Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU-A

“SURVEILANS VEKTOR”

Disusun oleh:

Dyah Nur Setia Palupi (P2.31.33.1.17.011)

Isabella Nur Adinda (P2.31.33.1.17.020)

M. Ivan Erlangga (P2.31.33.1.17.025)

Nindia Saputri (P2.31.33.1.17.026)

KELOMPOK 8

Dosen pembimbing: Moh. Ichsan Sudjarno, SKM.,M.Epid

2 D-IV A

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II

Jalan Hang Jebat III Blok F No.3, RT.4/RW.8, Gunung, Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12120
A. Definisi Surveilans

Surveilans adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi data terkait kesehatan yang
dilakukan secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan (disebarluaskan)
kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk digunakan dalam pencegahan penyakit
(mengurangi morbiditas dan mortalitas) dan memperbaiki masalah kesehatan lainnya. Surveilans
memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit, mendeteksi dan memprediksi
outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti
perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans
menghubungkan informasi tersebut kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-
langkah pencegahan dan pengendalian penyakit. Surveilans harus cukup akurat dengan analisis
data yang lengkap. Surveilans kesehatan masyarakat merupakan instrumen penting untuk
mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai
menyebar. Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian
keuangan, dan donor/stakeholder, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan
baik. Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilans dilakukan secara terus
menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan
mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan
penyakit dan faktor yang mempengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat
dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.

B. Surveilans Vektor

Surveilans vektor demam berdarah dengue merupakan kegatan yang dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya penularan kasus setempat, dan untuk mengetahui tingkat kepadatan vektor yang
dipengaruhi oleh penularan virus dengue dan persebaran penyakit.

a. Keberadaan Nyamuk
Keberadaan spesies nyamuk Ae. aegypti dan Ae. Albopictus merupakan vektor penyakit DBD,
karena sifatnya yang senang tinggal berdekatan dengan manusia. Keberadaan nyamuk dapat
diidentifikasi melalui larva yang lebih banyak ditemukan pada bukan tempat penampungan
(non TPA) dibandingkan dengan TPA.

b. Kontainer Tempat Penampungan Air


Tempat perindukan berpengaruh pada keberadaan larva. Tempat perindukan yang berpotensial
berada di dua jenis tempat penampungan air yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara
lain:
1) Jenis Penampungan Air (TPA)
Tempat perindukan yang dipakai nyamuk untuk berkembang biak adalah bak mandi, bak WC,
gentong. ember. drum, tempat wudhu, dispenser, penampungan air kulkas.

2) Bukan Jenis Penampungan Air (Non TPA)


Tempat penampungan yang dipakai nyamuk untuk berkembang biak adalah pot tanaman, ember
bekas, ban bekas, kaleng bekas, tempat minum burung, tempat kandang ternak.

c. Letak Tempat Penampungan Air


Tempat penampungan larva Ae. aegypti dan Ae. albopictus dalam meletakkan telurnya terdapat di
dalam rumah dan di luar rumah. Detak tempat penampungan air nyamuk yang digunakan untuk
berkembang biak antara lain:
1) Dalam Rumah
Letak penampungan air yang dipakai nyamuk untuk berkembangbiak adalah bak mandi, bak
WC.,gentong, ember, drum. tempat wudhu, dispenser.

2) Luar Rumah
Tempat penampungan air yang dipakai nyamuk untuk berkembangbiak adalah pot tanaman, ember
bekas, ban bekas. kaleng bekas, tempat minum burung, tempat kandang temak.

d. Warna Tempat Penampungan Air


Dalam berkembangbiak nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus menyukai suasana tempat pada
daerah-daerah tertentu yang dipengaruhi oleh warna pada tempat penampungan. Adapun warna
tempat penampungan air yang lebih disukai adalah:
1) Warna gelap
Warna tempat penampungan air yang lebih gelap dan terlindungi dari sinar matahari lebih disukai
oleh nyamuk sebagai tempat bertelur dan berkembangbiak menjadi larva, karena suasana ini
memberikan rasa aman dan tenang bagi nyamuk.

2) Warna terang
Warna terang pada tempat penampungan air dapat mengurangi kepadatan nyamuk dalam
berkembangbiak

e. Bahan Tempat Penampungan Air


Jenis bahan kontainer yang digunakan menggambarkan keadaan dinding pemukaan kontainer,
sebagai nyamuk dalam meletakkan telur pada dinding tempat penampungan air Jenis bahan
kontainer beresiko terhadap keberadaan larva Aedes yaitu semen, logam (seng, besi, dan
aluminium), keramik, gerabah (tanah liat). dan plastik. Kontainer dengan bahan semen mudah
ditumbuhi lumut dan permukaan dinding yang berpori pori mengakibatkan suhu dalam air menjadi
rendah.

C. Nyamuk Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit.


Nyamuk Aedes Aegypti dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti, Demam Berdarah
Dengue (DBD), Yellow Fever (demam kuning), Zika, dan Chikungunya. Berikut penjelasan
tentang penyakit tersebut (ECDC, 2014).
1. Demam Kuning (Yellow Fever)
Demam kuning adalah penyakit demam akut yang ditularkan oleh nyamuk. Demam ini
dikenali sebagai penyakit untuk pertama kalinya pada abad ketujuh belas, namun baru pada
tahun 1900 sampai 1901 Walter Reed dan rekan-rekannya menemukan hubungan antara
virus demam kuning dengan nyamuk Aedes aegypti dan penemuan ini membuka jalan bagi
pengendalian penularan penyakit demam kuning ini. Penyakit yang berkembang sempurna
terdiri dari tiga periode klinis yaitu : infeksi (viremia, pusing, sakit punggung, sakit otot,
demam, mual, dan muntah), remisi (gejala infeksi surut), dan intoksikasi (suhu mulai naik
lagi, pendarahan di usus yang ditandai dengan muntahan berwarna hitam, albuminuria, dan
penyakit kuning akibat dari kerusakan hati).
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti yangditandai
dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu,
gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-tandaperdarahan di kulit berupa bintik
perdarahan (petechia), ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah
darah, kesadaran menurun.Hal yangdianggap serius pada demam berdarah dengue adalah
jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/ renjatan (Mubin, 2009).

3. Chikungunya
Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui
nyamuk dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952.Nama
chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud
“membungkuk”, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat
(arthralgia). Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui gigitan
nyamuk Aedes spp yang terinfeksi.Transmisi melalui darah berkemungkinan bisaterjadi
dengan satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV dikatakan tidak bisa di tularkan malalui ASI
(Staples, J.E dkk , 2009).

4. Zika
Virus Zika adalah anggota dari keluarga Flaviviridae dan ditularkan ke manusia oleh
nyamuk. Orang yang terjangkit virus zika akan merasakan gejala seperti sakit kepala, ruam
di wajah, leher, lengan atas, mungkin juga menyebar ke telapak tangan dan kaki, demam dan
nyeri punggung. Virus Zika memang tidak menyebabkan kelainan berat seperti demam
berdarah, meski Zika merupakan flavivirus yang berhubungan dengan demam kuning,
demam berdarah, West Nile dan virus ensefalitis Jepang. Akan tetapi, virus ini dapat
menimbulkan risiko terhadap janin pada wanita hamil. Virus telah dikaitkan dengan
mikrosefali, sebuah kondisi dimana bayi memiliki kepala kecil dan perkembangan otak yang
tidak lengkap. Menurut sumber dari salah satu harian Australia, sampai saat ini sudah ada
sebanyak 4000 bayi yang dilahirkan mengalami mikrosefali/ microcephaly (pengecilan
tengkorak kepala dan juga penciutan otak) akibat serangan virus Zika di Brazil (CDC, 2015).
D. Pengaruh Lingkungan Terhadap Keberadaan Nyamuk Aedes Aegypti.
Beberapa faktor lingkungan yang dapat berpengaruh pada tingkat kepadatan nyamuk Aedes
Aegypti, yaitu:
1. Suhu
Suhu rata-rata optimum untuk perkembangan nyamuk adalah 25°-27°C. Pertumbuhan
nyamuk akan terhenti sama sekali kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C. Temperatur yang
meningkat dapat memperpendek masa harapan hidup nyamuk dan mengganggu
perkembangan pathogen.
2. Kelembapan
Pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi lebih pendek sehingga
nyamuk tersebut tidak bisa menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan
virus dari lambung ke kelenjar ludahnya.
3. Angin
Kecepatan angin 11-14 m/detik atau 25-31 mil/jam dapat menghambat
penerbangan nyamuk. Angin berpengaruh pada penerbangan nyamuk
dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan manusia, dan juga
mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau
diperpanjang tergantung dari arah angin. Angin yang kencang dapat membawa nyamuk
terbang sejauh 30 km atau lebih (Harijanto, 2010).

E. Angka Kepadatan Jentik


Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat, diperlukan survei yang
meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei perangkap telur (ovitrap). Data-data yang
diperoleh, nantinya dapat digunakan untuk menunjang perencanaan program pemberantasan
vektor. Dalam pelaksanaannya, survei dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode (Depkes
RI, 2014), yakni :
1. Metode Single Larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik di setiap tempat-tempat yang
menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya dilakukan identifikasi lebih
lanjut mengenai jenis jentiknya.
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat genangan air
tanpa mengambil larvanya.
Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes Aegypti akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran sebagai berikut:
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah yang diperiksa.

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari seluruh kontainer
yang diperiksa.

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = X 100 %
Jumlah kontainer yang diperiksa

3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus rumah.

Jumlah kontainer yang positif jentik


BI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa
HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density figure (DF) adalah
kepadatan jentik Aedes Aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI dan BI yang dinyatakan
dengan skala 1-9.

Tabel 2.1 Larva Index


House Index Container Index Breteau Index
Density figure
(%) (%) (%)
1 1–3 1-2 1–4
2 4–7 3-5 5–9
3 8 – 17 6-9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber: WHO, 2007

Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang
DF = 6-9 = kepadatan tinggi.
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukan Density Figure. Density Figure ditentukan setelah
menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan dengan tabel Larva Index. Apabila angka DF
kurang dari 1 menunjukan risiko penularan rendah, 1-5 risiko penularan sedang dan diatas 5 risiko
penularan tinggi (WHO, 2007).

F. Pemberantasan Habitat Jentik dan Nyamuk


Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun menyebabkan berbagai
upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita kenal, metode pemberantasan habitat
nyamuk ini, misalnya dengan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN), masih dianggap cara
paling efektif. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan
melakukan survei jentik pada rumah-rumah warga (Anggraeni, 2011).
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang petugas khusus yang secara
sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes
Aegypti di wilayah-wilayah dengan sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau
puskesmas terdekat. Tugas dari Jumantik pada saat memantau wilayah-wilayah diantaranya :
1. Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
2. Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih apakah ada
jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk tempat air yang sulit dikuras diberi
bubuk larvasida (abate).
3. Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik nyamuk.
4. Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada waktu pagi hari,apabila
diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk memberi peringatan kepada pemilik
rumah untuk membersihkan atau menguras agar bersih dari jentik-jentik nyamuk.
Selanjutnya jumantik wajib membuat catatan atau laporan untuk dilaporkan ke kelurahan atau
puskesmas terdekat dan kemudian dari Puskesmas atau kelurahan dilaporkan ke instansi terkait
atau vertikal. Selain petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik), tiap-tiap masyarakat juga wajib
melakukan pengawasan/pemantauan jentik di wilayahnya dengan minimal tekhnik dasar 3M Plus,
yaitu;
1. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat-tempat yang sering dijadikan tempat penampungan
air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember air, tempat air minum, penampungan air
, lemari es ,dll
2. Menutup
Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang ditampung seperti bak
mandi, botol air minum, kendi, dll
3. Mengubur
Mengubur adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda yang sudah tidak
dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakan dan bertelur nyamuk di dalam
rumah.
Plus Kegiatan-kegiatan Pencegahan, seperti :
a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
b. Menaburkan bubuk Larvasida di tempat-tempat air yang sulit dibersihkan
c. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan korden yang
berpotensi menjadi sarang nyamuk
d. Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.
e. Membersihkan lingkungan sekitar,terutama pada musim penghujan.
Dengan melakukan tindakan-tindakan positif seperti yang telah disebutkan di atas akan dapat
menekan atau mengurangi penyebaran dan perkembangbiakan vektor nyamuk sehingga
meminimalisasi ancaman tertular penyakit DBD, Chikungunya, ataupun Malaria.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://repository.unimus.ac.id/22/1/Full%20Tekss%201.pdf
2. WHO.2007. International Health Regulation.2005 Edisi 1. Swiss : WHO Gnewa.
3. Yayan A. 2009. Upaya Peningkatan Angka Bebas Jentik Demam Berdarah Dengue (Abj-
Dbd) Melalui Penggerakan Juru Pemantau Jentik (Jumantik) di RW I Kelurahan Danyang
Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun 2012. Skripsi, Jurusan Kesehatan
Masyarakat Universitas Semarang.

Anda mungkin juga menyukai