Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HALU OLEO SEPTEMBER 2017

GLAUKOMA ABSOLUT OD + KATARAK SENILE MATUR OD

MAGHFIRA GUNTATA S.B S.Ked


K1A1 12 086

PEMBIMBING
dr. Stella Lengkong, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. H
Umur : 56 tahun
Alamat : BTN Perumahan Dosen, Kota Kendari.
Agama : Islam
Suku : Bugis
Tanggal Berobat : 22 Agustus 2017
Dokter Muda Pemeriksa : Maghfira Guntata S.B, S.Ked
No. Register : 88 95 76
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada bola mata kanan
Riwayat Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bola mata kanan yang dirasakan
sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan nyeri ini dirasakan hilang timbul dan lama
kelamaan semakin memberat. Pasien juga mengeluh hanya bisa melihat
bayangan samar-samar pada bagian mata kanan disertai sakit kepala terus
menerus. Keluhan mual dan muntah disangkal. Keluhan lain seperti gatal (+),
mata kabur (+), rasa berpasir (+), mata merah (-), sekret (+). Riwayat sakit mata
sebelumnya (+). Riwayat penyakit lain disangkal. Riwayat penggunaan obat
mata disangkal. Riwayat memakai kaca mata (+). Tidak ada anggota keluarga
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status present
Kesadaran compos mentis, status gizi kesan baik.
2. Status ophtalmologis
a. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra Edema (-), Edema (-),


App. Lakrimalis hiperemis (-) Hiperemis (-)
Silia Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Normal Normal
Bola mata Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Mekanisme Ke segala arah Ke segala arah
muskular

Kornea Jernih Jernih


Bilik mata depan Menyempit Normal
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat,sentral, Bulat,sentral,
diameter 4 mm RC (-) diameter 2,5 mm RC (+)
Lensa Keruh Jernih

b. Palpasi
Pemeriksaan OD OS

Tensi Okuler Meningkat Tidak dilakukan


pemeriksaan
Nyeri Tekan (+) (-)
Massa (-) (-)
Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)

c. TIOD : 5/10 = 37,2 mmHg (meningkat)


d. Visus : VOD : 0
VOS : 6/6
e. Penyinaran Obliq
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Menyempit Normal
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat,sentral, diameter Bulat,sentral, diameter
4 mm RC (-) 2,5 mm RC (+)
Lensa Keruh Jernih

a. Campus Visual : tidak dilakukan pemeriksaan


b. Colour Sense : tidak dilakukan pemeriksaan
c. Funduskopi : tidak dilakukan pemeriksaan
d. Slit Lamp : tidak dilakukan pemeriksaan
e. Laboratorium : GDS 114 mg/dl
Bleeding time 2.58 (normal)
Clothing time 6.40 (normal)
D. Resume
Ny. H, 56 tahun datang keluhan nyeri pada bola mata kanan yang dirasakan
sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan nyeri ini dirasakan lama kelamaan semakin
memberat. Pasien juga mengeluh hanya bisa melihat bayangan samar-samar pada
bagian mata kanan disertai sakit kepala terus menerus. Keluhan mual dan muntah
disangkal. Keluhan lain seperti gatal (+), mata kabur (+), rasa berpasir (+), mata
merah (-), sekret (+). Riwayat sakit mata sebelumnya (+). Riwayat penyakit lain
disangkal. Riwayat penggunaan obat mata disangkal. Riwayat memakai kaca
mata (+). Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan VOD : 0, VOS : 6/6, bilik mata depan OD :
menyempit, Lensa OD : keruh, pupil OD : Bulat,sentral, diameter 4 mm RC (-),
pada pemeriksaan palpasi OD : Tensi okuler meningkat dan nyeri tekan, TIOD 5/10
= 37,2 mmHg (meningkat). Pada pemeriksaan obliq didapatkan VOD bilik mata depan
menyempit dan lensa keruh, pupil OD : Bulat,sentral, diameter 4 mm RC (-).
Pemeriksaan laboratorium : GDS 114 mg/dl, Bleeding time 2.58 dan Clothing time
6.40

E. Diagnosis
Glaukoma Absolut OD + Katarak Senile Matur OD

F. Penatalaksanaan
Timolol 0.5% 2x1
Glaukone 3x1
Aspar K 3x1
Cendo carpin 2% 4x1

G. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma1.
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optic (neuropati
optic) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan ocular pada papil
saraf optic. Iskemia tersendiri pada papil saraf optic juga penting. Hilangnya akson
menyebabkan defek lapangan pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika
lapangan pandang sentral terkena2.
Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh
meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam bola mata ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan pembuangan cairan
dalam bola mata, sehingga merusak jaringan saraf halus yang terdapat di retina
dan dibelakang bola mata2.

B. Epidemiologi
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak.
Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000
penduduk Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan
yang dapat dicegah di Amerika Serikat3.
Glaukoma akan terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun
dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Pada tahun 2013, jumlah
penderita glaukoma (usia 40-80 tahun) mencapai 64,3%. Diperkirakan terdapat
sekitar 79,6% juta penderita pada tahun 2020. Jumlah ini akan mencapai 111,8 juta
penderita pada tahun 20404.
C. Anatomi
Struktur dasar mata yang berhubungan dengan aqueous humor adalah
korpus siliaris, sudut kamera okuli anterior dan sistem aqueous humor5.
1. Korpus Siliaris
Berfungsi sebagai pembentuk humor aqueous. Memiliki panjang 6
mm, berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang kedepan dari
ujung anterior koroid ke pangkal iris. Terdiri dari 2 bagian yaitu anterior : pars
plicata (2 mm) dan posterior : pars plana (4 mm).
Tersusun dari 2 lapisan sel epitel siliaris yaitu non pigmented ciliary
epithelium (NPE) dan pigmented ciliary epithelium (PE). Humor aqueous
disekresikan secara aktif oleh epitel yang tidak berpigmen. Sebagai hasil
proses metabolic yang tergantung pada beberapa sistem enzim, terutama
pompa NA+/K+- ATPase, yang mensekresi ion Na+ ke ruang posterior5.
2. Sudut kamera okuli anterior
Memegang peranan penting dalam proses aliran homor aqueous. Dibentuk
oleh akar iris, bagian paling anterior korpus siliaris, sklera spur, trabecular meshwork
dan garis schwalbe (bagian terakhir dari membran descement kornea).
3. Sistem aliran aqueous humor
Melibatkan trabecular meshwork, kanalis schlemm, saluran kolektor, vena
aqueous dan vena episklera5.
a. Trabecula meshwork
Suatu struktur mirip saringan yang dilalui oleh humor aqueous, 90%
humor aqueous mengalir melalui bagian ini. Terdiri dari 3 bagian : 1).
Uvea meshwork yaitu bagian paling dalam dari trabecular meshwork,
memanjang dari akar iris dan badan siliar ke arah garis schwalbe. Susunan
anyaman trabekular uvea memiliki ukuran lubang sekitar 25 µ - 27 µ.
Ruangan intertrabekular relatif besar dan memberikan sedikit tahanan pada
jalur aliran humor aqueous; 2). Cornoskleral meshwork yang membentuk
bagian tengah terbesar dari trabekular meshwork, berasal dari ujung sklera
sampai garis shwalbe. Terdiri dari kepingan trabekula yang berlubang elips
yang lebih kecil dari uveal meshwork (5-50 µ); 3). Juxtacanalicular
(endothelial) meshwork yang membentuk bagian paling luar dari trabekular
meshwork yang menghubungkan cornoscleral meshwork dengan endotel
dari dinding bagian dalam kanalis schlem. Bagian trabecular meshwork ini
berperan besar pada tahanan normal aliran humor aqueous.
b. Kanalis Schlem
Merupakan saluran pada perilimbal sklera, dihubungkan oleh septa.
Dinding bagian dalam dari kanalis schlem dibatasi oleh sel endotel yang
ireguler yang memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dari kanal
dibatasi oleh sel rata yang halus dan mencangkup pembukaan saluran
pengumpul yang meninggalkan kanalis schlem pada sudut miring dan
berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan vena episklera.
c. Saluran kolektor
Disebut juga pembuluh aqueous intrasklera, berjumlah 25-35 dan
meninggalkan kanalis schlem pada sudut lingkaran ke arah tepi ke dalam
vena episklera. Pembuluh aqueous intrasklera ini dibagi ke dalam dua
sistem. Pembuluh terbesar berjalan sepanjang intrasklera dan berakhir
langsung ke dalam vena episklera (sistem direk) dan beberapa saluran
kolektor membentuk plexus intrasklera sebelum memasuki vena episklera
(sistem indirek).

D. Fisiologi Aqueous Humor


Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan aqueous
humor dan tekanan terhadap aliran keluarnya dari mata3.
1. Komposisi aqueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µ, dan kecepatan
pembentukannya, yang memiliki variasi diurnal, adalah 2,5 µL/ menit.
Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi
aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan
glukosa yang lebih rendah3.
2. Pembentukan dan aliran aqueous humor
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Ultra-filtrat plasma
yang dihasilkan di stroma processus ciliares dimodifikasi oleh fungsi sawar
dan processus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata depan,
aqueous humor mengalir melalui pupil ke bilik mata depan lalu ke anyaman
trabekular di sudut bilik mata depan. Selama itu, terjadi pertukaran diferensial
komponen-komponen aqueous humor dengan darah di iris. Peradangan atau
trauma intraocular menyebabkan peningkatan kadar protein. Hal ini disebut
plasmoid aqueous dan sangat mirip dengan serum darah3.
3. Aliran keluar aqueous humor
Anyaman trabekular terdiri atas berkas-berkas jaringan kolagen dan
elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil sewaktu mendekati kanal
schlem. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam anyaman
trabekular memperbesar ukuran pori-pori di anyaman tersebut sehingga
kecepatan drainase aqueous humor juga meningkat. Aliran aqueous humor ke
dalam kanal schlem bergantung pada pembentukan saluran-saluran trabekular
siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanal schlem (sekitar 30 saluran
pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena.
Sejumlah kecil aqueous humor keluar dari mata antara berkas otot siliaris ke
ruang suprakoroid dan ke dalam sistem vena corpus ciliare, koroid, dan sklera
(aliran uveoskleral).
Tahanan utama keluar aqueous humor dari bilik mata depan adalah
jaringan jukstakanalikular yang berbatasan dengan lapisan endotel kanal
schlem, dan bukan sistem vena. Namun, tekanan di jaringan vena episklera
menentukan nilai minimum tekanan intraocular yang dapat dicapai oleh terapi
medis3.

E. Etiologi dan faktor risiko


Glaukoma akut terjadi karena peningkatan tekanan intraokular secara
mendadak yang dapat disebabkan oleh sumbatan di daerah kamera okuli anterior
oleh iris perifer, sehingga menyumbat aliran humor aqueous dan menyebabkan
tekanan intraocular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat.
Beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya glaukoma6,7.
1. Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah
kerusakan.
2. Tekanan darah rendah atau tinggi.
3. Fenomena autoimun.
4. Degenerasi primer sel ganglion.
5. Usia di atas 45 tahun.
6. Keluarga mempunyai riwayat glaukoma
7. Myopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka.
8. Hipermetropi berbakat untuk terjadi glaukoma sudut tertutup atau sempit.
9. Pascabedah dengan hifema atau infeksi.

F. Klasifikasi
Klasifikasi Glaukoma berdasarkan etiologi3
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka primer (glaukoma sudut
terbuka kronik, glaukoma simplek kronik) dan glaukoma tekanan normal
(glaukoma tekanan rendah).
b. Glaukoma sudut tertutup : akut, subakut, kronik dan iris plateau.
2. Glaukoma congenital
a. Glaukoma congenital primer
b. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain :
sindrom pembelahan bilik mata depan (sindrom Axenfeld, Sindrom Rieger,
Sindrom Peter) dan aniridia.
c. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokuler.
3. Glaukoma sekunder
a. Glaukoma pigmentasi
b. Sindrom eksfoliasi
c. Akibat kelainan lensa : dislokasi, intumesensi, dan akolitik
d. Akibat kelainan traktus uvea
e. Sindrom iridokornea endotel (ICE)
f. Trauma : hifema, kontusio/resensi sudut, dan sinekia anterior perifer
g. Pascaoperasi : glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna), sinekia
anterior perifer, pertumbuhan epitel ke bawah.
h. Glaukoma neovaskuler : diabetes mellitus, sumbatan vena retina sentralis
dan tumor intraocular.
i. Peningkatan tekanan vena episklera : fistula karotis – kavernosa dan
Sindrom Sturge – Weber.
4. Glaukoma absolute : hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol berupa
mata yang keras, tidak dapat melihat dan sering nyeri.

G. Patofisiologi
Mekanisme peningkatan tekanan intraocular pada glaukoma adalah gangguan
aliran keluar aqueous humor akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata
depan (glaukoma sudut terbuka) atau gangguan akses aqueous humor ke sistem
drainase (glaukoma sudut tertutup). Mekanisme utama penurunan penglihatan
pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang menyebabkan penipisan
lapisan serat saraf dan lapisan inti dalam retina serta berkurangnya akson di nervus
optikus. Diskus optikus menjadi atrofik, disertai pembesaran cawan optic. Iris dan
korpus siliaris juga menjadi atrofik dan processus siliaris memperlihatkan
degenerasi hialin.
H. Gejala Dan Tanda
Tajam penglihatan kurang (kabur mendadak), mata merah, bengkak, mata
berair, kornea suram karena edema, bilik mata depan dangkal dan pupil melebar
dan tidak bereaksi terhadap sinar, diskus optikus terlihat merah dan bengkak,
tekanan intraocular meningkat hingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang
disertai edema kornea, dibuktikan dengan tonometer schiotz ataupun teknik
palpasi (tidak dianjurkan karena terlalu subjektif), melihat halo (pelangi di sekitar
objek), nyeri hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah6,7.

I. Diagnosis
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diagnosis dapat ditegakan dari
anamnesis, pemeriksaan status umum dan ofthalmologis, serta penunjang.
Berdasarkan anamnesis, pasien akan mengeluhkan pandangan kabur, terlihat
pelangi atau cahaya di pinggir objek yang sedang dilihat (halo), sakit kepala, sakit
bola mata, pada kedua matanya, muntah-muntah.
Pada pemeriksaan akan ditemukan tanda-tanda, antara lain : visus sangat
menurun, mata merah, tekanan intra ocular meningkat, injeksi pericorneal, corneal
oedem, COA dangkal, iris oedem dan berwarna abu-abu, pupil sedikit melebar dan
tidak bereaksi terhadap sinar, serta diskus optikus terlihat merah dan bengkak.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang, diantaranya,
pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan tonometri, melihat sudut
COA, menilai CDR, pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes kamar
gelap7,8.
J. Diagnosis Banding
Iritis akut, menimbulkan fotofobia lebih besar daripada glaukoma. Tekanan
intraokular biasanya tidak meningkat, pupil kontriksi, dan kornea biasanya tidak
edematosa. Di kamera anterior tampak sel-sel dan terdapat injeksi siliaris dalam.
Konjungtivitis akut, nyerinya ringan atau tidak ada dan tidak terdapat
gangguan penglihatan. Terdapat tahi mata dan konjungtiva yang meradang hebat
tetapi tidak terdapat injeksi siliaris. Respon pupil dan tekanan intraokular normal,
dan kornea jernih.
Glaukoma sudut tertutup akut sekunder dapat terjadi akibat pergeseran
diafragma lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior
mata. Hal ini dapat dijumpai pada sumbatan vena retina sentralis, pada skleritis
posterior dan setelah tindakan-tindakan terapeutik misalnya fotokoagulasi
panretina, krioterapi retina dan skleral buckling untuk pelepasan retina. Gambaran
klinis biasanya mempermudah diagnosis.

K. Komplikasi
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular
(sinekia anterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera
anterior yang memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan
saraf optikus sering terjadi3,9.

L. Penatalaksanaan
Glaukoma hanya bisa diterapi secara efektif jika diagnosis ditegakkan
sebelum serabut saraf benar-benar rusak. Tujuannya adalah menurunkan tekanan
intraokular, dapat dilakukan dengan minum larutan gliserin dan air bisa
mengurangi tekanan dan menghentikan serangan glaukoma. Bisa juga diberikan
inhibitor karbonik anhidrase (misalnya asetazolamid 500 mg iv dilanjutkan dengan
oral 500 mg/1000 mg oral). Tetes mata pilokarpin menyebabkan pupil mengecil
sehingga iris tertarik dan membuka saluran yang tersumbat. Untuk mengontrol
tekanan intraokular bisa diberikan tetes mata beta bloker (Timolol 0.5% atau
betaxolol 0.5% 2x1 tetes/hari) dan kortikosteroid topikal dengan atau tanpa
antibiotik untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan saraf optic. Setelah suatu
serangan, pemberian pilokarpin dan beta bloker serta inhibitor karbonik anhidrase
biasanya terus dilanjutkan. Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan
biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi
humor aqueous dan meningkatkan sekresi dari humor aqueous sehingga dapat
menurunkan tekanan intraokular sesegera mungkin. Obat-obat yang dapat
digunakan yaitu :
1. Menghambat pembentukan humor aqueous
Penghambat beta adrenergik adalah obat yang paling luas digunakan.
Dapat digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang
tersedia antara lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan
0,5% levobunolol 0,25% dan 0,5% dan metipranolol 0,3%. Apraklonidin adalah
suatu agonis alfa adrenergik yang baru yang berfungsi menurunkan produksi
humor aqueous tanpa efek pada aliran keluar. Epinefrin dan dipiferon juga
memiliki efek yang serupa. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik asetazolamin
digunakan apabila terapi topikal tidak memberi hasil memuaskan dan pada
glaukoma akut dimana tekanan intraokular sangat tinggi dan perlu segera
dikontrol. Obat ini mampu menekan pembentukan humor aqueous sebesar 40-
60%.
2. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor aqueous
dengan bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat
pilihan adalah pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari
atau gel 4% yang dioleskan sebelum tidur. Semua obat parasimpatomimetik
menimbukan miosis disertai meredupnya penglihatan, terutama pada pasien
dengan katarak dan spasme akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien
muda.
3. Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus
vitreum. Penurunan volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma akut sudut tertutup. Gliserin 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50%
dingin dicampur dengan sari lemon adalah obat yang paling sering digunakan,
tetapi pemakaian pada pasien diabetes harus berhati-hati. Pilihan lain adalah
isosorbit oral atau manitol intravena.
4. Miotik dan Midriatik
Kontriksi pupil sangat penting dalam pelaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil
penting dalam penutupan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut diakibatkan oleh pergeseran lensa ke anterior, atropine
atau siklopentolat bisa digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis.
5. Pembedahan
Bila tidak dapat diobati dengan obat-obatan, maka dapat dilakukan tindakan :
a. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan
diantara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser neonidium
: YAG atau aragin atau dengan tindakan bedah iridektomi perifer, tetapi
dapat dilakukan bila sudut yang tertutup sebesar 50%.
b. Trabekulotomi (Bedah drainase)
Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50% atau gagal dengan
iridektomi.
M. Prognosis
Glaukoma akut merupakan kegawatdaruratan mata yang harus segera
ditangani dalam 24-48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah
terapi akut glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi
kerusakan penglihatan progresif. Tetapi bila terlambat ditangani dapat
mengakibatkan buta permanen10.
BAB III
DISKUSI
Ny. H, 56 tahun datang keluhan nyeri pada bola mata kanan yang dirasakan
sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan nyeri ini dirasakan hilang timbul dan lama
kelamaan semakin memberat. Pasien juga mengeluh hanya bisa melihat
bayangan samar-samar pada bagian mata kanan disertai sakit kepala terus
menerus. Keluhan mual dan muntah disangkal. Keluhan lain seperti gatal (+),
mata kabur (+), rasa berpasir (+), mata merah (-), sekret (+). Riwayat sakit mata
sebelumnya (+). Riwayat penyakit lain disangkal. Riwayat penggunaan obat
mata disangkal. Riwayat memakai kaca mata (+). Tidak ada anggota keluarga
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Keluhan-keluhan yang telah didapatkan pada anamnesis sesuai dengan
keluhan-keluhan yang sering dikeluhkan oleh pasien glaukoma, yaitu dikaitkan
dengan peningkatan perlahan tekanan bola mata dan ketiadaan gejala kecuali
kemudian pasien sadar setelah terjadi defisit penglihatan yang berat. Gejala-
gejala yang terjadi pada pasien akibat adanya peningkatan tekanan bola mata.
Selain itu terdapat riwayat usia > 40 tahun yang merupakan faktor risiko
terjadinya glaukoma, hal ini sesuai dengan epidemiologi glaukoma bahwa pada
glaukoma akan terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun
dengan angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Pada tahun 2013, jumlah
penderita glaukoma (usia 40-80 tahun) mencapai 64,3%.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan VOD : 0, VOS : 6/6, bilik mata
depan OD : menyempit, Lensa OD : keruh, pupil OD : Bulat,sentral, diameter 4
mm RC (-), pada pemeriksaan palpasi OD : Tensi okuler meningkat dan nyeri
tekan, TIOD 5/10 = 37,2 mmHg (meningkat). Pada pemeriksaan obliq didapatkan
VOD bilik mata depan menyempit dan lensa keruh, pupil OD : Bulat,sentral,
diameter 4 mm RC (-). Pemeriksaan laboratorium : GDS 114 mg/dl, Bleeding time
2.58 dan Clothing time 6.40
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis ditemukan adanya tekanan intraukular
mata kiri yang meningkat yang sesuai dengan teori mengatakan bahwa terdapat
peningkatan tekanan intraokular pada penderita glaukoma. Pada pasien ini juga
tidak ditemukan refleks cahaya pada pupil kanan, menandakan telah terjadi
defisit penglihatan yang berat. Selain itu pada lensa kanan terjadi kekeruhan, hal
ini menandakan pasien telah mengalami katarak yang disebabkan oleh faktor usia
pasien > 40 tahun.
Pada pasien ini diberikan terapi berupa B-blocker adrenergic (Timolol),
terapi ini diberikan untuk menurunkan TIO pada pasien dimana B-blocker
adrenergic bekerja sebagai penghambat atau mengurangi produksi humor
aqueous dan juga efek sampingnya bisa menyebabkan hipotensi atau dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien. Hal ini seperti yang dijelaskan pada teori
bahwa tujuan terapi glaukoma adalah untuk menghentikan kecepatan kerusakan
visual. Penurunan TIO sampai saat ini masih merupakan terapi utama, yaitu
penatalaksaan pada pasien glaukoma hanya terbatas untuk menurunkan TIO.
Pada pasien ini tidak di lakukan pembedahan untuk mengurangi tekanan
intraokularnya karena telah terjadi defisit penglihatan yang berat, akan tetapi
pasien ini akan dilakukan operasi pengangkatan katarak pada mata kanan, hanya
untuk mengurangi gangguan kosmetiknya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lang GK. Ophthalmology: A Short Textbook. Thieme Stuttgard: New York.


2000. Hal. 105
2. Shields, Carol L. Shields, Jerry A. 2006. Tumor of The Conjunctiva and Cornea.
Duane’s Ophthalmology on CD ROM. Lippincott Williams & Wilkins
3. Reddy, dkk. 1983. Tumour and Cyst of Conjunctiva- A Study of 175 cases.
International Spesialist Eye Center. Vol 31 page 658-660
4. Nath dkk. 1983. Cystic Lession of Conjunctiva. Indian Journal of
Ophthalmology. Vol 31 page 1-4
5. Riordan P, Eva. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta. 2009.

Hal. 5

6. Ilyas, Sidartha, et all, 2015. Kista Konjungtiva dalam : Ilmu Penyakit Mata,
Edisi Kelima. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
7. Lee SW, Lee SC, Jin KH. Conjungtival Inclusion Cyst in Long-standing Chronic
Vernal Keratoconjungtivitis. Department of Ophthalmology Kyung Hee and
Kang Woon University College of Medicine: Korea. 2007.
8. Shields, Carol L. Shields, Jerry A. 2008. Eyelids, Conjungtival, and Orbital
Tumor. An Atlas and Textbook. Hal 406 Lippincott Williams & Wilkins
9. Ilyas, Sidartha, et all. 2008. Kista Konjungtiva: Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta. Hal. 26
10. Nithisha TM, Srivastava VK, Sanjana SM, Srinivas N. A Case Report of
Traumatic Conjunctival Inclusin Cyst. Department of Ophtalmology:
Rajarajeswari Medical College and Hospital/RGUHS Bengaluru: India. Volume
14, Issue 6 Ver.II (Jun. 2015). P 41-43
11. Salagar KM, Pujari MR, Murthy CN. A Rare Case Report of Conjungtival Cyst.
DOI: 10.7860/JCDR/2015/12181.6716

Anda mungkin juga menyukai