Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

METODE DAN TEKNIK ANALISIS LINGKUNGAN


TEKNIK SAMPLING AIR PERMUKAAN
DI JALAN SRIKANA SURABAYA

Dosen Pembimbing : Nita Citasari, S.Si., MT.


Asisten Dosen : Praditya Sigit (080810754)

Oleh
Kelompok IV
Maya Wahyuning Dewanti (080911003)
Onny Zharkasy (080911014)
M. Rihanza Virahmadi (080911019)
Andianto Satriyo Prakoso (080911031)
Rr. Mutiara Adhi Sarasati (080911032)
Ery Bagus Kusuma (080911036)
Aulia Hanum (080911037)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN


DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting di dunia, karena
tanpa air kehidupan tidak akan dapat berlangsung. Air menopang kehidupan
manusia, termasuk kehidupan dan kesinambungan rantai pangan mahluk hidup
di bumi. Oleh karena itu Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan
bahwa air merupakan hak azasi manusia: artinya, setiap manusia di muka bumi
ini mempunyai hak dasar yang sama (Suprapto, 2003).
Sumber air utama yang digunakan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pertanian, industri, rumah tangga dan kebutuhan-kebutuhan lainnya
adalah air permukaan dan air tanah. Namun demikian, sampai saat ini sebagian
besar kebutuhan air masih mengandalkan dari sumber air permukaan (Sofyan,
2009).
Peningkatan kebutuhan air telah menimbulkan eksploitasi sumberdaya air
secara berlebihan, sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan
sumberdaya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air. Air
juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai jenis pencemar air berasal dari:
a. Sumber domestik (rumah tangga): perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
b. Sumber non-domestik: pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan,
serta sumber-sumber lainnya (Hanum, 2002).
Semua bahan pencemar secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan.
Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan
masalah pokok, mengingat keadaan perairan alami di banyak negara yang
cenderung menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya (Hanum, 2002).
Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur dan atau diuji
berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Pasal 1 Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor : 115 Tahun 2003. Parameter air dapat
menyatakan kualitas air dalam suatu perairan. Parameter ini meliputi parameter
fisik, kimia, dan mikrobiologis. Parameter fisik menyatakan kondisi fisik air atau
keberadaan bahan yang dapat diamati secara visual atau kasat mata. Parameter
fisik ini terediri dari kekeruhan, kandungan partikel atau padatan, warna, rasa,
bau, suhu, dan sebagainya.
Parameter kimia menyatakan kandungan unsur atau senyawa kimia dalam
air, seperti kandungan oksigen, bahan organik (dinyatakan dengan BOD, COD,
TOC), mineral atau logam, derajat keasaman, nutrient atau hara, kesadahan, dan
sebagainya.
Oleh karena itu, diperlukan pengujian terhadap kualitas air permukaan
berdasarkan parameter diatas dengan melakukan metode teknik sampling untuk
pengambilan contoh air permukaan. Metode sampling tersebut mampu mewakili
populasi dari air permukaan. Sehingga dapat diketahui kualitas air permukaan
pada lokasi pengambilan sampling dan keberlanjutan pemanfaatan air permukaan
bagi kehidupan.

1.2 Tujuan
1. Dapat melakukan teknik sampling air permukaan dengan benar
sesuai dengan variabel yang dianalisis.
2. Dapat mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan variabel suhu,
kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut di Sungai Jalan Srikana.

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara melakukan teknik sampling air permukaan dengan
benar?
2. Bagaimana cara mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan
variabel suhu, kekeruhan, pH dan oksigen terlarut?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air yang kita gunakan berasal dari dua sumber yaitu, air permukaan
(surface water) dan air tanah (ground water). Air permukaan adalah air yang
berasal dari hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sebagian menguap dan
sebagian lainnya mengalir ke sungai, saluran air, lalu disimpan di dalam danau,
waduk dan rawa-rawa yang terdapat dalam suatu wilayah yang disebut
watershed (daerah aliran sungai atau DAS) (Soegianto, 2005).
Air permukaan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Epilimnion
Lapisan atas danau atau waduk yang suhunya relatif sama.
2. Termoklin atau metalimnion
Lapisan danau atau waduk yang mengalami penurunan suhu yang cukup
besar ( lebih dari 1˚C/m)
3. Hipolimnion
Lapisan bawah danau atau waduk yang mempunyai suhu relatif sama dan
lebih dingin dari lapisan di atasnya, biasanya lapisan ini mengandung kadar
oksigen yang rendah dan relatif stabil (SNI 6989.57, 2008).
Perubahan kondisi permukaan air sungai dalam jangka waktu yang
panjang dapat diketahui dengan mengadakan pengamatan permukaan air sungai
secara rutin.
Sifat-sifat air permukaan ditunjukkan dengan besaran, nilai atau kadar
bahan pencemar dan komponen lain yang terkandung di dalam air. Maka perlu
dilakukan pemantauan terhadap kualitas air yang dapat mewakili kondisi air
permukaan tersebut, menurut Anonim (2008) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yaitu:
Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh.
b. Mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya.
c. Contoh mudah dipindahkan ke dalam wadah penampung tanpa ada sisa
bahan tersuspensi di dalamnya.
d. Mudah dan aman di bawa.
e. Kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.

2.1 Titik Pengambilan Air Permukaan Berdasarkan Debit


Untuk menentukan titik pengambilan sampling permukaan air sungai,
harus dipilih tempat yang memungkinkan pengamatan seluruh keadaan
permukaan air, dari batas terendah sampai batas tertinggi (Takeda, 2006). Titik
pengambilan sampel ditentukan berdasarkan debit air sungai (debit air sungai
didapatkan dari hasil praktikum kelompok sebelumnya) yang diatur sebagai
berikut:
a. Sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, contoh diambil pada satu titik
ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan.
b. Sungai dengan debit antara 5-150 m3/detik, contoh diambil pada dua titik
masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada kedalaman 0,5 kali
kedalaman dari permukaan.
c. Sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, contoh diambil minimum pada
enam titik masing-masing pada jarak ¼, ½ dan ¾ lebar sungai pada
kedalaman 0,2 dan 0,8 kali kedalaman dari permukaan.

2.2 Indikator Kualitas Air Permukaan


Indikator kualitas air permukaan dapat diketahui dari tercemar atau
tidaknya air permukaan tersebut. Definisi pencemaran air menurut Surat
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor :
KEP-02/MENKLH/I1988 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah
masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain
kedalam air dan atau berubahnya tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh
proses alam, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air menjadi kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan
peruntukkannya (pasal 1).
Dalam pasal 2, air pada sumber air menurut kegunaan atau
peruntukannya digolongkan menjadi, antara lain :
1. Golongan A, golongan air yang dapat digunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah
sebagai air minum dan keperluan rumah tangga.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan
dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian,
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan listrik negara.
Menurut definisi pencemaran tersebut, air dapat dikatakan tercemar
ketika terjadinya penurunan kualitas berdasarkan penggolongan air (Achmad,
2004). Contoh kriteria air A, B , C dan D dapat dilihat pada lampiran.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya
perubahan warna, bau dan rasa.
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.
Indikator yang umum diketahui pada pemeriksaan pencemaran air adalah
pH, DO, kekeruhan, kecerahan, dan suhu (Warlina, 2004).

2.2.1 pH
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion
hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar
tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7
adalah netral, pH<7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7
dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Anonim, 2008).
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH.
Bila pH di bawah pH normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air
yang mempunyai pH di atas pH normal bersifat basa. Air limbah dan bahan
buangan industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu
kehidupan biota akuatik (Warlina, 2004).
Nilai pH tentunya mempengaruhi kandungan hingga toksisitas pada
perairan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menunjukkan nilai pH sekitar 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses
biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH rendah.
Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotny dan
Olem dalam Effendi, 1994).

2.2.2 DO
Keberadaan oksigen dalam perairan sangat penting untuk diketahui sebab
oksigen sangat penting bagi kehidupan. Pengukuran oksigen di air sangat rentan
terhadap perubahan oksigen atmosfer. Oksigen yang terlarut dalam air sendiri
sebagian juga berasal dari difusi oksigen atmosfer dan sebagian lainnya adalah
produk proses biologi dalam air. Banyaknya O 2 terlarut (DO) dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain suhu dan arus.
Untuk mengetahui banyaknya O2 terlarut, sekarang ini sudah banyak alat
elektronik yang dapat mengukur kadar oksigen dengan tepat dan cepat. Bila
tidak ada alat tersebut, dapat juga menggunakan metode titrasi yang dikenalkan
oleh Winkler (1888) sehingga disebut dengan Metode Winkler (Sucipto dkk,
2008).

2.2.3 Kekeruhan
Kekeruhan biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat tersuspensi seperti
bahan organik dan zat-zat halus lainnya, tetapi pada umumnya sistem
pengambilan sampel air yang kurang memenuhi syarat (peralatan dan metode)
dapat mengakibatkan kekeruhan yang lebih besar dari nilai seharusnya.
Kekeruhan dapat mengganggu kebersihan wadah penampungan air sehingga
harus sering dibersihkan (Sutapa, 2000).
Kekeruhan dinyatakan dalam satuan unit turbiditas yang setara dengan 1
mg/liter SiO2. Kekeruhan sering diukur dengan metode Nephelometric, dimana
pada metode ini sumber cahaya dilewatkan pada sampel dan intensitas cahaya
yang dipantulkan oleh bahan-bahan penyebab kekeruhan diukur dengan
menggunakan suspensi polimer formazin sebagai larutan standar. Satuan
kekeruhan yang diukur dengan metode Nephelometric adalah NTU
(Nephelometric Turbidity Unit) (Sawyer dan McCarty dalam Effendi, 1978).
Peningkatan nilai turbiditas pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25
NTU dapat mengurangi 13% - 50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas
sebesar NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer
berturut-turut sebesar 75% dan 3% - 13% (Lloyd dalam Effendi, 1985).

2.2.4 Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan
secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan perairan sangat
dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-
partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran
sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah,
sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Anonim, 2008).

2.2.5 Suhu
Suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar
dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat Celsius (oC).
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),
ketinggian dari air permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,
penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Suhu juga berperan
mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran
tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya
algae dari filum Cholorphyta dan diatom akan tumbuh degan baik pada kisaran
suhu berturut-turut 30 oC-35 oC dan 20 oC-30 oC. Cyanophyta lebih dapat
bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan Chlorophyta
dan diatom (Haslam dalam Effendi, 1995).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia,
evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya,
(Haslam, 1995). Selain itu peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan
sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh
organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Namun, peningkatan suhu ini disertai
dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaaan oksigen sering
kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk
melakukan proses metabolisme dan respirasi. Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan adalah 20 oC -
30 oC (Effendi, 2003).
Alat pengukur suhu yaitu termometer. Ketika melakukan pengukuran
suhu, ketelitiannya adalah sampai 0,1˚C dengan satuan suhu yang digunakan
adalah Celcius atau sering disebut centigrade, satuan lainnya adalah Kelvin (˚K)
dan Reamur (˚R).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Jalan Srikana Surabaya pada tanggal 5
Oktober 2010 pukul 13.30 WIB.

3.2 Bahan dan


Alat
Bahan dan Alat yang digunakan dalam praktikum teknik sampling air
permukaan antara lain:
1. Meteran
2. Tongkat kayu
3. Alat pengambil sampel
4. Wadah penyimpan sampel
5. Botol KOB
6. Water sampler

3.3 Cara Kerja


Langkah kerja untuk melakukan praktikum teknik sampling air
permukaan antara lain:
3.3.1 Pengambilan Sampel untuk Pengujian Kualitas Air Secara Umum
1. Menyiapkan alat pengambil sampel yang sesuai dengan keadaan
sumber airnya.
2. Membilas alat pengambil sampel dengan air yang akan diambil
sebanyak tiga kali.
3. Mengambil sampel sesuai dengan peruntukan analisis dan campurkan
dalam penampung sementara, kemudian homogenkan.
4. Memasukkan sampel ke dalam wadah yang sesuai peruntukan
analisis.
5. Melakukan segera pengujian untuk parameter suhu, kekeruhan, pH,
dan oksigen terlarut yang dapat berubah dengan cepat dan tidak dapat
diawetkan.
6. Mencatat hasil pengamatan parameter lapangan.

3.3.2 Pengambilan Sampel untuk Pengujian Oksigen Terlarut


1. Menyiapkan botol KOB yang bersih dengan volume yang diketahui
serta dilengkapi dengan tutup basah.
2. Mencelupkan botol dengan hati-hati kedalam air dengan posisi mulut
botol searah dengan aliran air, sehingga air masuk kedalam botol
dengan tenang, atau dapat pula dengan menggunakan sifon.
3. Mengisi botol sampai penuh dengan sampel dan hindarkan terjadinya
turbulensi dan gelembung udara selama pengisian, kemudian tutup
botol ditutup.
4. Sampel siap dianalisa.
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN

Tanggal Percobaan : Selasa, 5 Oktober 2010


Lokasi : Jalan Srikana Surabaya
Nama Pencatat : Ery Bagus Kusuma
Pukul : 13.30 WIB
Denah Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi A Lokasi B
Waktu 14.35 WIB 14.00 WIB
Lebar 3,99 m 3,77 m
Kedalaman 26 cm 36 cm
Debit 0,121 m3/s 0,06 m3/s
DO 6,33 mg/L 6,51 mg/L
Suhu 32,50˚C 34˚C
pH 6,30 6,51
Kekeruhan 43,6 NTU 50 NTU
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Areal tanah yang
mengalirkan air ke suatu badan air disebut watersheds. Air yang mengalir dari
daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan (surface run off)
dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai (river run
off) (Effendi, 2003).
Kualitas aliran air sungai dapat diketahui dengan melakukan pengujian
analisis terhadap parameter-parameter. Dimana parameter merupakan uji
kualitas terhadap keseluruhan dari contoh yang akan diuji. Namun, pada
pengujian kualitas aliran air sungai yang dilakukan di Jalan Srikana ini,
dilakukan pengujian dengan mengambil variabel dari sampel air sungai di dua
titik lokasi pengujian. Hal tersebut dianggap mampu mewakili populasi kualitas
aliran air sungai pada lokasi pengujian.
Praktikum air permukaan ini bertujuan untuk melakukan teknik sampling
air permukaan dengan benar sesuai dengan variabel yang akan dianalisis
sehingga dapat mengetahui kualitas air permukaan berdasarkan variabel suhu,
kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut di Sungai Jalan Srikana.
Pada praktikum ini, dilakukan pengambilan sampel air dengan titik lokasi,
debit dan arah aliran air sungai yang berbeda, yaitu pada lokasi A dan lokasi B.
Dimana pada masing-masing lokasi, sebelumnya pengambilan sampling
dilakukan terlebih dahulu penentuan titik pengambilan sampling air sungai
berdasarkan pengukuran debit air sungai dan mengacu pada ketentuan yang telah
dijelaskan sebelumnya. Dari data analisis debit aliran air sungai dapat diketahui
pada lokasi A nilai debitnya yaitu 0,121 m 3/s dan lokasi B yaitu 0,06 m 3/s
(debit air sungai didapatkan dari hasil praktikum kelompok sebelumnya), maka
dapat diketahui debit sungai kurang dari 5 m3/detik, sehingga sampel atau contoh
yang diambil yaitu pada satu titik ditengah sungai pada kedalaman 0,5 kali
kedalaman dari permukaan. Kemudiaan sampel air diambil tepat pada 0,5 kali
kedalaman air sungai dengan menggunakan alat bantu water sampler dan
dituangkan pada wadah penyimpan sampel, digunakan botol sampel. Proses
penuangan air sampel ke dalam wadah perlu diperhatikan secara perlahan-lahan
dan dialirkan melalui dinding botol guna menghindari adanya aerasi yaitu
pengaliran udara ke dalam air untuk meningkatkan kandungan oksigen dengan
memancarkan air atau melewatkan gelembung udara ke dalam air sehingga
dapat menyebabkan ketidakakuratan analisis DO karena aerasi tersebut akan
menambah kandungan oksigen yang terlarut di dalam air.
Sampel yang telah diambil tersebut kemudiaan dianalisis terhadap
beberapa variabel-variabel pengujian secara langsung guna mengetahui lebih
lanjut kualitas air sungai yang ditunjukkan. Adapun beberapa variabel yang
diuji, antara lain :
1. Kekeruhan atau Turbiditas
Pada pengukuran kekeruhan yang dilakukan pada dua titik di Jalan
Srikana. Nilai turbiditas pada Lokasi A sebesar 43,6 NTU dan pada Lokasi B
sebesar 50 NTU menunjukan bahwa aliran sungai berada diatas ambang
batas kejernihan yaitu diatas 25 NTU. Pada dasarnya kekeruhan adalah
ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometric Turbidity Unit),
kekeruhan berkolerasi dengan padatan yang tersuspensi, semakin tinggi nilai
padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan juga akan semakin tinggi.
Sedangkan kekeruhan yang terjadi pada lokasi pengambilan sampel sebagian
besar disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid  di dalam
air yaitu limbah domestik yang berasal dari penduduk di sekitar sungai
seperti sisa-sisa bahan makanan yang banyak mengandung lemak, deterjen
sisa aktivitas rumah tangga dan sampah rumah tangga yang dibuang
langsung ke sungai. Selain itu, di sepanjang pengaliran sungai berdiri
beberapa tempat pencucian motor yang menambah akumulasi buangan
deterjen pada aliran sungai, sehingga akan meningkatkan kekeruhan pada
aliran sungai tersebut. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika
maupun dari segi kualitas air itu sendiri.
2. pH
Berdasarkan Tabel F. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi
Perairan pada lampiran maka dapat diketahui hubungan nilai pH terhadap
komunitas biologi pada perairan tersebut dengan data pengamatan
pengukuran pH dari dua titik pengambilan sampel dengan nilai pH Lokasi A
pH 6,30 sedangkan pada lokasi B pH 6,51 menujukan beberapa pengaruh
umum bagi perairan air sungai, antara lain keanekaragaman plankton dan
bentos sedikit menurun, serta kelimpahan total, biomassa, serta produktivitas
tidak mengalami perubahan. Plankton dan bentos memiliki kisaran pH
tertentu untuk dapat hidup dengan baik pada habitatnya dan pada kisaran pH
tersebut, plankton dan bentos tidak dapat tumbuh dengan baik karena pH
yang terlalu rendah (asam). Keberadaan plankton dan bentos memberikan
indikator kualitas suatu perairan, semakin banyak plankton dan bentos pada
perairan tersebut maka kualitas perairan tersebut dapat dikatakan baik atau
tidak tercemar. Plankton dan bentos akan hidup dengan baik pada kisaran pH
7,0 atau pH netral. Pada perairan sungai Jalan Srikana ini dapat dikatakan
tercemar karena pH 6,30 dan 6,51 tidak sesuai dengan kisaran hidup plankton
dan bentos sehingga menyebabkan organisme tersebut tidak dapat hidup
dengan baik.

3. Suhu
Pada hasil pengukuran menggunakan termometer menunjukkan nilai
suhu pada Lokasi A sebesar 32,50˚C dan pada lokasi B sebesar 34˚C. Pada
kisaran suhu ini filum Chlorophyta dapat tumbuh dengan baik karena
orgnisme ini memiliki kisaran suhu antara 30˚C - 35˚C untuk dapat hidup
dalam suatu perairan. Sedangkan kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton di perairan adalah 20 oC - 30 oC. Kisaran suhu 32,50°C dan 34°C
termasuk kedalam kisaran suhu yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan
peningkatan kebutuhan terhadap konsumsi oksigen di perairan guna
memenuhi aktivitas metabolisme dan respirasi yang semakin meningkat pada
keadaan suhu yang semakin meningkat. Kelarutan oksigen dalam air akan
menurun pada suhu yang semakin meningkat, hal ini akan mengakibatkan
pemenuhan kebutuhan oksigen untuk proses metabolisme organisme perairan
yang semakin meningkat pada suhu yang semakin tinggi menjadi tidak dapat
tercukupi sehingga menyebabkan organisme mati. Organisme yang mati akan
mempengaruhi penurunan kualitas perairan tersebut yang menyebabkan
perairan tersebut menjadi tidak dapat melakukan self purification dengan baik
karena pencemaran yang telah melampui ambang batas kemampuan perairan
tersebut dimana organisme di dalamnya yang seharusnya melakukan self
purification telah mati. Pada perairan sungai Jalan Srikana ini memiliki suhu
yang tergolong cukup tinggi sehingga organisme di dalamnya tidak dapat
hidup dengan baik. Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25˚C),

dengan batas toleransi yang diperoleh yaitu 25˚C 3˚C.

4. Oksigen terlarut (DO)


Pada pengukuran variabel oksigen terlarut pada air sungai di Jalan
Srikana dilakukan pengukuran di dua lokasi dengan menggunakan alat
DOmeter. Pada pengukuran di Lokasi A nilai oksigen terlarut (DO)
menunjukkan nilai 6,33 mg/L dan pada Lokasi B menunjukkan angka 6,51
mg/L.
Oksigen terlarut memiliki korelasi dengan suhu, kenaikan suhu akan
disertai dengan penurunan oksigen terlarut dalam perairan dan
mempengaruhi indikator kualitas perairan. Berdasarkan tabel E. Maximum
Dissolved Oxygen Concentration Saturation Table pada lampiran,
menunjukkan nilai batas atas kelarutan oksigen dalam air atau dapat
dikatakan batas maksimum (titik jenuh) konsentrasi oksigen dapat larut
dalam air pada suhu tertentu, sehingga setinggi apapun konsentrasi dari
kelarutan oksigen yang ditambahkan kedalam air tidak akan mempengaruhi
konsentrasi oksigen terlarut didalamnya.
Pada lokasi A dengan kadar DO 6,33 mg/L dan suhu sebesar 32,50˚C,
sedangkan tabel saturasi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut memiliki
kadar DO jenuh sebesar 7,28 mg/L sehingga pada lokasi A kandungan
oksigen masih mampu diakumulasikan hingga mencapai nilai 7,28 mg/L.
Sedangkan pada lokasi B dengan kadar 6,51 mg/L dan suhu sebesar 34˚C,
sedangkan tabel saturasi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut memiliki
kadar DO jenuh sebesar 7,05 mg/L sehingga pada lokasi B kandungan
oksigen masih mampu diakumulasikan hingga mencapai nilai 7,05 mg/L.
Halaman ini sengaja dikosongkan
BAB VI

KESIMPULAN

1. Untuk melakukan teknik sampling air permukaan dengan benar yaitu


dengan cara menentukan terlebih dahulu titik lokasi pengambilan sampel
yang berdasarkan debit air sungai perairan tersebut yaitu lokasi A 0,121
m3/s dan lokasi B 0,06 m3/s (debit air sungai didapatkan dari hasil
praktikum kelompok sebelumnya termasuk pada debit sungai kurang dari
5m3/detik, sehingga sampel diambil satu titik lokasi ditengah sungai pada
kedalaman 0,5 kali kedalaman dari permukaan dengan menggunakan alat
water sampler. Setelah diambil, air sampel segera dituangkan pada
wadah penyimpan sampel atau botol sampel. Proses penuangan air
sampel ke dalam wadah perlu diperhatikan secara perlahan-lahan dan
dialirkan melalui dinding botol guna menghindari adanya aerasi yang
akan mempengaruhi kadar DO dalam air. Segera lakukan pengujian
sampel air untuk mengetahui kualitas air dengan parameter variabel
suhu, kekeruhan, pH, dan oksigen terlarut.
2. Berdasarkan analisis data pengujian sampel air maka diperoleh nilai
sebagai berikut:
a. Suhu
Lokasi A: 32,50˚C
Lokasi B: 34˚C
b. Kekeruhan
Lokasi A: 43,6 NTU

Lokasi B: 50 NTU

c. pH
Lokasi A: 6,30
Lokasi B: 6,51

d. DO
Lokasi A: 6,33 mg/L
Lokasi B: 6,51 mg/L

Hal ini menunjukkan indikator bahwa kualitas air sungai di Jalan Srikana
mengalami pencemaran, dimana secara fisik konsentrasi kekeruhan berada jauh
diatas ambang air jernih atau kualitas penggolongan air sungai di Jalan Srikana
sudah tidak berada pada golongan B. Pencemaran paling besar diakibatkan dari
limbah rumah tangga (deterjen dan sisa makanan seperti lemak) oleh penduduk
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. SNI 6989.57:2008 Air dan air Limbah – Bagian 57: Metoda
pengambilan contoh air permukaan. Standar Nasional Indonesia,
Jakarta.
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta : Andi.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius.
Hariyanto, Sucipto dkk. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Airlangga
University Press.
Irianto, Eko W, dan Badruddin Machbub. 2004. Pengaruh Multiparameter
Kualitas Air terhadap Parameter Indikator Oksigen Terlarut dan Daya
Hantar Listrik (Studi Kasus Citarum Hulu). Puslitbang Air, Bandung.
Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Putudewa.2000.Prinsip-Prinsip Ekologi.dalam http://free.vism.org/V12/Sponsor-
Pendamping/Praweda/Biologi.htm. Diakses tanggal 30 September
2010.
Soegianto, Agoes. 2005. Ilmu Lingkungan Sarana Menuju Masyarakat
Berkelanjutan. Surabaya: Airlangga University Press.
Sofyan, Agus. 2009. Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan Dan Air
Departemen Pertanian. Jakarta: Direktorat Pengelolaan Air.
Suprapto, Ato 2003. Pemanfaatan Air dan Sumber Air untuk Pertanian dalam
Kondisi Keterbatasan Air dan Lingkungan,
makalah disampaikan pada Seminar Hari Air Sedunia tanggal 21 Maret
2003 di Jakarta.
Sutapa, Ignasius D.A. 2000. Uji Korelasi Pengaruh Limbah Tapioka Terhadap
Kualitas Air Sumur. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan &
Lingkungan. Vol. 2, No. 1/Feb.
Takeda, Kensaku.2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT Pradnya
Pramita.
Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air : Sumber Dampak dan Penanggulangannya.
Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Tabel E. Maximum Dissolved Oxygen Concentration Saturation Table

Temperature DO (mg/L) Temperature DO (mg/L)


(degrees C) (degrees C)
0 14,60 23 8,56
1 14,19 24 8,40
2 13,81 25 8,24
3 13,44 26 8,09
4 13,09 27 7,95
5 12,75 28 7,81
6 12,43 29 7,67
7 12,12 30 7,54
8 11,83 31 7,41
9 11,55 32 7,28
10 11,27 33 7,16
11 11,01 34 7,05
12 10,76 35 6,93
13 10,52 36 6,82
14 10,29 37 6,71
15 10,07 38 6,61
16 9,85 39 6,51
17 9,65 40 6,41
18 9,45 41 6,31
19 9,26 42 6,22
20 9,07 43 6,13
21 8,90 44 6,04
22 8,72 45 5,95

Tabel F. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan


Nilai pH Pengaruh Umum

1. Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit


menurun.
6,0 – 6,5
2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak
mengalami perubahan.

1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan bentos


semakin tampak.

2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih


5,5 – 6,0
belum mengalami perubahan yang berarti.

3. Algae hijau berfilamen mulai tampak pada zona


litorial.

1. Penurunan kenanekaragaman dan komposisi jenis


plankton perifiton, dan bentos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa


5,0 – 5,5 zooplanton dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.

4. Proses nitrifikasi terhambat.

1. Penurunan kenanekaragaman dan komposisi jenis


plankton perifiton, dan bentos semakin besar.

2. penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplanton


4,5 – 5,0 dan bentos.

3. Algae hijau berfilamen semakin banyak.

4. Proses nitrifikasi terhambat.


Gambar 1. Sampling air permukaan Gambar 2. Penuangan air sampel
dengan menggunakan water sampler untuk analisis

Gambar 3. Pengukuran kadar pH Gambar 4. Pengukuran DO dengan


dengan menggunakan PHmeter menggunakan DOmeter

Gambar 5. Pengukuran kedalaman sungai Gambar 6. Pengukuran kekeruhan


air dengan menggunakan tongkat dan menggunakan Turbidimeter
meteran

Anda mungkin juga menyukai