OLEH :
Eddy Rosman
K1A1 12 080
PEMBIMBING :
dr. Andi Hasnah, Sp.An
FAKULTAS KEDOKTERAN
KENDARI
2019
1
Manajemen Nyeri pada Luka Bakar
Eddy Rosman, Andi Hasna
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
lebih 250.000 orang mengalami luka bakar setiap tahunnya. dari angka
sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada
efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan
derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka bergantung
pada dalam, luas dan letak luka. Selain beratnya luka bakar, umur dan
mempengaruhi prognosis.1
2
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan,
kerusakan tersebut.1
satu alasan utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri
dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin, umur, ras,
status sosial, dan pekerjaan. Tipe nyeri yang digunakan secara luas adalah
nyeri yang berbeda memiliki faktor etiologik yang berbeda pula. Saat ini
pendekatan terapi nyeri telah bergeser dari pendekatan terapi yang bersifat
Nyeri akibat luka bakar adalah salah satu sensasi nyeri paling menyiksa
yang bisa dialami. Diperkirakan 1 dari 3000 orang menderita luka bakar
tahun 2004. Meskipun, Eropa memiliki insiden cedera luka bakar yang lebih
secara signifikan. Namun, rasa sakit pada pasien luka bakar, baik dalam
pengaturan akut dan kronis, masih merupakan tantangan klinis utama dan
3
kebutuhan medis yang tidak terpenuhi. Namun, rasa sakit yang tidak dirawat
dengan baik pada luka bakar, dapat menyebabkan penderitaan luar biasa,
gangguan stres pascatrauma. Lebih lanjut, kurangnya kontrol nyeri yang tepat
karena itu, memberikan kontrol nyeri yang tepat setelah luka bakar sangat
penting.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
kerusakan tersebut.2
permukaan yang disebut dengan epidermis, dan lapisan jaringan ikat yang
bakar ringan,
3. Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris,
Fascia superficialis terdiri dari jaringan ikat jarang dan lemak. Fascia
(getah bening) dan saraf kulit. Fascia profunda merupakan jaringan ikat
5
padat yang susunannya lebih teratur dan berguna untuk menetapkan struktur
Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis dan
lemak subkutan.
1. Epidermis
a. Stratum basal (stratum germinativum), terdiri atas selapis sel kuboid atau
epidermis-dermis,
b. Stratum spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid, atau agak gepeng dengan inti
c. Stratum granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang
d. Stratum lusidum, tampak lebih jelas pada kulit tebal, lapisan ini bersifat
translusens dan terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang
sangat gepeng,
6
e. Stratum korneum, lapisan ini terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng berkeratin
2. Dermis
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum papilare
a. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel
jaringan ikat lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan makrofag.
Dari lapisan ini, serabut lapisan kolagen khusus menyelip ke dalam lamina
b. Stratum retikular, terdiri atas jaringan ikat padat tak teratur (terutama
kolagen tipe I), dan oleh karena itu memiliki lebih banyak serat dan lebih
C. Fisiologi Nyeri
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
7
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral,
karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki
somatik (kulit dan jaringan dalam: otot, tendon, tulang, sendi) merespon
ada di otot dan kapsul sendi; berespon terhadap rangsangan mekanis, termal,
dan kimia, hal ini akan menjelaskan kejadia sebagian besar pada cedera
dipersarafi oleh nociceptif A-delta dan C fiber (kornea dan A-delta, A-beta,
terjadi nyeri yang disebabkan oleh iskemia, spasme, atau peradangan otot polos
dalam saraf simpartis dan parasimpatis, dan nyeri yang diinduksi kurang
8
terlokalisasi. Organ-organ pendengaran umumnya tidak peka dan kebanyakan
seperti jantung, paru-paru, testis, dan saluran empedu. Kebanyakan organ lain,
seperti usus, dipersarafi oleh nosiseptor polimodal yang merespon spasme otot
operasi. Beberapa organ, seperti otak, memiliki nosiseptor dalam jumlah yang
ini menjelaskan kebutuhan akan anestesi dan analgesia yang adekuat hanya
selama awal prosedur bedah saraf untuk diseksi dan paparan jaringan otak.4
ascend atau descend satu atau dua pada segmen ini sebelum menembus
gray matter dari dorsal horn tempat terjadinya sinapsis pada neuron
9
depolarisasi secara kontinyu. Stimulasi terus-menerus dari serabut C
Lamina VII ada di antara lamina ini dan lebih ventral Laminae VIII
materi abu-abu pada gray matter di sekitar the central canal of the spinal
cord.4
10
Gambar 3. Gray matter medulla spinalis
Traktus spinotalamikus
Traktus spinoretikular
Saluran spinomesencephalic
a. Traktus spinotalamikus
dari spinal cord. STT mengatur informasi yang bersifat cepat dan
lateral (nyeri dan suhu yang cepat dan lambat) dan STT anterior
11
nonspesifik dari thalamus dan reticular formation pada batang otak, dan
atau rasa takut cedera lebih lanjut) dari nyeri. Proyeksi terhadap
sensoris dari lamina VII dan VIII ke neuron pada formasi retikuler,
c. Spinomesencephalic Tract
V, melalui medula dan pons, STT dan SRT dan berakhir di otak tengah
3. Descending Pathway
nyeri dan respon effert dengan menginhibisi transmisi nyeri pada dorsal
thalamus, PGA, nucleus raphe magnus (RVM), dan locus coeruleus (LC),
12
transmisi nyeri, sel noksius terletak pada batang otak dan spinal cord
Axon descending dari PAG menuju nuclei pada formasi retikuler dari
sinaps satu sama lain dan menginhibisi wide dynamic rabge (WDR) dan
sistem saraf (NS). Akson terminal dari NRM ke dorsal horn, dan terjadi
13
Keluarnya impuls descending inhibitory dari korteks frontal, cingulate
berbahaya, baik secara eksternal (yaitu kulit, mukosa) atau secara internal
(yaitu, sendi, usus). Nociceptors dapat dipicu oleh stimulus apapun, yang
14
sebagian besar dapat dikategorikan sebagai mekanis, kimia, atau thermal
jaringan.4
15
saraf perifer, ketika diaktifkan oleh opioid endogen atau eksogen
nosiseptor.4,5
2. Transmisi
ke lapisan superfisial dan lebih dalam pada dorsal horn dari spinal
16
kainate, N-methyl-D- aspartate (NMDA), dan metabotropic aktif.
dorsal horn. Sambungan sinaptik antara neuron orde pertama dan sel
besar. Untuk alasan ini dorsal horn disebut gerbang, di mana impuls
3. Modulasi
17
kedua), ketika diaktifkan oleh opioid, saluran potassium yang secara
4. Persepsi
yang sampai pada area primer sensorik kortek serebri dan masukan lain
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang
berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.
akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan dan serabut C yang
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif
saraf menuju kornu dorsal medulla spinalis. Sel-sel lapisan marginal pada
18
lamina I dan neuron pada lamina V diaktifkan dan mengirimkan proyeksi
thalamus pada kornu dorsal. Hal ini juga diketahui bahwa ada perbedaan
sering merasakan sedikit atau tidak ada rasa sakit sama sekali. Disosiasi
antara cedera dan rasa sakit juga telah dicatat dalam keadaan lainnya
seperti acara olahraga dan dikaitkan dengan efek dari konteks di mana
19
penghambatan turun. Selain itu, strategi mengatasi kognitif dan lainnya
mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal
20
sensasi lebih cepat, sedangkan transmitter substansi P memberikan sensasi
lebih lambat.7,8
pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut
terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling aman adalah
yang terbuat dari bulu domba (woll). Bahan sintesis seperti nilon dan dakron
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi lalu menjadi
Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema
dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka bakar derajat
dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang
tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea,
21
kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka
dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul
adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari
meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis atau organ yang lebih
dalam. Tidak ada elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan
gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling
yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.1
pada dalam, luas dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita
22
luka bakar, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak luka, usia dan
tangan sulit, antara lain karena mudah mengalami kontraktur, lanjut daya
golongan berat.1
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak
baru lahir sampai 1 m2 pada orang dewasa. Respon inflamasi lokal dan
jaringan terbakar secara lokal dan efek sistemik terjadi pada semua sistem
organ lain yang jauh dari daerah terbakar itu sendiri. Sebagian besar
perubahan lokal dan tentu saja mayoritas perubahan luas disebabkan oleh
23
hyperdynamic, hypermetabolic yang dapat menyebabkan kegagalan organ
bawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan
Nyeri pada luka bakar terjadi segera setelah kulit terbakar yang disebabkan
oleh stimulus langsung dan kerusakan pada nosiseptor yang ada di epidermis
dan dermis yang selanjutnya akan memicu terjadinya transmisi stimulus nyeri
melalui serabut saraf A-delta dan serabut saraf C. Melalui kedua saraf
dibawa dari perifer dan dipengaruhi oleh persepsi nyeri yang dibawa dari
otak.9
dan memicu terjadinya pelepasan berbagai macam bahan kimia iritatif yang
menjadi nyeri dan sangat sensitif terhadap rangsaangan mekanis dan suhu,
24
mengalami cedera juga akan menjadi sensitif terhadap rangsangan mekanis
F. Evaluasi Nyeri
tatalaksana analgetik yang tepat dan respon terhadap oobat yang telah
tercapai. Hal-hal yang perlu dievaluasi seperti lokasi nyeri, nyeri membaik
menggunakan skala analog visual, skala deskriptif verbal, dan skala wajah
dan warna. Terdapat pula berbagai macam skala yang dikembangkan untuk
Terdapat empat pola nyeri yang dapat diamati pada pasien luka bakar.9,12
25
2. Breakthrough pain merupakan nyeri yang intensitas nyerinya memberat
berikutnya (48 jam setelah cedera) terjadi peningkatan pembersihan obat dari
dalam sirkulasi. Adanya variasi kadar protein plasma pada fase akut memicu
terjadinya perubahan pada daya ikat dan fraksi bebas obat. Oleh karena itu
dosis obat akan sangat bervariasi pada masing-masing individu dan dapat
1. Analgetik Opioid
pada luka bakar. Opiod sangat efektif dan variasi obatnya yang banyak
lamanya kerja. Efek positif dari obat ini adalah dapat memberikan rasa
26
dengan efek samping yang ditimbulkan seperti depresi pernapasan, gatal,
untuk mencapai efek analgesik yang sama dan berlaku sama untuk efek
sampingnya. Hal ini lebih sering terjadi setelah penggunaan opioid kerja
toleransi ini hingga kini masih belumm jelas tetapi hubungannya dengan
sensitivitas rasa nyeri yang meningkat, difus dan meliputi seluruh tubuh
aferen dan medulla spinalis, yang dapat bertahan dalam jangka panjang.10
27
mekanisme yang mendasari terjadinya hiperalgesia juga ikut bertanggung
tersebut dan sebagai panduan bahwa opioid harus dihindari sebagai modal
terapi untuk mengontrol nyeri akut pada luka bakar. Penggunaan obat-obat
anti nyeri yang lain bersamaan dengan opioid menunjukkan hasil yang
obat, merubah satu jenis obat opiat dengan opiat yang lain pada pasien,
Rasa nyeri pada saat istirahat (background pain) pada pasien luka
bakar bersifat sedang dan dapat ditangani dengan opiat potensi sedang
yang paling umum adalah: infus intravena opioid, opioid kerja panjang
28
panjang (morfin atau oksikodon pelepasan terkendali). Tramadol dan
opioid dengan onset kerja dan metabolism plasma yang ultra cepat,
atau tindakan terapi lainnya pada pasien luka bakar dengan cara diberikan
melalui infus kontinu. Selain itu juga dapat digunakan opiat jenis lain
tetapi obat-obat ini bertindak secara sinergis dengan opioid. Karena efek
gastrointestinal.9,10,12
3. Antikonvulsan
29
Gabapentin dan pregabalin sering digunakan untuk mengobati
nyeri neuropatik pada pasien luka bakar. Obat ini mengurangi rasa nyeri
dengan bekerja secara langsung dan tidak langsung pada pusat nyeri.
Secara langsung obat ini mengurangi sensitisasi pusat nyeri dengan cara
sebuah penelitian pasien luka bakar, intensitas nyeri dan konsumsi opioid
titrasi yang jika diperlukan dapat dinaikkan hingga 3600 mg/hari. Untuk
4. Antidepresan
30
efek samping dari trisiklik. Efek analgesik dari antidepresan biasanya
terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Tidak ada studi mengenai efek
analgesik dan waktu untuk memulai terapi analgesik pada pasien luka
bakar.9,11
5. Ketamine
pakaian pada pasien luka bakar. Obat ini menginduksi keadaan anestesi
atau propofol. Pada sebuah meta-analisis ketamin pada dosis rendah dan
dalam dosis total opioid yang diberikan. Selain itu, ketamin efektif sebagai
obat penghilang nyeri jika pasien kurang responsif terhadap opioid. 9,11
6. Benzodiazepine
31
benzodiazepin adalah pasien-pasien dengan tingkat kecemasan dan rasa
sakit yang tinggi. Ketika dibutuhkan obat dengan onset kerja yang cepat,
lebih cocok daripada diazepam pada kelompok pasien luka bakar karena
sering terjadi penurunan metabolisme hepatik pada pasien ini, yang dapat
7. Alpha-2 agonist
aman dalam pengelolaan analgesik korban luka bakar anak. Pada beberapa
pusat luka bakar, obat tersebut rutin diberikan untuk anak-anak dan orang
clonidine dan kerjanya lebih selektif terhadap alpha-2 reseptor. Satu studi
baru dalam pengelolaannya yang jauh lebih besar daripada hanya sekedar
32
pemberian terapi farmakologis saja. Penatalaksanaan dengan menggunakan
nyeri harus dimulai sejak awal pemulihan pasien luka bakar, untuk
koping terhadap nyeri selama masa rehabilitasi luka bakar. Terapi ini juga
masalah nyeri yang kompleks dan sulit serta tingkat ketakutan, kecemasan
nyeri pada pasien luka bakar selama berbagai prosedur tatalaksana luka bakar
Pendekatan lain yang dapat digunakan dengan baik adalah tekhnik virtual
reality atau realitas maya. Terapi initerdiri dari teknologi yang mengisolasi
pasien dari dunia nyata dan membiarkan visinya hanya berhubungan dengan
lingkungan virtual tiga dimensi. Dalam konteks pasien luka bakar, dunia
33
maya ini disebut SnowWorld. Dalam beberapa penelitian, virtual reality yang
34
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta.
EGC.
2. Meliala L., Rizaldi P. Breakthrought In Management Of Acute Pain. Dexa
Medica. Jurnal Kedokteran dan Farmasi Bagian IP Saraf FK UGM.
Yogyakarta. No. 4, Vol. 20. 2007.
3. Laycock H., et.al. Pheripheral Mechanism Of Burn Injury-Associated Pain.
European Journal of Pharmacology. Elsevier Journal. Section of
Anaesthetics, Pain Medicine and Intensive Care, Department of Surgery and
Cancer, Imperial College London, Chelsea and Westminster Hospital.
United Kingdom. 2013.
4. Vadivelu, N., Urman, RD., dan Hines RL. Essentials Of Pain Management.
Springer. 2011.
5. Vanderah, TW. Pathophysiology Of Pain. Elsevier Saunders. Medical
Clinic of North America. USA. Vol. 91. 2007.
6. Breivik H., et. al. Assessment of Pain. British Journal of Anaesthesia.
Norwegian University. Vol. 1. 2008.
7. Patel NB. Physiology Of Pain. Guide to Pain Management in Low Resource
Setting. Seattle: IASP. 2010.
8. Guyton CA., dan Hall JE. Sensasi Nyeri, Nyeri Kepala dan Sensasi Suhu.
Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. 2007.
9. De Castro RJA, Leal PC, Sakata RK. Pain Management in Burn Patients.
Rev Bras Anestesiol. 2013;63(1):149-58.
10. Richardson R, Mustard L. The Management of Pain in the Burns Unit.
Burns. 2009:1-16.
11. Brook P., et.al. Oxford Handbook of Pain Management. New York: Oxford
University Press. 2011.
35
12. Griggs C., et. al. Sedation and Pain Management in Burn Patients. Article
in Press. Department of Surgery, Massachusetts General Hospital, Boston,
USA. 2017.
13. Harbin KR, Norris TE. Anesthetic Management of Patients With Major B
urn Injury. AANA Journal. 2012;80(6):430-9.
36