Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbanyak setelah katarak di seluruh dunia.
Berbeda dengan katarak, kebutaan yang diakibatkan oleh glaukoma bersifat irreversible atau
permanen. Berdasarkan data organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO),
tahun 2010 diperkirakan terdapat sebanyak 3,2 juta orang yang mengalami kebutaan akibat
penyakit glaukoma (Kemenkes RI, 2015).
Glaukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik yang diikuti
gangguan pada lapang pandang yang khas. Kondisi ini utamanya diakibatkan oleh tekanan bola
mata yang meninggi, biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran cairan bola mata (aquous
humor). Penyebab lain kerusakan saraf optik antara lain, gangguan vaskularisasi ke serat saraf
optik dan kelemahan saraf optik itu sendiri. Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu glaukoma kongenital, glaukoma primer, dan glaukoma sekunder. Glaukoma
primer adalah glaukoma yang sifatnya idiopatik atau penyebabnya tidak diketahui. Glaukoma
primer sudut terbuka (primary open angle glaucoma) biasanya merupakan glaukoma kronis,
sedangkan glaukoma primer sudut tertutup (primary closed angle glaucoma) bisa berupa
glaukoma sudut tertutup akut atau kronis. Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang timbul
sebagai akibat dari penyakit mata lain, trauma, tindakan pembedahan, penggunaan kortikosteroid
yang berlebihan atau pemakaian jangka panjang, atau penyakit sistemik lainnya. Glaukoma
kongenital adalah glaukoma yang ditemukan sejak kelahiran, dan biasanya disebabkan oleh
sistem saluran pembuangan ke dalam mata tidak berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan
pembesaran mata pada bayi (Kemenkes RI, 2015; American Academy of Ophthalmology, 2006).
Katarak atau kekeruhan pada lensa mata merupakan salah satu penyebab kebutaan
terbanyak di seluruh dunia. Diperkirakan terdapat 1.000 orang penderita baru penyakit katarak
setiap tahunnya. Katarak merupakan suatu keadaan dimana lensa mata menjadi keruh, hal ini
disebabkan oleh proses penuaan. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan lensa
kehilangan transparansinya. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan menjadi kabur dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai dengan influks air
ke dalam lensa, proses ini mematahkan serabut lensa yang meregang dan mengganggu transmisi
sinar. Apabila ditinjau dari usia penderita, katarak dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok
antara lain: katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senil. Katarak senil adalah seluruh
kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut atau pada pasien dengan usia di atas 50 tahun.
Katarak senil secara klinis dikenal lima stadium yaitu insipien, intumesen, imatur, matur, dan
hipermatur. Pada katarak intumesen, kekeruhan lensa disertai dengan pembengkakan lensa akibat
lensa degeneratif yang menyerap air (Kemenkes RI, 2014).
Selama stadium perkembangan katarak senil, lensa menyerap air sehingga terjadi
pembengkakan dan perubahan ukuran pada lensa. Hal ini dapat mengganggu COA yang
menyebabkan tersumbatnya pupil dan penyempitan sudut yang berakibat pada terjadinya
glaukoma sekunder penutupan sudut (Augsburger et al, 2011).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup primer. Glaukoma akut
adalah suatu kondisi dimana terjadi aposisi iris dengan jalinan trabekular pada sudut bilik
mata. Saat kondisi iris terdorong atau menonjol kedepan maka pengeluaran humor akuos
akan terhambat, keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular
(American Academy of Ophthalmology, 2006).

2. Epidemiologi
Glaukoma merupakan salah satu penyebab utama kebutaan. Di Amerika Serikat,
diperkirakan terdapat dua juta orang yang menderita penyakit ini. Di antara mereka,
hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 yang
mengalami kebutaan. Penderita glaukoma mengalami peningkatan setiap tahunnya yang
diperkirakan sebanyak 5.500 orang per tahun (Smeltzer et al, 2001).

3. Etiologi
Penyakit glaukoma yang ditandai dengan peninggian tekanan intra okular (TIO) ini
disebabkan oleh (Smeltzer et al, 2001):
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
(glaukoma hambatan pupil)

4. Klasifikasi
Glaukoma diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma penutupan sudut (dahulu disebut sudut tertutup). Pada glaukoma sudut terbuka,
aquous humor memiliki akses bebas ke jaring-jaring trabekula, dengan ukuran sudut
normal. Pada glaukoma penutupan sudut, iris menutup jaring-jaring trabekula, dan
membatasi aliran aquous humor ke luar chamber of anterior (COA). Kategori ini dibagi
lebih lanjut menjadi glaukoma primer (idiopatik dan biasanya bilateral, kemungkinan
genetik) dan glaukoma sekunder (penyebab dapat diidentifikasi) (Augsburger etl al,
2011).
Glaukoma sekunder
Secara khas, glaukoma jenis ini bersifat unilateral. Pada pasien dengan glaukoma
sekunder dapat terjadi dengan sudut terbuka atau tertutup, maupun kombinasi keduanya.
Pada glaukoma sekunder sudut terbuka, peningkatan TIO disebabkan oleh peningkatan
tahanan pengeluaran aquous humor melalui jaring-jaring trabekuler, kanalis schlemm,
dan sistem vena episkleral. Pori-pori trabekula dapat tersumbat oleh debris, darah, pus,
atau bahan lainnya. Peningkatan tahanan tersebut dapat diakibatkan oleh penggunaan
kortikosteroid jangka panjang, tumor intraokuler, uvetis akibat penyakit herpes simpleks,
herpes zoster atau penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh material lensa, bahan
viskoelastik (digunakan pada pembedahan katarak), darah, atau hasil pigmentasi.
Peningkatan tekanan vena episkleral akibat keadaan seperti luka bakar kimia, tumor
retrobulber, penyakit tiroid, fistula arteriovenosa, jugularis superior vena kava, atau
sumbatan vena pulmonal juga dapat menyebabkan peningkatan TIO. Selain itu, glaukoma
sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi IO (khususnya lensa
kamera anterior), penguncian sklera, vitrektomi, kapsulotomi, atau trauma (Augsburger
etl al, 2011).
Pada glaukoma sekunder penutupan sudut, peningkatan tahanan aliran aquous
humor disebabkan oleh penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh iris perifer. Kondisi ini
biasanya disebabkan oleh perubahan aliran aquous humor setelah menderita penyakit atau
pembedahan. Keterlibatan anterior terjadi setelah terbentuknya membran pada glaukoma
neovaskuler, trauma, aniridia, dan penyakit endotel. Penyebab posterior terjadi pada
penyumbatan pupil akibat lensa IOL yang menghambat aliran aquous humor ke dalam
COA (Kansky, 2005).

5. Patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi akueos humor dan pengeluaran aquous humor
dari mata. Pada orang normal, TIO berada pada angka 10-21 mmHg dan dipertahankan
selama terdapat keseimbangan antara produksi dan pengeluaran aquous humor. Aquous
humor diproduksi di dalam badan silier dan mengalir keluar melalui kanal schlemn ke
dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih dari badan
silier atau peningkatan hambatan abnormal terhadap pengeluaran aquous humor melalui
COA. Peningkatan TIO melebihi 23 mmHg memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Peningkatan TIO dapat mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia
menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan
biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus, saraf
optik, dan retina bersifat irreversible dan permanen. Apabila pasien dengan glaukoma
tidak mendapatkan penanganan yang adekuat, dapat menyebabkan kebutaan, hilangnya
penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang (Smeltzer et al,
2001).
Pada glaukoma sudut terbuka kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan
sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokular meningkat karena adanya
hambatan pengeluaran aquous humor akibat kelainan mikroskopis pada jalinan
trabekular. Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan, jalinan trabekular normal, sedangkan
tekanan intraokular meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik
mata, sehingga pengeluaran aquous humor terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.
Keadaan seperti ini sering terjadi pada COA yang sempit. Apabila penutupannya terjadi
secara cepat dan berat dikenal dengan glaukoma akut (Augsburger etl al, 2011).

6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis glaukoma sekunder diantaranya (American Academy of
Ophtalmology,2006) :
a. Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara mendadak dan
sangat nyeri pada mata di sekitar inervasi cabang nervus lakrimal V
b. Mual, muntah, dan lemas, hal ini sering berhubungan dengan nyeri
c. Penurunan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotofobia yang terjadi pada
semua kasus.
7. Diagnosis
a. Pemeriksaan fisik (American Academy of Ophtalmology, 2006)
- Inspeksi : Inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh dilatasi pupil sedang
yang gagal bereaksi terhadap cahaya.
- Palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih
keras dibandingkan mata yang lain.
- Pemeriksaan lapang pandang perifer: pada keadaan akut lapang pandang cepat
menurun secara signifikan
b. Pemeriksaan Penunjang (American Academy of Ophtalmology, 2006)
- Oftalmoskop
Adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan
lebih dalam. Pada glaukoma akut primer, kamera anterior dangkal, aquous humor
keruh dan pembuluh darah menjalar dari iris.
- Tonometri
Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang
pada waktu TIO normal sudutnya sempit.
- Slit-lamp biomikroskopi
a. Hiperemis siliar karena injeksi pembuluh limbal dan pembuluh darah
konjungtiva
b. Edema kornea dengan vesikel epithelial dan penebalan struma
c. Bilik mata depan dangkal dengan kontal indokomeal perifer
d. Flare dan sel akuos dapat dilihat setelah odem kornea
e. Pupil oval vertical, tetap pada posisi semi dilatasi dan tidak ada reaksi
terhadap cahaya dan akomodasi
f. Dilatasi pembuluh darah iris

8 Penatalaksanaan
Penanganan glaukoma sekunder ditunjukkan untuk kondisi yang mendasarinya begitu
pula untuk menurunkan tingginya TIO.
a. Antagonis Beta-adrenergik
Mengurangi TIO dengan mengurangi pembetukaan aquous humor
b. Bahan kolinergik
Digunakan dalam penanganan glaukoma jangka pendek dengan penyumbatan
pupil akibat efek langsungnya pada reseptor parasimpatis iris dan badan silier.
c. Agonis Adrenergik
Digunakan bersama ddengan bahan penghambat beta-adrenerguk, berfungsi
saling sinergi dan bukan berlawanan
d. Inhibitor anhidrase karbonat
Diberikan secara sistemik untuk menurunkan IOP dengan menurunkan pembuatan
aquous humor
e. Diuretika osmotic
Dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik
air dari mata ke dalam peredaran darah (Smeltzer et al, 2001).
Jika penggunaan medikamentosa dirasa kurang memberikan efek
maksimal dapat dilakukan teknik laser dan bedah (Smeltzer et al, 2001).

2.2 Katarak
1. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya jernih dan bening
menjadi keruh. Asal kata katarak dari kata Yunani cataracta yang berarti air terjun
(Ilyas, 2006).

2. Epidemiologi
The National Health and Nutritional Examination Survey (NHANES) menunjukkan
peningkatan kekeruhan lensa berbanding lurus dengan umur, dengan hasil sebagai
berikut; 12% pada usia 45-54 tahun, 27% pada usia 55-64 tahun, 58% pada usia 65-74
tahun, serta 28,5% pada usia 65-74 tahun mengalami kekeruhan lensa dengan penurunan
tajam penglihatan (leske el al, 2003).

3. Etiologi dan Faktor risiko


Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang dapat memicu
timbulnya penyakit katarak, diantaranya penyakit peradangan dan metabolik, misalnya
diabetes mellitus, kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C, riwayat keluarga dengan
katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan mata, pemakaian
obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang, faktor lingkungan, seperti
trauma, penyinaran, paparan sinar ultraviolet, dan efek racun dari merokok dan alkohol
(Ilyas, 2006).

4. Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan dalam serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan menjadi kabur dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang
tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak (American Academy of Ophthalmology, 2006).

5. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan, yaitu katarak kongenital, katarak juvenil,
dan katarak senil (Ilyas, 2004). Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat
pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Perubahan lensa yang terjadi pada usia lanjut
meliputi, sebagai berikut:
a. Kapsul: Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk
lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular
b. Epitel – makin tipis: Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat,
bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
c. Serat lensa: Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic
nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan,
metionin, sistein, tirosin) lensa sedang warna coklat protein lensa nukleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal, korteks tidak berwarna karena
kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi, serta sinar tidak banyak
mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang secara lambat selama beberapa tahun,
kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai
terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dikenal lima stadium
yaitu: insipien, intumesen, imatur, matur, dan hipermatur.
Pada katarak intumesen kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat
lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan, sehingga lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan
lensa ini dapat memberikan penyulit penyakit glaukoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan myopia letikular. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya
akan bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa (Ilyas, 2006).

6. Manifestasi Klinis
Gejala umum gangguan katarak meliputi (American Academy of Ophthalmology,2006).
a. Penglihatan tidak jelas, seperti kabut menghalangi objek
b. Peka terhadap sinar atau cahaya
c. Dapat terjadi penglihatan ganda pada satu mata
d. Memerlukan pencahayaan yang baik untuk dapat membaca
e. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

7. Diagnosis (Ilyas, 2006)


a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: ditemukan kekeruhan pada lensa
Shadow test: menentukan stadium pada katarak senilis
Visus: umumnya menurun
b. Pemeriksaan penunjang
Slit lamp: palpebra, konjungtiva, korena, iris, pupil, dan COA dalam keadaan normal.
Namun pada lensa ditemukan keruh

8. Penatalaksanaan
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan. Waktu pembedahan ditentukan oleh tajam
penglihatan. Terapi untuk pasien katarak meliputi bedah lensa dengan prosedur
intrakapsular atau ekstrakapsular. Pada kasus katarak intumesen yang menyebakan
glaukoma diperlukan tindakan ekstraksi lensa setelah tekanan intraokuler di kontrol
dengan medikametosa (Augsburger etl al, 2011).

2.3 Hubungan Glaukoma Akut Sekunder dan Katarak Intumesen


Lensa menyerap air selama periode perkembangan stadium katarak, sehingga terjadi
pembengkakan dan perubahan ukuran lensa. Hal ini dapat mengganggu COA yang
menyebabkan tersumbatnya pupil dan terjadi penyempitan sudut yang berakibat pada
terjadinya glaukoma sekunder penutupan sudut (glaukoma sekunder sudut tertutup)
(Augsburger et al, 2011).
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : DMR
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Margasengkala, Kec. Gianyar
Pekerjaan : -
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali, Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 14 Desember 2015

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang untuk kontrol kesehatan mata. Sebelumnya pasien mengeluhkan penglihatan
kabur pada mata sebelah kiri yang timbul sejak lebih kurang 6 bulan yang lalu. Semakin lama
keluhan dirasakan semakin memberat. Keluhan lain berupa mata berair pada kedua mata dan
terkadang dirasakan gatal, keluhan pasien juga disertai dengan rasa sakit kepala yang
dikatakan hingga kedaerah pelipis kepala. Pasien baru mengunjungi fasilitas kesehatan di
Poliklinik Mata RSUD Sanjiwani Gianyar ketika keluhan yang dirasakan pasien sudah sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

Riwayat Penyakit Terdahulu:


Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti yang dikeluhkan pada saat ini.
Pasien pernah memiliki keluhan mata merah, tetapi keluhan tersebut membaik dalam waktu
kurang dari 2 (dua) minggu dan diberikan obat tetes mata yang dijual bebas di apotek.
Riwayat jatuh atau trauma disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki atau sedang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien. Untuk riwayat penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi,
tuberkulosis, dan lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial:
Pasien seorang wanita berusia 63 tahun, tinggal bersama suami dan satu orang anak yang
sudah berkeluarga. Pasien memiliki 3 (tiga) orang anak, dan sudah memiliki 7 (tujuh) orang
cucu. Rumah pasien dikatakan bersih dengan sanitasi lingkungan yang baik. Pasien memiliki
riwayat sering mengkucak mata apabila merasa gatal atau seperti kemasukan benda asing
seperti debu dan sebagainya. Riwayat konsumsi alkohol dan merokok disangkal oleh pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik Mata

PARAMETER OD OS
Visus 20/25 3/60
Palpebra N N
Konjungtiva N N
Sklera N N
Kornea N N
COA N Dangkal
Iris Coklat, N Coklat, N
Pupil RP (+), Isokor RP (+), Isokor
Lensa Keruh Keruh
TIO 17,3 40,2

3.4 Diagnosis
OS Glaukoma Akut Sekunder + ODS katarak intumesen
3.5 Terapi
- Cendo Tonor 0,5% m.d 2xOS
- Glaucon 250 mg 3xI
- Kontrol 1 minggu

3.6 PERKEMBANGAN PASIEN

TANGGAL S/O/A/P
27/11/2015 Pasien mengeluh penglihatan kabur pada mata kiri sejak ± 6 bulan yang
lalu. Keluhan dikatakan semakin lama semakin memberat, penglihatan
semakin kabur dan tidak jelas. Pada kedua mata dikeluhkan berair yang
terkadang dirasakan gatal, disertai dengan rasa sakit pada mata yang
menjalar hingga ke kepala pasien. Riwayat mengkucak-kucak mata
disangkal pasien, mata hanya diusap-usap saja.
OD OS
Visus 6/7,5 3/60
Palpebra N N
Konjungtiva N N
Sklera N N
Kornea N N
Iris Coklat, N Coklat, N
Pupil RP (+), Isokor RP (+), Isokor
Lensa Jernih Jernih
Refleks Fundus Positif (+) Positif (+)
Slit Lamp Obscura CV (+) Obscura CV (+)
ODS Obscura CV
Cendo Xitrol m.d 6xODS
Dexametasone 3xI
Amox 3x500 mg
04/12/2015 Pasien datang untuk kontrol kesehatan mata. Pasien mengeluh
penglihatan tetap kabur pada mata sebelah kiri dan tidak ada perubahan
setelah mengonsumsi obat. Keluhan kedua mata berair dan gatal tidak
dirasakan pasien.
OD OS
Visus 6/7,5 3/60
Palpebra N N
Konjungtiva N N
Sklera N N
Kornea N N
Iris Coklat, N Coklat, N
Pupil RP (+), Isokor RP (+), Isokor
Lensa Jernih Jernih
Refleks Fundus Positif (+) Positif (+)
ODS Obscura CV + Katarak intumesen
Cendo Xitrol m.d 6xODS
Deksametasone 2xI
Eyevit 1xI
14/12/2015 Pasien datang untuk kontrol kesehatan mata. Pasien mengeluhkan
penglihatan kabur dan dirasakan belum ada perubahan. Pasien
mengatakan penglihatan seperti terhalang oleh benang sehingga
mengganggu penglihatan. Keluhan gatal, perih, dan berair pada mata
disangkal oleh pasien.
OD OS
Visus 6/7,5 3/60
Palpebra N N
Konjungtiva N N
Sklera N N
Kornea N N
COA N Dangkal
Iris Coklat, N Coklat, N
Pupil RP (+), Isokor RP (+), Isokor
Lensa Keruh Keruh
TIO 17,3 40,2
OS Glaukoma Akut Sekunder + ODS katarak intumesen
Cendo Tonor 2xOS
Glaucon 3xI
18/12/2015 Pasien datang untuk kontrol kesehatan mata. Pasien mengeluhkan hal
yang sama, yaitu penglihatan kabur pada mata sebelah kiri. Keluhan
gatal, berair, nyeri, dan perih pada mata disangkal oleh pasien.
OD OS
Visus 6/7,5 3/60
Palpebra N N
Konjungtiva N N
Sklera N N
Kornea N N
COA N Dangkal
Iris Coklat, N Coklat, N
Pupil RP (+), Isokor RP (+), Isokor
Lensa Keruh Keruh
TIO 17,3 17,3
OS Glaukoma Akut Sekunder + ODS katarak intumesen
Co. Sp. M
Cendo Tonor 2xOS
Glaucon 2xI

3.7 Resume
Pasien berinisial DMR, perempuan berusia 63 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD
Sanjiwani Gianyar pada hari Senin tanggal 14 Desember 2015 untuk yang ke tiga kalinya
kontrol kesehatan mata. Sebelumnya, pada tanggal 27 November 2015 untuk pertama kali
pasien datang ke Poliklinik Mata dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri sejak ± 6
bulan yang lalu. Keluhan tersebut semakin lama dirasakan semakin memberat, penglihatan
semakin kabur dan tidak jelas. Keluhan disertai dengan rasa nyeri pada mata hingga menjalar
ke kepala, mata berair dan dirasakan gatal. Riwayat mengkucak-kucak mata disangkal oleh
pasien, namun apabila mata terasa gatal pasien mengaku hanya mengusap-usap mata saja.
Seiring dengan perkembangan kesehatan mata pasien, pada tanggal 14 Desember 2015
pasien datang ke Poliklinik RSUD Sanjiwani Gianyar untuk kontrol kesehatan mata yang ke
tiga kalinya. Pasien datang dengan keluhan penglihatan masih tetap kabur pada mata sebelah
kiri dan dikatakan tidak ada perubahan, penglihatan menjadi kabur dan dikatakan seperti
terhalang benang. Keluhan lain berupa nyeri pada mata, sakit kepala, mata berair, dan gatal
pada mata disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan dan
kiri didapatkan 6/7,5 dan 6/30, bilik mata depan (COA) kiri didapatkan dangkal, kedua lensa
didapatkan dalam keadaan keruh, dan TIO kanan dan kiri didapatkan 17,3 dan 40,2.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mata, pasien didiagnosis OS Glaukoma
Akut Sekunder + ODS katarak intumesen. Pasien direncanakan perawatan rawat jalan dengan
terapi berupa obat tetes cendo tonor 2xOS dan obat oral glaucon 3xtab I.
Pada tanggal 18 Desember 2015, pasien datang kembali ke Poliklinik Mata RSUD
Sanjiwani Gianyar untuk kontrol kesehatan mata. Pasien datang dengan keluhan yang masih
sama, yaitu penglihatan kabur pada mata sebelah kiri. Keluhan lain berupa nyeri pada mata,
sakit kepala, mata berair, dan gatal disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
visus mata kanan dan kiri didapatkan 6/7,5 dan 6/30, bilik mata depan (COA) kiri didapatkan
dangkal, kedua lensa didapatkan dalam keadaan keruh, dan TIO kanan dan kiri didapatkan
17,3 dan 17,3. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mata, pasien didiagnosis
OS Glaukoma Akut Sekunder + ODS katarak intumesen + F.up Glaukoma akut. Pasien
diberikan terapi rawat jalan yang masih sama seperti sebelumnya, yaitu tetes mata cendo
tonor dan glaucon oral.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penegakan Diagnostik Kasus Berdasarkan Teori


Pasien perempuan berusia 63 tahun, dengan penegakan diagnosis didasarkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis glaukoma berdasarkan teori, dimana
gejala pada glaukoma yakni mata berair berlebihan dan mata kering dengan gatal dan pedes,
sukar melihat dekat ataupun jauh, berkedip dalam keadaan biasa, perubahan warna iris,
penglihatan ganda, dan melihat bercak. Faktor risiko glaukoma berdasarkan teori yakni apabila
ada riwayat keluarga menderita glaukoma, maka 6% keturunannya akan menderita glaukoma,
selain itu perempuan berisiko 3x lebih besar menderita glaukoma daripada laki-laki. Sedangkan
anamnesis katarak intumesen berdasarkan teori yakni didapatkan penglihatan menurun atau
kabur, silau, dan penglihatan ganda. Faktor risiko katarak berdasarkan teori yakni usia lanjut di
atas 63 tahun, riwayat diabetes melitus, cedera mata, dan terpapar sinar UV (Ilyas S, 2006). Pada
anamnesis kasus sesuai dengan teori, dimana pasien wanita umur 63 tahun mengeluhkan
penglihatan semakin kabur dan tidak jelas, rasa nyeri pada mata hingga menjalar ke kepala, mata
berair dan dirasakan gatal. Adapun riwayat penyakit mata sebelumnya, trauma, dan riwayat
penyakit kronis pada pasien disangkal. Riwayat keluarga menderita glaukoma disangkal.
Pemeriksaan fisik berdasarkan teori glaukoma sekunder sudut tertutup ditemui adanya
penglihatan kabur yang ditandai dengan penurunan visus serta terlihat iris menutup jarring
trabekula dan membatasi aliran humor aqueus ke luar kamera anterior. Defek anatomis ini
menyebabkan pendangkalan camera oculi anterior (COA). Selain itu ditemukan adanya
peningkatan TIO (> 23 mmHg) disebabkan oleh produksi berlebih badan silier atau peningkatan
hambatan abnormal terhadap aliran keluar aqueous humor melalui COA. Lensa menyerap air
selama periode perkembangan stadium katarak, sehingga terjadi pembengkakan dan perubahan
ukuran lensa. Hal ini dapat menyebabkan tersumbatnya pupil dan terjadi penyempitan sudut
COA yang berakibat pada terjadinya glaukoma sekunder penutupan sudut (glaukoma sekunder
sudut tertutup). Pemeriksaan fisik berdasarkan teori katarak intumesen ditemui adanya
kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang generatif menyerap air (Ilyas S,
2006). Pada pemeriksaan fisik kasus sesuai dengan teori, dimana terdapat penurunan visus pada
pasien dengan OD 6/7,5 dan OS 3/60, terlihat pendangkalan COA, dan peningkatan TIO pada
mata kiri pasien dengan TIO OD 17,3 dan OS 40,2. Selain itu, kedua lensa didapatkan dalam
keadaan keruh. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mata, pasien didiagnosis OS
Glaukoma Akut Sekunder + ODS katarak intumesen.

4.2 Penegakan Diagnostik Kasus Berdasarkan Teori


Penatalaksanaan berdasarkan teori yakni glaukoma sekunder ditunjukkan untuk kondisi yang
mendasarinya begitu pula untuk menurunkan tingginya TIO dengan pilihan Antagonis Beta-
adrenergik, bahan kolinergik, Agonis Adrenergik, Inhibitor anhidrase karbonat, Diuretika
osmotik. Jika penggunaan medikamentosa dirasa kurang memberikan efek maksimal dapat
dilakukan teknik laser dan bedah (Smeltzer et al, 2001). Adapaun pengobatan pada katarak
adalah pembedahan. Waktu pembedahan ditentukan oleh tajam penglihatan. Terapi untuk pasien
katarak meliputi bedah lensa dengan prosedur intrakapsular atau ekstrakapsular. Pada kasus
katarak intumesen yang menyebakan glaukoma diperlukan tindakan ekstraksi lensa setelah
tekanan intraokuler di kontrol dengan medikametosa (Augsburger etl al, 2011).
Penatalaksanaan ada kasus telah sesuai dengan teori dimana pasien diberikan obat tetes
cendo tonor 2 x OS dan obat oral glaucon 3 x tab I. Cendo tonor 0,5% mini dose mengandung
Betaxolol 5mg yang merupakan beta andrenergic blocking agent (β blocker) yang berfungsi
menurunkan tekanan antagonis kardioselektif pada glaukoma. Glaukon mengandung
acetazolamide yang termasuk dalam golongan karbonik anhidrase inhibitor. Glaukon berfungsi
menurun TIO dengan menghambat produksi humor aqueous.

Anda mungkin juga menyukai