Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. J
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Pammolongan Barat 3/4 Bara-Baraya Utara Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Paritas : GIP0A0
Tanggal masuk : 12 Desember 2018 Pukul 15. 00 WITA

B. Anamnesis
GIP0A0
HPHT : 09−02−2018
HTP : 16−11−2018
Gravid : 43 Minggu 5 hari
Anamnesis Terpimpin :
Seorang wanita berusia 17 tahun masuk UGD maternal PKM Bara-Baraya
mengalami perdarahan secara terus – menerus melalui jalan lahir yang dialami
setelah persalinan normal sebanyak ± 800 ml. Pasien mulai merasakan nyeri perut
tembus ke belakang pada pukul 08.00 WITA kemudian pada pukul 18.24 WITA
pasien melahirkan seorang bayi perempuan dengan BBL 2400 gram dan PBL 45
cm. Dengan plasenta lahir lengkap pada pukul 18.30 WITA. Sesaat setelah
persalinan pasien mengalami perdarahan pada jalan lahir. Hasil pemeriksaan lab
menunjukkan kadar Hb postpartum pasien 7,8 gr/dL. Riwayat ANC 8x, Injeksi TT
1x. Hipertensi dalam kehamilan (-), riwayat penyakit sebelumnya (-), riwayat HT
(-), DM (-), Asma (-), dan alergi (-). Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5°C
BB : 58 kg
TB : 150 cm
IMT : 25,77 kg/m2
Status Gizi : Obesitas I

D. Pemeriksaan Obsetrik

1. Pemeriksaan Luar :
Inspeksi
Kepala : Simetris, tidak ada benjolan
Mata
Konjungtiva : anemis (+/+)
Sklera : Putih
Mulut
Caries : Tidak ada
Stomatitis : Tidak ada
Leher : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan vena jugularis
Payudara

Bentuk/Ukuran : Simetris
Areola mamae : Kehitaman
Puting susu : Menonjol
Colostrum : ada
Abdomen
Pembesaran : Sesuai dengan usia kehamilan
Strie livida : Tidak ada
Strie albicans : Tidak ada
Linia nigra : Ada
Ekstermitas bawah
Oedem : Ada (+)
Varices : Tidak ada
Palpasi
- L1 : Bokong, TFU : 32 cm
- L2 : Punggung Kanan
- L3 : Kepala
- L4 : 4/5
- HIS : 4x10’ (40-45”)
Auskultasi
- DJJ : 145 x/ menit
- Frekuensi : Teratur

2. Pemeriksaan Dalam Vagina:


- Ø 7 cm, ketuban (+), portio lunak, Hodge III

E. DIAGNOSIS SEMENTARA
 G1P0A0 Gravid 43 minggu 5 hari + inpartu kala 1 fase aktif

F. PENATALAKSANAAN

12/12/2018 pukul 15.00 WITA


S : nyeri perut tembus ke belakang
O : KU: Baik, Sadar
TD: 140/100 mmhg P: 24x/menit
N: 87 x/menit S: 36,5
DJJ 140 x/menit HIS: 2 x dalam 10 menit durasi 20-25 detik
PDV : Ø 7 cm, ketuban (+), portio tipis, Hodge III
A : G1P0Ao Gravid 43 minggu 5 hari + inpartu kala 1 fase aktif
P : - Observasi kemajuan persalinan
- Nipedipin Oral

12/12/2018 pukul 18.00 WITA


S : nyeri perut tembus ke belakang
O : KU: Baik, Sadar
TD: 140/100 mmhg P: 24x/menit
N: 85 x/menit S: 36,5
DJJ 142 x/menit HIS: 4 x dalam 10 menit durasi 40-45 detik
PDV : Ø 10 cm, ketuban (+), Hodge IV
A : G1P0Ao Gravid 43 minggu 5 hari + inpartu kala 1 fase aktif
P : - Omniotomi
- iVFD RL 28 tpm
- Pimpin persalinan

12/12/2018 pukul 18.24 WITA


Ø 10 cm, Omniotomi, Hodge IV, bayi lahir spontan, segera menangis.
AS 8/10
BBL : 2400 gram
PBL : 45 cm
JK : Perempuan
KU bayi : baik
Perdarahan ± 500 cc
Laserasi perineum derajat 2
Kontraksi uterus lunak
Kondisi Ibu Postpartum :
KU ibu : lemah, disertai perdarahan dari jalan lahir ±800 ml
TD : 100/70 mmHg
HR : 80x/menit
S : 36,8
P : 20x/menit
Hb : 7,8 gr/dL
P: - IVFD RL
- Pemberian oksitosin 2 ampul drips
- Kompresi bimanual interna dan kompresi bimanual eksterna

Penatalaksanaan setelah perdarahan teratasi :


Observasi 2 jam postpartum.

G. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hemoglobin :
Tanggal 12/12/2018 : 7,8 g/dl

H. DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0 Gravid 43 minggu 5 hari + Perdarahan Post Partum et Causa Hipotonia


Uteri

J. RESUME
Seorang wanita berusia 17 tahun masuk UGD maternal PKM Bara-Baraya
mengalami perdarahan secara terus – menerus melalui jalan lahir yang dialami
setelah persalinan normal sebanyak ± 800 ml. Pasien mulai merasakan nyeri
perut tembus ke belakang pada pukul 08.00 WITA kemudian pada pukul 18.24
WITA pasien melahirkan seorang bayi perempuan dengan BBL 2400 gram dan
PBL 45 cm. Dengan plasenta lahir lengkap pada pukul 18.30 WITA. Sesaat
setelah persalinan pasien mengalami perdarahan pada jalan lahir. Hasil
pemeriksaan lab menunjukkan kadar Hb postpartum pasien 7,8 gr/dL. Riwayat
ANC 8x, Injeksi TT 1x. Hipertensi dalam kehamilan (-), riwayat penyakit
sebelumnya (-), riwayat HT (-), DM (-), Asma (-), dan alergi (-). Pasien
merupakan seorang ibu rumah tangga.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah / sadar, TD : 140/100
mmHg, N : 80 x/i, P : 20 x/i, S : 36,5°C. Pemeriksaan luar didapatkan TFU 32
cm, situs memanjang, punggung kanan, presentasi kepala, DJJ 145 x/m,
perlimaan 4/5. Pada pemeriksaan dalam vagina didapatkan Ø 7 cm, ketuban (+),
portio lunak, Hodge III.
Pada tanggal 12/12/2018 pukul 15.00 WITA pasien masuk dengan keluhan
nyeri perut tembus ke belakang dengan tanda-tanda vital TD: 140/100 mmhg, P:
24x/menit, N: 87x/menit, dan S: 36,5. Pasien didiagnosis G1P0Ao Gravid 43
minggu 5 hari + inpartu kala 1 fase aktif. Setelah diobservasi kemajuan
persalinan, pada pukul 18.00 WITA dilakukan omniotomi dan Ibu dipimpin
untuk bersalin. Kemudian pada pukul 18.24 WITA bayi lahir spontan, segera
menangis, AS 8/10, BBL : 2400 gram, PBL : 45 cm, JK : Perempuan dengan
perdarahan ± 500 cc, laserasi perineum derajat 2 dan kontraksi uterus lunak.
Setelah plasenta lahir lengkap, terjadi perdarahan pada jalan lahir secara terus –
menerus ±800 cc dan KU pasien tampak lemah TD : 100/70 mmHg, HR :
80x/menit, S : 36,8, dan P : 20x/menit. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin postpartum pada pasien dan hasilnya Hb : 7,8 gr/dL.
Penatalaksanaan yang diberikan di puskesmas adalah dengan IVFD RL dan
pemberian oksitosin 2 ampul drips serta dilakukan kompresi bimanual interna
dan kompresi bimanual eksterna. Setelah perdarahan teratasi dan kondisi pasien
stabil, pasien diobservasi 2 jam post partum.

BAB V

PEMBAHASAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang


terjadi setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah
persalinan abdominal. Pada kasus kali ini jumlah perdarahan yaitu sebanyak ±
800 ml, yang terjadi beberapa saat setelah kelahiran. Pasien mengeluhkan
lemas beberapa saat setelah perdarahan. Hal ini didukung pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb post partum yaitu 7,8 g/dl.
Umur reproduksi yang ideal bagi wanita untuk hamil dan melahirkan
adalah 20-35 tahun, keadaan ini disebabkan karena pada umur <20 tahun
fungsi organ dan kematangan sel telur yang belum maksimal potensial
mengalami persalinan dengan premature, plasenta previa, abortus, pre
eklampsi, kondisi ini berisiko lebih besar terjadinya perdarahan, sedangkan
pada umur >35tahun elastisitas otot-otot panggul dan sekitarnya serta alat-alat
reproduksi pada umumnya telah mengalami kemunduran sehingga dapat
mempersulit persalinan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian pada
ibu.. Pada pasien ini usia merupakan salah satu faktor resiko karena usia
pasien yaitu 17 tahun, dimana usia ini beresiko lebih besar terjadinya
perdarahan.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar rahim/umur kehamilan 28 minggu. Wanita dengan paritas
tinggi maupun primipara beresiko mengalami atonia uteri, yang apabila tidak
ditangani dengan baik akan mengakibatkan perdarahan postpartum. Paritas
tinggi maupun pada primipara mempengaruhi keadaan uterus ibu, karena
ketika melahirkan, uterus cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala
persalinan sehingga menimbulkan kegagalan kompresi pada tempat implantasi
plasenta akibatnya terjadi perdarahan postpartum primer. Selain itu, paritas
tinggi dan dapat memicu tertinggalnya sebagian jaringan plasenta di uterus
dan dapat menyebabkan perdarahan postpartum sekunder. Pada kasus ini,
pasien merupakan primipara dan terjadi perdarahan postpartum primer yang
sesuai dengan teori yang ada.
Selama perawatan, pasien ini mendapatkan terapi nifedipin 10 mg
peroral karena tekanan darah pasien yang tinggi yaitu 140/100 mmHg. Hal ini
juga merupakan salah satu faktor yang mendukung terjadinya hipotoni uteri
karena seperti yang diketahui bahwa nifedipin merupakan salah satu obat
antihipertensi golongan calcium channel blocker yang juga berfungsi sebagai
tokolisis yang menghambat kontraksi uterus pascapersalinan sehingga terjadi
hipotoni atau bahkan atoni uteri yang merupakan salah satu penyebab
perdarahan post partum.
Hal terpenting dalam penanganan perdarahan postpartum adalah
penggantian cairan. Meskipun pada kasus perdarahan kedua komponen darah
yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga
homeostatis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah pemberian
cairan. Pada pasien ini diberikan terapi awal pemberian cairan RL serta
dilakukan kompresi bimanual interna dan kompresi bimanual eksterna.
Setelah perdarahan teratasi dan kondisi pasien stabil, pasien di observasi per 2
jam. Hal ini sesuai dengan teori dengan memberikan 20-40 unit oksitosin
dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 60
tetes/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20 unit dalam 1000 ml
larutan NaCl 0,9%/ Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga
perdarahan berhenti dan melakukan pengawasan tekanan darah, nadi, dan
pernapasan ibu. Sebaiknya pasien ini dipasangkan kateter Folley untuk
memantau urin dibandingkan dengan jumlah cairan yang masuk.
Selama kehamilan pasien melakukan kunjungan antenatal care
sebanyak 8 kali, dalam aturan kunjungan antenatal care dapat dilakukan
minimal 4 kali selama kehamilan trimester pertama sebanyak satu kali,
trimester ke 2 sebanyak 1 kali, dan trimester ke 3 sebanyak 2 kali, dimana
sesuai dengan aturan kunjungan antenal care dilakukan minimal 4 kali selama
kehamilan.dalam waktu sebagai berikut : sampai dengan kehamilan trimester
pertama (<14 minggu) satu kali kunjungan, dan kehamilan trimester kedua
(14-28 minggu) satu kali kunjungan dan kehamilan trimester ketiga (28-36
minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan. Namun, menurut
rekomendasi WHO tahun 2016 disarankan ANC pada ibu hamil sebanyak 8x
kunjungan untuk mengurangi kematian selama kehamilan maupun saat
persalinan. Pada saat kunjungan ANC pasien diberikan vitamin B6, antasida,
asam folat, SF, Suntik TT di kunjungan kedua, serta edukasi dari petugas
kesehatan PKM bara-baraya sehingga mengoptimalkan kesehatan mental dan
fisik ibu hamil, hingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan
pemberiaan ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
BAB VI
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka diagnosa pasien ini ialah G1P0Ao
Gravid 43 minggu 5 hari + inpartu kala 1 fase aktif + Perdarahan Post Partum
et causa hipotoni.
Berdasarkan kasus yang diangkat, dapat disimpulkan bahwa
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi
setelah bayi lahir pervaginam atau lebih dari 800 ml setelah persalinan
abdominal. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk
menetukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan
disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal yang telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah,
berkeringat dingin, menggigil, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi
>100/menit, kadar Hb <8 g /dL. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan
postpartum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu perdarahan postpartum primer
(terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir) dan perdarahan postpartum sekunder
(terjadi setelah 24 jam setelah bayi lahir).
Perdarahan post partum merupakan masalah kesehatan yang
memerlukan perhatian khusus karena di negara industri, perdarahan post
partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas penyebab kematian
maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi dan juga beberapa
negara berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap
100.000 kelahiran hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari
kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum.
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia
uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan
pembekuan darah. Adapun dampak dari perdarahan post partum yaitu dapat
terjadi anemia hingga syok.
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus
yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan
tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil
dengan melakukan antenatal care yang baik.
Kasus perdarahan postpartum harus segera mendapat penanganan
yang tepat karena kasus perdarahan postpartum dapat mengancam jiwa.
Seorang ibu dengan perdarahan hebat akan cepat meninggal jika tidak
mendapat perawatan medis yang sesuai, termasuk pemberian obat-obatan,
prosedur klinis sederhana, transfusi darah, dan operasi.
Hal terpenting dalam penanganan perdarahan postpartum adalah
penggantian cairan. Keterlambatan atau ketidaksesuaian dalam memperbaiki
hipovolemia merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat
perdarahan postpartum. Meskipun pada kasus perdarahan kedua komponen
darah yaitu plasma dan sel darah hilang, tetapi penanganan pertama untuk
menjaga homeostatis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah
pemberian cairan.

B. Saran
Saran untuk UKM :
1. Memotivasi wanita usia subur dan ibu hamil untuk selalu aktif dan menambah
pengetahuan dengan membaca dan mengikuti penyuluhan terutama tentang
pentingnya menjaga kesehatan pada saat hamil, khususnya mengenai asupan
nutrisi ibu saat hamil.
2. Pada ibu Hamil agar memeriksakan diri pada Unit pelayanan kesehatan yaitu
puskesmas minimal 4 kali atau berdasarkan rekomendasi WHO sebanyak 8
kali kunjungan.
3. Ibu yang memiliki riwayat kelainan pada kehamilan sebelumnya atau proses
melahirkan yang memiliki gangguan agar mengetahui kelainan sebelumnya,
mengantisipasi kehamilan selanjutnya.
4. Pemeriksaan berkala pada ibu hamil.
5. Jika ada kelainan atau keluhan pada kehamilan agar segera ke unit pelayanan
kesehatan.
6. Melakukan penyuluhan secara berkala mengenai pentingnya konsumsi SF
pada ibu hamil saat kehamilan.

Saran Untuk PKM :


1. Pendataan ibu hamil yang lengkap serta pendeteksian secara dini ibu hamil
yang memiliki resiko tinggi.
2. Pendampingan secara berkala pada ibu hamil yang memiliki kelainan pada
kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai