumbernya (Mukhtasor, 2006).

Gambar 2. Sumber pencemar Point Gambar 3. Sumber pencemar


sources Nonpoint Sources

Menurut Mukhtator (2002), bahan pencemar yang masuk ke lingkungan laut


berasal dari berbagai sumber :
1) Limbah Rumah Tangga, Limbah rumah tangga masuk ke perairan laut secara
langsung dari outfall di pinggir pantai, dari sungai yang bermuara di laut dan
dari aliran sungai. Penanganan limbah domestik lebih sulit untuk dikendalikan
karena sumbernya yang menyebar.
2) Limbah Lumpur, Limbah lumpur tersusun oleh padatan yang terpisah dari
limbah rumah tangga, sehingga menimbulkan akibat hampir sama dengan
limbah rumah tangga, namun seringkali mengandung logam berat dengan
konsentrasi lebih tinggi. Limbah lumpur merupakan salah satu limbah yang
mendominasi buangan ke laut.
3) Limbah Industri, Limbah industri berasal dari bermacam-macam pabrik,
termasuk industri makanan dan minuman, penyulingan minyak, perhiasan
logam, pabrik baja/logam, pabrik kertas serta pabrik kimia organik maupun
anorganik lainnya. Beberapa diantaranya mengandung unsur yang sangat

7
beracun, biasanya berupa bahan yang asam, basa, logam berat, dan bahan
organik yang beracun.
4) Limbah Pengerukan, Pengerukan, terutama untuk kegiatan navigasi dan
pelabuhan, merupakan aktivitas manusia yang terbesar dalam melimpahkan
bahan-bahan buangan ke dalam laut. Kebanyakan bahan kerukan
(dredgespoils) diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya sudah sangat
tercemar oleh sampah-sampah pemukiman, bahan organik, dan sisa buangan
industri termasuk logam berat dan minyak. Di samping itu, limbah pengerukan
menghasilkan masalah pengeruhan air oleh karena padatan terlarut (suspended
solid) yang dikandungnya.
5) Limbah Eksplorasi dan Produksi Minyak, Kegiatan operasi indutri minyak
lepas pantai mengakibatkan beban pencemaran yang serius pada lokasi
tertentu, mulai dari pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut,
sampai dengan pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai
dengan pencemaran kimiawi dari bahan organik dan logam-logam berbahaya.
Beberapa limbah yang berbahaya dihasilkan, seperti “drilling mud” dan
“cutting mud” yang sangat beracun, “produce water”(air yang ikut terisap
bersama minyak), “drill cutting”(buangan sisa pengeboran), “drilling
fluids”(cairan kimia untuk membantu proses pengeboran), “flaring
smoke”(asap pembakaran) sampai tumpahan minyak.
6) Tumpahan minyak, Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan
sumber pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut
dapat berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau dari
proses yang disengaja seperti pencucian tangki halas, transfer minyak
antarkapal maupun kelalaian awak kapal. Umumnya cemaran minyak dari
kapal tanker berasal dari pembuangan air tangki balas. Sebagai gambaran,
untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan air dari tangki balasnya mencapai
1.200 barel.
7) Limbah Radioaktif, Sisa bahan radioaktif umumnya sekarang banyak disimpan
dalam tempat-tempat penyimpanan di daratan. Beberapa diantaranya
ditenggelamkan ke dasar laut yang dalam. Dari kebocoran tempat-tempat

8
penyimpanan inilah kemungkinan akan terjadi pencemaran bahan radioaktif di
laut.
8) Cemaran Panas, Kehidupan d laut umumnya sangat peka terhadap perubahan
suhu air. Suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan
yang tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang laut. Air
pendingin (Cooling water) dan effluent dari beberapa industri dibuang ke
lingkungan laut pada suhu yang tinggi daripada lingkungan laut itu sendiri.
Begitu juga dengan penggunaan air laut untuk pendingin pembangkit nuklir
yang meningkat dengan cepat. Satu unit pembangkit nuklir memerlukan sekitar
1 milyar gallon air per hari. Dan ini sangat berbahaya apabila tidak direncakan
dengan baik, termasuk air pendingin yang dikembalikan ke laut pada suhu lebih
tinggi 11-20oC dibanding suhu air laut normal.
9) Sedimen, Sedimen membawa bahan dari daratan yang hanyut oleh air sungai,
dan sebagian besar mengendap di kawasan pesisir dan pantai. Limbah jenis ini
berbahaya bagi kehidupan laut, karena kekeruhan yang ditimbulkan dapat
menutupi insang atau elemen penyaring pada binatang yang makan dengan
cara menyaring air (organisme filter feeder, seperti misalnya jenis kerang-
kerangan).
10) Limbah padat, Limbah padat yang dibuang ke laut berupa sampah merupakan
salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah. Di Indonesia,
sampah yang dibuang ke laut sebenarnya cukup banyak dan pada saat ini sudah
pada kondisi yang memperhatinkan, terutama di perairan teluk Jakarta dan
beberapa perairan lainnya di Indonesia.
11) Limbah dari Kapal, Kegiatan operasional tersebut dapat berupa pembersihan
tangki-tangki baik secara rutin maupun untuk pengedokan, pembuangan
kotoran yang ada di saluran got kapal, pembuangan air ballast , termasuk juga
sampah dan limbah minyak dari mesin kapal. Semua kapal yang beroperasi
diwajibkan memiliki penampung limbah.
12) Limbah Pertanian, Limbah pertanian dapat menimbulkan eutrofikasi yang
disebabkan karena akumulasi bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan yang
membusuk. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat
menyebabkan terganggunya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan,

9
sehingga kegiatan fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya
menjadi terhenti.
13) Pestisida adalah jenis-jenis bahan kimia yang digunakan untuk memberantas
hama, yang bervariasi jenisnya dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang
berbeda-beda. Di antara jenis pestisida, insektisida organoklorin dikenal sangat
persisten, seperti DDT (dikloro difenil tukloroetana), dieldrin, endrin,
klordane dan heptaklor.
14) Cat Antifouling, Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling)
ternyata telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta
sedimen di dekat dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara
terus-menerus mengeluarkan racun untuk membunuh organisme penempel di
dasar kapal.
15) Limbah Perikanan, Potensi sumber daya ikan yang berlimpah menjadikan
banyak tumbuh industri pengolahan ikan., mulai dari skala kecil sampai
industri dengan skala yang besar, di Indonesia.aktivitas penangkapan ikan
dengan bahan peledak atau racun kimia mengakibatkan beban pencemaran laut
yang semakin tinggi dan potensi berkurangnya produksi ikan di beberapa
daerah.

2.3. Indikator Pencemaran


Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk
dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan, antara
lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003).
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
 Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna,
bau dan rasa.
 Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat
kimia yang terlarut dan perubahan pH.
 Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

10
Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah pH
atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan
oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen
kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). Pemantauan kualitas air pada sungai
perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis hubungan
parameter pencemaran air dan debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan
pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2003).
Pencemaran air dapat diketahui dari aspek fisik-kimia dan/atau aspek biologi.
Beberapa indikator pencemar air aspek fisika-kimia adalah sebagai berikut :
a. pH (derajat keasaman)
pH suatu badan air merupakan indikasi keseimbangan antara asam (ditandai
dengan ion H+) dan basa (OH-). Keduanya merupakan ion pembentuk air (H2O).
Air murni memiliki asam dan basa dalam jumlah yang seimbang pada pH 7. Air
bersifat asam bila pH-nya kurang dari 7, dan bila lebih dari 7 air akan bersifat
basa. Apabila pH air kurang dari 5 dan lebih dari 9, maka badan air tersebut telah
dikatakan tercemar.
b. Suhu
Suhu air berkisar pada 25oC Suhu air pada tiap badan air berbeda-beda tergantung
pada ketinggian dan kondisi geografis. Suhu air di daerah tropis berbeda dengan
suhu air di daerah subtropis. Air dikatakan tercemar apabila suhu air pada wilayah
tersebut berubah secara drastis.
c. Warna
Air yang memenuhi syarat kesehatan secara umum adalah tidak berasa, tidak
berbau dan tidak berwarna (jernih). Ketiga syarat tersebut bukan sekedar
merupakan syarat estetika, tapi juga merupakan indikasi apakah air tersebut
tercemar atau tidak. Perubahan warna air bisa diakibatkan karena partikel terlarut
seperti lumpur, fitoplankton dan mikroorganisme yang bersifat mikroskopis.
Sumber pencemaran warna terutama berasal dari limbah cair industri cat, industri
tekstil dan pencelupan kain, serta industi pewarna pakaian dan makanan.
d. Disolved Oxygen (DO)
DO atau oksigen terlarut, adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam satu liter
air (mg/l). Oksigen merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup

11
untuk proses metabolisme. Kehidupan tumbuhan dan organisme perairan
tergantung dari kemampuan badan air mempertahankan jumlah oksigen terlarut
dalam air. Semakin rendah jumlah oksigen terlarut dalam air menunjukkan makin
tingginya tingkat pencemaran suatu perairan.
e. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD atau permintaan oksigen biologis, adalahh jumlah oksigen (dalam mg) yang
diperlukan oleh mikroorganisme (terutama bakteri) untuk proses
penguraian/oksidasi dan stabilisasi bahan organik secara biologis pada kondisi
aerobik (kondisi dimana mikroba tidak dapat hidup tanpa oksigen) dalam satu liter
air limbah. BOD yang tinggi mengindikasikan adanya bahan organik yang tinggi
pula, dan itu berarti tingkat pencemaran di suatu badan air juga tinggi. hal ini
dikarenakan mikroorganisme memerlukan oksigen dalam jumlah besar untuk
menguraikan bahan organik dalam jumlah besar pula.
f. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD atau permintaan oksigen kimiawi merupakan pengukuran jumlah bahan
organik dengan menggunakan persamaan dari jumlah oksigen (dalam mg) yang
diperlukan untuk mengoksidasikan bahan organik secara kimiawi dalam satu liter
air limbah. Nilai COD selalu lebih besar dari BOD. Hal ini dikarenakan tidak
semua bahan organik yang dihitung melalui persamaan kimia mampu diuraikan
oleh mikroorganisme.
g. Logam Berat
Logam tertentu sejatinya dibutuhkan oleh tubuh, namun dalam jumlah yang cukup
dan tidak berlebih, seperti zat besi untuk pembentukan sel darah merah. Air
dikatakan tercemar apabila kandungan logam di dalam air tersebut melebih batas
dan jumlah yang ditentukan sehingga bersifat racun dan berdampak negatif
terhadap sistem tubuh, jenis logam berat paling berbahaya adalah raksa, perak,
tembaga, seng, nikel, timah hitam, kadmium, arsen dan kromium.
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun
2004. Tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari dan biota laut, menyatakan baku
mutu air laut adalah sebagai berikut :

12
Tabel 1. Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari

No. Parameter Satuan Baku


Mutu
FISIKA
1 Warna Pt. Co 30
2 Bau Tidak
berbau
3 Kecerahana m >6
4 Kekeruhana ntu 5
5 Padatan tersuspensi totalb mg/l 20
6 Suhu c oC alami3(
c)
7 Sampah - nihil
8 Lapisan minyak 5 - 1(4)
nihil
1(5)
KIMIA
1 pHd - 7 - 8,5(
2 Salinitase %o d)
alami3(
e)
3 Oksigen Terlarut (DO) mg/l >5
4 BOD5 mg/l 10
5 Amoniak bebas (NH3-N) mg/l nihil1
6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015
7 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008
8 Sulfida (H2S) mg/l nihil1
9 Senyawa Fenol mg/l nihil1
10 PAH (Poliaromatik mg/l 0,003
11 hidrokarbon)
PCB (poliklor bifenil) µg/l nihil1
9 Surfaktan (detergen) mg/l 0,001
10 Minyak & lemak MBAS
mg/l 1
11 Pestisidaf µg/l nihil1(
f)
Logam terlarut:
12 Raksa (Hg) mg/l 0,002
13 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/l 0,002
14 Arsen (As) mg/l 0,025
15 Cadmium (Cd) mg/l 0,002
16 Tembaga (Cu) mg/l 0,050
17 Timbal (Pb) mg/l 0,005
18 Seng (Zn) mg/l 0,095
19 Nikel (Ni) mg/l 0,075

BIOLOGI
200( g)

13
MPN/100
1 E Coliform (faecal )g
ml
2 Coliform (total) g MPN/100 1000( g)
ml
RADIO NUKLIDA
Komposisi yang tidak
1 Bq/l 4
diketahui

Keterangan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam
dan musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan tipis
(thin layer) dengan ketebalan 0,01mm
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2
musiman
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata
musiman
 Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
 Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman
Tabel 2. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut
No. Parameter Satuan Baku mutu
FISIKA
1 Kecerahana m coral: >5
mangrove: -
lamun: >3
2 Kebauan - alami3
3 Kekeruhana NTU <5

14
4 Padatan tersuspensi totalb mg/l coral: 20
mangrove: 80
lamun: 20
5 Sampah - nihil 1(4)
6 Suhuc oC alami3( c)
coral: 28-30( c)
mangrove: 28-32 ( c)
lamun: 28-30( c)
7 Lapisan minyak 5 - nihil 1(5)

KIMIA
1 pHd - 7 - 8,5( d)
2 Salinitase %o alami3( e)
coral: 33-34( e)
mangrove: s/d 34 ( e)
lamun: 33-34( e)
3 Oksigen terlarut (DO) mg/l >5
4 BOD5 mg/l 20
5 Ammonia total (NH3-N) mg/l 0,3
6 Fosfat (PO4-P) mg/l 0,015
7 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008
8 Sianida (CN-) mg/l 0,5
9 Sulfida (H2S) mg/l 0,01
10 PAH (Poliaromatik mg/l 0,003
11 hidrokarbon)
Senyawa Fenol total mg/l 0,002
12 PCB total (poliklor bifenil) µg/l 0,01
13 Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1
14 Minyak & lemak mg/l 1
15 Pestisidaf µg/l 0,01
16 TBT (tributil tin) 7 µg/l 0,01

Logam terlarut:
17 Raksa (Hg) mg/l 0,001
18 Kromium heksavalen mg/l 0,005
19 (Cr(VI))
Arsen (As) mg/l 0,012
20 Kadmium (Cd) mg/l 0,001
21 Tembaga (Cu) mg/l 0,008
22 Timbal (Pb) mg/l 0,008
23 Seng (Zn) mg/l 0,05
24 Nikel (Ni) mg/l 0,05

BIOLOGI

15
1 Coliform (total) g MPN/100 1000( g)
2 Patogen ml
sel/100 ml nihil1
3 Plankton sel/100 ml tidak bloom 6

RADIO NUKLIDA
1 Komposisi yang tidak Bq/l 4
diketahui

2.4. Pencemaran di Wilayah Pesisir


Pencemaran merupakan masalah yang cukup penting untuk diperhatikan,
terutama dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir. Hingga saat ini, pencemaran
sebagian besar hampir terjadi pada kawasan pesisir, bahkan diperkirakan di masa
mendatang akan semakin meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. Substansi dan
limbah penyebab pencemaran di kawasan pesisir sangat beragam, dan hampir semua
materi polutan membahayakan bagi kehidupan biota laut maupun lingkungannya.
Sebagian besar materi bahan pencemar tersebut adalah berasal dari daratan.
Adapun sumber dari pencemaran kawasan pesisir antara lain adalah dari
limbah industri, limbah pemukiman, limbah pertambangan, bocoran pipa minyak,
limbah pelayaran, tumpahan kecelakaan kapal tanker, balast kapal tanker, limbah
pertanian, sedimentasi akibat penggundulan hutan dan juga dari limbah perikanan
budidaya (Pramudji, 2002).
Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut adalah mempunyai pengertian atau definisi
sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi
dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Alamendah, 2011).

Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan


meningkatnya kegiatan pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan
kandungan bakteri yang dapat menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan
pesisir. Penggunaan pupuk untuk menyuburkan areal persawahan di sepanjang Daerah
Aliran Sungai yang berada di atasnya serta kegiatan-kegiatan industri di darat yang

16
membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian terbawa sampai ke laut
melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperbesar tekanan ekologis wilayah pesisir.

Gambar 4. Pencemaran di Pesisir

Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di


sepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam
berat diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan akan mengakibatkan
terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya sampah industri dan pembakaran
bahan baker fosil ke perairan dan atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam dari
lumpur aktif secara langsung. Ciri-ciri pencemaran pesisir dan pantai:
Adanya limbah idustri di sungai yang meresap ke tanah.
1. Terdapat banyak sampah-sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah
yang bersifat organic maupun nonorganik juga dibuang ke laut melalui sistem
DAS.
2. Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan
dibangunnya beberapa fasilitas penunjang yang diperluka.
3. Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di sengaja
maupun yang tidak disengaja.
4. Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai
5. Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur.
Selain hal-hal di atas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas
perekonomian yang dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula
menimbulkan pengaruh dalam pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah
pesisir misalnya (Dahuri 2001):

17
a. Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah padat dan
kecelakaan.
b. Pengilangan minyak dan gas : tumpahan minyak, pembongkaran bahan
pencemar, konversi kawasan pesisir.
c. Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir, pemasaran dan
distribusi, modal dan tenaga/ keahlian
d. Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.
e. Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.
f. Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang
g. Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.
h. Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran.
Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan pencemaran pesisir dan pantai
adalah sebagai berikut:
a. Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak,
penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak.
b. Penambatan jangkar perahu.
c. Pembuangan sampah rumah tangga
d. Pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan
kayu dan penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya
pencemaran dan perobahan lingkungan wilayah pesisir.
e. Pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan
infrastuktur dan perikanan tambak dapat mengakibatkan erosi pantai.
f. Sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian
yaitu:
1) Industri,
2) Limbah cair pemukiman (sewage),
3) Limbah cair perkotaan (urban stormwater),
4) Pertambangan,
5) Pelayaran (shipping)

2.5. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir


Untuk menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah, hal
ini disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata. Meskipun

18
demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi pencemaran
laut, antara lain: dengan cara membuat alat pengolah limbah, penimbunan (alokasi)
bahan pencemar di tempat yang aman, dan daur ulang limbah ada beberapa tindakan
nyata yang dapat dilakukan agar pencemaran dan kerusakan ekosistem laut dapat
dicegah dan dihindari sedini mungkin :
1. Kegiatan berupa pelarangan dan pencegahan, yaitu melarang dan mencegah
semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.
2. Kegiatan pengendalian dan pengarahan yang meliputi teknik penangkapan biota,
eksploitasi sumberdaya pasir dan batu, pengurukan dan pengerukan perairan,
penanggulan pantai, pemanfaatan dan penataan ruang kawasan pesisir, konflik,
dan pembuangan limbah.
3. Kegiatan penyuluhan tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung, kepekaan
dan kelentingan pesisir, teknik penangkapan, budidaya dan sebagainya yang
berwawasan lingkungan laut kepada pemuka masyarakat.
4. Melakukan kegiatan konservasi yang meliputi konservasi pada kawasan
ekosistem laut (karang, mangrove, lagun, dan rumput laut), biota, kualitas perairan
dan sebagainya.
Melakukan kegiatan berupa penerapan dalam kehidupan masyarakat berupa
penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum yang terkait dengan pencemaran
lingkungan laut (Agus, 2013).

19
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi


Praktik lapang ini dilaksanakan pada tanggal 1 - 4 Desember 2015 di Desa
Sungai Dua Laut Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Kalimantan Selatan. Analisis kualitas air dilaksanakan pada tanggal 11 – 12 Desember
2015 di Laboratorium kualitas air Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan sebagai berikut :
Tabel 3. Alat – alat praktik
No. Nama Alat Kegunaan
1 Perahu Alat transportasi selama pengambilan sampel
2 Handrefractometer Untuk mengetahui salinitas air
3 DO meter Mengukur DO perairan
4 GPS untuk mengetahui posisi di muka bumi
5 Water Quality Checker Mengukur kualitas air
6 Sechi Disk Mengukur Kecerahan perairan
7 Planktonnet Mengambil sampel plankton
8 Botol Sampel Menyimpan sampel air
9 Layang-layang Arus Mengukur arus
10 Termometer Mengukur suhu perairan
11 Grab sampler Mengambil substrat perairan

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah :
Tabel 4. Bahan kimia
No. Nama Bahan Kegunaan
1 Bahan Pengawet Untuk mengawetkan sampel agar tidak rusak
2 Tissue Membersihkan tempat botol sampel
3 Aquades Untuk mengkalibrasi alat
4 H2SO4N Sebagai campuran dalam titrasi
5 KMNO4 Sebagai campuran dalam titrasi
6 Oksalat Sebagai campuran dalam titrasi
7 Regen Sebagai campuran dalam titrasi

20
Gambar 5. Lokasi Praktik Lapang di perairan Sungai Dua Laut

21
3.3. Metode Pengambilan Data
3.3.1. Oseanografi
Dalam pengambilan data oseanografi data yang diambil adalah berupa:
a. Parameter Fisik
Metode pengambilan data untuk parameter fisika yaitu sebagai berikut:
- Pengambilan arus menggunakan layang-layang arus, dengan memberi jarak
sampai lima meter, menunggu beberapa menit sampai tali tersebut
membentang terbawa arus.
- Untuk pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer batang
dengan cara mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama
beberapa menit/detik.
- Kekeruhan (turbidty) di ukur dengan water quality checker.
- Kecerahan dapat menggunakan sechi disk dengan cara memasukkan kedalam
kolom perairan, mengamati berapa jarak batas sampai alat terlihat samar-samar
b. Parameter Kimia
Untuk metode pengambilan data parameter kimia yaitu sebagai berikut:
- Pengukuran salinitas di permukaan dilakukan menggunakan
handrefractometer. Sebelum melakukan pembacaan terlebih dahulu alat
tersebut dikalibrasi dengan aquades.
- Untuk pH dan DO menggunakan water quality checker.
- Mengambil sampel air untuk menganalisis BOD, COD, kekeruhan, logam
berat (besi dan mangan), TSS, dan fosfat dengan memasukkan sampel air ke
dalam botol sampel selanjutnya akan dianalisis di laboratorium.
c. Paremeter Biologi
Untuk metode pengambilan parameter biologi yaitu sebagai berikut:
- Pengambilan sampel biologi dengan mengambil sampel air kemudian disaring
menggunakan planktonnet dan dimasukan ke botol sampel selanjutnya akan di
analisis di laboratorium.

3.3.2. Kualitas Perairan


Metode pengambilan sampel kualitas air secara insitu:
a. Menentukan lokasi pengambilan sampel berdasarkan karakteristik wilayah
dan catat posisi sampel dengan GPS

22
b. Untuk pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer batang
dengan cara mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama
beberapa menit/detik.
c. Kecerahan dengan menggunakan sechi disk dengan cara memasukan
kedalam kolom perairan, amati berapa jarak batas sampai alat tidak terlihat
lagi.
d. Pengukuran salinitas di permukaan dilakukan dengan handrefractometer.
Sebelum melakukan pembacaan terlebih dahulu alat tersebut dikalibrasi
dengan aquades.
Metode pengambilan sampel kualitas air secara eksitu:
a. Mengambil sampel BOD, COD dan logam berat kemudian memasukan ke
dalam botol sampel selanjutnya akan dianalisis di laboratorium.
b. Mengambil sampel plankton kemudian disaring menggunakan palanktonet
dan dimasukan ke botol sampel selanjutnya akan di analisis di laboratorium.

3.3.3. Plankton
Pengambilan sampel plankton dengan cara mengambil sampel air dengan
menggunakan ember yang berukuran 10 liter sebanyak 10 kali pengulangan, yang di
masukkan ke dalam plankton net dengan tujuan untuk menyaring plankton. Air yang
sudah disaring dengan menggunakan plankton net, di masukkan ke dalam botol
sampel. Masukkan lugol sebanyak 1 tetes ke dalam botol sampel dengan tujuan untuk
mengawetkan sampel plankton. Catat posisi pengambilan sampel dengan
menggunakan GPS.

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1. Oseanografi
 Arus
Untuk menghitung kecepatan arus dengan menggunakan persamaan :
s
v 
t
Dimana;
v = Kecepatan arus (meter/detik)
s = Jarak (meter)
t = Waktu tempuh (detik)

23
3.4.2. Kualitas Air
a. Analisa BOD5
- Aquades diaerasi terlebih dahulu selama 15 menit.
- Menyiapkan dua buah botol, satu botol terang dan satu botol gelap. Kemudian
mengisi keduanya dengan air sampel masing-masing sebanyak 75 ml.
- Setelah itu, menambahkan keduanya dengan aquades yang telah diaerasi
sampai penuh.
- Botol gelap dimasukkan ke dalam alat inkubator selama 5 hari dan selanjutnya
akan dilakukan hal yang sama seperti air sampel dalam botol terang.
- Pada botol terang dimasukkan R1 dan R2 masing-masing sebanyak 2 ml.
Mengocoknya dan membiarkannya sampai terjadi endapan. Setelah itu
memasukkannya ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml. Agar pencampuran dapat
merata, masukkan satu buah kapsul pengaduk ke dalamnya.
- Kemudian menambahkan R5 secara perlahan sampai larutan berubah bening
dan mencatat jumlah R5 yang diperlukan.
Analisis data kualitas air adalah sebagai berikut :
 Analisa terhadap kandungan BOD5
DOawal  DOakhir
BOD   1000  p
300
b. COD
COD, Masukkan air sampel 100 ml ke dalam gelas ukur, kemudian tambahkan
KMNO4 10 ML, H2SO46N 2 ml ke dalam gelas ukur tersbut.Masukkan batu didih ke
dalam gelas ukur kemudian panaskan sampai mendidih ±10-15 menit.Tambahkan
oksalat 10 ml. Kemudian dititrasi dengan KMNO4 sampai warna berubah menjadi
merah muda atau coklat muda.

3.4.3. Benthos
1. Komposisi jenis
Untuk menentukan komposisi jenis dilakukan dengan menghitung persentase dari
setiap jenis yang didapatkan pada setiap stasiun yaitu dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
P = (ni / N ) 100%
Dimana : P = Persentase setiap jenis

24
ni = Jumlah individu spesies i
N = Jumlah individu seluruh spesies
2. Indeks Dominansi
Menurut Simpson indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus :
C =  ( ni / N)2
Dimana : C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies
3. Indeks Keanekaragaman
H’ = -  (ni / N) ln (ni / N)
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies

3.4.4. Plankton
Sampel air di ambil lalu disaring ke planktonet dan dimasukan ke botol sampel
selanjutnya di analisis di laboratorium.
1. Perhitungan Kelimpahan Plankton
N = n x Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x 1/P
Keterangan:
N = kelimpahan plankton (individu/liter)
N = Jumlah plankton yang tercacah ( individu)
Volume botol sampel plankton hasil
Vr = saringan (ml)
Jumlah air yang disaring oleh jaring
Vs = plankton (l)
Oi = Luas gelas penutup (mm2)
Op = Luas lapangan pandang (mm2)
Vo = Volume 1 tetes air contoh (ml)
P = Jumlah lapangan pandang

2. Indeks Dominansi
Menurut Simpson indeks dominansi dihitung dengan menggunakan rumus :
C =  ( ni / N)2
Dimana : C = Indeks Dominansi Simpson
ni = Jumlah individu tiap spesies

25
N = Jumlah individu seluruh spesies
3. Indeks Keanekaragaman
H’ = -  (ni / N) ln (ni / N)
Dimana : H’ = Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu setiap spesies
N = Jumlah individu seluruh spesies

Indeks keanekaragaman dapat menggambarkan keadaan struktur komunitas


pada ekosistem perairan. Menurut Magurran (1987), hubungan antara indeks
keanekaragaman dengan struktur komunitas dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hubungan nilai indeks keanekaragaman dengan keadaan struktur


komunitas biota perairan
Indeks keanekaragaman Keadaan struktur komunitas
< 1.00 Tidak stabil
1.00 - 1.66 Cukup stabil
1.67 - 2.33 Stabil
2.34 - 3.00 Lebih stabil
> 3.00 Sangat stabil
Sumber : Analisis data primer 2009.

26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Wilayah Studi


Lokasi praktek lapang mata kuliah Pencemaran dan Pengelolaan Limbah kali
ini bertempat di Desa Sungai Dua Laut Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah
Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis Desa Sungai Dua Laut terletak
pada posisi 3°40’31,51” - 3°42’13.57” Lintang Selatan dan 115°14’24” - 116°05’56”
Bujut Timur dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Persiapan Damar Indah dan Sumber
Makmur
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sumber Sari dan Desa Swi Marga Utama
 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sungai Loban
Mayoritas penduduk Desa Sungai Dua Laut beragama islam. Jumlah sarana
ibadah di Desa Sungai Dua Laut terdapat 1 buah mesjid dan 3 buah musholla. Tenaga
kesehatan yang ada di Desa Sungai Dua Laut antara lain 1 orang Perawat dan 1 orang
Bidan yang setiap harinya bekerja di Polindes dan Pos Kasdes, serta dukun kampung
yang banyak membantu persalinan. Masyarakat Desa Sungai Dua Laut secara umum
berprofesi sebagai nelayan, selain itu juga ada yang berprofesi sebagai petani dan
pegawai pemerintahan. Masyarakat Desa Sungai Dua Laut terdiri dari suku Bugis,
Mandar, Banjar, Jawa dan Lombok.

4.2. Analisis Faktor Lingkungan Studi


a. Pasang surut
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan
gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan
bulan. Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke
puncak atau lembah gelombang berikutnya. Berikut ini merupakan data grafik pasang
surut di perairan Sungai Dua Laut :

27
290

270
Tinggi Muka Air (cm) 250

230

210

190

170

150
22:00
01:00
04:00
07:00
10:00
13:00
16:00
19:00
22:00
01:00
04:00
07:00
10:00
13:00
16:00
19:00
22:00
01:00
04:00
07:00
Jam

Gambar 6. Grafik pasang surut di perairan Sungai Dua Laut


Dari hasil analisis pasang surut di perairan Desa Sungai Dua Laut dapat
dikatakan tipe pasang surut di perairan tersebut yaitu pasang surut campuran condong
ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal). Dalam satu hari terjadi dua kali
air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya berbeda. Pasut jenis ini
terdapat di perairan Indonesia bagian Timur.
b. Arus
Dalam pengambilan data arus dilakukan pada jam yang sama dengan
pengambilan data pasang surut. Untuk menggambarkan keadaan arus di daerah studi
dalam hal ini digunakan software Surfer 9.0 dengan gambaran sebagai berikut:

Gambar 7. Pola arus di perairan Desa Sungai Dua Laut


Gambar di atas menunjukkan pola sebaran arus sesuai kondisi pasang surut di
Perairan Sungai Dua Laut. Dimana pada saat air pasang arus datang dari arah selatan
menuju ke utara. Sedangkan pada saat kondisi surut arus dating dari utara menuju ke
selatan. Hasil Pengukuran arah dan kecepatan arus dilapangan dilakukan pada satu

28
stasiun yaitu di daerah jembatan, hal ini di lakukan untuk mengetahui bagaimana arah
dan kecepatan arus di dekat pantai, dikemukakan oleh Rahim (1998), bahwa arus
merupakan penyebab timbulnya sirkulasi air baik dalam bentuk penyebaran (diffusion)
maupun arus vertikal, sehingga terjadi proses percampuran partikel-partikel dalam air,
dengan adanya arus laut serta proses difusi, maka faktor pencemar dapat menyebar
secara horizontal seiring dengan perjalanan waktu. Proses masuknya bahan pencemar
ke dalam perairan laut dan kemudian dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang
terdapat pada lingkungan tersebut dipicu melalui adukan/turbulensi oleh arus laut
tersebut.

c. Aktivitas Kegiatan Masyarakat


Masyarakat desa Sungai Dua Laut sebagian besar bekerja sebagai nelayan selain
itu juga memiliki pekerjaan lain yaitu sebagai peternak, petani karet dan sawit ,
kegiatan tersebut memberi dampak pada lingkungan sekitar tempat tinggal mereka
seperti lingkungan yang tercemar karena pembukaan lahan untuk perkebunan dan juga
pada saat proses pemupukan yang berdampak pada kualitas tanah dan juga dapat
mengakibatkan perairan menjadi terlalu subur karena tingginya zat hara dan nutrient
yang berasal dari kegiatan tersebut, jika zat hara diperairan sangat tinggi dapat
mengakibatkan blooming alga dan berdampak pada ekosistem bawah air yang terdapat
diperairan tersebut.
Sumber pencemar juga berasal dari kegiatan sehari hari masyarakat desa Sungai
Dua Laut yang membuang sampah sembarangan, seperti hasil buangan rumah tangga
dan berdampak pada lingkungan sekitar pesisir desa Sungai Dua Laut, selain itu
sampah-sampah yang dibuang sembarangan akan masuk ke perairan dan merusak
ekosistem dan mengganggu biota diperairan tersebut.

Gambar 8. Aktivitas manusia yang menyebabkan pencemaran

29
4.3. Analisis Pengaruh Pencemaran Terhadap Biota dan Kualitas Perairan
4.3.1. Parameter Fisik
a. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran suhu di perairan Sungai Dua Laut berkisar antara
28 – 33,6°C. Untuk menggambarkan keadaan suhu di daerah studi dalam hal ini
digunakan software Surfer 9.0 dengan gambaran sebagai berikut:

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 9. Pola Sebaran Suhu di perairan Sungai Dua Laut


Dari gambar di atas (Gambar 8) adalah hasil pengukuran suhu diperairan Desa
Sungai Dua Laut yang menunjukkan kisaran antara 28 – 33,6°C. Suhu perairan
berkaitan erat dengan tingkat kecerahan suatu perairan. Apabila kecerahan di suatu
perairan dikatakan rendah otomatis suhu di perairan tersebut juga rendah karena
penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan kemungkinan terhalang oleh partikel-
pertikel sedimen yang berada di kolom air. Sehingga semakin rendah tingkat
kecerahan suatu perairan, maka semakin rendah juga suhu di perairan tersebut.
b. Kecerahan
Hasil pengukuran di beberapa stasiun didapat data kecerahan berkisar antara 0 -
4,2 m sebagaimana disajikan pada gambar 9. Hal ini di karenakan pengaruh dari sungai
masih cukup besar akibat pada saat kegiatan praktek ada terjadi hujan sehingga tingkat
kecerahannya terbilang rendah. Berdasarkan peta sebaran kecerahan dapat dilihat
bahwa kecerahan di wilayah tersebut sangat tinggi jika semakin kearah laut.

30
Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 10. Peta Sebaran kecerahan di perairan Sungai Dua Laut

4.2.2. Parameter Kimia


a. Salinitas
Pengukuran salinitas kualitas air yang diambil dari beberapa stasiun berkisar
antara 21-34 ppm sebagaimana disajikan pada gambar 10.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 11. Peta sebaran salinitas di perairan Sungai Dua Laut

Berdasarkan dari hasil pengukuran salinitas dilapangan, salinitas diperairan


Sungai Dua Laut berkisar antara 21 – 34 ppm, dan itu di kategorikan masih di ambang
batas baku mutu Kementerian Lingkungan Hidup.
Nilai salinitas pada perairan Sungai Dua laut cukup berfluktuasi, tergantung
musim dan jarak perairan dengan daratan, pada umumnya pada saat musim peralihan

31
dengan curah hujan yang tinggi maka salinitas diperairan Sungai Dua Laut akan cukup
rendah, sedangkan pada musim barat dan timur pada saat curah hujan rendah maka
salinitasnya akan naik. Hal ini terlihat pada gambar 10 sebaran salinitas tersebut,
dimana semakin jauh dari daratan, salinitasnya semakin tinggi.
Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan. Sebaran
salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai.
b. DO
Pengukuran DO yang diambil dari beberapa stasiun berkisar antara 21-34 ppm
sebagaimana disajikan pada gambar 11.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 12. Peta Sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut


Oksigen terlarut merupakan komponen penting dalam penyokong kehidupan
biota di perairan. Kadar oksigen terlarut kurang dari 3 ppm akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan biota di perairan tersebut.
Dari gambar di atas (Gambar 11.) dapat diketahui sebaran DO di perairan Desa
Sungai Dua Laut berkisar antara 6,1 – 7,9 mg/L. Hasil pengukuran oksigen terlarut
(DO) pada perairan Sungai Dua Laut dapat dijadikan kawasan wisata dan biota dapat
hidup pada daerah tersebut. Pada beberapa stasiun menunjukkan tingkat kandungan
okisigen sesuai dengan baku mutu oleh kementerian lingkungan hidup yang
menyatakan kandungan oksigen terlarut dalam budidaya perikanan dan pariwisata
adalah lebih besar dari (>) 5 mg/l.

32
Lokasi dengan nilai DO tertinggi yaitu berlokasi di sebelah selatan atau
mengarah kearah laut lepas yang ditunjukkan dengan warna kehijauan. Sedangkan DO
dengan nilai terendah berada di dekat daratan yang ditampilkan dengan warna biru
muda.

c. pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan, berdasarkan hasil
pengambilan sampel kualitas air sebagaimana di sajikan dalam gambar 12 didapatkan
hasil pH perairan yang berkisar antara 6,2 – 8,9. Indikasi tersebut menunjukan bahwa
ph air laut cukup tidak normal, karena dengan nilai keasaman yang besar. pH air laut
yang normal adalah 7 sampai dengan 9. Tinggi rendahnya pH suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh kadar CO2 yang terlaut dalam perairan tersebut. Aktivitas fotosintesa
merupakan peroses yang sangat menentukan kadar CO2 yang terkandung dalam suatu
perairan.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 13. Peta Sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut

d. BOD5
Berdasarkan hasil analisis BOD5 dari pengukuran beberapa stasiun di perairan
Sungai Dua Laut berkisar antara 0,85 mg/l sampai 1,9 mg/l, kisaran ini menunjukan
bahwa perairan Sungai Dua Laut masih murni. Tinggi rendahnya nilai BOD5
dipengaruhi oleh nilai DO, karena sifat BOD5 ini yang berbanding terbalik dengan
DO, semakin rendah oksigen disuatu perairan maka kebutuhan akan oksigen untuk

33
biokimia akan semakin tinggi, sebaliknya pun demikian. Berikut ini data hasil analisis
BOD5 yang di lakukan di laboratorium kualitas air Fakultas Perikanan dan Kelautan
Unlam yang ditampilkan pada gambar 13.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 14. Sebaran BOD5 di Perairan Sungai Dua Laut


Kadar BOD5 di perairan Sungai Dua Laut dari hasil analisis tersebut melampaui
Baku Mutu kementerian lingkungan hidup, hal ini menunjukkan terjadi peningkatan
kandungan bahan organik pada badan air yang disebabkan oleh limbah domestik,
limbah industri kelapa sawit, serta bersumber dari peningkatan intensitas kegiatan
pelsus batu bara yang berdampak tidak langsung maupun langsung terhadap air sungai.

e. Chemical Oxygen Demand (COD)


Berdasarkan hasil analisis COD dari pengukuran menunjukkan bahwa di
perairan lokasi studi berkisar antara 2,8 – 3,95 mg/l. COD adalah jumlah oksigen yang
diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi.
Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) serta sejumlah ion chrom.

34
Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 15. Sebaran Chemical Oxygen Demand (COD) di Perairan Sungai Dua Laut

Berdasarkan hasil analisis COD dari pengukuran di lokasi studi menunjukkan


bahwa kadar COD masih dalam batas yang diinginkan dalam kegiatan budidaya ikan
(< 40 mg/l). Dari gambar tersebut memperilahatkan bahwa sebaran COD terbesar
berasal dari laut dalam, sedangkan di perairan dangkal umumnya lebih kecil.

f. Logam Berat
Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat
didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia
melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga, selenium, atau
seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan
tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam
berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan
konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup.

1. Besi
Besi merupakan logam berat yang dibutuhkan dimana zat ini dibutuhkan dalam
proses untuk menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan pigmen pernapasan
(haemoglobin). Logam ini akan menjadi racun apabila keadaannya terdapat dalam
konsentrasi di atas normal. Kadar besi dalam perairan alami berkisar antara 0,05-0,2
mg/L. Pada air tanah dalam dengan kadar oksigen yang rendah, kadar besi dapat
mencapai 10-100 mg/L, pada air hujan mengandung besi sekitar 0,05 mg/L, sedangkan
pada air laut sekitar 0,01 mg/L (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil pengambilan sampel

35
logam berat sebagaimana di sajikan dalam gambar 15 di dapatkan hasil kandungan
besi di perairan Sungai Dua Laut berkisar antara 0,02 – 0,8 mg/L sehingga dapat
diketahui bahwa air laut tersebut telah tercemar oleh logam besi, hal ini diketahui dari
NAB logam berat besi dalam air laut yaitu 0,01 mg/L. Tingginya konsentrasi besi di
perairan diduga disebabkan oleh aktivitas manusia yang terjadi di daratan yaitu
buangan limbah rumah tangga yang mengandung besi.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 16. Sebaran logam berat (besi) di Perairan Sungai Dua Laut
2. Mangan
Mangan (Mn) adalah metal berwarna kelabu kemerah-merahan. Keracunan Mn
seringkali bersifat kronis sebagai akibat imhalasi debu dan uap logam. Gejala yang
timbul berupa gejala susunan urat saraf, insomnia, kemudian lemah pada kaki dan otot
muka sehingga ekspresi muka menjadi beku dan muka tampak seperti topeng (mask).
Berdasarkan hasil pengambilan sampel logam berat sebagaimana di sajikan dalam
gambar 16 di dapatkan hasil kandungan mangan di perairan Sungai Dua Laut berkisar
antara 0,19 – 0,49 mg/L.

36
Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 17. Sebaran logam berat (mangan) di Perairan Sungai Dua Laut

g. Fosfat
Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi
berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di
laut.
Berdasarkan hasil pengambilan sampel kualitas air sebagaimana di sajikan
dalam gambar 17 di dapatkan hasil kandungan fosfat di perairan Sungai Dua Laut
berkisar antara 0,2 – 0,5 mg/L. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai
dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan algae di perairan
(algae bloom). Algae yang berlimpah ini dapat membentuk lapisan pada permukaan
air yang selanjutnya dapat menghambat penetrasi oksigen dan cahaya matahari
sehingga kurang menguntungkan bagi ekosistem perairan.

37
Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 18. Sebaran fosfat di Perairan Sungai Dua Laut

h. TSS
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. Total Suspended Solid juga merupakan tempat
berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan berfungsi sebagai bahan
pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi kemampuan produksi
zat organik di suatu perairan. Berdasarkan hasil pengambilan sampel kualitas air
sebagaimana di sajikan dalam gambar 18 di dapatkan hasil kandungan TSS di perairan
Sungai Dua Laut berkisar antara 280 – 780 g/L.

Sungai Dua Laut

Laut Jawa

Gambar 19. Sebaran TSS di Perairan Sungai Dua Laut

4.2.3. Parameter Biologi


a. Plankton

38
Plankton merupakan organisme renik yang melayang pasif dalam kolom air,
tidak dapat melawan pergerakan massa air karena kemampuan renangnya yang sangat
lemah. Plankton berukuran mikroskopik antara 0,02 – 200 µm, hidupnya melayang
atau mengapung dan tidak mempunyai kemampuan renang melawan arus, secara
umum terbagi atas fitoplankton dan zooplankton.
Identifikasi terhadap sampel plankton yang diambil pada 4 lokasi pengamatan
perairan di wilayah studi telah teridentifiaksi 12 jenis fitoplankton yang termasuk
dalam filum Bacillarophyta, Cyanophyta, Chlorophyta, Chrysophyta dan Dinophyta.
Sedangkan zooplankton terdapat 8 jenis yang terdiri dari filum Protozoa, Gastropoda
dan Crustasea. Jumlah jenis fitoplankton yang ditemukan pada setiap lokasi
pengamatan berkisar antara 4 – 13 jenis, jumlah jenis tertinggi terdapat pada stasiun 1,
sedangkan untuk jumlah jenis terendah berada pada satsiun 3. Filum Bacillariaceae
merupakan jenis yang paling banyak ditemukan pada semua stasiun. Hasil perhitungan
kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks dominasi, dan indeks Evennes
fitoplankton dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 6. Hasil Perhitungan Kelimpahan, Indeks Keanekaragaman, Indeks
Keseragaman dan Indeks Dominasi Plankton
Stasiun
No. Parameter
1 2 3 4
1. Jumlah taksa 13 10 4 10
2 Kelimpahan (Sel/lt) 4337 4740 1109 3832
3 Indeks 2,1107 2,2399 0,6355 1,9383
Keanekaragaman
4 Indeks keseragaman 1,2152 1,0280 2,1814 1,1880
5 Indeks Dominasi 0,1606 0,1595 0,0254 0,1147

39
100000

10000

1000

100

10

1
1 2 3 4
0.1

0.01

Series1 Series2 Series3 Series4 Series5

Gambar 20. Indeks dominasi, keragaman, dan keseragaman plankton di


perairan Sungai Dua Laut

Kelimpahan fitoplankton yang berkisar antara 1.109 – 4.740 sel/liter


mengindikasikan bahwa tingkat kesuburan diperairan Sungai Dua Laut tergolong
sedang, hal ini sesuai dengan pendapat Marguran (1987) bahwa perairan dengan
kelimpahan fitoplankton antara 1.000 sel/liter – 40.sel/liter tergolong perairan dengan
tingkat kesuburan sedang.
Dari tabel di atas dapat diketahui, indeks keragaman dan indeks keseragaman
plankton di perairan Desa Sungai Dua Laut, dengan nilai indeks keragaman tertinggi
berada pada stasiun 2 dengan nilai 2,24, dan untuk nilai terendah berada pada stasiun
3 dengan nilai 0,64. Sedangkan untuk nilai keseragaman, dengan nilai tertinggi berada
pada stasiun 3, dengan nilai sebesar 2,18 dan nilai terkecil pada stasiun 2 dengan nilai
sebesar 1,03. Kedua komponen tersebut saling berkaitan, apabila indeks
keragamannya tinggi maka indeks keseragamannya lebih rendah. Begitu juga
sebaliknya, apabila indeks keseragamannya tinggi maka indeks keragamannya lebih
rendah.
Dapat dilihat pada stasiun 1 indeks keragaman plankton sebesar 2,11 lebih
besar dari indeks keseragamannya yaitu sebesar 1,22. Pada stasiun 2 indeks
keragamannya sebesar 2,24 dan indeks keseragamannya sebesar 1,03. Pada stasiun 3
indeks keragamannya sebesar 0,64 dan indeks keseragamannya 2,18. Sedangkan untuk
stasiun 4 indeks keragamannya sebesar 1,19 dan indeks keseragamannya sebesar 1,19.
Menurut Stirn (1981) apabila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak
stabil, apabila H’ berkisar 1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat
(sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi

40
prima (stabil). Semakin besar nilai H’ menunjukkan semakin beragamnya kehidupan
di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik. Sedangkan
menurut Lee et al. (1978), klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks
keanekaragaman dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 7. Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks keanekaragaman


menurut Lee et al (1978).
Tingkat Pencemaran Indeks Diversitas (Keanekaragaman)
Belum Tercemar >2,0
Tercemar Ringan 1,6 – 2,0
Tercemar Sedang 1,0 – 1,5
Tercemar Berat <1,0

Berdasarkan kedua pernyataan berikut, untuk keadaan tingkat pencemaran


berdasarkan indeks keragaman plankton di perairan Sungai Dua Laut dari keempat
stasiun tergolong Sedang dan Tercemar ringan.
b. Bentos
Bentos mencakup biota yang menempel, merayap dan meliang di dasar laut.
Kelompok biota ini hidup di dasar perairan mulai dari garis pasang surut sampai dasar
abisal. Contoh biota menempel ialah sepon, teritip dan tiram; biota merayap kepiting
dan udang karang; dan biota meliang yaitu cacing.

1.40 1.26
1.20
0.96 0.94
1.00 0.91 0.86
0.76
0.80 0.66
0.53
0.60

0.40 0.31
0.21
0.11
0.20 0.04
0.00
ST1 ST2 ST3 ST4

Indeks Dominasi ( C ) Indeks Keragaman ( H' ) Indeks Keseragaman (E')

Gambar 21. Indeks dominasi, keragaman, dan keseragaman bentos di


perairan Sungai Dua Laut

41
Dari grafik di atas dapat diketahui, untuk indeks dominasi yaitu berkisar antar
0,04 – 0,031 dengan indek dominasi tertinggi yaitu berada pada stasiun 1 sebesar 0,31,
sedangkan untuk indeks dominasi terendah beradda pada stasiun 3 sebesar 0,04.
Dari grafik di atas juga dapat diketahui indek keragaman dan indeks
keseragaman. Dapat dilihat pada stasiun 1 indeks keragaman bentos sebesar 1,26 dan
indeks keseragamannya yang hanya sebesar 0,91. Pada stasiun 2 indeks keragamannya
sebesar 0,66 dan indeks keseragamannya sebesar 0,92. Sedangkan pada stasiun 3
indeks keragamannya sebesar 0,53 dan indeks keseragamannya 0,76. Dan untuk
stasiun 4 indeks keragamannya sebesar 0,94 dan untuk indeks keseragamannya sebesar
0,86.

4.4. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir


Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan
lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan (ekologis)
yang unik. Sehingga harus dikelola secara terpadu dan bukan secara terpisah. Wilayah
pesisir merupakan kawasan yang paling padat dihuni oleh manusia serta tempat
berlangsung berbagai macam kegiatan pembangunan.
Konsentrasi kehidupan manusia dan berbagai kegiatan pembangunan di
wilayah tersebut disebabkan oleh tiga alasan ekonomi yang kuat, yaitu bahwa wilayah
pesisir merupakan kawasan yang paling produktif di bumi, wilayah pesisir
menyediakan kemudahan bagi berbagai kegiatan, dan wilayah pesisir memiliki pesona
yang menarik bagi obyek pariwisata. Hal-hal tersebut menyebabkan kawasan pesisir
di dunia termasuk Indonesia mengalami tekanan ekologis yang parah dan kompleks
sehingga menjadi rusak.
Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan dan
pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir. Pola pembangunan yang hanya
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan
berkelanjutan. Pendekatan dan praktek pengelolaan pembangunan wilayah pesisir
yang selama ini dilaksanakan secara sektoral dan terpilah-pilah, perlu diperbaiki
melalui pendekatan pengelolaan secara terpadu.
Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh
pemerintah dalam peraturan pemerintah republik indonesia nomor 19 tahun 1999
tentang pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut :

42
a) Pencegahan terjadinya pencemaran laut
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah
pencemaran laut :
a. Menempatkan tempat pembersihan kapal didarat bukan dilaut
b. Sistem pengisian solar tersistem dengan baik
c. Tidak membuang sampah ke laut
d. Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing
di laut.
e. Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL)
f. Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah
b) Penanggulangan pencemaran laut :
a. Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu
menetralisir pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari
ledakan ladang minyak.
b. Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam
berat juga ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah
pohon api-api (Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan
akumulasi logam berat yang tinggi.
c. Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta
masyarakat
Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat
pencemaran laut diantaranya adalah :
1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi
kehidupan.
2) Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta
isinya.
3) Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4) Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau,
dan lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5) Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang
akan mencemari laut.

43
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka diperoleh beberapa kesimpulan antara


lain sebagai berikut :
1. Sebagian besar sumber bahan pencemar di perairan Sungai Dua Laut berasal dari
limbah rumah tangga, pertambangan, pariwisata dan limbah dari darat yang
terbawah oleh aliran sungai dan bermuara di laut.
2. Kondisi perairan Sungai Dua Laut masih dalam kondisi normal dan belum terlalu
tercemar. Hal ini dikarenakan dari beberapa parameter yang dianalisis semuanya
masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
3. Untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran di wilayah Sungai Dua Laut
diperlukan kerja sama antara semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha dan
masyarakat itu sendiri.

5.2. Saran

Sebaiknya dalam pratik lapang dimanapun tempatnya harus mengutamakan


persiapan terlebih dulu agar semuanya bisa berjalan dengan baik. Praktikan juga
berharap agar pelaksanaan praktik tidak mendekati waktu ujian, karena dapat
mengganggu konsentrasi praktikan dalam penyusunan laporan dan persiapan
menghadapi ujian.

44
ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR, PLANKTON DAN BENTOS
SEBAGAI INDIKATOR BAHAN PENCEMARAN
DI WILAYAH SUNGAI DUA LAUT KABUPATEN TANAH BUMBU

LAPORAN PRAKTEK

PENCEMARAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH

RIESKA PARAMITA N.P

G1F113024

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2016

45
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Jenis-Jenis Pencemaran Lingkungan. http://kiarapedes2.blogspot.com


Anonim. 2013. Indikator pencemaran air.http://virochemist.blogspot.com

Anonimous. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah pesisir. Direktorat


Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta: 166 hal.

Asdak.C, 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University:Yogyakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Fardiaz, S. 1992, Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1995.
http://eprints.undip.ac.id/17967/1/SUDARWIN.pdf
Harizal. 2006. Studi Konsentrasi Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Kerang Hijau
(Perna Viridis l) Sebagai Bio Monitoring Pencemaran Di perairan Pantai
Pencemaran Lingkungan On Line. 2006. 27 Januari. Pencemaran Udara dan
pencemaran Air.

Magurran AE. 1987. Ecologycal Diversity and Its Measurenment. New Jersey:
Princeton University Press.
MENLH. No 51. Tahun 2004. Bakumutu Air Laut
Miller, 2004. Public Understanding of Science July 2004 vol. 13 no. 3 273-294

Misra, emi, 2002. Aplikasi teknologi berbasiskn membran dalam bidang bioteknologi
kelautan pengendalian pencemaran. Medan digital library universitas
sumatra utara
Mukhtashor. 2009. Pencemaran Pesisir Dan Laut. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Mukhtasor.,2007. Pencemaran Pesisir dan laut, Penerbit PT. Pradnya.

Pramudianto, Bambang, 1999, Sosialisasi PP No.19/1999 tentang Pengendalian


Pencemaran dan atau Perusakan Laut, Prosiding Seminar Sehari Teknologi
dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut, Bandung: Jurusan
Teknologi Lingkungan ITB.
Pramudji. 2002. Pengelolaan Kawasan Pesisir dalam Upaya Pengembangan Wisata
Bahari. Jurnal Oseana, Volume XXVII. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

46
Jakarta. Hlm: 27-35. www.oseanografi.lipi.go.id (Diakses tanggal 15 Desember
2012).

Wahyudi. Jupantara, Dikor. 2004. Studi Simulasi Sedimentasi Akibat Pengembangan


Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Teknologi Kelautan, Volume 8. ITS.
Surabaya.

Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi.


Yogyakarta.

47

Anda mungkin juga menyukai