A. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptokokus. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah).
Lebih sering mengenai anak laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
(Manjoer,Arif, 2000).
Glumerolunefritis akut adalah bentuk nefritis yang paling umum terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini berupa inflamasi glomeruli yang umumnya terjadi setelah
infeksi saluran pernapasan atas, infeksi streptokokus. Penyakit ini dianggap
sebagai penyakit kompleks imun (Betz, Cecily L. & Sowden Linda A, 2002).
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks
antigen antibody di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-
10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (glomerulonefritis
pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain (Muttaqin, Arif &
Kumala Sari, 2012).
Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun
dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya berkembang pada anak-anak dan
sering pada anak usia 6-10 tahun (Muttaqin, Arif & Kumala Sari, 2012).
B. Etiologi
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta haemolyticus
golongan A tipe 12, 4, 16, 25 dan 40. Hubungan antara GNA dan infeksi
streptococcus ini ditemukan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan
alasan bahwa :
1
1. Timbulnya GNA setelah terjadinya infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman sterptococcus beta hemolyticus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum pasien.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari.
Dari tipe-tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen dari pada
yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih bersifat nefritogen dari pada yang lainnya
belum diketahui dengan jelas. Mungkin faktor iklim atau alergi yang
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus.
GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion),
amiloidosis, trombosis vena renalis, penyakit kolagen, purpura anafilaktoid, dan
lupus eritematosis (Ngastiyah, 2005).
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi
sering juga pasien datang sudah dalam keadaan payah. Gejala yang sering
ditemukan ialah :
1. Hematuria (darah dalam urine)
2. Kadang di sertai edema ringan disekitar mata atau bisa juga di seluruh
tubuh. Umumnya terjadi edema berat bila terdapat oliguria dan gagal jantung.
3. Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga.
4. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada walaupun
tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.
5. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, diare, sering
menyertai pasien GNA.
6. Terjadi insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia,
hidremia dan asidosis metabolic.
2
D. Patofisiologi
Secara patofiosilogi, pada glumerulonefritis akut akan terjadi dua
perubahan ,yaitu perubahan struktural dan perubahan fungsional.
1. Perubahan Struktural
Perubahan struktural meliputihal-hal berikut.
a. Proliferasi seluler: hal ini menyebabkan peningkatan jumlah sel
glumerulus karena proliferasi endotel,mesangial,dan epitel sel. Proliferasi
tersebut dapat bersifat endokapiler (yaitu dalam batas-batas dari kapiler
glumerular) atau ekstrakapiler (yaitu dalam ruang Bowman yang
melibatkan sel epitel). Dalam proliferasi ekstrakapiler,proliferasi sel epitel
parietal mengarah pada pembentukan tertentu dari glomerulonefritis
progresif cepat.
b. Proliferasi leukosit : hal ini di tunjukkan dengan adanya neutrofil dan
monositng dalam lumen kapiler glomerulus dan sering menyertai
proliferasi seluler.
c. Penebalan membran basal glomerulus: perkembangan ini muncul
sebagai penebalan dinding kapiler baik di sisi endotel atau epitel membran
dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis : kondisi ini menunjukkan cedera ireversibel.
Perubahan struktural ini diperantarai oleh reaksi antigen-antibodi, agregat
(kompleks) molekul di bentuk dan beredar ke seluruh tubuh. Beberapa dari
kompleks ini terperangkapdi glomerulus, suatu bagian penyaring di ginjal,dan
mencetuskan respon peradangan.
Reaksi peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan
komplemen sehingga terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan
permeabilitas kapiler glomerulus, serta filtrasi glomerulus. Protein –protein
plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus. Akhirnya membran
glomerulus rusak sehingga terjadi pembengkakan dan edema di ruang
interstitium Bowman. Hal ini meningkatkan tekanan cairan interstisium, yang
dapat menyebabkan kolaps setiap glomerulus di daerah tersebut. Akhirnya,
3
peningkatan tekanan cairan intersitium akan melawan filtrasi glomerulus lebih
lanjut.
Pengaktifan komlemen menarik sel-sel darah putih dan trombosit ke
glomerulus. Pada peradangan terjadi pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang
dapt menyebabkan pengedapan fibrin, pembentukan jaringan parut, dan
hilangnya fungsi glomerulus. Membran glomerulus menebal dan
menyebabkan penurunan GFR lebih lanjut.
2. Perubahan Fungsional
Perubahan fungsional meliputi proteinuria, hemturia, penurunan GFR
(yaitu oligoanuria), serta sedimen urine aktif dengan sel darah merah.
Penurunan GFR dan retensi air akaan membrikan manifestasi terjadinya
ekspansi volume intravaskuler, edema, dan hipertensi sistemik.
Respon perubahan secara struktural dan fungsional memberikan berbagai
masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus akut.
E. Pemeriksaan laboraturium
1. LED meningkat.
2. Kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air).
3. Pemeriksaan urin menunjukkan jumlah urin menurun, Bj urine
meningkat.
4. Hematuri makroskopis ditemukan pada 50% pasien, ditemukan :
Albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin.
5. Albumin serum sedikit menurun, komplemen serum (Globulin beta-
IC) sedikit menurun.
6. Ureum dan kreatinin meningkat.
7. Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja.
8. Uji fungsi ginjal normal pada 50% pasien.
4
F. Penatalaksanaan
1. Medik
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu dahulu dianjurkan selama 6-8
minggu.
b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
penyebaran infeksi streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian
penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan,
karena terdapat imuntas yang menetap.
c. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 gr/kg
BB/hari) dan rendah garam (1 gr/hari). Makanan lunak dinerikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal kembali.
Bila ada anuria/muntah diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%.
Komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria maka
jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemberian cairan sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat
cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala cerebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserving sebanyak 0,07
mg/kgBB secara intramuscular. Bila terjadi dieresis 5-10 jam kemudian,
selanjutnya pemberian reservin peroral dengan dosis rumat 0,03
mg/kgBB/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena
pemberi efek toksis.
e. Bila anuri berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan
dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis,
transfusi tukar dan sebagainya.
f. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi
akhir-akhir ini pemberian furosemid (lasix) secara intravena (1 mg/kg
BB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika
ginjal dan filtrasi glomerulus.
g. Bila tidak timbul gagal jantung, diberikan digitalis, sedativum dan
oksigen.
2. Keperawatan
a. Istirahat, karena adanya kelainan jantung dan tekanan darah yang
meninggi, pasien perlu istirahat mutlak selama 2 minggu.
b. Pengawasan tanda-tanda vital secara 3x sehari.
5
c. Jika terdapat gejala dispnea/ortopnea dan pasien terlihat lemah adalah
kemungkinan adanya gejala payah jantung, segera berikan sikap setengah
duduk, berikan O2 dan hubungi dokter.
d. Bila terdapat keluhan pusing, muntah-muntah, dan kesadaran
menurun, ukur tekanan darah, periksakan ureum dan hubungi dokter.
e. Jika mendadak terjadi penurunan haluaran urine, periksa dahulu
apakah pasien tidak berkemih di tempat lain dan perhatikan keadaan
umumnya. Jika pasien makin lemah dan merupakan gagal ginjal akut
segera menghubungi dokter, persiapkan infuse, hentikan pemberian
makanan yang mengandung protein dan garam. Periksa darah faal ginjal
dan ukur tekanan darahnya.
f. Diet protein 1 gr/kg BB/hari dan garam 1 gr/hari (rendah garam).
G. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi
sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hidremia.
Walaupun oliguria/anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini
terjadi di perlukan peritoneum dialisis (bila perlu).
2. Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi.
Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-
kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan
anoksia dan edema otak.
3. Gangguan Sirkulasi berupa dispneu, ortonea, terdapatnya ronkhi
basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya
volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat
hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hiper volemia disamping sintesis
eritropoetik yang menurun.
6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Terutama menyerang pada anak umur 3-7 tahun, lebih sering mengenai
anak laki-laki di banding wanita dengan perbandingan 2:1.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang sering di keluhkan bervariasi meliputi keluhan nyeri pada
pinggang atau interkosta vertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki bengkak,
pusing atau keluhan badan cepat lelah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah pasien pernah menderita penyakit DM dan hipertensi
sebelumnya. Penting untuk dikaji mengenai riwayat penyakit obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat
kesadaran biasanya compos mentis, tetapi akan berubah apabila sisitem syaraf
pusat mengalami gangguan sekunder dari penurunan perfusi jaringan otak dan
kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas elektrolit dan uremia.
Pada TTV, sering di dapatkan adanya perubahan pada fase awal sereing di
dapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan, frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan
denyut nadi. Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan samapi
berat.
a. B1 (Breathing)
Biasanya tidak di dapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase
akut. Pada fase lanjut sering di dapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan
adanya sindrom uremia.
b. B2 ( Blood)
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan
darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan dampak
pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan perfusi
jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia berat,
pada auskultasi perawat akan menemukan adanya friction rub yang
merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dan sindrom uremia.
c. B3 (Brain)
Di dapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami peradangan.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
7
azotemia pada sisitem pusat syaraf pusat. Pasien beresiko kejang sekunder
gangguan elektrolit.
d. B4 (Bladder)
1) Inspeksi : Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah.
Perubahan pada urine output seperti berwarna kola dari proteinuri,
silinderuri, dan hematuri.
2) Palpasi : Di dapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area
kostovetebra.
3) Perkusi : Perkusi pada sudut kostovetebra memberikan
stimulus nyeri ringan lokal di sertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang
dan perut.
e. B5 (Bowel)
Di dapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone)
Di dapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari
edema tungkai atau edema wajah terutama periorbital,anemia, dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
5. Pengkajian Perpola (gordon)
1. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan
beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar
mata dan seluruh tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya
depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan anoreksia menyebabkan
intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya edema.
Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2. Pola eliminasi :
eliminasi alvi : tidak ada gangguan,
eliminasi uri : gangguan pada glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme
tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada
tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai
anuria ,proteinuri, hematuria.
3. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena
adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan
mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah sudah normaal selama 1
minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi dada,
pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels ,
pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi dapat
menyebabkan pemmbesaran jantung (dispnea, ortopnea dan pasien terlihat
8
lemah) , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh
darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung.
Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan
gejala penglihatan kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA
munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan
penyakit ini.
4. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia. keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
5. Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang menurun.
6. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan
perawatann yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
8. Pola psikososial :
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya
sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka
alami. akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang
salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri.
sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu
kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
9. Pola seksual :
a. tahap oral
9
ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan
hingga sekitar usia 1 tahun. anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk
mendapatkan rasa nikmat. freud menyebutnya sebagai kenikmatan
seksual (freud mengartikan seksual secara luas). ketika anak memasukkan
benda kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam
mewujudkan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh anak. ia
merasakan kenyamanan.
b. tahap anal
tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. fase
ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (taoilet training). latihan
ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan
pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. pada fase ini, orientasi
kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus). mengeluarkan feses
dari anus adalah hal yang membanggakan. anak merasakan sedang
berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. bahkan prosesnya
adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran.
ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat
dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi
kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di
sekitarnya.
c. tahap phallic
tahap pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. di tahap ini, anak
mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. anak
mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. yang
khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus complex, yaitu fase dimana
anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah
saingan. pada tahap ini pula freud menjelaskan konsepnya tentang penis
envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki.
memang terdengar sarkastik dalam menggambarkan dominasi laki-laki
secara kultural, atau kepemimpinan laki-laki secara historis. apapun itu,
memang terdengar sangat sarkastik.
d. tahap latensi
tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. ini
terjadi sampai masa pubertas. sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa
hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas.
represi seksualitas karena dianggap tabu pada masa hidup freud, membuat
hasrat seksual harus dikendalikan dan ditekan.
e. tahap genital
10
tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase
genital, yang terjadi sejak pubertas. fase oedipus tidak lagi ditekan, tetapi
sudah selesai pada fase ini. bentuk penyelesaiannya adalah
penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui
persenggemaan dengan lawan jenis.
6. Pengkajian Diagnostik Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalis ditemukan adanya hematuria (darah dala urine)
mikroskopik atau makroskopik (gros). Urine tampak berwarna kola akibat sel
darah merah dan butiran atau sedimen protein ( lempengan sel darahmerah
menunjukkan adanya cedera glomerular). Proteinuria, terutama albumin, juga
terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
7. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menurnkan resiko komplikasi. Resiko komplikasi yang mungkin ada,
meliputi: hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongestif, dan edema
pulmoner. Hipertensi ensefalopati di anggap sebagai kondisi darurat medis,
dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu
fungsi renal.
Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksana tersebut, meliputi hal-
hal berikut.
a. Pemberian antimikroba derivat penisin untuk mengobati infeksi
steptokokus
b. Diuretik dan antihipertensi untuk mengontrol hipertensi
c. Terapi cairan. Jika pasiewn di rawat di rumah sakit, maka intake dan
output di ukur secara cermat dan catat. Cairan di berikan untuk mengatasi
kehilangan cairan dan berat badan harian.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine, retensi
cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan GFR.
2. Resiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari
abnormalitas elektrolit dan uremia.
3. Nyeri b.d respons inflamasi, kontraksi otot sekunder, adanya inflamasi
glomerulus.
4. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidak
adekuatan intake nutrisi sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan dan intestinal.
5. Gangguan activity daily living (ADL) b.d edema ekstremitas,
kelemahan fifik secara umum.
6. Kecemasan b.d prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit dan
perubahan kesehatan.
C. Rencana Keperawatan
Intervensi yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan pasien dan
menghindari penurunan dari fungsi ginjal.
11
1. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume urine,
retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari penurunan
GFR
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
sistemik.
Kriteria hasil : pasien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, pitting
edema (-), produksi urine >600ml/hr
Intervensi Rasional
1. Pantau adanya edema ekstermitas 1. Curiga gagal kongesti / kelebihan
cairan.
2. Pantau tekanan darah 2. Sebagai salah satu cara untuk
mengetahui peningkatan jumlah
cairan yang dapat di ketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung
yang dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan darah.
3. Pantau distensi vena jugularis 3. Peningkatan cairan dapat
membebani fungsi ventrikel kanan
yang dapat di pantau melalui
pemeriksaan tekanan vena jugularis.
4. Ukur intake dan output 4. Penurunan curah jantung
mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan
penurunan urine output
5. Timbang berat badan 5. Perubahan tiba-tiba dari berat
badan menunjukkan adanya
gangguan keseimbangan cairan.
6. Berikan oksigen tambahan dengan kanul 6. Meningkatkan kesediaan oksigen
nasal/masker sesuai indikasi untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia
7. Kolaborasi :
a. Pemberian diet tanpa garam a. Natrium meningkatkan
retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang berdampak
terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan meningkatkan
demam miokardium.
b. Berikan diet rendah protein b. Diet rendah protein untuk
tinggi kalori menurunkan insufisiensi renal
dan retensi nitrogen yang akan
12
meningkatkan BUN. Diet tinggi
kalori untuk cadangan energi dan
mengurangi katabolisme protein.
Tujuan :dalam waktu 3x24jam perawatan resiko kejang berulang tidak terjadi
Kriteria Hasil : pasien tidak mengalami kejang
Intervensi Rasional
1. Pantau dan catat faktor-faktor yang 1. Penting artinya untuk mengamati
menurunkan kalsium dari sirkulasi hipokalsemia pada pasien berisiko.
Perawat harus bersiap untuk
kewaspadaan kejang bila
hipokalsemia hebat
2. Pantau stimulus kejang. 2. Beberapa stimulus kejang pada
tetanus adalah rangsang cahaya dan
peningktan suhu tubuh.
3. Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang 3. Alkohol dan kafein dalam dosis
tinggi yang inggi menghambat penyerapan
klsium dan perokok kretek sedang
akan meningkatkan ekskresi kalsium
urine.
4. Kolaborasi pemberian terapi :
a. Garam kalsium parenteral a. Garam kalsium parenteral
termasuk kalsium glukonat,
kalsium klorida, kalsium
gluseptat. Meskipun kalsium
klorida menghasilkan kalsium
berionisasi yang secara
signifikan lebih tinggi dibanding
jumlah akuimolar kalsium
13
glukonat, cairan ini tidak sering
digunakan karena cairan tersebut
lebih mengiritasi dan dapat
menyebabkan peluruhan jaringan
jika dibiarkan mengilfitrasi.
b. Vit.D dapat dilakukan untuk
meningkatkan absorbsi ion
kalsium dari traktus GI.
b. Vitamin D
c. Tingkatkan masukan diet
c. Tingkatkan masukan diet kalsium sampai setidaknya
kalsium 1000-1500mg/hr pada orang
dewasa sangat dianjurkan
(produk dari susu, sayuran
berdaun hijau, salmon kaleng,
sadin dan oyster segar).
d. Menilai keberhasilan
d. Monitor pemeriksaan EKG, intervensi
dan laboratorium, serta kalsium
serum
Intervensi Rasional
1. Pantau nyeri dengan pendekatan PQRST 1. Menjadi parameter dasar untuk
mengetahui sejauh mana intervensi
yang diperlukan dan sebagai evaluasi
keberhasilan dari intervensi
manajemen keperawatan
2. Anjurkan kepada klien untuk melaporkan 2. Nyeri berat dapat menyebabkan
nyeri dengan segera syok kardiogenik yang berdampak
pada kematian mendadak
4. Lakukan manajemen nyeri
14
keperawatan
a. Atur posisi fisiologis a. Posisi fisiologis akan
meningkatkan asupan O2
kejaringan yang mengalami
iskemia akibat respon peradangan
glomerulus.
b. Istirahatkan klien b. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer dan
akan meningkatkan suplai darah
pada jaringan yang mengalami
peradangan.
c. Berikan O2 tambahan dengan c. Meningkatkan asupan jumlah
kanul nasal/ masker sesuai indikasi O2 yang ada dan memberikan
d. Manajemen lingkungan: perasaan nyaman pada pasien.
berikan lingkungan tenang dan batasi d. Lingkungan tenang akan
pengunjung menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O2 ruangan
yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada
e. Ajarkan teknik relaksasi di ruangan.
pernafasan dalam e. Meningkatkan asupan O2
sehingga akan menurunkan nyeri
f. Ajarkan teknik distraksi pada sekunder dari iskemia jaringan.
saat nyeri f. Distraksi (pengalihan
perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endokrin dan enkefalin yang
dapat memblok reseptor. Nyeri
untuk tidak di kirimkan ke
korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
4. Anjurkan kepada klien unruk melaporkan Nyeri berat dapat menyebabkan syok
nyeri dengan segera kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
5. Tingkatkan pngetahuan tentang : sebab- Pengetahuan yang di dapat membantu
sebab nyeri dan menghubungkan berapa mengurangi nyeri dan dapat
15
lama nyeri akan berlangsung membantu mengembangkan
kepatuhan pasien terhadap rencana
terapeutik.
6. Kolaborasi dengan dokter dengan Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik sehingga nyeri akan berkurang
16
merupakan intervensi yang tidak
efektif dan tidak efisien apabila pasien
mendapat reseptor H2. Hal
inidikarenakan pemberian sedikit tapi
sering akan merangsang pengeluaran
kembali asam lambung yang berakibat
meningkatkan perasaan tidak nyaman
pada gastrointestinal.
5. Beri makanan dalam keadaan hangat dan 5. Untuk meningkatkan selera dan
porsi kecil serta diet TKTPRG mencegah mual, mempercepat
perbaikan kondisi serta mengurangi
beban kerja jantung.
6. Berikan nutrisi secara parenteral. 6. Nutrisi secara intavena dapat
membantu memenuhi kebutuhan
nutrisi yang diperlukan oleh pasien
untuk mempertahankan kebutuhan
nutrisi harian.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan 1. Dengan mengurangi aktivitas,
berikan aktivitas senggang yang tidak berat. maka akan menurunkan konsumsi
oksigen jaringan dan memberikan
kesempatan jaringan yang mengalami
gangguan dapat memperbaiki kondisi
yang lebih optimal.
2. Anjurkan menghindari peningkatan 2. Dengan mengejan dapat
tekanan abdomen misalnya mengejan dan mengakibatkan bradikardi,
defekasi. menurunkan curah jantung, takikardi,
serta peningkatan TD.
3. Berikan waktu istirahat diantara waktu 3. Untuk mendapatkan cukup waktu
aktivitas. resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu
memaksa kerja jantung.
4. Pertahankan penambahan O2 sesuai 4. Untuk meningkatkan oksigenasi
pesanan jaringan.
17
5. Monitor adanya dispneu, cyanosis, 5. Melihat dampak dari aktivitas
peningkatan frekuensi nafas, serta keluhan terhadap fungsi jantung.
subjektif pada saat melakukan aktivitas.
6. Berikan diet sesuai pesanan (pembatasan 6. Untuk mencegah retensi cairan dan
air dan natrium) edema pada ekstra vaskuler.
18
BAB III
ANALISA KASUS
A. Kasus
Ny. T mengeluh kondisi anaknya, anak C (5 tahun) yang sudah beberapa hari
ini tampak kurang sehat kepada Ners Y. Anak C masuk ke rumah sakit dimana
Ners Y bekerja, dengan protein urin 2 + dan edema. Ny. T menyampaikan bahwa
anaknya mengalami infeksi pada tenggorokanya sejak kira-kira 2 minggu yang
lalu.
An C tampak lelah, tidak ada keinginan untuk bermain dan hanya ingin tidak
sejak beberapa hari An C juga mengalami output urin yang sedikit. Hasil
pengkajian Ners Y mengidentifikasi adanya bilateral edema 1+ di kedua
ekstermitas bawah periorbital edem, hematuria, dan pucat. TTV An C TD :100/66
mmHg, N: 88X/mnt, S:38OC, RR: 28X/mnt.
Data lab: Urinalisis-protein uria : 2+, sel darah merah BUN 22 mg/dl
normalnya (5-18mg/dl). Keratin 1 mg/dl normalnya (0,3-07 mg/dl), asotiter
meningkat, serum albumin, kolesterol, trigliserid dalam batas normal, HB 10,5
gr/dl, HCT 33.
Ners Y mengatakan bahwa An C mengalami gangguan stemgeritourinaria
akan tetapi Ners Y kurang yakin apakah sindrom nefrotik/ gromonulonefritis akut.
19
Ners Y mengatakan pada Ny T bahwa akan memberikan informasi lebih lanjut
setelah meyakinkan apakah masalah klinis An C yang sesungguhnya?
B. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien
Initial : An. C
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Nganjuk
Agama : Islam
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
b. Orang Tua
1) Ayah
Initial : Tn. T
Umur : 45 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Nganjuk
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
2) Ibu
Initial : Ny. T
Umur : 37 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nganjuk
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
2. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya kurang sehat dan
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. T mengeluh kondisi anaknya yang sudah beberapa hari ini tampak
kurang sehat, dengan protein urin 2 + dan edema. Ny. T menyampaikan
bahwa anaknya mengalami infeksi pada tenggorokanya sejak kira-kira 2
minggu yang lalu.
An C tampak lelah, tidak ada keinginan untuk bermain dan hanya
ingin tidak sejak beberapa hari. An C juga mengalami output urin yang
20
sedikit. Hasil pengkajian dapat diidentifikasi adanya bilateral edema 1+ di
kedua ekstermitas bawah priorbital edem, hematuria, dan pucat. TTV An
C TD : 100/66 mmHg, N: 88X/mnt, S:38OC, RR: 28X/mnt.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu pasien mengatakan sebelumnya An. C mengalami infeksi
tenggorokan sejak kira-kira 2 minggu yang lalu.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit degenerative (DM, Hipertensi, dll).
6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda – Tanda Vital
Suhu : 38 ºC
Nadi : 88 x/mnt
Tekanan Darah : 100/66 mmHg
Frekuensi Nafas : 28 x/mnt
b. Sistem Pernafasan (breath)
Inspeksi : RR : 28 x/menit, (-) sianosis, (-) retraksi dada, dada
tampak simetris.
Palpasi : (-) nyeri tekan, (-) benjolan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, (-) wheezing, (-) ronchi.
Perkusi : tedapat bunyi sonor.
c. Sistem Kardiovaskuler (blood)
Palpasi : N : 88x/menit, (-) nyeri tekan.
Perkusi : terdapat suara redup
Auskultasi : TD : 100/66mmHg, (-) suara jantung tambahan,
terdapat BJ I dan BJ II
d. Sistem Persarafan (brain)
GCS= E:4 V:5 M:6 Jumlah : 15
Kesadaran : Composmentis
e. Sistem Perkemihan (bladder)
Inspeksi : Terdapat edema di kedua ekstermitas bawah
priorbital, hematuria, output urin sedikit
palpasi : Nyeri tekan ringan pada area kostovetebra (-)
Perkusi : Perkusi pada sudut kostovetebra: nyeri ke pinggang
dan perut (-)
f. Sistem Pencernaan (bowel)
Tidak ada gangguan pada sistem pencernaan
g. SistemMuskuloskeletal (bone)
21
Ekstreminitas atas kanan : (-) gangguan gerak, (-) sianosis (-)
edema
Ekstreminitas atas kiri : (-) gangguan gerak, (-) sianosis,
terpasang selang infus.
Ekstremitas bawah kanan : (+) gangguan gerak, (-) sianosis, (+)
Ekstreminitas bawah kiri : (+) gangguan gerak, (-) sianosis, (+)
edema
h. Sistem Integumen
Inspeksi : warna kulit sawo matang, penyebaran kulit merata, (-)
sianosis
i. Sistem Penginderaan
1) Mata
Inspeksi : mata tidak anemis, bentuk simetris, (-)
Palpasi : (-) tekan, tekanan mata normal
2) Hidung
Inspeksi : (-) pembesaran hidung, (-) sianosis
Palpasi : (-) nyeri tekan
3) Telinga
Inspeksi : (-) tanda – tanda infeksi, (-) sianosis.
Palpasi : (-) nyeri tekan
j. Sistem Reproduksi Dan Genetalia
Inspeksi : genetaliatampak simetris, (-) sianosis, (-) tanda –
tanda infeksi
Palpasi : (-) nyeritekan, (-) pembesaran skrotum
7. Pemeriksaan Laboraturium
a. Urinalisis-protein uria : 2+
b. Sel darah merah BUN 22 mg/dl normalnya (5-18mg/dl)
c. Keratin 1 mg/dl normalnya (0,3-07 mg/dl)
d. Asotiter meningkat, serum albumin, kolesterol, trigliserid
dalam batas normal
e. HB 10,5 gr/dl
f. HCT 33.
22
B. Analisa Data
Edema
D. Diagnosa keperawatan
1. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume
urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari
penurunan GFR
2. Gangguan ADL b.d edema ekstermitas, kelemahan fisik secara
umum.
3. Kecemasan b.d Defisiensi pengetahuan.
23
E. Intervensi
1. Aktual/resiko kelebihan volume cairan b.d penurunan volume
urine, retensi cairan dan natrium, peningkatan aldosteron sekunder dari
penurunan GFR
24
f. Berikan diet rendah protein f. Diet rendah protein untuk
tinggi kalori menurunkan insufisiensi renal
dan retensi nitrogen yang akan
meningkatkan BUN. Diet tinggi
kalori untuk cadangan energi
dan mengurangi katabolisme
protein.
25
pesanan jaringan.
5. Monitor adanya dispneu, cyanosis, 5. Melihat dampak dari aktivitas
peningkatan frekuensi nafas, serta terhadap fungsi jantung.
keluhan subjektif pada saat
melakukan aktivitas.
6. Berikan diet sesuai pesanan 6. Untuk mencegah retensi cairan
(pembatasan air dan natrium) dan edema pada ekstra vaskuler.
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
27
Streptococcus. Sindrom ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul
mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri, LFG menurun, insuffisiensi ginjal.
Prognosa GNA pasca streptokokus pada anak 99% sembuh dengan sempurna.
B. Saran
Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat membantu tenaga medis
untuk dapat lebih menangani penyakit Glomerulo Nefritis Akut dengan lebih
tepat dan dapat memberi pengetahuan kepada masyarakat untuk dapat
mencegah dan mengurangi terjadinya komplikasi.
Daftar Pustaka
28