Anda di halaman 1dari 23

JOURNAL READING

TUBERKULOSIS CUTANEUS ANAK : SKENARIO DI INDIA

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Pembimbing :

dr. Eko Rini Puji Rahayu, Sp.KK

Diajukan Oleh :

Rifqi R Taniyo
Tamara Izumi
Tantri Mutmainna Safri

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
JOURNAL READING

TUBERKULOSIS CUTANEUS ANAK : SKENARIO DI INDIA

Yang diajukan Oleh :

Rifqi R Taniyo

Tamara Izumi

Tantri Mutmainna Safri

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing

Nama : dr. Eko Rini Puji Rahayu, Sp.KK (.................................)

Dipresentasikan di hadapan

Nama : dr. Eko Rini Puji Rahayu, Sp.KK (.................................)

1
Tuberkulosis Cutaneus Anak : Skenario India

Abstrak

Beban tuberkulosis masih berlanjut di negara berkembang dengan kemajuan


besar dalam strategi pengobatannya. Tuberkulosis Cutaneus yang merupakan
bentuk tuberculosis ekstra paru terlihat pada subset kecil tetapi signifikan dari
pasien yang mengunjungi layanan rawat jalan dermatologi. Karakteristik dari
Tuberkulosis Cutaneus dengan spektrum beberapa presentasi klinis dan
histopatologi yang berbeda. Proporsi yang signifikan dari pasien dengan
Tuberkulosis Cutaneus terlihat pada kelompok usia anak. Gambaran klinis pada
anak-anak sebagian besar tetap sama seperti pada orang dewasa dengan
Tuberkulosis Cutaneus. Namun keterlibatan sistemik dan kelenjar getah bening dan
kejadian penyakit diamati lebih sering pada kelompok usia anak. Kesadaran di
antara dokter, manifestasi klinis Tuberkulosis Cutaneus adalah sangat penting
untuk diagnosis dini dan manajemen kasus pasien anak dengan Tuberkulosis
Cutaneus. Hal ini akan secara signifikan mencegah morbiditas dan komplikasi
penyakit. Ulasan ini bertujuan untuk membahas epidemiologi, klinis dan
histopatologi, diagnosis, diagnosis banding dan pilihan pengobatan pada anak-anak
dengan tuberkulosis, terutama di India.

Kata kunci: Tuberkulosis Cutaneus, lupus vulgaris, anak dengan Tuberkulosis


Cutaneus,scrofuloderma, tubercular

Pengantar

Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit kemiskinan. Beban TB, terutama di


negara berkembang seperti india masih tetap menjadi tantangan yang menakutkan
bagi program kesehatan global dan nasional. Menurut laporan WHO global TB
2017, perkiraan kejadian TB di India pada tahun 2015 adalah sekitar 2,8 juta (27%)
dari perkiraan kejadian global sebesar 10,4 juta. Di india , kejadian tahunan TB
pada kelompok usia anak adalah 0,26 juta terhitung 8,95 dari keseluruhan kejadian.
Menetapnya TB sebagai masalah kesehatan global dapat dikaitkan dengan faktor-

2
faktor sosial ekonomi seperti kepadatan penduduk, kondisi hidup yang buruk, gizi
buruk, imigrasi serta faktor medis seperti peningkatan pasien HIV-positif dan
infeksi dengan strain yang resisten terhadap obat-obatan. Keterlambatan diagnosis
dan pengobatan yang tepat untuk pasien TB adalah masalah utama di negara seperti
india. TB dinyatakan sebagai darurat global pada tahun 1993 oleh WHO tetapi
sayangnya terlepas dari munculnya strain yang resistan terhadap obat, tidak banyak
yang berubah.

Sekitar 18% dari kasus TB baru yang terdeteksi di India (2015) adalah TB
ekstra paru menurut data WHO Tuberkulosis Cutaneus, suatu bentuk TB ekstra
paru, menyumbang sekitar 0,9% dari pasien yang mendatangi klinik rawat jalan
dermatologi. Tuberkulosis Cutaneus memiliki spektrum presentasi klinis yang
berbeda baik pada orang dewasa dan anak-anak. Anak-anak memiliki proporsi yang
signifikan dari keseluruhan kasus Tuberkulosis Cutaneus dan sebagian besar hadir
dengan fitur klinis serupa seperti pada Tuberkulosis Cutaneus dewasa. Keterlibatan
kelenjar getah bening dan organ sistemik bersama dengan presentasi lebih sering
terjadi pada pasien anak. Dengan demikian, diagnosis dan pengobatan dini sangat
penting untuk menghindari morbiditas dan komplikasi yang signifikan pada anak-
anak. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk membahas persentasi klinis, diagnosis,
dan pilihan pengobatan pada Tuberkulosis Cutaneus pada bayi dan anak-anak di
India.

Sejarah

TB telah menjadi entitas yang dikenal manusia sejak zaman kuno.


Gambaran makam peradaban mesir kuno (3400 SM) memperlihatkan individu
bungkuk yang menunjukkan cacat tulang belakang yang telah dikonfirmasi oleh
pemeriksaan mumi dari era itu. Tulisan-tulisan Cina kuno dari tahun 2700 SM
menggambarkan orang-orang dengan kekurusan dan gejala demam batuk dan
hemopthysis sugestif terhadap TB. Hammurabi, filsuf raja terkenal dari babilonia,
juga menyebutkan tentang TB dalam kode hukum kuno mesopotamia.

3
Tuberkulosis Cutaneus paling awal telah ada dalam Injil dan perjanjian lama
di mana penyakit kulit yang menyerupai lupus vulgaris (LV) telah disebut Tsara'ath.
Istilah "lupus" yang berarti "serigala" dalam latin telah digunakan untuk kondisi
kulit yang terkait dengan lesi kronis dan merusak pada abad pertengahan. Pada
tahun 1887 ketika Willian Tilbury Fox pertama kali menggunakan istilah "LV"
khusus untuk TB kulit.

Penulis Perancis kuno menggunakan istilah "scrofulous gumma " untuk


scrofuloderma. Ernest Besnier menguraikan tentang "scrofulous gumma" pada
tahun 1883 setelah tulisan-tulisan awal Jean Alibert dan Delpech. Kasus pertama
yang diterbitkan dalam sejarah yang mengenali hubungan infeksi mikobakteri
dengan lesi kulit adalah deskripsi dari kutil oleh rene laennec pada tahun 1826.

Penjelasan rinci gambaran histopatologi Tuberkulosis Cutaneus pertama


kali diterbitkan oleh Carl Rokintansky dan Rudolf Virchow. Sel raksasa dan sel
epiteloid dalam biopsi kulit LV pertama kali dijelaskan oleh forster pada tahun
1855.

Epidemiologi

Proporsi Tuberkulosis Cutaneus anak di antara insidensi Tuberkulosis


Cutaneus secara keseluruhan pada penelitian sebelumnya dari india adalah 63/199
(31,7%), 75/402 (18,7%), 68/142 (47,9%), dan 103/191 (53,9%). Terlepas dari
india, prevalensi TB kulit anak dilaporkan sebesar 82% di Pakistan, 6% di Tunisia,
24,3% di Ethiopia dan 36,3% di Hong-Kong dari total kasus TB kutaneous.
perbedaan dalam definisi kasus "masa kanak-kanak" mulai dari <14 tahun sampai
<19 tahun mungkin telah berkontribusi pada perbedaan prevalensi di antara studi
ini selain dari perbedaan regional dalam prevalensi.

Dalam sebagian besar kasus, kelompok usia 10-14 tahun sangat


terpengaruh. Penundaan waktu dalam diagnosis yang pasti setelah onset penyakit
berkisar dari 2 bulan hingga 10 tahun seperti yang dilaporkan oleh Ramesh et al.
Kumar et al, menemukan bahwa penundaan waktu dalam mencari pengobatan
adalah kurang dari setahun dalam 69% kasus sementara penundaan > 3 tahun hanya

4
dalam 9% kasus. Penundaan dalam mencari pengobatan adalah salah satu faktor
dalam mempengaruhi pasien untuk meluasnya risiko penyakit disebarluaskan dan
sekuela kelainan bentuk dan cacat.

Sejumlah besar pasien anak ditemukan memiliki satu atau lebih kontak
rumah tangga dengan riwayat positif TB dalam semua penelitian yang dilaporkan.
Persentasenya tercatat 41% oleh Pandhi dkk, 32% oleh Vashisht et al, dan 19% oleh
Kumar et al, yang menunjukkan bahwa kontak rumah tangga adalah salah satu
sumber utama infeksi pada anak-anak dengan TB kutis. Seperti yang dilaporkan
oleh Pandhi dkk, mayoritas pasien hidup di kelas sosial ekonomi rendah yang
tinggal di daerah yang padat.

Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak dengan TB kutaneous


memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk keterlibatan kelenjar limfe dan
keterlibatan organ sistemik. Prevalensi keterlibatan sistemik di antara TB kulit anak
berkisar dari 12,7% hingga 53,2% di studi India. Paru-paru adalah organ sistemik
yang paling umum terlibat diikuti oleh tulang dan organ abdomen.

Karakter Klinis Dan Klasifikasi

TB kulit dapat diklasifikasikan berdasarkan rute infeksi dan muatan bakteri


sebagaimana dirangkum dalam tabel 1. terdapat klasifikasi sederhana lain dari
Tuberkulosis Cutaneus untuk pemahaman yang mudah seperti yang diilustrasikan
pada tabel 2.

Tabel 1 : Sistem Klasifikasi Dari TB Cutaneous


Sistem Klasifikasi Berdasarkan Rute Infeksi
Rute Eksogen TB chancre, LV, dan
TVC
Rute Endogen
Penyebaran Berdekatan Scrofuloderma, TB
orificial
Penyebaran Hematogen

5
TB miliar akut, abses TB
metastasis, tuberculoid,
Penyebaran Lymfatic dan LV
LV
Sistem Klasifikasi Berdasarkan Beban Basiler
Multibasiller TB chancre,
Scrofuloderma, TB
orificial, TB miliar
akut, TB
gummatous

Pausibasiller TVC,LV,tuberculoid

Tabel 2 : Klasifikasi Sederhana Tuberkulosis Kulit


TB sejati
Primer TB chancre, TB miliar

Sekunder Scrofuloderma, LV, TVC


tubercular gumma
TB orificial

Tuberculoid
Lichen scrofulosorum

PNT

Erytema nodosum

Erytema induratum

6
Dalam klasifikasi ini, Tuberkulosis Cutaneus diklasifikasikan sebagai TB
dan tuberkuloid sejati. TB sejati lebih lanjut diklasifikasikan sebagai primer atau
sekunder berdasarkan sensitisasi sebelumnya. Presentasi klinis berbagai bentuk
Tuberkulosis Cutaneus dijelaskan secara singkat.

Scrofuloderma

Scrofuloderma adalah bentuk Tuberkulosis Cutaneus yang paling umum di


antara anak-anak. Proporsi scrofuloderma ditemukan menjadi 53,3% oleh Kumar
et al dan 36,9% oleh Vashisht et al. Scrofuloderma muncul karena penyebaran yang
berdekatan dari fokus tuberkulosis yang mendasari pada kulit di atasnya. Kelenjar
getah bening adalah fokus utama yang paling umum dari mana kelenjar getah
bening serviks menjadi kelompok yang paling umum yang terlibat. Kebiasaan
minum susu unbioled atau yang tidak dipasteurisasi di daerah pedesaan dapat
menjadi salah satu faktor penyumbang untuk infeksi kelenjar getah bening kistik.
Kelenjar getah bening inguinal, aksila, submandibular, epitrochlear, dan
supratrochlear adalah salah satu kelompok limfonodi yang sering terkena.

Fokus TB sistemik terlihat hingga pada 66% kasus TB kutaneous. Tulang ,


sendi, testis, payudara, dan kelenjar lakrimal adalah fokus utama infeksi lain yang
mengarah ke scrofuloderma. TB hati dan usus juga merupakan sumber infeksi kulit
yang langka.

Secara klinis, scrofuloderma ditandai dengan pembengkakan subkutan


asimptomatik yang menetap selama beberapa bulan sebelum pelunakan dan ulserasi
untuk membentuk sinus dan bisul. Biasanya , ulkus dangkal dengan tepi yang rusak
dan kebiruan (gambar 1). Scrofuloderma pada anak-anak dapat hadir dengan
banyak dan meluas dibandingkan dengan scrofuloderma dewasa di mana lesi lebih
terlokalisir (gambar 2). Scrofuloderma biasanya sembuh dengan bekas luka
kribriform, menjembatan , dan mengkerut.

7
Lupus vulgaris

LV adalah varian Tuberkulosis Cutaneus yang paling umum pada orang


dewasa, tetapi pada kelompok usia anak, ini adalah yang paling umum kedua
setelah skrofuloderma. Proporsi LV di antara semua anak dengan Tuberkulosis
Cutaneus dalam studi utama dari india telah diberikan dalam tabel 3. LV terutama
diamati paling sering mempengaruhi bagian bawah tubuh pada anak-anak India
termasuk tubuh bagian bawah, badan, bokong, tungkai, dan kaki. Pola ini dapat
dikaitkan dengan kebiasaan meludah dan buang air besar di tempat terbuka dan
anak-anak jongkok dan bermain tanpa pakaian dan alas kaki yang baik, terlebih
pada anak-anak dengan latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah. LV
biasanya diketahui bermanifestasi pada individu yang sebelumnya peka. Meskipun
lesi pada LV adalah lesi soliter, multipel, dan multifokal dapat dicatat pada
kelompok usia anak (gambar 4). Lesi khas LV dikarakterisasi oleh onsetnya sebagai
papul asimtomatik atau plak kecil yang berkembang secara bertahap untuk
membentuk plak yang terdefinisi dengan baik dengan bukti aktivitas pada satu area
dan penyembuhan simultan, atrofi, dan jaringan parut di area lain yang
menghasilkan pola geografis [Gambar 5]. Plak pembesar dibentuk oleh
penggabungan beberapa papula mikrogranulomatosa yang pada diascopy terlihat
sebagai nodul lembut, coklat kemerahan, "apel jelly" lebih mudah dihargai pada
kulit yang sehat. Lesi biasanya kering tetapi cairan seropurulen, krusta, dan infeksi
bakteri sekunder dapat dilihat. [19,20]

Tuberkulosis verrucosa cutis

Juga dikenal sebagai TB warty, tuberculosis verrucosa cutis (TVC)


bermanifestasi setelah inokulasi eksogen dari basil tuberkulosis pada individu yang
sebelumnya sensitif dengan imunitas yang baik. Prevalensi TVC terutama dalam
kelompok anak-anak < 4,5% dalam studi yang dilaporkan dari India. [16] Bagian
bawah ekstremitas paling sering terlibat karena trauma. Lesi pada TVC muncul
dengan karakteristik seperti papula dan plak, dengan fissura, cleft, dan krusta pada
permukaan kulit [Gambar 10]. Lesi dapat menekan nanah, dan inflamasi

8
perilesional dan eritema dapat terlihat. Serpiginous outline terlihat umumnya
karena pemanjangan lesi yang tidak teratur dengan involusi pada pusat. [16,19,20]
Lesi simetris dari TVC pada ekstremitas telah dijelaskan. [22]

9
Tidak terdapat gejala konstitusional namun nodus limfatikus dapat
membesar. [20]

10
Tuberkulosis Gumma

Tuberkulosis gumma, juga dikenal sebagai metastatic abscess, hasil dari


infeksi yang menyebar melalui rute hematogen dari fokus primer selama periode
resistansi rendah. Anak-anak dengan gizi buruk, imunosupresi, atau limfoma lebih
rentan dibandingkan dengan populasi umum. [20] Hal ini dianggap sebagai varian
skrofuloderma yang parah oleh beberapa penulis. Lesi khas ditandai sebagai
multiple atau single nodul yang lunak, dermis, atau subkutan yang membentuk
abses fluktuatif non-tender dan kemudian membusuk untuk membentuk ulkus atau
sinus dengan tepi yang rusak. Beberapa pembengkakan yang konfluen dan sinus
yang mempengaruhi kelompok nodus limfatikus kadang dapat terlihat berdekatan
dengan finger like extension dan menjalar pada bagian leher atau dinding dada. Pada
histopatologi, secara karakteristik terlihat tuberkel dengan nekrosis caseation. Acid
fast bacteria (AFB) biasanya mudah diisolasi dari pus. [16,20]

Tuberkulosis cutis orificalis

Tuberculosis cutis orificalis disebabkan oleh autoinokulasi organisme pada


individu dengan TB pada abdomen atau paru dan jarang terlihat pada anak-anak.
Rongga mulut merupakan tempat yang paling sering terlibat diikuti mukosa genital
atau anal. Ulkus yang dangkal, granulomatosa, dan nyeri dengan tepi kebiruan yang
menggerogoti adalah presentasi yang khas. [19]

Tuberkulosis miliaria akut

TB miliaria akut adalah varian TB yang lebih kemerahan karena penyebaran


hematogen Mycobacterium tuberculosis. Temuan kulit terdiri dari papula
eritematosa luas, pustula, atau vesikula atau lesi nonspesifik. Gejala konstitusional
yang ditandai adalah umum bersama dengan keterlibatan organ internal terutama
paru-paru dan meninges. Tes kulit tuberkulin biasanya negatif. Sel inflamasi akut
dengan berbagai mikroabses terlihat pada histopatologi. Organisme biasanya
ditunjukkan pada aspirasi atau histopatologi. [19,20]

11
Tuberkulid

Tuberkulids dihasilkan dari reaksi hipersensitivitas tipe tertunda terhadap


tubercle bacilli pada pasien dengan kekebalan sedang hingga tinggi. Kriteria
diagnostik tuberkulid termasuk tuberkuloid granuloma pada histopatologi, tes
Mantoux positif, tidak adanya M. Tuberculosis dalam hapusan dan kultur, dan
resolusi lesi kulit dengan terapi antituberkulosis (ATT). Klasifikasi tuberculids
dibahas pada Tabel 1. Eritema nodosum dianggap sebagai tuberkulid fakultatif
seperti M. Tuberkulosis adalah salah satu dari banyak faktor kausatif pada eritema
nodosum. Meskipun ditemukan negatif pada apusan dan kultur untuk M.
tuberculosis, teknik polymerase chain reaction (PCR) telah mengidentifikasi DNA
mikobakteri pada jaringan lesi dari semua jenis tuberkulid. [19,20]

Lichen scrofulosorum

Lichen scrofulosorum adalah varian tuberkulid yang paling umum terlihat


pada anak-anak. Prevalensi lichen scrofulosorum dalam studi India yang berbeda
pada anak-anak dirangkum dalam Tabel 3. Meskipun studi India sebelumnya telah
melaporkan frekuensi LS yang lebih rendah, laporan terbaru menunjukkan
prevalensi yang lebih tinggi. [16]

12
Tabel 3. Major Indian Studies tentang tuberkulosis kulit pada anak

Indeks kecurigaan yang lebih tinggi mungkin bertanggung jawab atas


prevalensi yang lebih tinggi dalam penelitian terbaru. Lichen scrofulosorum adalah
kondisi yang tidak terdiagnosis dan tidak dilaporkan karena lesi yang asimptomatik,
luput atau salah didiagnosis sebagai kondisi folikel lain seperti lichen nitidus,
keratosis pilaris, dan pityriasis rubra pilaris. Meskipun M. tuberculosis umumnya
terkait dengan lichen scrofulosorum, hubungan langka dengan Mycobacterium
avium intracellulare dan infeksi Mycobacterium szulgai telah dilaporkan. [23]

Lichen scrofulosorum biasanya muncul sebagai gejala asimptomatik atau


gejala ringan, pin head berukuran besar atau folik berkerumun, dan papula
parafollicular sebagian besar pada badan [Gambar 11a dan b] atau ekstremitas
proksimal yang dapat berwarna seperti kulit, eritematosa, atau lichenoid berwarna.
[20] Papula memiliki permukaan datar rata meskipun mikropustul atau krusta
atasnya dapat terlihat. Lesi psoriasiform yang ekstensif telah dilaporkan pada lichen
scrofulosorum. [24] Koeksistensi dengan bentuk-bentuk TB kulit lainnya seperti
skrofuloderma, LV, dan eritema induratum telah terlihat.

13
Fokus yang mendasari TB terlihat pada mayoritas substansial dengan
kelenjar getah bening (serviks, mediastinum atau hilus) menjadi fokus yang paling
umum terlibat, diikuti oleh paru-paru dan tulang. [4,20]

Papulonecrotic tuberculid

Papulonecrotic tuberculid (PNT) adalah bentuk tuberkulid yang kurang


umum dibandingkan dengan lichen scrofulosorum. Prevalensi PNT pada anak-anak
adalah sekitar 4% di seperti yang dilaporkan oleh Vashisht et al. [4] sementara studi
sebelumnya melaporkan hampir nol prevalensi PNT. [3,5,6] Lesi khas ditandai
dengan gejala timbul secara simetris dan papul necrotizing merah gelap pada bagian
atas ekstremitas yang bisa sembuh oleh jaringan parut varioliform. Daerah akral
adalah tempat umum dari predileksi; Namun, lesi yang terlokalisasi pada bokong
dan wajah telah dijelaskan. Hubungan dengan TB paru, limfa dan konjungtivitis
flikten telah dijelaskan. [16,19,20]

Erythema induratum of Bazin

Erythema indutarum of bazin adalah bentuk tuberkulid paling langka tanpa


disertai kasus pada anak-anak yang dilaporkan dari India sampai saat ini. [23] Hal
ini ditandai dengan nodul subkutan di atas posterior kaki yang memecah untuk
membentuk penyembuhan ulkus dengan bekas luka atrofi. Panniculitis lobular
dengan vaskulitis terlihat pada biopsi bersamaan dengan tes Mantoux yang sangat
positif. PCR untuk DNA mikobakteri positif pada lebih dari 50% kasus. [25]
Hubungan yang sering dengan TB paru terlihat. [26] Sementara eritema induratum
dan vaskulitis nodular telah digunakan secara bergantian di masa lalu, telah
ditemukan bahwa tidak semua kasus dikaitkan dengan TB. Telah diusulkan bahwa
istilah "eritema induratum Bazin" harus disediakan hanya untuk kasus-kasus yang
terkait dengan TB. Istilah "eritema induratum of Whitefield" telah digunakan di
masa lalu dan saat ini vaskulitis nodular, untuk kasus-kasus yang tidak terkait
dengan TB.

14
Tuberkulosis kulit sporotrichoid

Penyebaran limfatik infeksi tuberkular dari fokus primer dapat


menyebabkan rangkaian lesi linear, sebagian besar di bagian atas ekstremitas. Pola
seperti ini disebut pola sporotrichoid karena menyerupai lesi linear sporotrichosis.
TB kulit sporotrichoid paling sering dilaporkan pada anak-anak dari negara
berkembang. [27,28] Sama dengan sporotrichosis, cord like thickening pada
limfatik dapat terjadi. Limfadenopati regional dan ulserasi juga bisa dilihat. Di
antara varian TB kulit, skrofuloderma dan lesi LV sering muncul dalam pola
sporotrichoid. Penyebaran limfatik retrograde organisme dari kelenjar getah bening
inguinal dapat menyebabkan pola sporotrichoid yang terbalik. Hal ini mengacu
pada terjadinya lesi linear pada ekstremitas bawah proksimal, sebagian besar terkait
dengan TBVC dan tubercular gumma. [19,20]

Bacillus Calmette – Guerin dan tuberkulosis kulit

Meskipun BCG tampaknya memiliki kemanjuran yang signifikan dalam


pencegahan TB paru, milier, meningeal, dan bentuk lain dari TB sistemik, [29,30]
peran BCG dalam pencegahan TB kutaneous belum diketahui dengan baik.
Vaksinasi BCG ditemukan efektif dalam pencegahan TB kulit dalam penelitian
oleh Zodpey et al. dengan kemanjuran 60,9%. [31] Tidak ada perbedaan dalam
kejadian dan presentasi klinis TB kulit ditemukan antara anak-anak yang
divaksinasi dan belum divaksinasi BCG di salah satu studi sebelumnya. [6] LV,
scrofuloderma, tuberculids dan eritema nodosum telah dilaporkan di lokasi
vaksinasi BCG. Dibandingkan dengan TB kulit yang khas, TB kulit yang diinduksi
oleh vaksinasi BCG berkembang lebih cepat dan lebih ringan dalam penyajian dan
lebih mudah diobati. [19]

HIV dan tuberkulosis kulit

Beberapa bentuk TB kulit, ulkus tuberkular, PNT, dan bentuk miliaria lebih
sering dan berat pada orang HIV-positif. Dalam salah satu studi utama dari India,
tidak ada anak dengan TB kutaneous ditemukan positif HIV. Oleh karena itu,

15
penelitian yang lebih besar diperlukan untuk menetapkan dampak seropositif HIV
pada TB kulit pada anak-anak. [16,20]

Diagnosis

Diagnosis TB kulit didasarkan pada gambaran klinis dan tes laboratorium.


Diagnosis banding biasanya termasuk infeksi mikobakterial atipikal, infeksi jamur
seperti kromoblastomikosis dan sporotrichosis, sarkoidosis, leishmaniasis kulit dan
lepra. Investigasi laboratorium utama termasuk demonstrasi langsung AFB pada
pewarnaan atau biopsi Ziehl-Neelsen (ZN), histopatologi, isolasi oleh kultur atau
deteksi oleh PCR, dan uji Mantoux. Beberapa analisis meta dan penelitian WHO
telah mengkonfirmasi bahwa tes deteksi antibodi serologis untuk TB tidak memiliki
kegunaan klinis karena ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan mereka dan sangat
tidak disarankan untuk diagnosis TB. [32]

Beberapa meta-analisis dan penelitian WHO telah mengkonfirmasi bahwa


tes deteksi antibodi serologi untuk TB tidak memiliki kegunaan klinis karena
ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan mereka dan sangat tidak disarankan untuk
diagnosis TB.

Histopatologi

Biopsi untuk histopatologi dan kultur harus diambil dari tepi sinus atau
ulkus yang akan menunjukkan granuloma tuberkuloid bersama dengan neutrofil,
eosinofil, dan nekrosis kaseasi. Karakteristik granuloma sel epitel tuberkular
dengan limfosit dan sel raksasa tipe Langhans adalah ciri TB kutaneus. Namun,
perubahan nonspesifik dapat dilihat pada beberapa kasus. Selain itu, keberadaan
granuloma tuberkuloid pada penyakit lain dapat menimbulkan dilema diagnostik.
Korelasi klinikopatologi telah diamati pada 64%-85% kasus TB kutan pada anak-
anak. LV lebih sering dikaitkan dengan histopatologi tuberkular klasik
dibandingkan dengan skrofuloderma. Histopatologi sangat berguna untuk diagnosis
tuberkulids pada kasus dimana pewarnaan dan isolasi ZN oleh kultur tidak mungkin
dilakukan.

16
Varian tuberkulosis kutaneus dengan granuloma yang terbentuk dengan baik
tanpa nekrosis kaseosa

Lupus vulgaris

Gambaran histopatologi khas LV menunjukkan granuloma epiteloid pada


dermis atas dengan limfosit dan sel raksasa Langhans pada sekitar 80% kasus.
Terkadang, benda asing atau granuloma sarcoidal juga bisa dilihat. Perubahan tidak
spesifik terlihat pada sekitar 20% kasus. Epidermis ditandai oleh atrofi atau
hipertrofi dengan acanthosis, papillomatosis dan kadang-kadang hiperplasia
pseudoepitheliomatous. Ada infiltrasi limfositik padat. Fibrosis terlihat di daerah
jaringan parut. Ada kekurangan AFB dan deteksi bacilli dengan pewarnaan dan
kultur sulit.

Lichen scrofulosorum

Granuloma sel epiteloid dengan manset limfosit di sekitar folikel dan


saluran keringat, terletak lebih dangkal pada dermis yang ditunjukkan pada
histopatologi. Sel raksasa, nekrosis kasein, dan AFB tidak terlihat biasanya. PCR
dan kultur untuk tubercle bacilli dari biopsi kulit lesi biasanya negatif.

Varian tuberkulosis kutaneus dengan granuloma dan nekrosis kaseosa

Tuberkulosis verrucosa cutis

Histopatologi khas menunjukkan perubahan hipertrofik seperti hiperplasia


pseudoepitheliomatous, granuloma tuberkuloid dengan nekrosis kasein pada mid-
dermis, dan adanya infiltrasi akut pada dermis atas. AFB jarang ditunjukkan.

Tuberkulosis miliaria akut

Infiltrat inflamasi nonspesifik terutama limfosit dan sel plasma terlihat.


Nekrosis caseous fokus dapat dilihat dengan pembentukan mikroabses kadang-

17
kadang. AFB sering ditunjukkan dengan jumlah mereka bervariasi sesuai dengan
tingkat keparahan kondisi.

Tuberkulosis cutis orificialis

Granuloma tuberkuloid dengan nekrosis caseous terlihat pada dermis yang


dalam di sekitar lokasi ulserasi.

Tuberkulid papulonekrotik

Nekrosis berbentuk baji disertai infiltrasi perivaskular nonspesifik atau


granuloma tuberkular khas yang mengelilingi nekrosis adalah temuan
histopatologis khas, bersama dengan vaskulitis leukositoklastik, dan edema
perivaskular atau nekrosis folikel dengan nanah. AFB biasanya tidak dapat
dibuktikan pada lesi PNT; Namun, tidak jarang untuk mendeteksi M. tuberculosis
DNA oleh PCR. Telah disarankan oleh Jordaan et al. untuk menggunakan istilah
"papulonecrotic TB" di atas "PNT di mana M. tuberculosis DNA dapat
dikonfirmasi oleh PCR.

Varian tuberkulosis kutaneus dengan granuloma terbentuk buruk dengan


nekrosis caseous kuat

Scrofuloderma

Scrofuloderma dicirikan oleh adanya nekrosis sentral besar dengan


pembentukan abses dan dalam banyak kasus, nanah. Jejak granuloma dan BTA saat
ini terlihat di pinggiran lesi.

Tes Mantoux

Tes Mantoux adalah tes skrining sederhana untuk mendeteksi keberadaan


infeksi tuberkular. Indurasi 10 mm atau lebih menunjukkan infeksi tetapi tidak
mengkonfirmasi adanya penyakit aktif.

Sensitivitas tes Mantoux untuk TB kutaneous berkisar antara 33% hingga


96% dengan cutoff 10 mm. Dalam studi oleh Ramam et al., spesifisitas Mantoux

18
dengan cutoff 10 mm ditemukan menjadi 62,5%. Sensitivitas tes Mantoux pada
pasien yang tidak divaksinasi jauh lebih tinggi, mendekati 97%.

Sensitivitas dan intensitas tes Mantoux sangat bervariasi di antara presentasi


TB kutaneus yang berbeda. Sementara tes Mantoux biasanya negatif dalam
tuberculous chancre, TB miliary dan TB orificialis, Mantoux sangat reaktif
biasanya terlihat pada scrofuloderma, LV, TVC, dan tuberculids.

Paparan mikobakteria lingkungan serta vaksinasi BCG baru-baru ini dalam


1 tahun dapat menyebabkan hasil positif palsu. Usia <2 bulan, kehamilan, dan
keadaan imunosupresi seperti malnutrisi, diabetes, dan HIV dapat dikaitkan dengan
reaksi negatif palsu. Tingkat kepositifan Mantoux dalam studi utama India pada TB
kutaneus anak telah diberikan pada Tabel 2. Vesiculation dan ulserasi dapat terjadi
pada anak-anak setelah reaksi Mantoux yang parah.

Demonstrasi langsung dari bakteri cepat asam

Demonstrasi langsung dari AFB dalam spesimen biopsi kulit menggunakan


pewarnaan ZN adalah tes konfirmasi untuk diagnosis TB kutaneus. Dibandingkan
dengan kultur, itu lebih memakan waktu. Namun, kepekaan lebih rendah dan
pengamat tergantung dibandingkan dengan kultur dan tes berbasis molekuler.

Kultur

Kultur positif dianggap sebagai standar emas untuk diagnosis TB kutaneus


seperti untuk penyakit menular lainnya. Kultur memiliki keuntungan tambahan
karena mampu menguji kerentanan obat. Media L-J tradisional memiliki tingkat
kepekaan yang rendah untuk TB kutaneus terutama pada anak-anak. Karena
sensitivitas rendah dan prosedur yang membosankan dari sistem kultur tradisional,
metode kultur yang lebih baru seperti sistem kultur TB Radiometrik BACTEC dan
media cair mendapatkan popularitas. Medium broth Middlebrook 7H12 yang
mengandung C-14 berlabel palmitic acid untuk deteksi radiometrik mikobakteri
digunakan dalam metode kultur BACTEC. Dalam sebuah studi oleh Aggarwal et
al., Sensitivitas (62,8% vs 25,7%) dan waktu deteksi rata-rata (17,3 hari vs 39,4

19
hari) dari sistem BACTEC bernasib lebih baik dibandingkan dengan media L-J
konvensional. Studi ini juga menyimpulkan bahwa tingkat isolasi gabungan
menggunakan kedua media lebih unggul dibandingkan dengan media yang
digunakan secara terpisah.

Reaksi berantai polimerase

PCR adalah metode cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang wajar
untuk mendeteksi TB kutaneus. IS-6110 gen spesifik untuk M. tuberculosis
kompleks adalah target yang paling umum digunakan dalam PCR. Meskipun
demikian, PCR membutuhkan intensif. tenaga kerja dan keterampilan dan rentan
terhadap kesalahan teknis. Kontaminasi kotoran dapat menyebabkan hasil positif
palsu. DNA target yang terdegradasi, ekstraksi DNA target yang tidak mencukupi,
dan bahan penghambat PCR yang mengandung sampel klinis adalah penyebab
umum hasil negatif palsu. PCR tidak dapat membedakan langsung dari basil yang
mati. Biaya tinggi dari teknik ini dan ketidakmampuan untuk menguji kerentanan
obat adalah kerugian tambahan PCR.

Percobaan terapeutik dengan terapi antituberkulosis

Respon klinis yang cepat dalam kasus TB kutaneus telah menyebabkan


konsep tantangan terapeutik dengan ATT sebagai modalitas diagnostik dalam
kasus-kasus yang meragukan di mana hasil laboratorium tidak jelas. Seperti yang
disarankan oleh Ramam dkk., 5 minggu ditemukan menjadi durasi yang memadai
untuk uji coba terapeutik pada kasus TB kutaneus yang dicurigai. Dengan tidak
adanya respon yang signifikan oleh 5 minggu, penulis menyimpulkan bahwa
pengobatan lebih lanjut tidak mungkin bermanfaat. Dalam kasus ini, kemungkinan
MDR-TB atau diagnosis selain TB kutaneous harus dipertimbangkan. Namun,
tuberkulid adalah pengecualian karena membutuhkan lebih dari 5 minggu untuk
merespons. Dengan demikian, memperpanjang uji coba terapi disarankan dalam
kasus tuberkulids sebelum mempertimbangkan diagnosis alternatif.

20
Skrining sistemik untuk fokus tuberkulosis

Pada semua anak dengan TB kutaneus, penilaian klinis menyeluruh harus


dilakukan dengan fokus pada kelenjar getah bening, paru, gastrointestinal, sistem
saraf, mata, dan sistem muskuloskeletal. Aspirasi dan kultur aspirasi jarum halus
harus dilakukan dari lesi yang mencurigakan. X-ray dada dan sendi, computed
tomography scan / pencitraan resonansi magnetik otak dan tulang belakang,
ultrasonografi perut dan panggul, sputum dan urin untuk AFB, dan kultur
mikobakteri harus dilakukan untuk menyingkirkan fokus tuberkulosis di salah satu
organ yang diduga terlibat berdasarkan temuan klinis.

Pengobatan

Peluncuran kembali Program Pengendalian TB Nasional Revisi kami


(RNTCP) telah menghasilkan kontrol dan penatalaksanaan TB paru dan luar paru
yang lebih baik di India terutama setelah peningkatan pengobatan langsung yang
diamati, kursus singkat (DOTS). Menurut sebuah penelitian baru-baru ini,
peningkatan DOTS telah menjadi strategi efektif biaya yang telah berhasil
meningkatkan status kesehatan penduduk India. Telah ada modifikasi terbaru
DOTS oleh RNTCP di mana rejimen tiga kali seminggu dalam pedoman
sebelumnya telah diganti dengan rejimen harian dalam pedoman yang lebih baru.
Selain itu, fase lanjutan telah dimodifikasi untuk memasukkan tiga obat dalam
pedoman yang lebih baru daripada dua obat dalam pedoman sebelumnya.

TB kutis diobati sebagai TB luar paru sesuai dengan rekomendasi DOTS


Kategori I. Fase intensif terdiri dari HRZE (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol) diberikan setiap hari selama 2 bulan diikuti oleh fase pemeliharaan 4
bulan HRE (isoniazid, rifampisin, dan etambutol) setiap hari. WHO mendefinisikan
MDR-TB sebagai resistansi terhadap isoniazid dan rifampisin dan XDR-TB sebagai
resistansi terhadap isoniazid, rifampicin bersama dengan fluoroquinolone dan salah
satu dari 3 obat suntik lini kedua (amikacin, capreomycin, dan kanamycin). Belum
ada penelitian tentang pola resistensi terhadap obat pada anak-anak yang telah
dilakukan hingga saat ini, meskipun beberapa kasus resistensi obat pada anak-anak

21
telah dipublikasikan. Dosis obat ATT lini kedua dan lini kedua berdasarkan berat
telah diberikan pada Tabel 4.

Pengobatan MDR-TB membutuhkan penggunaan obat lini kedua. Rejimen


pengobatan biasanya terdiri dari lima atau enam obat yang termasuk
fluoroquinolone dan suntikan yang diberikan selama 6 bulan diikuti oleh pemberian
empat obat oral selama 18 bulan ke depan. Toksisitas obat lini kedua memerlukan
pemantauan ketat terutama pada anak-anak.

22

Anda mungkin juga menyukai