RESUME JURNAL
Disusun Oleh:
Emiwati Simanjuntak 21030115120084
Grace M Sijabat 21030115120004
Hidrolisis enzimatik laktosa adalah salah satu proses bioteknologi yang paling
penting dalam industri makanan karena efek menguntungkan pada asimilasi makanan yang
mengandung laktosa, serta kemungkinan keunggulan teknologi dan lingkungan dari aplikasi
industri, termasuk:
1. Eliminasi intoleransi laktosa (3-70% tergantung pada kelompok populasional),
mendorong pemanfaatan laktosa sebagai sumber energi, serta asimilasi kalsium dan
magnesium dari susu.
2. Pembentukan galacto-oligosakarida selama hidrolisis laktosa untuk mendukung
pertumbuhan bakteri mikroflora. Kehadiran senyawa ini dianggap diinginkan dalam
makanan.
3. Peningkatan dalam karakteristik teknologi dan sensoris makanan yang mengandung
laktosa terhidrolisis dari susu atau whey seperti: peningkatan kelarutan (penghindaran
kristalisasi laktosa dan aspek kasar dari es krim dan produk kental atau bubuk);
kekuatan pemanis yang lebih besar dan dengan demikian kandungan kalori yang lebih
rendah dari produk (glukosa dan galactose monosaccharides memiliki kekuatan
pemanis yang lebih besar daripada laktosa); pembentukan monosakarida, yang lebih
mudah berfermentasi di produk tertentu seperti yoghurt; titik beku es krim yang lebih
rendah (meningkatkan kelembutan); dan pengurangan reaksi Maillard.
4. Biodegradabilitas whey yang lebih besar dimana laktosa dihidrolisis.
Enzim komersial yang digunakan untuk hidrolisis laktosa adalah β-galaktosidase.
Enzim ragi dan jamur merupakan yang paling diminati. Enzim jamur biasanya digunakan
untuk menghidrolisis laktosa dari produk dengan nilai pH asam, seperti whey. Enzim ragi
biasanya digunakan untuk produk dengan nilai pH netral seperti susu. Produk kimia yang
digunakan adalah glukosa, asam sitrat, K2HPO4, KCl, asam trikloroasetat, MgCl2.6H2O,
monohydrate laktosa, dan galaktosa. Enzim yang digunakan adalah β-galactosidase, lactozym
−1
3000L berasal dari strain yang dipilih dari ragi K. fragilis , ρ = 1,2 g ml , dengan aktivitas
− 1
yang dinyatakan sebesar 3000 LAU ml (1 LAU = enzim komersial yang dapat
memperoleh 1 mol glukosa min − 1 dalam kondisi standar: 4,7% konsentrasi laktosa, pH 6,5,
30 ˚C, 30 menit, penyangga susu standar). Enzim ini memenuhi spesifikasi yang
direkomendasikan untuk enzim makanan. Glukosa dianalisis menggunakan metode GOD-
Perid menggunakan reagen Böehringer Mannheim Gmbh. Sebagai media reaksi, larutan
laktosa disiapkan pada buffer 0,01 M K2HPO4, 0,015 M KCl, dan 0,012 M MgCl2 · 6H2O
pada pH 6,75 yang disesuaikan dengan asam sitrat.
Aktivitas enzimatik diukur dalam tabung reaksi pada 30 ˚C dengan cara berikut: 1
−1 −1
ml dari 50 g l larutan laktosa monohidrat pada buffer ditambahkan ke 1 ml dari 10 g l
larutan enzim yang disiapkan pada buffer yang sama. Tabung reaksi diinkubasi pada 30 ˚C
selama 10 menit, setelah 1 ml diekstraksi. Reaksi dihentikan dengan mencampur dengan 1 ml
asam trikloroasetat 0,1 N. Setelah itu, konsentrasi glukosa diukur dengan metode GOD-Perid.
Aktivitas enzimatik tetap konstan selama seluruh periode penggunaan. Reaksi enzimatik
berlangsung di dalam reaktor tangki berpengaduk 200 ml dengan kontrol pH dan temperatur.
Untuk periode maksimum 2 jam, sampel diekstraksi dari reaktor. Pada model kinetik
hidrolisis enzimatik dengan penghambatan kompetitif galaktosa, model kinetik yang diterima
secara luas untuk menjelaskan hidrolisis laktosa enzimatik adalah inhibisi kompetitif oleh
produk (galaktosa):
Memisahkan variabel dan mengintegrasikan, kita akan sampai pada jenis berikut:
Dimana:
Dalam hal bahwa deaktivasi enzimatik tidak terjadi dalam proses hidrolisis, konsentrasi
enzim aktif akan tetap konstan selama periode eksperimen, memberikan e = e0, dan dengan
demikian:
sebuah ekspresi yang memungkinkan kecocokan data eksperimen dengan regresi linier
menurut:
Gambar. 1. Percobaan hidrolisis laktos pada T = 30 ◦C; e0t / x vs. [−ln (1 - x)] / x.
Gambar. 4. Penyesuaian konstanta kinetik KM pada persamaan Van't Hoff oleh penulis
Gambar 4 dan 5 menunjukkan hubungan temperatur dengan KM dan KI, yang sesuai
dengan persamaan Van’t Hoff. Namun dalam beberapa hal/kasus, hubungan ini menyimpang
yang terbukti dari gambar 4 dengan KM yang sesuai dengan persamaan Van’t Hoff
sedangkan gambar 5 nilai KI tidak sesuai dengan persamaan Van’t Hoff. Namun pada
gambar tersebut hasil dari metode regresi non-liner memiliki slope yang mirip atau similar.
Pada model kinetik dengan asumsi KM=KI menunjukkan bahwa enzim memiliki
afinitas yang hampir sama untuk substrat (laktosa) seperti untuk reaksi produk (galaktosa)
yang disederhanakan dengan persamaan 12 sebagai berikut.
………………………………………………..12
Berdasarkan persamaan 12, konstanta kinetik k dan KM sesuai dengan persamaan
Arrhenius dan Van’t Hoff yang membuat asumsi benar. Contohnya adalah gambar 6 pada
suhu 40°C dengan titik awal 0. Persamaan 12 adalah kinetika orde pertama yang bergantung
pada S0. Dimana hal ini reaksi kinetik ditentukan oleh pemecahannya dari enzim substrat.
Konstanta Michaelis menyatakan bahwa konstannta disosiasi enzim substrat yang kompleks
dan laktosa terikat pada enzim galaktosil (3.37,38). Dengan ini nilai-nilai KM dan KI
sebanding. Tabel 5 menunjukkan nilai konstanta kinetik yang dihitung dengan metode regresi
non-lineai sedangkan pada tabel 6 menunjukkan nilai energi aktivasi, entalpi.
Pada gambar 7 ditunjukkan hasil penerapan model dan penyederhanaan dan kesesuaiannya.
1. Mekanisme kinetik hidrolisis laktosa oleh enzim galaktosa merespon inhibisi oleh
produk (gallaktosa).
2. Enzim memiliki afinitas yang serupa baik untuk substrat laktosa maupun produk
produk (galaktosa).
3. KM dan KI sama dan lajju reaksi dapat dihitung dengan persamaan :