Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme
berarti aliran.Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada
dunianya sendiri (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis
adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun
(Devision, 2006).

2.2 ETIOLOGI
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah
faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih
(2002) diantaranya yaitu:
1. Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya
kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan
pada 5-20% penyandang autis).
2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi)
Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada
otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu
selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga
disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis,
dan Cytomegalovirus Infection.
3. Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan
dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan
dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya
cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam
janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah,

1
arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air
bahkan makanan.
Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena
kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi
zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.

2.3 PATOFISIOLOGI
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui
adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua,
beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme
adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas
tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus
(TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit
kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom).
Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu
1. Faktor keluarga dan psikolog
Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan.
2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf)
Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang
menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan
keadaan autisme pada penderita
3. Faktor genetic
Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara
kandung juga menderita penyakit yang sama.
4. Faktor kekebalan tubuh

2.4 MANIFESTASI KLINIS


2.4.1 Di bidang komunikasi :
4.1.1 Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali
tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau
pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara.

2
4.1.2 Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
4.1.3 Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa
yang tidak dimengerti orang lain.
4.1.4 Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang
meniru atau membeo (Echolalia).
4.1.5 Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau
nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya.
4.1.6 Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata)
atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
4.1.7 Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan
apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
2.4.2 Di bidang interaksi sosial :
4.2.1 Anak autis lebih suka menyendiri
4.2.2 Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau
menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain.
4.2.3 Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik
yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya.
4.2.4 Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
2.4.3 Di bidang sensoris :
4.3.1 Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk.
4.3.2 Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup
telinga.
4.3.3 Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau
benda – benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap
rasa sakit dan rasa takut.
2.4.4 Di bidang pola bermain :
4.4.1 Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada
umumnya.
4.4.2 Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman
sebayanya.
4.4.3 Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.

3
4.4.4 Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik
lalu rodanya diputar – putar.
4.4.5 Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas
angin, roda sepeda, dan sejenisnya.
4.4.6 Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang
terus dan dibawa kemana – mana.
2.4.5 Di bidang perilaku :
4.5.1 Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif
(hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
4.5.2 Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri
sendiri seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan
seperti burung.
4.5.3 Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari
atau berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan
yang diulang – ulang.
4.5.4 Tidak suka terhadap perubahan.
4.5.5 Duduk bengong dengan tatapan kosong.
2.4.6 Di bidang emosi :
4.6.1 Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas,
tertawa – tawa dan
4.6.2 Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya.
4.6.3 Kadang agresif dan merusak.
4.6.4 Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri.
4.6.5 Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang
lain yang ada disekitarnya atau didekatnya.

2.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Kurniasih (2002) membagi
autisme menjadi dua yaitu:
5.1 Autisme sejak bayi (Autisme Infantil)

4
Anak sudah menunjukkan perbedaan-perbedaan dibandingkan
dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi sekitar usia
bayi 6 bulan.
5.2 Autisme Regresif
Ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang.Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti.Kontak mata yang tadinya
sudah bagus, lenyap.Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan
beberapa patah kata, hilang kemampuan bicaranya.(Kurniasih, 2002).
Sedangkan Yatim, Faisal Yatim (dalam buku karangan purwati,
2007) mengelompokkan autisme menjadi :
5.1 Autisme Persepsi
Autisme ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme
internal karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
5.2 Autisme Reaksi
Autisme ini biasanya mulai terlihat pada anak – anak usia lebih
besar (6 – 7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi
bisa juga terjadi sejak usia minggu – minggu pertama. Penderita
autisme reaktif ini bisa membuat gerakan – gerakan tertentu berulang –
ulang dan kadang – kadang disertai kejang – kejang.

2.6 FAKTOR RESIKO


Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor
yang mempengaruhi. Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan
oleh banyak ahli.Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam
faktor resiko gangguan autis. Faktor resiko disusun oleh para ahli
berdasarkan banyak teori penyebab autris yang telah berkembang.Terdapat
beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak menjadi autis lebih
besar.
Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa
periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi:

5
6.1 Periode kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang
mempengaruhinya.Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem
susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala
sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autisme.
6.2 Periode persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam
kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama
periode ini sangat menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila
terjadi gangguan dalam persalinan maka yang paling berbahaya adalah
hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi
termasuk otak.
Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi
kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak
nantinya. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia
pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat
lahir rendah ( < 2500 gram).
6.3 Periode usia bayi
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau
gangguan yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang
akhirnya dapat beresiko untuk terjadinya gangguan autism.
Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya autism
adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan,
kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air
besar, sering buang air besar dan gangguan neurologI/saraf : trauma
kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.

6
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Neutrologis
2. Test neupsikologis
3. Test pendengaran
4. MRI(Magnetic resonance imaging)
5. EEG(elektro encepalogram)
6. Pemeriksaan darah
7. Pemeriksaan uri

2.8 PENATALAKSANAAN
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autism yaitu:
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan
penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang
dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan
memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias
diukur kemajuannya .Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai
di Indonesia.
2. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam
bicara dan berbahasa.Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak
pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya
sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka
tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk
berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi
wicara dan berbahasa akan sangat menolong.
3. Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam
perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka
kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan
untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot - otot halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak
diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam
motorik kasarnya. Kadang - kadang tonus ototnya lembek sehingga
jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.
Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong
untuk menguatkan ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

7
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah
dalam bidang komunikasi dan interaksi .Banyak anak-anak ini
membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah,
membuat teman dan main bersama ditempat bermain.Seorang terqapis
sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk
bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari caranya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya
berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang
terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-
teknik tertentu.
7. Terapi Perilaku.
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya
seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit
mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif
terhadap suara, cahaya dan sentuhan.Tak heran bila mereka sering
mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut
untuk memperbaiki perilakunya,
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental
Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak
dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya,
kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan
Intelektualnya.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual
learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk
mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,
misalnya dengan metode Dan PECS ( Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai
untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang
tergabung dalam DAN (Defeat Autism Now). Banyak dari para
perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan
riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh
adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan
fungsi otak.

8
Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif,
pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang
ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.
Ternyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan
terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh
sendiri (biomedis).
Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian:
1. Edukasi kepada keluarga
Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka
yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku
terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah
jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui
hal ini bukanlah hal yang mudah.
2. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah
pengawasan dokter.Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika
dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi
dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi
mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat
yang diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin,
naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan
perilaku agresif)

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT AUTISME
3.1 Pengkajian
1.1 Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
1.2 Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Dahulu:
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin
terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi
perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autism. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya,
termasuk resiko terjadinya autisme.
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada
bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan
erat lahir rendah ( < 2500 gram)
- Riwayat Kesehatan Sekarang:
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak
yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya,
menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak
mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk
hubungan pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan
khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat
tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik,
secara fisik terlalu.
- Riwayat Kesehatan Keluarga:
Melihat kesehatan keluarganya. apakah keluarga ada yang
pernah menderita penyakit autisme.
1.3 Psikososial
- Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua

10
- Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
- Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
- Perilaku menstimulasi diri
- Pola tidur tidak teratur
- Permainan stereotip
- Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
- Tantrum yang sering
- Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
- Kemampuan bertutur kata menurun
- Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
1.4 Neurologis
- Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
- Refleks mengisap buruk
- Tidak mampu menangis ketika lapar
1.5 Gastrointestinal
- Penurunan nafsu makan
- Penurunan berat badan

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus
2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di rumah sakit
3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan

3.3 Intervensi
Diagnosa I
- Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulus
Hasil yang diharapkan :
- Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-
kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret

11
Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan anak, 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-
bicaralah dengan kalimat singkat ulang mungkin merupakan satu-satunya
yang terdiri atas satu hingga tiga kata, cara berkomunikasi karena anak yang
dan ulangi perintah sesuai yang autistik mungkin tidak mampu
diperlukan. Minta anak untuk melihat mengembangkan tahap pikiran
kepada anda ketika anda berbicara operasional yang konkret. Kontak mata
dan pantau bahasa tubuhnya dengan langsung mendorong anak
cermat. berkonsentrasi pada pembicaraan serta
menghubungkan pembicaraan dengan
bahasa dan komunikasi. Karena
artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa
tubuh dapat menjadi satu-satunya cara
baginya untuk mengomunikasikan
pengenalan atau pemahamannya
terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan gerakan
2. Gerakan fisik dan suara membantu
tubuh untuk membantu anak mengenali integritas tubuh serta
perkembangan komunikasi sampai batasan-batasannya sehingga
anak dapat memahami bahasa mendoronnya terpisah dari objek dan
orang lain
3. Bantu anak mengenali hubungan 3. Memahami konsep penyebab dan efek
antara sebab dan akibat dengan cara membantu anak membangun
menyebutkan perasaannya yang kemampuan untuk terpisah dari objek
khusus dan mengidentifikasi serta orang lain dan mendorongnya
penyebab stimulus bagi mereka mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya melalui kata-kata
4. Ketika berkomunikasi dengan anak,
4. Biasanya anak austik tidak mampu
bedakan kenyataan dengan fantasi, membedakan antara realitas dan fantasi,
dalam pernyataan yang singkat dan dan gagal untuk mengenali nyeri atau
jelas sensasi lain serta peristiwa hidup
dengan cara yang bermakna.
Menekankan perbedaan antara realitas
dan fantasi membantu anak
mengekpresikan kebutuhan serta
perasaannya.

12
Diagnosa II
- Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang
berhubungan dengan rawat inap di RS.
Hasil yang diharapkan
- Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan
kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh
frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta
peningkatan kemampuan mengatasi frustasi.
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan 1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas melalui lingkungan yang kondusif dan
sepanjang periode perawatan di RS rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan
program yang teratur dapat mencegah
perasaan frustasi, yang dapat menuntun
pada ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan 2. Sesi yang singkat dan sering
dalam sesingkat dan sering. Dekati memungkinkan anak mudah mengenal
anak dengan sikap lembut, bersahabat perawat serta lingkungan rumah sakit.
dan jelaskan apa yang anda akan Mempertahankan sikap tenang, ramah
lakukan dengan kalimat yang jelas, dan mendemontrasikan prosedur pada
dan sederhana. Apabila dibutuhkan, orang tua, dapat membantu anak
demontrasikan prosedur kepada orang menerima intervensi sebagai tindakan
tua. yang tidak mengancam, dapat
mencegah perilaku destruktif
3. Gunakan restrain fisik selama 3. Restrain fisik dapat mencegah anak
prosedur ketika membutuhkannya, dari tindakan mencederai diri sendiri.
untuk memastikan keamanan anak Biarkan anak terlibat dalam perilaku
dan untuk mengalihkan amarah dan yang tidak terlalu membahayakan,
frustasinya, misalnya untuk misalnya membanding bantal, perilaku
mencagah anak dari membenturkan semacam ini memungkinkan
kepalanya ke dinding berulang-ulang, menyalurkan amarahnya, serta
restrain badan anak pada bagian mengekpresikan frustasinya dengan
atasnya, tetapi memperbolehkan anak cara yang aman
untuk memukul bantal
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku 4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat
yang tepat untuk menghargai perilaku membantu mengubah perilaku anak dan

13
positif dan menghukum perilaku yang mencegah episode kekerasan
negatif. Misalnya, hargai perilaku
yang positif dengan cara memberi
anak makanan atau mainan
kesukaannya, beri hukuman untuk
perilaku yang negatif dengan cara
mencabut hak istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif,
5. Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres meningkat,
menyampaikan sesuatu, misalnya kemungkinan muncul dari kebutuhan
apakah ia ingin sesuatu untuk untuk mengomunikasikan sesuatu.
dimakan atau diminum atau apakah ia
perlu pergi ke kamar mandi

Diagnosa III
- Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
gangguan
Hasil yang diharapkan
- Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua
yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka
tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan
Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk1. Membiarkan orang tua mengekpresikan
mengekpresikan perasaan dan perasaan dan kekhawatiran mereka
kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu
mereka beradaptasi terhadap frustasi
dengan lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok 2. Kelompok pendukung
pendukung autisme setempat dan memperbolehkan orang tua menemui
kesekolah khusus jika diperlukan orang tua dari anak yang menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan dukungan emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti 3. Kontak dengan kelompok swabantu
konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan
dengan autisme

14
3.4 Implementasi
Setelah rencana disusun , selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat
khusus agar semua perawat dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu
yang telah ditentukan. Dalam implementasi keperawatan perawat langsung
melaksanakan atau dapat mendelegasikan kepada perawat lain yang
dipercaya
3.5 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan
yang dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk
mengetahui sejauh mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga
melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum
tercapai dalam proses keperawatan

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang
ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah
salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun
(Devision, 2006).
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor
– faktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002)
diantaranya yaitu : Faktor Genetik, Faktor Cacat (kelainan pada bayi),
Faktor Kelahiran dan Persalinan
4.2 Saran
Besar harapan kelompok agar makalah ini dapat dijadikan salah satu
panduan memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme

16
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai