Anda di halaman 1dari 95

PENYUSUNAN INSTRUMEN TES DAN NON TES

SEBAGAI INSTRUMEN PENILAIAN PEMBELAJARAN

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 1

ARFAH (1311440001)

AUDITIO PADAUNAN (1311440005)

CHRISARIA PALUNGAN (1311440007)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Penyusunan Instrumen
Tes dan Instrumen Non Tes Sebagai Instrumen Penilaian Pembelajaran” sesuai
dengan waktu yang ditentukan.

Penulisan makalah bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh


dosen pembimbing mata kuliah assesment of education . Makalah ini disusun
berdasarkan dari berbagai referensi buku pegangan perkuliahan yang berhubungan
dengan mata kuliah evalusi pendidikan. Kemudian dari referensi-referensi tersebut
disusun secara sistematik oleh penulis agar pembaca mampu lebih mudah dalam
memahami isi dari makalah ini.

Melalui makalah ini penulis menjelaskan tentang instrumen penilaian dan


pengembangannya. Selain itu penulis juga memberikan gambaran tentang
instrumen yang telah dibuat dan dapat diedarkan di sekolah.

Penulis berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah assesment of


education yaitu Prof. Baso Intang Sapaile yang telah memberikan arahan tentang
pembuatan atau penyusunan instrumen. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasi
kepada teman-teman yang telah membantu dalampenyusunan makalah ini.

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para
pembaca. Tak lupa pula kritik dan saran diharapkan penulis dari para pembaca bila
terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam makalah ini.

Makassar, 1 April 2015

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................. 2

Bab 2 Pembahasan

A. Bentuk dan penyusunan instrumen tes ................................................ 3


B. Bentuk dan penyusunan instrumen non tes ......................................... 41

Bab 3 Bentuk instrumen yang dikembangkan

A. Pengembangan instrumen tes .............................................................. 71


B. Pengembangan instrumen non tes ....................................................... 86

Bab 4 Penutup

A. Kesimpulan ......................................................................................... 90
B. Saran .................................................................................................... 91

Daftar Pustaka ............................................................................................... 92

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Penilaian dan pengukuran tidak dapat dilepaskan dari dunia kependidikan.


Penilaian dan pengukuran ini dibutuhkan untuk mendapatkan gambaran tentang
situasi sekolah. Penilaian dan pengukuran ini dapat dilakukan oleh guru, kepala
sekolah, pengawas sekolah dan sebagainya.

Untuk pembelajaran di kelas, evaluasi peserta didik sangat dibutuhkan untuk


memberikan gambaran tentang kondisi peserta didik. Gambaran yang diperoleh
oleh pendidik kemudian akan dipelajari oleh guru. Gambaran peserta didik yang
diperoleh guru harus memiliki tingkat keakuratan yang tinggi. Artinya data yang
diperoleh guru tentang keadaan peserta didik harus memiliki kesalahan yang kecil.

Untuk memperoleh data tentang peserta didik, diperlukan adanya instrumen


penilaian. Instrumen penilaian dapat berupa instrumen tes, maupun instrumen non
tes. Instrumen tes dapat berupa tes objektif dan tes non objektif sedangkan
instrumen non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, observasi, dan sebagainya.

Penyusunan instrumen sebaiknya mengikuti langkah-langkah atau kaidah-


kaidah yang berlaku secara umum. Gunanya adalah instrumen yang diberikan
kepada siswa mudah dipahami baik oleh responden maupun pemberi responden
sehingga data yang diperoleh dari responden merupakan data yang akurat. Selain
itu instrumen yang disusun harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai,
sehingga harusnya sebelum mengedarkan instrumen terlenih dahulu harus ada
tujuan yang ditetapkan oleh guru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah


dari makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan instrumen non tes.


2. Apa yang dimaksud dengan instrumen non tes?
3. Apa bentuk-bentuk instrumen tes?
4. Apa bentuk-bentuk instrumen non tes?
5. Bagaimana teknik pengembangan instrumen tes?

1
6. Bagaimana teknik pengembangan instrumen non tes?
7. Bagaimana kaidah penulisan instrumen tes?
8. Bagaimana kaidah penulisan instrumen non tes?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan:

1. Menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan instrumen tes dan non tes.
2. Menjelaskan bentuk-bentuk instrumen tes dan non tes.
3. Menjelaskan teknik pengembangan instrumen tes dan non tes.
4. Menjelaskan kaidah penulisan instrumen tes dan non tes.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bentuk dan Penyusunan Instrumen Tes

1. Pengetrian tes

Menurut (Mardapi, 2012: 108-109) Tes merupakan salah satu instrumen yang
digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan yang
memiliki jawaban benar atau salah, atau semua benar atau sebagian benar. Tujuan
melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang
telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hasil tes merupakan informasi
tentang karakteristik seseorang atau sekelompok orang. Karakteristik ini dapat
berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang.

Kegiatan pengetesan merupakan salah satu cara untuk menaksir tingkat


kemampuan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang
terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan. Hasil tes diharapkan menghasilkan
data dengan kesalahan sekecil mungkin. Oleh karena itu agar diperoleh data yang
akurat dibutuhkan tes yang sahih (valid) atau andal (reliabel).

Hasil tes bisa digunakan untuk memantau perkembangan mutu pendidikan.


Hasil tes untuk tujuan ini harus baik, yaitu memiliki kesalahan pengukuran sekecil
mungkin. Kesalahan pengukuran ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
kesalahan acak dan kesaahan sistematik. Kesalahan acak disebabkan karena
kesalahan dalam memilih sampel isi tes, variasi emosi seseorang, termasuk variasi
emosi pemeriksa jika lembar jawaban peserta tes diperiksa secara manual.
Kesalahan sistematik disebabkan karena soal tes terlalu mudah atau terlalu sukar.
Ada pendidik yang cenderung membuat tes yang sulit, sehingga estimasi
kemampuan peserta didik underestimate , tetapi ada juga pendidik yang cenderung
membuat tes terlalu mudah, sehingga estimasi kemampuan peserta didik
overestimate. Hal ini tidak diinginkan karena tidak memberikan data tentang
kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

Pengujian adalah kegiatan melaksanakan pengukuran dengan tujuan apakah


peserta didik telah memiliki kemampuan yang dipersyaratkan. Kemampuan yang
dipersyaratkan bisa ditentukan oleh satuan pendidikan berdasarkan musyawarah
guru atau ditentukan oleh pusat. Kemampuan ini juga disebut dengan kemampuan
minimum yang harus dimiliki oelh peserta didik. Satuan pendidikan sering

3
menggunakan istilah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu kompetensi
minimal yang harus dimiliki peserta didik. Ada satuan pendidikan yang menetapkan
KKM sebesar 7,75, ada yang 7,0, dan ada yang lebih rendah lagi. Namun,
diharapkan dari tahun ke tahun ada kenaikan terutama yang belum mencapai 7,5.
2. Langkah Awal Pengembangan Tes
Menurut (Kusaeri dan , : ) Makalah ini akan membahas tentang bagaimana
mengembangkan suatu tes sebangi alat ukur pencapaian hasil belajar atau prestasi
siswa. Beberapa langkah awal yang diperlukan dalam mengembangkan tes adalah:
menentukan tujuan pembelajaran, menyusun table spesifikasi, dan menentukan
bentuk soal yang akan digunakan dalam penilaian.

Identifikasi tujuan pembelajaran merupakan langkah awal pertama dan


penting dalam mengembangkan tes. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk
harapan kepada siswa setelah mereka mengikuti pembelajaran. Tujuan tersebut
kadang-kadang dinyatakan dengan jelas, tetpi tidak jarang dinyatakan juga secara
implisit. Jika tujuan tersebut hanya dinyatakan secara implisit maka dalam menguji
kita tetap harus merujuk pada materi yang telah diajarkan.

Tes yang baik diturunkan dari tujuan pembalaran yang dinyatakan secara
jelas. Dengan demikian, kejelasan rumusan tujuan pembelajaran akan sangat
membantu agar tes benar-benar dapat mengukur apa yang telah diajarkan oleh guru,
dismping dpaat mempermudah proses pengembangan tes. Dengan rumusan tujuan
dengan jelas dan eksplisit juga dapat memberikan nilai tambah karena dapat
membantu meningkatkan kualitas pembelajaran.

a. Karakteristik Tujuan Pembelajaran.


Materi ini tidak dimaksudkan untuk menitikberatkan pada pengembangan
kurikulum atau perumusan tujuan pembelajaran dalam konteks penyusunan
kurikulum, tetapi sudah seharusnya prosedur penilaian selalu dikaitkan dengan
kurikulum dan tujuan pembelajaran. Tes yang digunakan dikelas harus
mencerminkan apa yang telah diajarkan di kelas dan tes tersebut juga menekankan
pada apa yang menjadi penekanan dalam pembelajaran dikelas. Dengan demikian,
pembahasan mengenai pengembangan tes tidak dapat dipisahkan dari tujuan
pembelajaran.

Tujuan pembelajaran merupakan suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang


diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya pembelajaran. Menurut
Mager (Hamalik,2008;109), tujuan pembelajaran paling tidak harus mengandung
tiga komponen, yaitu: (a) tingkah laku (behavior), digunakan untuk menentukan

4
spesifikasi yang akan diamati dan akan diukur, (b) standar (standard),
memungkinkan untuk menilai dampak dari luar, dan (c) kondisi luar (external
conditions), untuk meyakinkan bahwa perilaku yang diperoleh benar-benar
disebabkan oleh kegiatan belajar, bukan karena penyebab lain.

Materi ini akan diawali dengan uraian tentang beberapa karakteristik tujuan
pembelajaran. Terhadap tiga karekteristik utama tujuan pembelajaran yaitu cakupan
atau keluasan tujuan (scope), taksonomi tujuan pembelajaran atau dominan
(kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan bentuk pembelajaran (behavior versus
nonbehavior). Dalam buku ini hanya dibahas dua karekteristik pertama, yaitu
cakupan dan taksonomi.

1) Cakupan (Scope)
Cakupan merujuk kepada bagaimana keluasan sebuah tujuan. Berikut ini
merupakan contoh tujuan pembelajaran dengan cakupan yang luas: “Siswa mampu
memahami daur hidup beragam jenis makhluk hidup.” Dalam kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), tujuan seperti ini biasa disebut sebagai kompetensi
dasar. Sementara itu, contoh tujuan pembelajaran yang lebih spesifik atau yang
biasa disebut sebagai indikator dapat dirumuskan sebagai: “Siswa dapat
mendeskripsikan daur hidup beberapa hewan di lingkungan sekitar, misalnya
kecoa, kupu-kupu dan nyamuk”.

Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, atau peoses yang


memiliki kontribusi demi ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indicator
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur,
seperti: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan,
menceritakan kembali, mempraktikkan, mendemostrasikan, mendeskripsikan, dan
sebagainya.

Penulis indikator yang lengkap mengcakup empat hal, yaitu A = audience


(siswa), B = behavior (perilaku yang ditampilkan), dan D = degree (tingkatan yang
diberikan) (Depdiknas, 2009:14). Ada dua model cara penulisan indikator. Model
pertama, menempatkan kondisi di awal kalimat. Model ini digunakan untuk soal
yang desertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat,
paragaraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya. Contoh: deperdengarkan
sebuah pernyataan pendek dengan topic “belajar mandiri” siswa dapat menentukan
dengan tepat pernytaan yang sama artinya.

Model kedua dengan menempatka siswa dan perilaku yang herus


dutampilkan di awal kalimat. Model kedua ini digunakan untuk soal yang tidak
diseryai dengan pertanyaan (stimulus). Contoh: Siswa dapat menentukan dengan
tepat penulisa tanda baca pada nilai uang.

5
Setiap kopetensi dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator.
Komoetensi dasar “Siswa mampu memahami daur hidup beragam jenis makhluk
hidup,” dapat dipecah ke dalam indikator seperti: (a) Siswa dapat menyebutkan
urutan daur hidup hewan, misalnya : kupu-kupu, nyamuk dan kecoa secara lengkap
dan jelas, (b) siswa dapat mendeskripsikan metamorphosis sempurna dan
metamorfosis tidak sempurna, (c) siswa dapat melaporkan hasil pengamatan
terhadpa daur hidup pada kambing dan kucing, dan (d) siswa dapat menyimpulkan
bahwa tidak semua hewan mengalami perubahan dalam hidupnya (metamorfosis) .

2) Taksonomi Tujuan Pembelajaran

Keluasan tujuan pembelajaran juga akan berbeda dan dipengaruhi oleh jenis
kemampuan atai tarekteristik yang diukur. Dominan yang lazim digunakan dan
dikaitkan dengan tujuan pembelajaran dalam kognitif, afektif dan psikomotor.
Ketiga dominan ini biasanya secara hierarkis dan memiliki cakupan level berbeda
serta mencerminkan kompleksitas yang berbeda.

a) Dominan Kognitif.

Tujuan pembelajaran yang diuraikan sebelumnya memiliki kaitan dengan


aspek kognitif kerena menyangkut hal-hal seperti mengingat, menginterpretasi,
menganalisis, dan sebagainya. Perumusan tujuan pembelajaran berititik tolak dari
tingkah laku dan bersifat operasional. Para ahli kurikulim umumnya berpendapat
bahwa perlu dilakukan pengklasian tujuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk
sebagai dominan-dominannya.
Salah satu taksonomi tujuan pembelajaran yang banyak digunakana dalam
dunia pendidikan adalah taksonomi yang berkembang oleh Bloom, Englehart,
Furst, Hill, dan Krathwohl (1956) yang selanjutnya dikenal dengan taksonomi
Bloom. Taksonomi ini memberikan kerangka penting dalam mendeskripsikan
kompleksitas suatu tujuan. Caranya, melalui mengklasifikan tujuan kedalam satu
dari enam kategori secara hierakis, dari yang paling sederhana ke kompleks.
Walaupun taksonomi Bloom telah dilakukan revisi, namun buku ini akan
tetap menyajikan taksonomi Bloom lama. Pada taksonomi Bloom lama beberapa
aspek yang trcakup didalamnya antara lain: pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, evaluasi. Sementara itu, pada taksonomi Bloom yang telah direvisi
pengklasifikasiannya dalam mengingat (remembering) memahami (understanding)
menerapkan (applying), menganalisi (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan
mengkreasi (creating) (Moore & Stanley, 2010:6). Tabel 4.1 menyajikan
rangkuman taksonomi Bloom untuk masing-masing aspek.

Tabel 2.1 Taksonomi Tujuan Pembelajaran dari Bloom

6
Level Deskripsi Contoh
Pengetahuan Menghafal, Menyebutkan
mempelajari fakta ibkota masing-
masing provinsi
Pemahaman Merangkum, Menjelaskan
menginterpretasikan, bagaimana pengaruh
atau menjelaskan, suku bunga bank
terhadap
pengangguran
Aplikasi Menggunakan Menerapkan
aturan-aturan dan perkalian dan
prinsip umum untuk pembagian dua
menyelesaikan masalah bilangan dalam
baru konteks
permasalahan
matematika.
Analisis Mereduksi konsep Membedakan
kedalam bagian-bagian berbagai pendekatan
dan menunjukkan untuk menetapkan
hurbungan antar bagian validitas .
menjadi keseluruhan
Sintesis Mengkreasi ide- Mengkonstruk
ide baru atau peta tentang provinsi-
prvinsi yang ada di
Jawa beserta
karakteristik yang
dimilikinya
Evaluasi Memutuskan Mengevaluasi
tentang nilai kemanfaatan peta
sehingga
memudahkan
melakukan bepergian
dari satu tempat ke
tempat lain.
Sumber: Bloom et al. (1956)

1) Pengetahuan (Knowledge)
Level paling sederhana dalam taksonomi Bloom adalah pengetahuan. Tujuan
pembelajaran pada level pengetahuan ini termasuk mempelajari atau mengingat
fakta-fakta spesifik, istilah, nama, tanggal, dan sebaginya. Kata kerja operasional
yang dapat digunakan pada level membuat daftar, mencocokkan, memberi nama,
membuat garis bawah, mengulangi, memilih, dan menyebutkan. Contoh tujuan
pembelajaran yang temasuk dalan kategori pengetahuan: “Siswa dapat
menyebutkan nama-nama Negara anggota G-20”

7
2) Pemahaman (Comprehension)
Tujuan pada level ini menguji pemahaman anak, tidak hanya menonjolkan
aspek hafalan semata, kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
di antaranya: jelaskan, ubahlah, pertahankan, bedakan, perluas, generalisasikan,
beri contoh, simpulkan, ramalkan, dan ringkasan. Contoh tujuan pembelajaran pada
level ini: “Siswa mampu menjelaskan pengaruh suku bunga bank terhadap angkah
pengangguran.”
3) Penerapan ( Application)
Tujuan pada level ini meliputi pengunaan aturan-aturan umum, prinsip atau
konsep-konsep abstrak untuk menyelesaikan permasalahan yang belum perna
dijumpai sebelumnya. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini
di antaranya: demonstrasikan, ubah, operasikan, siapkan, buatlah, hubungkan,
tunjukkan, pecahkan, dan gunnakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini:
“Siswa mampu mengaplikasikan perkalian dan pembagian bilangan dua angka
dalam konteks permasalahan matematika.”
4) Analisis (Analysis)
Tujuan pada level ini menuntut siswa untuk memecah atau membagi suattu
konsep yang kompleks ke dalam bagian-bagian yang lebih mendasar atau
sederhana. Kata kerja operasional yang lazim digunakan pada level ini diantaranya:
buat diagram, ubah, bedakan, gambarkan, simpulkan, tunjukkan, hunungkan, pilih,
pisahkan, dan bagi lagi. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini: “Diberikan
sebuah naskah teks pidato, siswa mampu menganalisis pernyataan yang didasarkan
pada fakta dan yang didasarkan pada perkiraan.”
5) Sintesis (Synthesis)
Tujuan pada level ini menuntut siswa memadukan konsep atau unsur-unsur
yang ada sedemikian hingga membentuk struktu atau pola baru. Kata erja
operasional yang lazim digunakan pada level ini di antaranya: kategorikan,
gabungan, susun, temukan, rancang, jelaskan, buat, atur, rencanakan, ataur ulang,
buat lagi, revisi, dan ceritakan. Contoh tujuan pembelajaran pada level ini: “Siswa
mampu membuat pemetaan potensi beberapa provinsi yang ada di jawa beserta
karakteristik yang dimiliki.”
6) Evaluasi (Evaluaation)
Tujuan pada level ini menuntut siswa membuat keputusan evaluative terkait
dengan kualitas ataunilai sesuatu demi suatu tujuan yang telah dinyatakan. Kata
kerja operasional yang lazim digunakan pad alevel ini di antaranya: dibandingkan,
simpulkan, pertentangankan, kritik, jelaskan, bedakan, buktikan, tafsirkan, dan beri
dukungan. Contoh tujuan pembelajaran pad level ini: “Siswa mampu mengevaluasi
manfaat peta sehingga memudahkan melakukan bepergian dari satu tempat ke
tempat lain.”

8
Walaupun pengklasifikasian dai atas mungkin diaggap ketinggalan zaman,
penulis setuju dengan pendapat yang disampaikan Hopkins (1998) bahwa
taksonomi Bloom hingga kini masih sangat relevan. Alasannya, taksonomi Bloom
menyajikan suatu kerangka yang membantu mengingatkan guru agar memasukkan
butir yang mencerminkan tujuan pembelajaran yang lebih kompleks dalam tesnya.
Popham (1999) menyatakan bahwa guru cenderung hanya fokus pada tujuan
pembelajaran, pada umumnya taksonomi di atas sering disederhanakan ke dalam
dua level: pengetahuan dan sesuatu lain yang lebih tinggi dari pengetahuan. Oleh
karena itu, pembelajaran dan penilaian sering terbatas pada asoek hafalan semata.
Hal ini bukan berarti tujuan pembelajaran untuk level yang lebih rendah
dianggap sepele dan harus ditinggalkan. Masing-masing tujuan harus menetapkan
pada level mana para siswa diharapkan untuk melakukannya. Pada materi awal,
mungkin cakup hanya melibatkan penguasaan level yang kompleks tentu sangat
diperlukan. Hanya saja, sangat tidakmungkin menguasai tujuan pembelajaran yang
lebih tinggi tanpa menguasai tujuan pembelajaran yang lebih rendah.

b) Domain Afektif

Dominan efektif memiliki cakupan karakteristik, seperti nilai, sikap, minat


dan perilaku. Sebagi akibatnya, tujuan afektif mencakup sikap dan perlaku siswa
dalam kaitannya dengan pelajaran. Taksonomi tujuan pembelajaran pembelajaran
afektif dikembangkan oleh Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964). Taksonomi ini
memiliki level penerimaan (receiving/attending), merespons (responding),
menghargai (valueing), dan mengatur (organization) seperti disajikan pada Tabel
4.2

Tabel 2.2 Taksonomi Krathwohl Berkaitan dengan Tujuan Afektif

Level Deskripsi Sublevel


Penerimaan Kesadaran siswa Kesadaran,
(Receiving/attending) untuk memerhatikan
kemauan untuk hadir,
gejala atau stimulus dan perhatiannya yang
tertentu bersifat selektif.
Merespons Secara aktif Kesediaan
(Responding) berpartisipasi dalam
merespons, kemauan
suatu akativitas ataumerespon, dan
proses kepuasan dalam
merespons
Menghargai Menghargai ide Menerimna,
(Valueing) atau aktivitas yang memilih, dan komitmen
dilakukan orang lain

9
Mengatur Ide dan nilai-nilai Konseptual dan
(Organization) terinternalisasi ka dalam hierarki
diri seseorang
Sumber:Krathwohl et al. (1964)

c) Dominan Psikomotorik.

Dominan ini berkaitan dengan aktivitas fisik dan dikenal sebagi tujuan
psikomotor. Tujuan ini biasanya terdapat pada mata pelajaran olah raga, menari,
berbicara, teater dan teknik, dan pelajaran agama. Sebagai contoj dalam pelajaran
olah raga, tak terhitung aktivitas-aktivitas psikomotor, seperti memukul bola tenis
dengan berbagai gerakan. Pada kelas biologi juga banyak aktivitas psikomotor,
seperti memfokuskan mokroskopatau paktik pembedahan katak dan sebaginya.
Pada pelajaran agama islam, juga banyak aktivitas-aktivitas psikomotor, seperti
salat, wudu, dan sebagainya. Taksonomi tujuan psikomotorik ini dikembangkan
oleh Harrow(1972) seperti disajikan pada Tabel 4.3.
Tujuan psikomotorik bisanya melekat pada tujuan kognitif karena hampir
setiap fisik melibatkan proses kognitif. Akibatnya, tujuan pisikomotorik biasanya
bersifat penunjang tujuan kognitif, seperti halnya dengan tujuan afektif. Namun
demikian, tujuan ini juga muncul dalam kulikurum sekolah dan diharapkan
menunjang pembelajaran dan penilaian.

Tabel 2.3 Taksonomi Harrow Berkaitan dengan Tujuan Psikomotorik


Level Deskripsi Sublevel
Garakan reflex (Reflex Gerakan diluar kemauan Refleks segmental,
Movement) intersegmental dan
supersegmental.
Gerakan dasar (Basic Gerakan ini muncul tanpa Gerakan berpindah,
fundamental movement) latihan. Gerakan terpola gerakan tak berpindah,
dan dapat ditebak. dan gerakan
manipulatif.
Gerakan persepsi (Perceptual Gerakan dapat lebih Kinestetik, visual,
abilities) menngkat karena adanya auditorial, dan
persepsi, seperti kemampuan
menangkap bola. koordinatif.
Gerakan fisik (Physical Gerakan lebih efisien, Ketahanan, kekuatan,
abilities) berkembang melalui pleksibilitas, dan
latihan dan belajar. kelincahan
Gerakan terampil (Skilled Terampil, tangkas, dan Ketangkasan
movement) cekatan melakukan sederhana,
gerakan yang sulit dan ketangkasan
rumit (kompleks), seperti campuran, dan
menari dan berdansa. ketangkasan kompleks

10
Sumber: Harrow (1972)

b. Mengembangkan Spesifikasi Tes

Sebagaimana diuraikan di awal, tes harus megukur apa yang diajarkan guru
di kelas. Tes juga harus menekankan apa yang benar-benar terjadi di kelas selama
pembelajaran. Salah satu cara untuk menjamin kesesuaian antara pembelajaran
dikelas dengan isi tes adlah dengan mengembangkan spesifikasi tes.
Spesifikasi tes atau biasa disebut juga kisi-kisi tes metapakan deskripsi
mengenai kompetensi atau ruang lingkup dan isi materi yang akan diujikan. Tujuan
penyusunan spesifikasi tes untuk menetukan kompetendi atau ruang lingkup dan
tekanan tes yang setepat-tepatnya sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis
soal. Fungsi spesifiksi tes sebagai pedoman penulisan soal dan perakitan tes.
Spesifikasi tes berfungsi juga sebagai terjemahan resmi terhadap indikator butir
soal tentang apa yang mesti ada dalam sebuah butir soal yang tepat.
Spesifikasi tes menjelaskan batasan dan rambu-rambu apa saja yang harus
dipatuhi penulias butir soal. Spesifikasi tes diharapkan bermanfaat untuk
mengurangi variasi pemahaman guru terhadap indikator butir soal dan memberi
batasan yang lebih konkret terhadap cakupan materi ujinya.
Reynolds, et. al. (2010:130-131) memberikan ilustrasi kesesuaian antara
butir tes dengan cakupan materi yang diujikan, seperti diperlihatkan pada Gambar
4.1. mereka juga memberikan ilustrasi bagamana tes dapat mencakup materi yang
seharusnya diuji. Gambar 4.2 memperlihatkan dua bentk cakupan tes terhadap
materi yang diujikan, yaitu (a) tes dapat merepersentasikan seluruh cakupan materi
dan (b) tes tidak mampu merepresentasikan keseluruhan cakupan materi

Butir tes relevan Butir tas tidak relevan


(di dalam cakupan materi) (di luar cakupan
materi)

Gambar 2.1 Ilustrasi Tetang Relevansi Butir Tes

11
Gambar 4.1 Bagian kiri menunjukkan bahwa butir-butir tes disusun sesuai
dengan indikator yang telah dirumuskan. Artinya, butir tes yang disusun berada
dalam wilayah cakupan materi yang hendak diujikan. Sebaliknya, tidak berlaku
demikian untuk gambar di sebelah kanan.

Cakupan Materi Cakupan Materi

(a) (b)
Jangkauan materi yang bagus Jangkauan materi kurang
bagus

(merepresentasikan seluruh cakupan materi) (tidak merepresantasikan


seluruh

cakupan materi)

Gambar 2.2 Ilustrasi tentang Cakupan Materi

Gambar 4.2 (a) memberi pesan bahwa materi yang diujikan dapat
menjangkau hampir seluruh cakupan materi yang telah ditetapkan. Sementara itu,
bagian (b) menunjukkan hanya sebagian kecil materi yang diujikan menjangkau
cakupan ateri yang ditetepkan. Dengan demikian, meteri yang diujikan kurang
merepredentasikan atau mewakili cakupan materi yang telah ditetapkan. Dalam
konteks inilah, spesifikasi tes diharipkan berperan agar butir-butir tes yang disusun
dapat relevan dengan cakupan materi, tidak manyimpang dengan cakupan materi
yang ada. Begitu pula, maeri yang diujikan dapet menjangkau seluruh cakupan
materi yang telah sitetapkan

12
Spesifikasi tes dapat disajikan dalam bentuk tabel yang memuat komponen
minimal : kompetisi dasar, indikator, kelas/semester, materi, indikator soal, dan
bentuk soal. Syarat spesifikasi tes yang baik: (a) mewakili isi kurikulum yang akan
diujikan, (b) komponennya rinci, jelas dan mudah dipahami, dan (c) soal-soalnya
dapat dibutkan sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan. Bila
disajikan dalam bentuk tabel, salah satu bentuk spesifikasi tes seperti terlihat pada
Tabel 2.2

Tebel 2.4 Contoh Spesifikasi (kisi-kisi) Butir Tes untuk Matematika SMA

No Kompetensi Hasil belajar/ Kelas/ Materi Indikator soal


dasar Indikator Semester
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Menggunakan Mengubah X/1 Eksponen Diberikan
sifat dan aturan bentuk pangkat dan bentuk
pangkat, akar, negatif ke Logaritma logaritma,
dan logaritma pangkat positif selanjutnya
dan sebaliknya siswa mengubah
bentuknya ke
bentuk
eksponen.

c. Memilih Jenis Tes yang Akan Digunakan.

Keputusan penting lainnya adalah jenis item atau tugas apa yang akan
digunakan dalam tes. Keputusan ini tentu berkaita dengan perilaku yang akan
diukur. Semakin tinggi atau kompeks perilaku yang diukur, semakon kompleks dan
beragam pula jemis tes yang akan digunakan
Ada tujuan atau kompetensi yang lebih tapat diukur atau ditanyakan dengan
menggunakan tes tertulis bentuk pilihan ganda da nada pula tujuan kompetensi yang
lebih tepat diukur dengan menggunakan tes tertulis bentuk uraian. Bentuk tes
pilihan ganda maupun uraian memiliki kelebihan dan kelemahan satu sama lain.
Tidak menutup kemungkinan pula, ada tujuan atau kompetensi yang tidak bias
diukur dengan tes tertulis, tetappi perlu digunakan akal ukur nontes
Dalam konteks tes, terdapat beragam jenis pendekatan untuk
mengklasifikasi tes yang dapat digunsksn mengukur kemampuan siswa sebagai
contoh, pengklasifikasian tes ke dalam tes objektif dan tes subjketif.
Pengelompokan ini biasanya merujuk kepada bagimana butir tes diskor. Walauoun
pengelompokan tes subjektif ini sangar bermanfaat, namun masuh menimbulkan
kebingungan. Mealnya, tes dengan jawaban pendek temasuk tes objektif atau
subjektif?

13
Berdasarkan kenyataan ini, terdapat model lain dalam mengklasifikasi jenis
tes, yakni butir soal dengan pilihan jawaban dan butir soal dengan kontruksi
jawaban. Pada tes jenis pertama, siswa memilih jawaban uang panling tepat dari
pilihan jawaban yang disediakan. Jenis tes yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain tes pilihan ganda, benar-salah, dana menjodohkan. Sementara itu, pasa
tes jenis kedua, siswa diminta menyususn atau mengkonstruksi suatu jawaban yang
diinginkan oleh soal. Jenis tes yang termasuk dalam kelompok ini antara lain tes
dengan jawwaban singkat atau pendek, tes isian dan tes uraian.

3. Bentuk dan Pengembangan Tes

Bentuk tes yang digunakan di satuan pendidikan dapat dikategorikan menjadi


dua, yaitu tes objektif dan tes nonobjektif. Tes nonobjektif juga sering disebut
dengan tes bentuk esai atau uraian. Objektif di dini dilihat dari cara penskorannya,
siapa saja yang memeriksa lembar jawaban akan menghasilkan skor yang sama. Tes
yang nonobjektif adalah penilaian yang cara penskorannya dipengaruhi oleh
pemberi skor. Dengan kata lain, apat dikatakan bahwa tes yang objektif adalah yang
sistem penskorannya objektif, sedangkan tes nonobjektif sistem penskorannya
dipengaruhi subjektivitas pemberi skor.

Bentuk tes objekif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar
salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dibedakan uraian objektif
dan uraian nonobjekif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada bidang sains
dan teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti, dan hanya satu
jawaban yang benar. Tes uraian nonobjektif sering digunakan pada ilmu-ilmu
sosial, yaitu yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar,
tergantung argumentasi peserta tes.

4. Teknik penyusunan tes

Ada delapan langkah yang harus ditempuh dalam menyusun tes hasil prestasi
belajar yang baku seperti berikut ini.

1) Menyusun spesifikasi tes


2) Menulis tes
3) Metelaah tes
4) Melakukan uji coba tes
5) Menganalisis butir tes.
6) Memperbaiki tes.
7) Merakit tes.
8) Melaksanakan tes.
9) Menafsirkan hasil tes.

14
1) Menyusun spesifikasi tes.

Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes


atau blue print test, yaitu yang berisi uraian yang menunjukkan keseluruhan
karakteristik yang harus dimiliki oleh suatu tes. Spesifikasi yang jelas akan
mempermuda dalam menulis soal, dan siapa saja yang menulis soal akan
menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama. Prosedur penyusunan spesifikasi
tes adalah sebagai berikut.

a. Menentukan tujuan tes,


b. Menyusun kisi-kisi tes,
c. Menentukan bentuk tes,
d. Menentukan panjang tes.

a. Menentukan tujuan tes

Tujuan tes yang penting adalah untuk:

1) mengetahui tingkat kemampuan peserta didik,


2) mengukur pertumbuhan & perkembangan peserta didik,
3) mendiagnosis kesulitan belajar pesert didik,
4) mengetahui hasil pembelajaran,
5) mengetahui pencapaian kurikulum,
6) mendorong peserta didik belajar, dan
7) mendorong peserta didik melaksanakan pembelajaran yang lebih baik.

Seringkali tes digunakan untuk beberapa tujuan, namun tidak akan memiliki
keefektifan yang sama untuk semua tujuan.

Ditinjau dati tujuannya, ada empat macam tes yang banyak digunakan di
lembaga pendidikan, yaitu:

(a) tes penempatan,


(b) tes diagnostik,
(c) tes formatif, dan
(d) tas sumatif.

Pengujian berbasis kompetensi pada umumnya menggunakan tes diagnostik,


formatif, dan sumatif.

Tes penempatan dilaksanakan pada awal pembelajaran. Tes ini berguna untuk
mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta didik. Untuk
mempelajari suatu bidang studi dibutuhkan pengetahuan pendukung. Pengetahuan

15
pendukung ini diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan. Apakah seseorang
perlu matrikulasi, tambahan pelajaran atau tidak, ditentukan dari hasil tes ini.

Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi


peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep untuk mata pelajaran
tertentu. Tes diagnostik ini dilakukan apabila diperoleh informasi bahwa sebagian
besar peserta didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran untuk pelajaran
tertentu. Hasil tes ini memberikan informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan telah dipahami, termasuk kesalahan konsep. Oleh karena itu, tes ini
mengandung materi yang dirasa sulit untuk peserta didik, namun tingkat kesulitan
tes ini cenderung rendah.

Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang tingkat


keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Masukan ini berguna untuk
memperbaiki strategi pembelajaran. Tes ini dilakukan secar aperiodik sepanjang
semester. Materi tes dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran atau standar
kompetensi tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Jadi, tes ini sebanarnya
bukan untuk menentukan keberhasilan belajar saja, tetapi untuk mengetahui
keberhasilan proses pembelajaran.

Tes sumatif diberikan di akhir suatu pelajaran, atau akhir semester. Hasilnya
untukmenentukan keberhasilan belajar peserta didik pada pelajaran tertentu.
Tingkat keberhasilan ini dinyatakan dengan skor atau nilai, pemberian sertifikat,
dan sejenisnya. Tingkat kesukaran soal pada tes sumatif bervariasi, sedang
materinya harus mewakili bahan yang telah diajarkan. Hasil tes bisa ditafsirkan
sebagai keberhasilan belajar dan atau keberhasilan melaksanakan pembelajaran.
Pesrta didik yang berhasil dinyatakan lulus dan yang belum berhasil dinyatakan
tidak lulus.

b. Menyususun kisi-kisi

Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi soal-soal yang akan
dibuat. Kisi-kisi ini merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga siapapun yang
menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat kesulitannya relatif sama.
Matrik kisi-kisi soal terdiri dari dua jalur, yaitu kolom dan baris. Kolom
menyatakan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, bentuk tes, dan
banyak soal. Standar kompetensi dan kompetensi dasar diambil dari kurikulum,
sedangkn indikator dikembngkn oleh guru.

Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes, yaitu:

1) Menulis standar kompetensi


2) Menuliskan kompetensi dasar

16
3) Menentukan indikator
4) Menentukan jumlah soal tiap indikator.

Semua standar kompetensi mata pelajaran dan kompetensi dasar yang telah
diajarkan diujikan. Kriteria yang digunakan dalam memilih kompetensi dasar
adalah:

1) Sering digunakan,
2) Memiliki nilai terapan,
3) Digunakan pada mata pelajaran lain,
4) Terdapat pada buku teks mata pelajaran.

Penentuan indikator-indikator mengacu pada kompetensi dasar, dan menggunakan


kata kerja yang dapat diukur.

Jumlah soal tiap kompetensi dasar bergantung pada tingkat kompleksitas, dan
luasan cakupan. Kompetensi dasar yang komplek memerlukan butir soal yang lebih
banyak dibanding kompetensi dasar yang tidak komplek. Tiap kompetensi dasar
diuraikan menjadi sejumlah indikator. Indikator adalah ciri-ciri peserta didik
menguasai kompetensi dasar dan menggunakan kata kerja operasional, yaitu yang
bisa diukur.

Tabel 2.5. contoh kisi-kisi ujian.

Nama sekolah : ..............................................................................................

Kelas : ..............................................................................................

Mata Pelajaran : ..............................................................................................

Standar Kompetensi : ..............................................................................................

No Kompetensi Dasar Indikator Bentuk Jumlah


Soal Soal
1. Menggunakan Menjumlahkan bilangan Uraian 1
bilangan pecahan pecahan
2. Mengrangi bilangan Uraian 1
pecahan
3. Penerapan perhitungan Uraian 1
bilangan pecahan dalam
lapangan
4.

Tabel 2.6. contoh kisi-kisi soal TIMSS

17
Asesmen Matematika

Penget. Penyel.
Dimensi Pengetahuan
fakta dan Masalah Penalaran
No Kognitif prosedur
konsep
rutin
Dimensi Isi
1. Bilangan
2. Aljabar
3. Pengukuran
4. Geometri
5. Data
TIMSS = Trend International Mathematics and Science Study

Tabel 2.7 Asesmen Sains

No Penget. Pengetahuan Penyel. Penalaran


Dimensi fakta dan konsep Masalah
Kognitif prosedur rutin
Dimensi Isi
1. Sain kehidupan
2. Kimia
3. Fisika
4. Ilmu bumi
5. Ilmu lingkungan

c. Menentukan bentuk tes

Pemilihan bentuk tes yang tepat ditentukan oleh tujuan tes, jumlah peserta
tes, waktu yang disediakan untuk memeriksa lembar jawana tes, cakupan materi
tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Bentuk tes objektif pilihan
sangat tepat digunakan bila jumlah peserta tes banyak. Kelebihan tes objektif
bentuk pilihan adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga
objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat tes objektif yang baik tidak
mudah.

Bentuk tes uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang
batasannya jelas, misalnya mata pelajaran fisika, matematika, kimia, biologi, dan
sebagainya. Soal pada tes ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus
yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan enafsirkan
hasilnya. Pada tes bentuk bentuk uraian objektif ini, sistm penskoran dapat dibuat
dengan jelas dan rinci.

d. Menentukan panjang tes

18
Panjang tes mencakup lama pengerjaan soal tes dan jumlah butir soal. Jumlah
butir ditentukan oleh waktu yang tersedia untuk mengerjakan ujian. Waktu yang
disediakan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik dan jenjang
pendidikan. Untuksekolah dasar, waktu yang disediakan umumnya 2 x 45 menit,
yaitu 90 menit. Untuk sekolah menengah waktu yang sediakan juga sekitar 90 menit
atau 120 menit. Untuk pelajaran paktek waktu yang disediakan lebih lama
dibanding dengan ujian teori.

Setelah waktu yang disediakan ditentukan, selanjutnya dipilih bentuk tes.


Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tiap butir tes berbentuk pilihan ganda
ditentukan oleh tingkat kesulitan soal. Waktu yang diperlukan tiap mengerjakan
butir soal brnyuk pilihan ganda dengan ingkat kesulitan sedang adalah 2 menit, dan
untuk yang mudah adalah 1 menit, dan untuk kategori sulit adalah 2 menit. Pabila
waktu yang tersedia adalah 90 menit, maka jumlah soal butir yang diperlukan
adalah 90 butir soal untuk tingkat kesulitan kategori mudah, dan 45 butir untuk
kategori menengah, dan 120 menit untuk kategori tinggi adalah 30 butir soal.

Untuk tes bentuk uraian objektif, waktu yang diperlukan untuk mengerjakan
adalah 120 menit. Jumlah butir soal ujian yang diperlukan tergantung pada tingkat
kesulitan butir soal. Untuk menentukan jumlah butir soal ynag tepat adalah
melakukan ujicoba tes. Pada saat uji coba, peserta didik menulis pada lembar
jawaban ketika ia selesai mengerjakan. Untuk peserta didik jumlah butir soal bentuk
uraian adalah berdasarkan data ujicoba, yaitu batas 90% pesrta didik mengerjakan
selesai.

Jumlah butir soal uraian sebaiknya banyak, agar mencakup sebagian besar
materi yang diajarkan. Dengan demikian persyaratan validitas isi tes dapat
dipenuhi. Jumlah butir yang lebih banyak lebih baik dibanding jumlah soal yang
sedikit walau mendalam.

2) Menulis tes

a. Tes lisan di kelas

Pertanyaan lisan dapat digunakan untuk mengetahui daya serap peserta didik
untuk masalah yang berkaitan dengan kognitif yang baru diajarkan. Pertanyaan bisa
diajukan di awal pembelajaran, yaitu mengenai konsep atau aplikasi pelajaran yang
lalu. Pertanyaan lisan yang diajukan ke kelas harus jelas, dan semua peserta didik
harus diberi kesempatan yang sama. Dalam melakukan pertanyaan di kela
sprinsipnya adalah mengajukan pertanyaan, memberi waktu untuk berpikir,
kemudianmenunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan. Benar atau salah
jawaban peserta didik, sebaiknya jawaban tersebut ditawarkan lagi ke kelas untuk

19
mengaktifkan kelas. Tingkat berpikir untuk pertanyaan lisan di kelas bisa rendah
sampai tinggi. Pertanyaan lisan memiliki kebaikan, yitu melatih peserta didik dalam
berkomunikasi secara lisan.

b. Tes bentuk benar atau salah

Bentuk soal benar-salah adalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa


pernyataan. Sebagian dari pernyataan itu merupakan pernyataan yang benar dan
sebagian lagi merupakan pernyataan yang salah. Pada umumnya bentuk soal benar-
salah dapat diapakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang fakta, defenisi,
dan prinsip.

Contoh:

(B) — S 1. Danau Toba di Sumatra Utara dari segi pembentukannya merupakan


danau tektonik.

(B) — S 2. Nitrogen membantu pembakaran.

B — (S) 3. Berat satu liter air adalah 100 gram.

Tes bentuk benar-salah terdiri dari suatu pertanyaan yang harus dijawab benar
atau salah. Bentuk tes ini singkat sehingga bisa mencakup banyak materi yang akan
diajukan. Keunggulan yang lain, tes ini relatif mudah membuatnya dan mudah
dalam penskorannya. Kelemahan dari tes ini adalah kecenderungan pada
pertanyaan hafalan dan pemahaman saja dan peluang dugaan. Rasional penggunaan
tes ini adalah (Ebel, 1979) adalah sebagai berikut:

1) Esensi pencapaian tujuan pendidika dapat dinyatakan dalam bentuk


pengetahuan verbal.
2) Semua bentuk pengetahuan verbal dapat dinyatakan dengan proposisi.
3) Sustu proposisi adalah suatu pernyataan yang dapat dinyatkan benar atau
salah.
4) Tingkat pengetahuan seseorang dalam bidang tertentu dapat dilihat dari
respons terhadap suatu proposisi.

Variasi bentuk soal benar-salah


a) Tipe pernyataan benar-sa;ah tanpa koreksi
Contoh:

(B) — S 1. Penyanyi malaria dijangkitkan oleh nyamuk Anopholes.

20
B — (S) 2. Bila makanan dibekukan, bakteri yang ada di dalamnya akan
mati.

b) Tipe pernyataan benar-salah dengan koreksi

Contoh:

Petunjuk:

Bacalah setiap pernyataan berikut. Jika pernyataan itu benar lingkari huruf B.
Jika pernyataan itu salah lingkari huruf S, dan ubalah kata yang digaris
bawahi dengan kata yang benar, dantulislah kata tersebut pada ruang kososng
yang disediakan.

B—(S) (elektron) 1. Penyanyi malaria dijangkitkan oleh nyamuk Anopholes.

(B) — S . . ...... ........ 2. Provinsi di jawa yang terpadat penduduknya adalah


Jawa Timur.

c) Tipe pernyataan benar-salah berumpun


Contoh:

Manakah dari penyakit-penyakit berikut yang disebabkan oleh virus.

(B) — S 1. Cacar air.

B — (S) 2. Radang tenggorokan.

(B) — S 3. Influenza

B — (S) 4. Malaria

B — (S) 5. Campak

B — (S) 6. TBC

Kebaikan bentuk soal benar-salah

a) Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.


b) Soal dapat disusun dengan mudah.

Kelemahan bentuk soal benar-salah

a) Kemungkinan menebak dengan benar jawaban setiap soal adalah 50%.


b) Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi karena hanya
menuntut daya ingat dan pengenalan kembali.

21
c) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hany adengan dua
kemungkinan (benar atau salah)

Pedoman menulis tes benar salah adalah sebagai berikut:

1) Tes mengukur ide atau konsep yang penting.


2) Tes mengukur paling tidak tentang pemahaman.
3) Jawaban benar tidak mudah ditebak.
4) Kalimat yang digunakan jelas.
5) Tidak menggunakan proposisi dari buku.
6) Panjang kalimat untuk jawaban benar atau salah usahakan sama.

Contoh:

1) Tekanan udara di daerah pegunugan lebih rendah daripada di pantai.


2) Pada waktu bulan purnama terjadi pasang air laut, air laut melimpah ke
daratan.
3) Jumlah sudut empat persegi panjang adalah 360 derajat.

c. Bentuk menjodohkan

Bentuk tes menjodohkan terdiri dari sejumlah premis dan sejumlah respons.
Bentuk tes ini sering digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang fakta seperti
arti suatu istilah, simbol kimia, dan sejenisnya. Oleh karena itu, bentuk tes ini
cenderung mengukur tentang hafalan dan pemahaman saja. Pedoman untuk mebuat
tes bentuk menjodohkan adalah sebagai berikut:

1) Pernyataan atau premis harus homogen


2) Pernyataan dan respons singkat.
3) Jumlah respons lebih banyak dari pernyataan.
4) Pernyataan respons diurutkan menurut alfabet.
5) Jawaban dapat digunakan lebih dari satu kali.

Tabel 2.8 contoh tes menjodohkan.

No Pernyataan 1 No Pernyataan 2
A. Daya listrik 1 Ohm
B. Kuat penerangan 2 Kilo Volt Ampere
C. Hambatan listrik 3 Volt meter
D. Komponen listrik 4 Lumen
E. Instrumen listrik 5 Organ
6 Kapasitor
Peserta didik diiminta mengisi huruf pada pernyataan 2 sesuai dengan
pasangan yang sesuai pada pertnyaan 1.

22
Kebaikan bentuk soal menjodohkan

a) Penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif.


b) Tepat digunakan untuk mengukur kemampun bagaiamana mengidentifikasi
antara dua hal yang berhubungan.
c) Dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang
lebih luas.
Kelemahan bentuk soal benar-salah

a) Hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan.
b) Sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal
yang berhubungan

d. bentuk pilihan ganda

Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang
benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, soal pilihan ganda terdiri atas:

- Stem - pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan


ditanyakan
- Option - sejumlah pilihan atau alternatif jawaban
- Kunci - jawaban yang benar atau paling tepat
- Distractor - jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban
(pengecoh)

Contoh:

Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa berkedudukan di kota . . . . .


..

a. Jenewa  Kunci
b. Den Haag
c. London Distractor (pengecoh)
d. New York

Variasi bentuk soal pilihan ganda

Selain bentuk soal pilihan ganda biasa terdapat model bentuk pilihan ganda
lainnya, yaitu bentuksoal hubungan antarhal (HAH) dan bentuk soal pilihan ganda
kompleks (PGK). Pada kedu bentuk soal itu masing-masing pilihan jawabannya
ditetapkan dan berfungsi sebagai petunjuk jawaban soal.

23
Pada bentuk soal hubungan antarhal, siswa dituntut untuk mengidentifikasi
hubungan sebab-akibat antara pernyataan pertama (yang merupakan akibat) dan
pertanyaan kedua (yang merupakan sebab). Kedua pernyataan (pertama dan kedua)
dihubungkan dengan kata “sebab”. Kedua pernyataan itu dapat benar, salah, atau
dapat juga pernyataan yang satu benar dan yang lainnya salah. Apabila kedua
pernyataan itu benar, yang perlu diperhatikan adalah apakah kedua pernyataan itu
mempunyai hubingan sebab-kibat.

Contoh:

Petunjuk:

Untuk soal berikut pilihlah:

a Jika pernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul, dan keduanya


mempunyai hubungan sebab-akibat.
b Jikapernyataan pertama betul, pernyataan kedua betul, tetapi keduanya
tidak mempunyai hubungan sebab-akibat.
c Jika salah satu dari kedua pernyataan salah.
d Jika kedua pernytaan salah.
Soal:

Transmigrasi sangat penting perananya dalam pelaksanaan pembangunan

Sebab

Transmigrasi dapat menunjang pemerataan pelaksanaan pembangunan. (kunci: a).

Bentuk pilihan ganda kompleks hampir sama dengan bentuk pilihan ganda biasa,
hanya cara menjawabnya lebih kompleks.

Contoh:

Petunjuk:

Untuk soal berikut pilihlah:

a Jika hanya (1), (2), dan (3) betul.


b Jika hanya (1) dan (3) betul.
c Jika hanya (3) dan (4) betul.
d Jika hanya (4) betul.
Soal:

Medan magnet dapat ditimbulkan oleh . . . . .

24
(1) Muatan listrik yang bergerak.
(2) Konduktor yang dialiri arus searah.
(3) Konduktor yang dialiri arus bolak balik.
(4) Muatan listrik yang tidak bergerak.

Kunci: a (1, 2, dan 3 betul).

Kebaikan bentuk soal pilihan ganda

a) Materi yang diujikan dapat mencakup sebagian besar dari bahan pengajaran
yang telah diberikan
b) Jawaban siswa dapat dikoreksi (dinilai) dengan mudah dan cepat dengan
menggunakan kinci jawaban.
c) Jawaban untuk setiap pertanyaan sudah pasti benar atau salah sehingga
penilaiannya bersifat objektif.

Kelemahan bentuk soal pilihan ganda

a) Kemungkinan untuk melakukan tebakan jawaban masih cukup besar.


b) Proses berpikir siswa tidak dapat dilihat dengan nyata.

Kaidah dan contoh penulisan soal pilihan ganda

a) Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan dengan


jelas.
Contoh soal yang kurang baik:
Salah satu provinsi si Sumatera . . . . .
a. Merupakan penghasil karet terbesar di Indonesia.
b. Berpenduduk paling padat di Sumatera.
c. Mempunyai kebudayaan yang tinggi nilainya.
d. Masih mempertahankan adat istiadat dengan kuat.

Contoh soal yang lebih baik:

Provinsi di sumatera yang terpadat penduduknya adalah . . . . .

a. Sumatera Utara
b. Sumatera Barat
c. Jambi
d. Sumatera Selatan
Kunci: a.

b) Pokok soal (stem) yang merupakan permasalahan harus dirumuskan dengan


jelas.

25
Contoh soal yang kurang baik:
Pakta Warso dipelopori oleh Rusia, sedangkan NATO dan SEATO dipelopori
oleh amerika serikat. Akan tetapi, Indonesia tidak ikut menjadi anggota kedua-
duanya. Tindakan ini sesuai dengan . . . .
a. Dasasila bandung
b. Pancasila dan UUD 1945
c. Politik luar negeri bebas-aktif.
d. Piagam PBB.

Contoh soal yang lebih baik:

Tindakan Indonesia tidak ikut menjadi anggota Pakta Warsawa maupun


NATO/SEATO sesuai dengan . . .

a. Dasasila bandung
b. Pancasila dan UUD 1945
c. Politik luar negeri bebas-aktif.
d. Piagam PBB.

Kunci: c

c) Untuk setiap soal hanya ada satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

Contoh soal yang kurang baik:

Dari kata-kata di bawah ini yang penulisannya baik adalah . . .

a. anggota
b. senin
c. nopember
d. prangko

contoh soal yang lebih baik:

dari kata-kata di bawah ini yang penulisannya betul adalah . . . .

a. anggota
b. senin
c. nopember
d. prangko

kunci : a

d) pada pokok soal (stem) sedapat mungkin dicegah perumusan pernyataan yang
bersifat negatif.
Contoh soal yang kurang baik:

26
Pada semua tumbuhan yang berhijau daun, fotosintesis tidak akan terjadi tanpa
...
a. udara, tanah, dan air.
b. Cahaya, udara, dan air.
c. Tanah, cahaya, dan udara.
d. Air, tanah, dan cahaya.

Kunci: b

Contoh soal yang lebih baik:

Pada semua tumbuhan yang berhijau daun, fotosintesis akan terjadi apabila
terdapat . . .

a. udara, tanah, dan air.


b. Cahaya, udara, dan air.
c. Tanah, cahaya, dan udara.
d. Air, tanah, dan cahaya.

Kunci: b

e) Alternatif jawaban (option) harus logis dan pengecoh harus berfungsi.

Contoh soal yang kurang baik:

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang membentuk BPUPKI yang


diketuai oleh . . . .

a. Rd. Saleh.
b. dr. Soetomo.
c. Chairil Anwar.
d. dr. Radjiman W.

Contoh soal yang lebih baik:

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang membentuk BPUPUKI yang


diketuai oleh . . .

a. Ir. Soekarno.
b. Mr. Moh. Yamin.
c. Mr. Soepomo.
d. dr. Radjiman W.

Kunci: d.

f) Usahakan agar tidak ada “ petunjuk untuk jawaban benar.

27
Contoh soal yang kurang baik:

Dalam naskah Sumpa Pemuda telah tercantum bahwa bahasa Indonesia adalah
Bahasa Persatuan. Mengapa dasar pertimbangan ini diambil?

a. Agar tercipta persatuan dan kesatuan.


b. Terciptanya saling pengertian dalam perjuangan.
c. Banyaknya bahasa daerah yang ada di nusantar.
d. Merupakan hasil budaya.

Kunci: a

Contoh soal yang lebih baik:

Salah satu tujuan diselenggarakan Kongres Pemuda II tanggal 26-28 oktober


1928 di jakarta adalah . . .

a. Mengangkat derejat bangsa Indonesia.


b. Memilih kader-kader pemimpin bangsa.
c. Memperkokoh paham persatuan dan kesatuan.
d. Mempropaganda cita-cita Indonesia merdeka.

Kunci: c.

g) Usahakan agar tidak menggunakan option yang berbunyi “semua jawaban di


atas salah” atau “semua jawaban di atas benar” .

Contoh soal yang kurang baik:

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Indonesia adalah . . .

a. Kelahiran.
b. Kematian.
c. Imigrasi.
d. Semua jawaban di atas benar.

Kunci: d.

Contoh soal yang lebih baik:

Faktor yang langsung mempengaruhi pertumbuhan penduduk di Indonesia


adalah . . .

a. Transmigrasi.
b. Pendidikan.
c. Kelahiran.

28
d. Kemakmuran.
h) Usahakan agar option homogen, baik dari segi isi maupun dari segi struktur
kalimat.

Contoh soal yang kurang baik:

Berikut ini adalah pernyataan mengenai air. Pilihlah satu pernyataan yang
benar!

a. Air adalah hasil senyawa antara oksigen dan nitrogen.


b. Titik didih air adalah 212oC.
c. Berat jenis air adalah 1.
d. Titik beku air adalah 11oC.

Kunci: c.

Contoh soal yang lebih baik:

Syarat utama air minum adalah . . .

a. Bersih dan tidak beracun.


b. Jernih dan suhunya sesuai.
c. Jernih dan tawar.
d. Suhunya sesuai dan tawar.

Kunci: a.

i) Apabila option berbentuk angka, susunlah secara berurutan dari angka terkecil
ke angka terbesar atau sebaliknya.
Contoh soal yang kurang baik:

Luas daerah suatu bangun ditentukan dengan rumus 4ab-2b2. Apabila a = 10 cm


dan b = 4 cm, maka luas daerah bangun itu adalah . . . .

a. 126 cm2.
b. 118 cm2.
c. 116 cm2.
d. 128 cm2.
Kunci: d.

Contoh soal yang lebih baik:

Luas daerah suatu bangun ditentukan dengan rumus 4ab-2b2. Apabila a = 10 cm


dan b = 4 cm, maka luas daerah bangun itu adalah . . . .

29
a. 116 cm2.
b. 118 cm2.
c. 126 cm2.
d. 128 cm2.

Kunci: d.

pada tes berbentuk pilihan ganda memiliki stem dan pilihan jawaban/option.
Stem adalah pernyataan berupa informasi di awal soal. Pedoman utama dalam
pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda (Ebel, 1977) adalah sebagai berikut.

1) Pokok soal harus jelas


2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakan negatif ganda.
9) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
10) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

Selain itu pada tes bentuk pilihan ganda, semua pilihan pengecoh harus
memiliki rasional. Contohnya adalah sebagai berikut.

Soal: 1/2 + 1/3 = . . . .

A. 1/6
B. 2/6
C. 2/5
D. 5/6

Semua pilihan jawaban ada rasionalnya, dan jawaban angka diurutkan.


Kebaikan tes bentuk pilihan ganda adalah:

a) Bisa mengukur tingkat berpikir rendah sampai tinggi,


b) Cakupan materi tes bisa banyak,
c) Penskoran objektif, bisa menggunakan komputer.

Kelemahan bentuk tes pilihan ganda adalah :

a) Sulit membuat untuk mengukur level berpikir tinggi,


b) Ada faktor dugaan,

30
c) Kemungkinan kerja sama antar peserta tes besar.

Contoh soal pilihan ganda.

1) Manakah berikut ini yang merupakan isolator listrik?


a) Udara
b) Air
c) Tembaga
d) Platina
2) Dalam waktu yang sama, Budi mampu berlari 4 kali mengelilingi lapangan
sedangkan Wati hanya mampu berlari 3 kali putaran. Bila Wati berlari 12 kali
putaran, berapa putaran Budi telah berlari?
a) 9
b) 11
c) 13
d) 16
3) Mengapa pendaki gunung menggunakan peralatan oksigen di puncak tertinggi
pegunungan?
a) Kurangnya oksigen dalam udara di puncak gunung.
b) Sedikitnya nitrogen dalam udara di puncak gunung.
c) Ada sebuah lubang ozon.
d) Tidak ada di udara puncak gunung yang sangat tinggi.
4) Jenis serangga yang mengalami metamorfosos sempurna adalah . . .
a) Belalang
b) Lipas
c) Kutu buku
d) Semua jawaban di atas salah

Soal ini termasuk tdak memenuhi kriteria, karena ada pilihan “semua jawaban
di atas salah”.

5) Unsur terpenting yang berperan dalam pembentukan sel darah merah manusia
adalah . . .
a) Fe
b) Ca
c) P
d) K

Jawaban soal ini tergolong homogen.

31
e. Bentuk uraian ojektif

Bentuk soal uraian objektif sangat digunakan untuk bidang matematika dan
IPA, karena unci jawabannya hanya satu. Pengerjaan soal ini melalui suatu prosedur
atau langkah-langkah tertentu. Setiap langkah ada skornya. Objektif di sisni dalam
arti apabila diperiksa oleh beberapa pendidik dalam bidang studi tersebut hasil
penskorannya akan sama. Pertanyaan pada bentuk soal ini diantaranya adalah:
hitunglah, tafsirkan, buat kesimpulan, dan sebagainya.

Contoh:

Sebuah mobil A bergerak dengan kecepatan 60 km perjam dari kota X,


sedang mobil B bergerak dengan kecepatan 50 km perjam. Apabila titik awal
bergerak sama, pada jam berapa mobil A dan mobil B bertemu?

f. Bentuk uraian non-obejektif

Bentuk uraian non-objektif karena penilaian yang dilakukan cenderung


dipengaruhi subjektivitas dari penilai. Bentuk tes inin menuntut kemampuan
peserta didik untuk menyampaikan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan
atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunkan kata-katanya sendir.
Keunggulan bentuk tes ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai
yang tinggi, yaitu mulai dari hafalan sampai dengan evaluasi. Namun demikian,
sebaiknya hindarkan pertanyaan yang mengungkap hafalan seperti dengan
pertanyaan yang dimulai dengankata: apa, siapa, dimana.

Selain itu bentuk ini relatif mudah membuatnya. Kelemahan dari bentuk tes
ini adalah :

1) Penskoran sering dipengaruhi oleh subjektivitas penilai,


2) Memerlukan waktu yang lama untuk memeriksa lembar jawaban,
3) Cakupan materi yang diujikan sangat terbatas, dan
4) Adanya efek bluffing.

Untuk menghindari kelemahan tersebut cara yang ditempuh adalah:

1) Jawaban tiap soal tidak panjang, sehingga bisa mencakup materi yang
banyak,
2) Tidak melihat nama peserta ujian,
3) Memeriksa tiap butir secera keseluruhan tanpa istirahat, dan
4) Menyiapkan pedoman penskoran.

Langkah membuat tes ini adalah sebagai berikut:

32
1) Menulis soal berdasarkan kisi-kisi pada indikator.
2) Mengedit pertanyaan:
Apakah pertanyaan mudah dimengerti?
Apakah data yang digunkan benar?
Apa tat letak keseluruhan baik?
Apakah pembererian bobot skor sudah tepat?
Apakah kunci jawaban sudah benr?
Apakah waktu untuk mengerjakan tes cukup?

Kaidah penulisan soal bentuk uraian non-objektif:

1) Gunakan kata-kata : mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, tafsirkan,


hitunglah, buktikan.
2) Hindari pmenggunakan pertanyaan : siapa, apa, bila.
3) Menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
4) Hindari penggunaan kata-kata yang dapat ditafsirkan ganda.
5) Buat petunjuk mengerjakan soal.
6) Buat kunci jawaban.
7) Buat pedoman penskoran.

Penskoran bentuk tes ini bisa dilakukan secara analitik atau global. Analitik
berarti penskoran dilakukan bertahap sesuai kunci jawaban, sedang yang global
dibaca secara keseluruhan untuk mengetahui ide pokok dari jawaban soal kemudian
diberi skor.

g. Bentuk jawaban singkat

Bentuk soal jawaban singkat merupakan bentuk soal yang meghendaki


jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya
dapat dinilai benar atau salah. Bentuk jawaban singkat ditandai dengan adanya
tempat kosong yang disediakan bagi pengambiltes untuk menuliskan jawabannya
sesuai dengan petunjuk. Ada tiga jenis soal bentuk ini, yaitu: jenis pertanyaan, jenis
melengkapi atau isian, dan jenis identifikasi atau asosiasi.

Tes bentuk soal jawaban singkat cocok untuk mengukur pengetahuan yang
berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan
penafsiran data yang sederhana.

Contoh:

Pengetahuan tentang istilah

Sikap untuk memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dengan


pengorbanan yang sekecil-kecilnya disebut prinsip . . . . (ekonomi)

33
Pengetahuan tentang fakta

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dipilih setiap


.....tahun. (5 tahun)

Pengetahuan tentang prinsip:

Jika temperatur gas dalam keadaan tetap, sementara tekanan dinaikkan,


apakah yang akan terjadi dengan volumenya ? (volume akan berkurang)

Pengetahuan tentang metode atau prosedur:

Alat apakah yang digunakan untuk mendeteksi arus listrik positif dan
negatif? (elekstroskop)

Pengetahuan tentang penafsiran data yang sederhana:

Jika sebuah pesawat terbang ke arah barat laut dan membelok 180o , menuju
ke arah manakah pesawat terbang itu? (tenggara)

1) Kebaikan bentuk soal jawaban singkat


a) Menyusun soalnya relatif mudah.
b) Kecilkemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak.
c) Menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan singkat dan tepat.
d) Hasil penilaiannya cukup objektif.
2) Kelemahan bentuk soal jawaban singkat
a) Kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi.
b) Memerlukan waktu yang agak lama unutk menilainya sekalipun tidak
selama bentuk uraian.
c) Menyulitkanpemeriksa apabila jawaban sisw amembingungkan
pemeriksa.

Kaidah-kaidah utama penyusunan soal bentuk ini adalah sebagai berikut:

1) Soal harus sesuai dengan indikator.


2) Jawaban yang benar hanya satu.
Contoh:
 Kurang baik : Abraham Lincoln dilahirkan pada . . . .
 Baik : Abraham Lincoln dilahikan pada tahun . . . .
3) Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
4) Butir soal menggunakan behasa indonesia yang baik dan benar.
5) Tidak mnggunakan bahasa lokal.
6) Tidak mengambil atau menggunakn pernyataan yang langsung diambil dari
buku

34
h. Unjuk kerja/performans

Penilaian unjuk kerja sering disebut dengan penilaian autentik atau penilaian
alternatif yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan masalah-masalah di kehidupan nyata. Penilaian unjuk kerja
berdasarkan pada analisis pekerjaan (Nathan & Cascio, 1986). Penilaian ini
menggunakan tes yang juga disebut dengan tes unjuk kerja. Hasil tes ini digunakan
untuk perbakan proses pembelajaran sehinga kemampuan peserta didikmencapai
pada tingkat yang diinginkan. Tes unjuk kerja lebih banyak digunkan pada bidang
vokasi, dan bidang studi yang elibatkan banyak kegiatan praktek.

Bentuk tes ini digunakan untuk mengukur status peserta didik berdasarkan
hasil kerja dari suatu tugas. Pertanyaan pada tes unjuk kerja berdasarkan pada
tuntutan pada masyarakat dan lembaga lain yang terkait dengan pengetahuan yang
harus dimiliki mahasiswa. Jadi butir soal cenderung pada tingkat aplikasi suatu
prinsip atau konsep pada situasi yang baru. Walau uraian namun batasnya harus
jelas dan ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Permasalahan yang
diujikan sedapat mungkin sama dengan masalah yang ada si kehidupan nyata. Inilah
yang menjadi ciri utama perbedaan antara tes unjuk kerja dengan bentuk yang
konvensional.

Berbagai alternatif cara asesmen atau penilaian selalu dicari untuk


mengetahui kemampuan seseorang yang sebenarnya dalam sejumlah dimensi.
Cronbach (1960) seduah empat puluh tahun lalu memperkenalkan 3 prinsip utama
asesmen, yaitu:

1) Menggunakan bebagai teknik,


2) Mendasarkan pada pengamatan, dan
3) Mengintegrasi informasi.

Untuk membedakan dengan pengukuran psikometrik, ia mendefinisikan


asesmen dengan istilah analisis klinis pada prediksi unjuk kerja. Dalam tulisan ini
asesmen dan penilaian memiliki makna yang sama, sehingga sering dugunakan
bersama-sama.

Portofolio adalah kumpulan pekerjaan seseorang (Popham, 1999), dalam


mata pelajaran, pendidikan, portofolio cocok digunakan untuk penilaian di kelas,
tetapi tidak cocok untuk penilaian dengan skala yang luas (Marzano & Kendall.
1996). Penilaian dengan portofolio memerlukan kemampuan membaca yang baik.
Hal yang penting pada penilaian portofolio adalah mampu mengukur kemampuan

35
membaca dan menulis yang lebih luas, peserta didik menilai kemajuannya sendiri,
mewakili sejumlah karya seseorang.

Penialaian portofolio pda dasarnya adalah menilai karya-karya individu utuk


suatu mata pelajaran tertentu. Jadi semua tugas yang dikerjakan peserta didik
dikumpulkan, dan dia akhir suatu unit program pembelajaran misalnya satu
semester. Kemudian dilakukan diskusi antara peserta didik dan dosen untuk
menentukan skornya. Prinsip penilaian portofolio adalah pesrta melakukan penilain
sendiri kemudian hasilnya dibahas. Bentuk ujiannya cenderung bentuk uraian, dan
tugas-tugas rumah. Karya yang dinilai meliputi hasil ujian, tugas mengarang atau
mengerjakan soal. Jadi portofolio adalah suatu metode pengukuran dengan
melibatkan peserta didik untuk menilai kemajuannya dalam bidang studi tersebut.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penilaian fortofolio


adalah sebagai berikut:

a) Karya yang dikumpulkan adalah benar-benar karya yang bersangkutan.


b) Menentukan contoh pekerjaan mana yang harus dikumpulkan.
c) Mengumpulkan data dan menyimpan sampel karya.
d) Menentukan kriteria untuk penialain portofolio.
e) Meminta peserta didik untuk menilai secara terus menerus hasil
portofolionya.
f) Merencanakanpertemuan dengan peserta didik yang dinilai.
g) Dapat melibatkan orang tua dalam menilai portofolio.

Penilaian dengan portofolio memiliki karakteristik tertentu, sehingga


penggunaanya juga harus sesuai dengan tujuan dan substansi yang diukur. Mata
pelajaran yang memiliki banyak tugas dan jumlah peserta didik yang tidak banyak,
penilaian dengan cara fortofolio akan lebih cocok.

3) mentelaah soal tes.

Kriteria yang digunakan untuk melakukan telaah butir tes mengikuti pedoman
penyusunan tes. Telah dilakukan terhadap kebenaran konsep, teknik penulisan, dan
bahas ayang digunakan. Pedoman dalam melakukan telaan butir soal bentuk pilihan
ganda (Ebel, 1977) adalah sebagai berikut.

Tabel 2.9. matrik telaah butir tes.

No. Kriteria butir tes


butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1.
2.

36
3.
4.
5.
6.
8.
Kriteria butir tes adalah sebagai berikut.

1) Pokok soal harus jelas


2) Pilihan jawaban homogen dalam arti isi.
3) Panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama.
4) Tidak ada petunjuk jawaban benar.
5) Hindari penggunaan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah.
6) Pililah jawaban angka yang diurutkan.
7) Semua pilihan jawaban logis.
8) Jangan menggunakan negatif ganda.
9) Kalimat yang digunkakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta tes.
10) Bahasa indonesia yang digunakan baku.
11) Letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

Telaah terhadap butir tes dilakukan dengan menggunkan tabel 4.5. Apabila
ada butir tes yang tidak memenuhi kriteria butir tes yang baik diberi tanda silang
(X) pada sel yang sesuai. Selanjutnya, ditentukan jumlah item yang memenuhi
kriteria dan yang tidak memenuhi kriteria. Selanjutnya deskripsikan kriteria mana
yang banyak tidak dipenuhi. Hasil telah ini ditindak lanjuti dengan memperbaiki
butir soal.

4) Melakukan uji coba tes

Sebelum soal digunakan dalam tes yang sesungguhnya, uji coba perlu
dilakukan untuk semakin memperbaiki kualitas soal. Uji coba ini dapat digunakan
sebagai sarana memperoleh data empirik tentang tingkat kebaikan soal yang telah
disusun. Melalui uji coba diperoleh data tentang: realibilitas, validitas, tingkat
kesukaran, pola jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain. Jika
memang soal yang disusun belum memenuhi kualitas yang diharapkan, berdasarkan
hasil uji coba tersebut maka kemudian dilakukan pembenahan atau perbaikan

5) Menganalisis butir tes

seperti telah dijelaskan di atas bahwa uji coba yang dilakukan dapat diperoleh
beberapa informasi penting tentang kualitas soal yang telah disusun. Dalam hal ini
tentunya termasuk kualitas tiap butir soalnya. Berdasarkan hasil uji coba
selanjutnya dilakukan analisis butir soal, yaitu menganalisis semua butir soal

37
berdasarkan data empirik, hasil uji coba, daya pembeda, dan juga efektifitas
pengecoh.

Analisis butir dilakukan setelah tes digunakan, yaitu yang mencakup informasi
berikut ini.

a. Tingkat kesulitan, yaitu proporsi yang menjawab benar. Besarnya indeks ini
adalah 0,0 sampai 1,0. Bila menggunakan acuan norma tingkat kesulitan
soal yang diterima adalah 0,30 sampai 0,80. Bila menggunakan acuan
kriteria besarnya indeks ini menyatakan tingkat keberhasilan belajar.
b. Daya pembeda, digunakan terutama pada acuan norma, yaitu untuk
membedakan antara yang mampu dan yang tidak mampu. Besarnya mulai
dari -1,0 sampai +1,0, dihitung dengan menggunakan formula koefisien
korelasi point biseral. Makna harga positif adalah yang menguasai bahan
ajar menjawab benar dan yang tidak menguasai menjawab salah,
sedemikian sebaliknya bila indeks ini harganya negatif.
c. Indeks keandalan. Besarnya indeks keandalan yang diterima adalah
minimal 0,70. Besarnya indeks ini menyatakan besarnya kesalahan
pengukuran. Semakin besar indeks ini akan semakin kecil kesalahan
pengukuran, demikian sebaliknya.

Analisis terhadap hasil uji coba tersebut dengan istilah analisis butir, dan
dapat menggunakan format pada tabel 2.1.

Tabel 2.10 Analisis butir

No butir P D Dr Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Keterangan:

P : tingkat kesulitan butir, diterima bila besarnya 0,30 sampai 0,80.


D : daya beda, diterima bila besarnya ≥ 0,30.
Dr. : distribusi jawaban, diterima bila tiap option ada yang menjawab paling
sedikit 5 % dari peserta tes.

6) Memperbaiki tes

38
Setelah uji coba dilakukan dan kemudian dianalisis, maka langkah berikutnya
adalah melakukan perbaikan-perbaikan tentang bagian soal yang masih belum
sesuai dengan yang diharakan. Langkah ini biasanya dilakukan atas butir soal, yaitu
memperbaiki masing-masing butir soal yang ternyata masih belum baik. Ada
kemungkinan beberapa soal sudah baik sehingga tidak perlu direvisi, beberapa butir
soal mungkin perlu direvisi, dan beberapa yang lain mungkin harus dibuang karena
tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

7) Merakit tes

Setelah semua butir soal dianalisis dan diperbaiki, langkah berikutnya adalah
merakit butir-butir soal tersebut menjadi satu kesatuan tes. Keseluruh butir soal
tersebut disusun seca berhati-hati menjadi kesatuan soal tes yang terpadu. Dalam
merakit tes, hal-hal yang dapat mempengaruhi validitas soal seperti nomor urut
soal, pengelompokan bentuk soal, lay out, dan sebagainya harus diperhatikan. Hal
ini sangat penting karena walaupun butir-butir yang disusun telah baik tetapi jika
penyusunannya sembarang dapat menyebabkan soal yang dibuat tersebut menjadi
tidak baik.

8) Melaksanakan tes

Setelah langkah menyusun tes selesai dan telah direvisi pasca uji coba,
langkah selanjutnya adalah melaksanakan tes. Tes yang telah disusun diberikan
kepada testee untuk diselesaikan. Pelaksanaan tes dilakukan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaan tes ini memerlukan pemantauan atau
pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan jujur dan
sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.namun begitu, pemamntauan dan
pengawasan yang dilakukan harus tidak mengganggu pelaksanaan tes itu sendiri.
Peserta didik yang sedang mengerjakan tes tidak boleh sampai terganggu oleh
kehadiran pengawas atau pemantau. Hal ini akan berakibat tidak akurat hasil tes
yang diperoleh. Oleh karena itu, pelaksanaan tes perlu dilakukan secara hati-hati
agar tujuan tes tersebut benar-benar dapat tercapai.

9) Menafsirkan hasil tes

Hasil tes menghasilkan data kuantitatif yang berupa skor. Skor ini kemudian
ditafsirkan sehingga menjadi nilai, yaitu rendah, menengah, atau tinggi. Tinggi
rendahnya nilai ini selalu dikaitkan dengan acuan penilaian. Ada dua acuan
penilaian yang sering digunakan dalam bidang psikologi dan pendidikan, yaitu
acuan norma dan kriteria. Jadi tinggi dan rendahnya suatu nilai dibandingkan
dengan kelompoknya atau dengan kriteria yang harus dicapai.

39
Nilai merupakan alat yang berguna untukmemotivasi peserta didik belajar
dan dosen mengajar lebih baik. Dengan mengetahui nilai pencapaian belajar suatu
mata pelajaran tertentu, peserta didik akan dapat menyusun rencana untuk
perbaikan. Nilai juga bisa berupa imbalan (reward) terhadapa jerih payah atau
usaha yang telah dilakukan peserta didik. Imbalan inilah yang akan menjadi
pemotivasi atau pendorong peserta didik untuk belajar lebih baik.

Nilai juga merupakan informasi mengenai keberhasilan dosen dalam


melaksanakan proses pembelajaran. Tingkat keberhasilan pendidik dalam
mengelola proses pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor namun yang utama
adalah penguasaan bahan ajar, keterampilan memilih dan menggunakan metode
mengajar, keteranpilan memmilih dan menggunakan media belajar, cara melakukan
penilaian termasuk tes yang digunakan. Oleh karena itu, pencapaian belajar atau
perstasi belajar peserta didik merupakan fungsi dari peserta didik dan pendidik,
yaitu keberhasilan peserta didik belajar dan keberhasilan pendidik melaksanakan
pembelajaran peserta asesmen unjuk kerja.

Salah satu cara asesmen yang banyak digunakan dalam menentukan


kemampuan seseorang adalah asesmen unjuk kerja. Menurut Berk (1986), asesmen
unjuk kerja adalah proses pengumpulan data dengan cara pengamatan sistematik
untuk membuat keputusan tentang individu. Ada lima elemen utama yang tersirat
dan tersurat pada defenisi tersebut, yaitu proses, pengumpulan data, pengamatan
sistematik, integrasi data, dan keputusan individu.

Cronbach (1984) menjelaskan bahwa semua tes pada dasarnya adalah untuk
mengukur unjukkerja dalam satu segi. Namun tes ujuk kerja biasanya digunakan
terhadap suatu tugas yang membutuhkan respon nonverbal. Misalnya tes praktek
untuk instalasi atau perbaikan, melukis, menyanyi, melawak dan sebagainya. Tes
unjuk kerja mengacu pada suatu standar yang ingin dicapai atau yang ditetapkan
sebagai batas minimum yang harus dilakukan siswa, misalnya operasi hitung,
melakukan komunikasi, membaca, menyimak, dan sebagainya. Oleh karena itu,
standar yang ingin dicapai harus ditetapkan terlebih dahulu.

Penilaian unjuk kerja secara kualitatif berbeda dengan tes pilihan ganda.
Salah satu perbedaannya adalah prinsip kebergantungan butir secara lokal. Pada tes
tradisional, butir satu dan yang lainnya adalah independen, dalam pengertian
besarnya peluang menjawab benar butir satu dengan yang lain adalah independen.
Tidak demikian halnya dengan penilaian unjuk kerja, butir satu dngan lainnya
saling bergantung. Selain itu pada penilaian unjuk kerja, seseorang dapat disuruh
untuk melakukan respon ganda terhadap suatu pertanyaan sesuai dengan suatu
ketetapan tertenyu (Yen, 1993). Respon ganda ini merupakan informasi
yangdibutuhkan untuk menentukan unjuk kerja seseorang dalam bidang tertentu.

40
Oleh karena itu pada penilaian unjuk kerja, dimensi yang diukur adalah ganda, tidak
satu dimensi seperti pada tes tradisional.

Asesmen unjuk kerja banyak digunakan padadunia usaha dan dunia industri
untuk menentukan kecakapan atau keterampilan seseorang. Asesmen ini digunakan
untuk seleksi tenaga kerja, penempatan tenaga kerja, sertifikasi, promosi, dan
sebagainya. Padabidang pendidikan, penilaian unjuk kerja sudah banyak digunakan
terutama untuk bidang studi teknologi, ilmu alam, matematika, ekonomi dan
bahasa. Melalui tes ini akan diperoleh informasi tentang apa yag sudah dicapai dan
belum dicapai. Informasi ini merupakan umpan balik untuk perbaikan strategi
pembelajaran.

C. Bentuk dan Teknik Penulisan Instrumen Non Tes

1. Pengertian Instrumen non tes

Instumen non tes adalah instrumen untuk melakukan penilaian dalam


memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian peserta
didik, minat, sikap, kemauan, tanggapan atau pandangan siswa terhadap
pembelajaran.

Tiga ranah yang harus ada dalam kurikulum adalah ranah kognitif, ranah
psikomotor, dan ranah afektif. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan
berpikir yang secara urut menurut taksonomi bloom adalah pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi, dan kreasi. Ranah psikomotor berkaitan
dengan kemampuan gerak, seperti menari, melukis, membersihkan karborator
bermain sepak bola, dan sebagainya. Ranah afektif merupakan tindakan, sikap,
perilaku, etika, dan sebagainya.

Setiap peserta didik memiliki potensi pada dua ranah, yaitu ranah kognitif
dan psikomotor. Ada peserta didik yang memiiki kemampuan berpikir yang tinggi,
tetapi keterampilannya rendah, dan ada yang memiliki kemampuan berpikir rendah
tetapi keterampilannya tinggi. Namun jarang sekali peserta didik yang memiliki
kemampuan berpikir rendah dan keterampilannya juga rendah. Apabila demikian,
sulit bagi peserta didik untuk bisa hidup di masyarakat, karena tidak memiliki
potensi untuk hidup di masyarakat. Hal ini merupakan keadilan dari Tuhan YME,
sehingga tiap peserta didik memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi
kemampuan untuk hidup di masyarakat.
Kemampuan afektif seseorang bukan merupakan potensi peserta didik, tetapi
ditentukan oleh pengalaman peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan.

41
Kemampuan afektif yang meliputi sikap, minat perilaku, etika, moral, dan
sebagainya menentukan keberhasilan seseorang berinteraksi dengan lingkungan.
Peserta didik yang ramah, senang membantu orang lain akan memiliki banyak
teman. Banyak teman menentukan kesuksesan hidup seseorang, karena apabila
mengalami kesulitan banyak yang akan membantu. Oleh karena itu, kemampuan
afektif sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan hidup di dunia.
Setiap pelajaran memerlukan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir
termasuk pada ranah kognitif, meliputi kemampuan menghafal, kemampuan
memahami, kemampuan menerapkan, kemampuan menganalisis, kemampuan
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Kemampuan yang penting pada ranah
konitif adalah kemampuan menerapkan konsep-konsep untuk memecahkan
masalah yang ada di lapangan. Kemampuan ini sering disebut dengan kemampuan
mentransfer pengetahuan ke berbagai situasi sesuai dengan konteksnya. Hal ini
berkaitan dengan pembelajaran konstektual. Hampir semua mata pelajaran
berkaitan dengan kemampuan kognitif, karena di dalamnya diperlukan kemampuan
berpikir untuk memahaminya.
Kemampuan yang kedua adalah keterampilan psikomotor, yaitu
kemampuan yang berkaitan dengan gerak, yaitu yang menggunakan otot seperti
lari, melompat, melukis, berbicara, membongkar, dan memasang peralatan, dan
sebagainya. Peringkat kemampuan psikomotorik ada lima, yaitu gerakan refleks
adalah respon motor atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir.gerakan
dasar adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan kompleks yang khusus.
Peserta didik yang telah mencapai kopetensi dasar pada ranah ini mampu
melakukan tugas dalam bentuk keterampilan sesuai denga standar atau kriteria.
Kemampuan perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif dan
kemampuan motor atau gerak. Kemampuan fisik adalah untuk mengembangkan
gerakan yang mampu dilakukan peserta didik sehingga menghasilkan produk yang
optimal, seperti keterampilan mengendarai sepeda atau sepeda motor. Untuk
mencapai gerakan terampil, peserta didik harus belajar secara sistematik melalui
langkah-langkah tertentu. Gerakan yang telah dipelajari peserta didik akan
tersimpan lama, sehingga apabila peserta didik salah dalam mempelajari gerakan
psikomotor maka sulit untuk memperbaikinya. Oleh karena itu, guru harus
merancang dengan baik pembelajaran psikomotor sehingga mencapai standar.
Komunikasi nondiskursip adalah kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan gerakan. Hal ini berkaitan kemampuan mengucapkan kata-kata
dalam mempelajari bahasa asing. seperti ketika peserta didik belajar mengucapkan
kata-kata dalam bahasa inggris. Gerakan ini mencakup gerakan lidah, penempatan
lidah dan tekanan suara, sehingga peserta didik dapat mengucapkan berbagai kata
dengan benar.

42
Mata pelajaran yang berhubungan dengan ranah psikomotor adalah
pendidikan jasmani, pendidikan seni, serta pelajaran lain yang memerlukan praktek.
Kegiatan pada pelajaran yang berkaitan degna ranah psikomotor selalu
berhubungan dengan gerak badan atau indera. Gerakan anggota badan peserta didik
melalui tahapan tertentu. Setiap tahapan memiliki kunci gerakan, seperti gerakan
memukul bola tenis, gerakan membuka busi, gerakan melakukan tari, gerakan
mematri komponen elektronika, dan sebagainya.
Ranah afektif memcakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap,
emosi, atau nilai. Menurut Popham (1995), ranah afektif menentukan keberhasilan
belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit
untuk mencapai keberhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam
suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
Oleh karena itu, semua guru harus mampu membangkitkan minat semua peserta
didik belajar pembelajaran yang diampu guru. Selain itu ikatan emosional sering
diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan,
semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu, semua lembaga
pendidikan dalam merancang program pembelajaran harus memperhatikan ranah
afektif.
Hasil belajar akan bermanfaat bagi masyarakat bia para lulusan memiliki
perilaku dan pandangan yang positif dalam ikut mensejahterakan dan
menenteramkan masyarakat. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang,
namun implementasinya masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian
tujuan pembelajaran afektif tidak semudah seperti pembelajaran kognitif. Oleh
karena itu, sekolah harus berusaha agar pembelajaran afektif terus dilakukan.

2. Pengertian afektif

Hasil belajar menurut Bloom (1976:11) mencakup peringkat dna tipe prestasi
belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan
Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir,
berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal
berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan dengan
ranah afektif. Ketiga ranah tersebut merupakan karakteristik manusia dan dalam
bidang pendidikan ketiga ranah tersebut merupakan hasil belajar.
Gambar 5.1 menunjukkan bahwa hasil belajar ditentukan oleh kualitas proses
pembelajaran. Pembelajaran ditentukan oleh karakteristik masukannya, yaitu
karakteristik siswanya. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan
memiliki peran yang penting. Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan
psikomotor sangat ditentukan oleh kondisi afektif siswa. Peserta didik yang
memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang

43
mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai
hasi pembelajaran yang optimal. Walaupun para guru sadar akan hal ini, namun
belum banyak tindakan yang dilakukan guru untuk menigkatkan minat siswa. Oleh
karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal, guru dalam merancang
program pembelajaran dan pengalaman belajar peserta didik harus memperhatikan
karakteristik afektif siswa.

Karakteristik peserta didik Pembelajaran Hasil Belajar

Learning Task Learning Task

Learning Task
Learning Task

Learning Task

Learning Task
Kualitas
pembelajaran
Gambar 2.3 Ubahan Nama Sistem Pembelajaran

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif


mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya
ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Peringkat ranah
afektif menurut taksonomi Krathwol ada lima, yaitu: receiving (attending),
responding, valuing, organization, dan characterization. Pada level receiving atau
attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus
atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, music, buku, dan sebagainya. Tugas guru
adalah mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi obyek
pembelajaran afektif.
Responding merupakan partisipasi aktif siswa, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada level ini peserta didik tidak hanya memperhatikan fonomena
khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada dareah ini menekankan
pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam
memberi respons. Level yang tinggi ada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal
yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya kesenangan dalam membaca buku.
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap dan menunjukan
derajad internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima

44
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada
tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari
seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada leve ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi.
Pada level organisasi, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan dan konflik antar
nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil
pembelajaran pada level ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai.
Misalnya pengembangan filsafat hidup.
Peringkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada level ini
peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada level ini
berkaitan dengan personal, emosi, dan sosial.
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk dikasifikasikan
sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku ini melibatkan
perasaan dan emosi seseorang. Kedua perilaku ini harus tipikal pemikiran perilaku
seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif ini adalah: intensitas, arah, dan
target. Intensitas menyatakan derajad atau kekuatan dari perasaan. Beberapa
perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.
Selain itu sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat
dibandingkan yang lain.
Arah berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan. Arah
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedangkan kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah
perasaan ditinjau bersama-sama maka. Karakteristik afektif beberapa dalam suatu
skala yang kontinum.
Karakteristik yang ketiga adalah target. Target mengacu pada obyek,
aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan
karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik
mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau pengajaran.
Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan. Kadang-kadang terget ini
diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta
didik merasa tegang bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung
sadar bahwa target ketegangan adalah tes.
Ada empat tipe kharakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep
diri, dan nilai. Empat tipe afektif yang akan dibahas dalam pedoman ini, khususnya
tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi/defenisi konseptual, definisi
operasional dan penentuan indikator. Sesuai dengan kharakteristik afektif yang
terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas mencakupi empat ranah,
yaitu minat, sikap, nilai, dan konsep diri.

45
1) Sikap
Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu obyek, situasi,
konsep, atau orang. Obyek sekolah adalah sikap peserta didik terhadap sekolah,
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap peserta didik ini penting
untuk ditingkatkan (Popham, 1999:204). Sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran, misalnya bahasa inggris, harus lebih positif setelah peserta didik
mengikuti pelajaran bahasa inggris. Jadi, sikap peserta didik setelah mengikuti
pelajaran harus lebih efektif dibandingkan sebelum mengikuti pelajaran. Perubahan
ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam melaksanakan proses
belajar mengajar. Untuk itu, guru harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran menjadi lebih positif.

2) Minat
Menurut Getzel (1966:98), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh obyek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Hal penting pada minat adalah intensitanya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

3) Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968)merupakan suatu keyakinan yang dalam
tentang perbuatan, tindakan, atau perilakku yang dianggap baik dan mengacu pada
suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar obyek spesifik atau situasi, sedang
suatu nilai mengacu pada keyakinan sederhana.
Menurut Andersen target nilai cenderung menjadi ide, tetapi susuai dengan
defenisi oleh Rokeach, target dapat juga berupa sesuatu seperti sikap atau perilaku.
Arah nilai dapat positif dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan
tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan niai yang diacu.
Defenisi lain tentang niali disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah
suatu obyek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu yang mengendalikan
pendidikan dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan
bahwa sejak manusia belajar menilai suatu obyek, aktivitas, dan ide sehingga obyek
ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan.oleh karenanya sekolah
harus menolong peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna

46
dan signifikan bagi peserta didik dalam memperoeh kebahagian personal dan
memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.
Beberapa ranah afektif yang tergolong penting adalah sebagai berikut.
a. Kejujuran : peserta didik harus belajar untuk menghargai kejujuran dalam
berinteraksi dengan orang lain.
b. Integritas : peserta didik harus mengikat pada kode nilai, misalnya moral,
dan artitistik.
c. Adil : peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh
perlakuan hukum yang sama.
d. Kebebasan : peserta didik harus yakin bahwa negara demokrasi harus
memberi kebebasan secara maksimum kepada semua orang.
e. Komitmen : peserta didik harus menepati janji dan memegang teguh apa
yang dikatakan.

4) Konsep diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap
kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya. Target, arah, dan intensitas konsep
diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang
tetapii bisa juga institusi seperti sekolah.arah konsep diri bisa positif atau negatif,
dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinu, yaitu mulai dari yang
rendah sampai yang tinggi.
Kensep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir siswa, yaitu dengan
mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, maka bisa dipilih alternatif karir
yang tepat bagi peserta didik. Selian itu informasi konsep diri ini penting bagi
sekolah untuk memotivasi belajar peserta didik dengan tepat.
Dalam memilih karakteristik afektif untuk pengukuran, para pengelolah
pendidikan harus mempertimbangkan : ration teoritis dan isi program sekolah.
Masalah yan timbul adalah bagaimana ranah afektif diukur. Isi dan validitas
konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung
mengikuti defenisi konseptual. Andersen (1980) menggambarkan dua pendekatan
untuk mengukur ranah afektif yaitu, pendekatan acuan ranah dan pendekatan peta
kalimat. Pada pendekatan acuan ranah, pertama diperhatikan adalah target dan arah
karakteristik afektif, san selanjutnya memperhatikan intensitasnya.

3. Alat Penilaian Non Tes

Penggunaan non tes untuk menilai hasil dan proses belajar masih sangat
terbatas jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam menilai hasil dan proses
belajar. Para guru di sekolah apad umumnya lebih banyak menggunakan tes dari
pada non tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih praktis, dan

47
yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh
siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Berikut ini dijelaskan secara umum alat penilaian non tes yang telah
dijelaskan di atas.

1. Wawancara dan kuesioner

Wawancara dan kuesioner sebagai alat penilaian digunakan untuk mngetahui


pendapat, aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan, dan lain-lain sebagai
hasil belajar siswa. Cara yang dilakukan ialah dengan mengajukan pertanyaan
kepada siswa dengan beberapa cara. Apabila pertanyaan yang ajukan dijawab oleh
siswa secara lisan, maka cara ini disebut wawancara. Bila pertanyaan yang diajukan
dijawab oleh siswa secara tertulis, disebut kuesioner. Bentuk pertanyaannya bisa
objektif bisa pula esai.

a. Wawancara

Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil


proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa
sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih
dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas mengemukakan
pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehingga jawaban siswa bisa dicatat secara
lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan
kuantitatif. Pertanyaan yang tidak jelas dapat diulang dan dijelaskan lagi.
Sebaliknya, jawaban yang belum jelas bisa dimita lagi dengan lebih terarah dan
lebih bermakna asal tidak mempengaruhi atau mengarahkan jawaban siswa.

Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:


a) Untuk memperoleh informasi secara langsung guna menjelaskan suatu hal atau
situasi dan kondisi tertentu
b) Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
c) Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawancara
bebas (tak berstruktur). Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah
disiapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikan kepada altenatif jawaban yang
telah dibuat. Keuntungannya adalah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat suatu
kesimpulan. Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan
sehingga siswa bebas mengungkapkan pendapatnya. Keuntungannya adalah
informasi lebih padat dan lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam
menganalisis sebab jawabannya bisa beraneka ragam. Hasil atau jawaban sisiwa

48
tidak bisa ditafsirkan langsung, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-
dimensi jawaban, tetapi perlu analisis dalam bentuk kategori dimensi-dimensi
jawaban, sesuai dengan aspek yang diungkapkan.

Dalam wawancara terdapat kelebihan dan kelemahan.


Diantara kelebihannya adalah:
a) Pewancara sebagai evaluator (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat
berkomunikasi secara langsung, dengan peserta didik, sehingga informasi yang
diperoleh dapat diketahui objektivitasnya, juga dapat diperoleh hasil penilaian
yang lebih lengkap dan mendalam
b) Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel, dinamis, dan personal
c) Data dapat diperoleh baik dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif
d) Dapat memperbaiki proses dan hasil belajar
Sedang di antara kelemahan dari wawancara:
a) Jika jumlah peserta didik cukup banyak, maka proses wawancara banyak
menggunakan waktu, tenaga, dan biaya
b) Adakalanya wawancara terjadi berlarut-larut tanpa arah, sehingga data kurang
dapat memenuhi apa yang diharapkan
c) Sering timbul sikap kurang baik dari peserta didik yang diwancarai dan sikap
overaction dari guru sebagai pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi
diri antara pewancara dengan orang yang diwawancarai
b. Kuesioner

Kelebihan kuesioner dibandingkan wawancara adalah sifatny yang praktis,


hemat waktu, tenaga, dan biaya. Kelemahannya adalah jawaban sering tidak
objektif, lebih-lebih bila pertanyaannya kurang tajam yang memungkinkan siswa
berpura-pura. Seperti hany awawancara, kuesioner pun ada dua macam, yakni
kuesioner berstruktur dan kuesioner terbuka. Kelebihan masing-masing kuesioner
terbuka hampir sama dengan wawancara.

Cara penyampaian kuesioner ada yang langsung dibagikan kepada siswa,


setelah diisi oleh siswa dikumpul lagi. Ada juga yang dikirim melalui pos. Cara
kedua belum menjamin terkumpulnya kembali sesuai dengan jumlah yang
dibagikan. Oleh karena itu, sebaiknya pengiriman kuesioner dibuat lebih dari yang
diperlukan.

49
2. Skala

Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, dan
sebagainya yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan
hasilnya dalam bentuk rentang nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

Instrumen skala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

a) Skala sikap

Defenisi konseptual: Sikap mengacu pada kecenderungan merespon secara


konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu obyek. Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek, misalnya
kegiatan disekolah. Seikap ini bisa positif bisa negatif. Defenisi operasional, sikap
adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek. Obyek ini bisa berupa
kegiatan atau mata pelajaran. Cara mudah untuk mengetahui sikap peserta didik
adalah melakukan kuisioner. Defenisi konseptual: kecenderungan menyukai atau
tidak menyukai, dan defenisi operasional: perasaan positif atau negatif terhadap
objek.

b) Skal minat

Defenisi konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman


yang mendorong individu mencari obyek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk
tujuan perhatian atau penguasaan. Defenisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu obyek.

c) Skala nilai

Defenisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu


pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan siswa, keyakinan tentang kinerja guru. Kemungkinan ada yang
berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Atau ada yang
berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan perubahan.

d) Skala konsep diri

Defenisi konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang


menyangkut keunggulan dan kelemahannya. Defenisi operasional konsep diri

50
adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata
pelajaran.

e) Skala nilai moral

Defenisi konseptual: Nilai moral adalah keyakinan moral yang dalam


terhadap suatu pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai
moral adalah keyakinan seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan.

3. Observasi

Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk


mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang
dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.
Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
misalnya tingkah laku siswa pada saat belajar, tingkah laku guru pada saat
mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi siswa dalam simulasi, dan penggunaan
alat peraga pada waktu mengajar.

Ada tiga jenis observasi, yaitu observasi langsung, observasi dengan alat
(tidak langsung), dan observasi pertisipasi.

a) Observasi langsung.

Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau


proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh
pengamat.

b) Observasi tidak langsung

Observasi tidak langsung adalah observasi yang dilakukan dengan


menggunakan alat seperti mikroskop untuk mengamati bakteri, suryakanta untuk
melihat poro-pori kulit.

c) Observasi partisipasi

Observasi artisipasi berarti pengamat harus melihat diri atau ikut serta dalam
kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati. Dengan
observasi pertisipasi ini, pengamat dapat lebih menghayati, merasakan ,dan
mengalami sendiri seperti individu yang sedang diamati.

Observasi untuk menilai proses belajar mengajar dapat dilakukan oleh guru di kelas
pada saat siswa melakukan kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru tidak perlu
terlalu formal memperhatikan perilaku siswa, tetapi ia mencatat secara teratur
gejala dan perilaku yang ditunjukkan oleh setiap siswa.

51
4. Studi Kasus

studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang
dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya mempelajari secara khusus anak
nakal, anak pandai, dan sebagainya. Kasus-kasus khusus dipilih untuk dipelajari
secara lebih mendalam dan dalam kurung waktu yang cukup lama. Mendalam
artinya mengungkap semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus tersebut
dari erbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Tekanan utama dari studi kasus
adalah mengapa individu melakukan apa yang dilakukan dan bagaimana tingkah
lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.

Kelebihan studi kasus adalah subjek dapat dipelajari secara mendalam dan
menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa
informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang
berkaitan dan belum tentu berlaku paa individu lainnya. Menemukenali kasus-kasus
pada siswa dapat dilakukan melalui pengamatan tingkah lakunya, menganalisis
prestasi belajar yang dicapai, hubungan sosial dengan teman sekelas, mempelajari
perilaku-perilaku ekstrem dari siswa dan lan-lain.

4. Pengembangan instrumen

Instrumen afektif yang dibahas pada buku ini adalah sikap, minat, nilai, dan
konsep diri. Ada sepuluh langkah yang harus diikui dalam mengembangkan
instrumen afektif, yaitu sebagai berikut.
1) Menentukan spesifikasi instrumen
2) Menulis instrumen
3) Menentukan skala instrumen
4) Menentukan sistem penskoran
5) Mentelaah instrumen
6) Melakukan ujicoba
7) Menganalisis instrumen
8) Merakit instrumen
9) Melaksanakan pengukuran
10) Menafsirkan hasil pengukuran

1) Spesifikasi instrumen

a. Wawancara

52
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara,
yakni:

a) Tahap awal pelaksanaan wawancara

Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengondisikan situasi wawancara.


Buatlah situasi yang mengungkapkan suasana keakraban sehingga siswa tidak
merasa tajut, dan ia terdorong untuk mengemukakan pendapatnya secara bebas dan
benar atau jujur.

b) Penggunaan pertanyaan

Setelah kondisi awala cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan


sesuai dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan
sistematik berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila pertanyaan dibuat secara berstruktur, pewawancara membacakan
pertanyaan dan, kalau perlu, alternatif jawabannya. Siswa diminta mengemukakan
pendapatnya,lalu pendapat siswa diklasifikasikan ke dalam altenatif jawaban yang
telah ada. Bila wawancara tak berstruktur, baca atau ajukan pertanyaan, lalu siswa
menjawabnya secara bebas.

c) Pencatatan hasil wawancara

Tahap terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya


dicatat saat itu juga supaya tidak lupa. Mencatat hasil wawancara berstruktur cukup
mudah sebab tinggal memberikan tanda pada alternatif jawaban, misalnya
melingkari salah satu jawaban yang ada.

Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mancatat pokok-pokok isi


jawaban siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawaban apa adanya
dari siswa, jangan tafsiran pewawancara atau ditambah dan dikurangi.

b. Kuesioner

Kuesioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa pernyataan


yang disampaikan kepadaresponden yang dijawab secara tertulis.

Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah:

a) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang siswa sebagai bahan


dalam menganalisis tingkah laku hasil dan proses belajarnya,
b) Untuk memperoleh data mengenai hasil belajar yang dicapainya dalam
proses belajar yang ditempuhnya.

53
c) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyususn kurikulum dan
program belajar mengajar.
c. Skala
Sepsifikasi instrumen terdiri dari tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam
bidang pendidikan pada dasarnya pengukuran afektif ditinjau dari tujuannya, yaitu
ada lima macam instrumen, yaitu:
a. Instrumen sikap.
b. Instrumen minat.
c. Instrumen konsep diri.
d. Instrumen sikap.
e. Insrtumen nilai moral

Dalam menyusun spesifikasi instrumen, ada empat hal yang harus


diperhatikan yaitu:

a. Menentukan tujuan pengukuran


b. Menyusun kisi-kisi intrumen
c. Memilih bentuk dan format instrumen
d. Menentukan panjang instrumen

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat


peserta didik terhadap matam pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan menat peserta didik terhadap seuatu mata pelajaran.

Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap


suatu obyek, misalnya kegiatan sekolah. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif
bisa negatif. Hasil pengukuran sikap bergunan untuk menentukan strategi
pembelajaran yang tepat untuk siswa.

Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan


kelemahan diri sendiri eserta didik melakukan evaluasi terhadap potensi yang ada
dalam dirinya. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan program yang sebaiknya ditempuh oleh siswa. Hal ini berdasarkan
informasi karakteristik eserta didik yang diperoleh dari hasil pengukuran.
Karakteristik potensi pesert didik sangat penting untuk menentukan jenjang
karirnya.

Instrumen nial dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap nilai dan


keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.

54
Setelah tujuan penukuran afektif ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah
menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi, juga disebut blue-print, merupakan tabel
matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Kisi-kisi ini pada
dasarnya berisi tentang defenisi konseptual yang ingin diukur, kemudian
ditentukan defenisi operasional dan selajutnya diuraikan menjadi sejumlah
indikator. Indikator ini merupakan acuan untuk menulis instrumen. Jadi
pertanyaan atau pernyataan ditulis berdasarkan indikator.

Langkah pertama dalam menentukan kisi-kisi adalah menentukan defenisi


konseptual yang diambil dari buku teks. Selanjutnya ditentukan defenisi
operasional, yaitu yang bisa diukur. Defenisi operasional ini kemudian dijabarkan
menjadi sejumlah indikator. Indikator ini merupakan pedoman dalam menulis
instrumen. Tiap indikator bisa ditulis dua atau lebih butir instrumen. Defenisi
konseptual diambil dariteori-teori yang ada dalam buku, sedang defenisi
operasional dapat dikembangkan oleh tim pembuat instrumen. Selanutnya
defenisi operasional dikembangkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini
menjadi acuan penulis instrumen. Salah satu format kisi-kisi instrumen afektif
ditunjukkan tabel 5.1.

Tabel 2.11 Kisi-kisi Instrumen afektif

No Indikator Jumlah butir Pertanyaan/pernyataan skala


1.
2.
3.
4.
5.

d. Observasi

Observasi bertujuan untuk mengamati dan mengkaji tingkah laku individu


atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan

e. Studi Kasus

Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seorang individu yang
dipandang mengalami suatu kasus tertentu. Kasus-kasus dipilih untuk dipilih dan
dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang relatif lama.

Untuk mengungkap persoalan tersebut, perlu dicari data yang berkenaan


dengan pengalaman individu tersebut pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang
membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya.

55
Data diperoleh dari berbagai sumber seperti orang tuanya, teman dekatnya, guru,
bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif, misalnya
dengan observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, atau tes,
bergantung pada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian
dikaji, dihubungkan satu sama lain.

2) Penulisan instrumen

a. Wawancara

Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara.


Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.

a) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara. Misalnya untuk


mengetahui pemahaman bahan pengajaran (hasil belajar) atau mengetahui
pendapat siswa mngenai kemampuan mengajar yang dilakukan guru (proses
belajar mengajar).
b) Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari
wawancara tersebut. Aspek-aspek tersebut dijadikan dasar dalam menyusun
materi pertanyaan wawancara. Aspek yang diungkap diurut secara
sistematik mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks dari yang
khusus menuju yang umum, atau dari yang mudah menuju yang sulit.
c) Tentukan bentuk pertayaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur
atau bentuk terbuka. Bisa saja kombinasi dari kedua bentuk tersebut.
Misalnya untuk beberapa aspek digunakan pertanyaan berstruktur, dan
untuk beberapa aspek lahi dibuat secara bebas.
d) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni
membuat pertanyaan yang berstruktur dan atau yang bebas. Pertanyaan
jangan terlalu banyak, cukup yang pokok-pokok saja.
e) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengola dan menafsirkan hasil
wawancara, baik pedoman untuk wawancara barstruktur maupun untuk
wawancara bebas.

Berikut ini adalah contoh pedoman wawancara terbuka.

Tabel 2.12 contoh pedoman wawancara terbuka

Tujuan : memperoleh informasi mengenai cara belajar yang dilakukan


oleh siswa di rumahnya.
Bentuk : wawancara bebas
Responden : Siswa yang memperoleh prestasi belajar cukup tinggi
Nama siswa : ......................................................................................................
Kelas/semester : ......................................................................................................

56
Jenis kelamin : ......................................................................................................

Komentar dan
Pertanyaan Guru Jawaban Siswa kesimpulan hasil
wawancara
1. Kapan dan berapa lama anda
belajar di rumah?
2. Bagaimana cara anda
mempersiapkan diri untuk belajar
secara efektif?
3. Kegiatan apa yang anda lakukan
pada waktu mempelajari bahan
pengajaran (bidang studi tertentu)
4. Seandainya anda mengalami
kesulitan dalam mempelajarinya,
usaha apa yang anda lakukan untuk
mengatasi kesulitan tersebut?
5. Bagaimana cara yang anda
lakukan untuk mengetahui tingkat
penguasaan belajar yang telah
anda capai?
6. dst.

..........................19....

Pewawancara,

.................................

b. Kuesioner

Cara menyusun kuesioner seperti pada tes prestasi belajar, sehingga berlaku
langkah-langkah yang telah dijelaskan di muka, yakni dimulai dengan analisis
variabel, membuat kisi-kisi, dan menyusun pertanyaan. Petunjuk yang lebih teknis
dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut:

a) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner


sambil dijelaskan maksud dan tujuannya.
b) Jelaskan petunjuk atau cara mengisinya supay atidak salah. Kalu perlu,
beri contoh.
c) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkap identitas responden. Dalam
identitas ini sebaiknya tidak diminta mengisi nama. Identitas cukup

57
mengungkap jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pengalaman, dan
lain-lain yang ada kaitannya dengan tujuan kuesioner.
d) Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori atau bagian sesuai
dengan ariabel yang diungkapkan sehingga mudah mengolanya.
e) Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tetapi jelas sehingga tidak
membingungkan dan salah mengakibatkan penafsiran.
f) Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan yang lain harus dijaga
sehingga tampak logikanya dalam satu rangkaian yang sistematis. Hindari
penggolongan pertanyaan terhadap indikator atau pertanyaan yang sama.
g) Usahakan kemungkinan agar jawaban, kalimat atau rumusannya tidak
lebih panjang daripada pertanyaan.
h) Kuesioner yang terlalu banyak atau terlalu panjang akan melelahkan dan
membosankan responden sehingga pengisian tidak objektif lagi.
i) Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tanda tangan si pengisi untuk
menjamin keabsahan jawabannya.

c. Skala
Ada empat aspek dari ranah afektif yang bisa dinilai di sekolah, yaitu sikap,
minat, percaya diri, dan nilai. Penilaian ranah afektif peserta didik dilakukan
dengan menggunakan instrumen afektif. Hal ini akan dibahas berturut-turut di
bawah ini.

1. Instrumen sikap
Defenisi konseptual: Sikap mengacu pada kecenderungan merespon secara
konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu obyek. Instrumen sikap
bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu obyek, misalnya
kegiatan disekolah. Seikap ini bisa positif bisa negatif. Defenisi operasional, sikap
adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu obyek. Obyek ini bisa berupa
kegiatan atau mata pelajaran. Cara mudah untuk mengetahui sikap peserta didik
adalah melakukan kuisioner. Defenisi konseptual: kecenderungan menyukai atau
tidak menyukai, dan defenisi operasional: perasaan positif atau negatif terhadap
objek.

Tabel 2.13 Kisi-kisi Instrumen afektif

Jumlah
No. Indikator Pertanyaan/pernyataan skala
Butir

58
Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perassan yang
positif atau negatif terhadap suatu obyek, atau satu kebijakan. Kata-kata yang
digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-
menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buru, diingini-tidak diingini.

Indikator sikap terhadap mata pelajaran mateamtika misalnya adalah:

1) Membaca buku matematika


2) Belajar matematika
3) Interaksi dengan guru matematika
4) Mengerjakan tugas matematika
5) Diskusi tentang matematika
6) Memiliki buku matematika

Contoh kuesioner

1) Saya senang membaca buku matematika


2) Saya senang belajar matematika
3) Saya sering bertanya kepada guru tentang pelajaran matematika
4) Saya senang mengerjakan soa matematika
5) Saya selalu mencari soal-soal matematika

2. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat
peserta didik terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap suatu mata pelajaran. Defenisi
konseptual: Minat adalah watak yang tersusun melalui pengalaman yang
mendorong individu mencari obyek, aktivitas, pengertian, keterampilan untuk
tujuan perhatian atau penguasaan. Defenisi operasional: Minat adalah
keingintahuan seseorang tentang keadaan suatu obyek. Indikator minat, misalnya
minat terhadap matematika:
1) Manfaat belajar matematika
2) Usaha memahami matematika
3) Membaca buku matematika
4) Bertanya dikelas
5) Bertanya pada teman
6) Bertanya pada orang orang lain
7) Mengerjakan soal matematika

Contoh kuesioner:

59
1) Mtematika bermanfaat untuk menuju kesuksesan belajar
2) Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
3) Saya senang membaca buku yang berkaitan dengan matematika
4) Saya selalu bertanya di kelas pada pelajaran matematika
5) Saya berusaha memahami pelajaran matematika dengan bertanya kepada
siapapun

3. Instrumen konsep diri


Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan
diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan untuk
menentukan rogram yang sebaiknya ditempuh oleh siswa. Hal ini berdasarkan
informasi karakteristik peserta didik yang diperoleh dari hasil pengukuran. Defenisi
konsep diri: Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri yang menyangkut
keunggulan dan kelemahannya. Defenisi operasional konsep diri adalah pernyataan
tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.

Indikator konsep diri adalah:

1) Fisika saya rasakan sebagai mata pelajaran yang paling sulit


2) Mata pelajaran bahasa inggris saya rasakan paling mudah
3) Keunggulan saya adalah fisik yang tinggi
4) Kelemahan saya adalah kemampuan berkomunikasi
5) Saya senang membantu teman belajar ketrampilan

Contoh instrumen

1) Saya sulit mengikuti pelajaran matematika


2) Mata pelajaran bahasa inggris mudah saya pahami
3) Saya mudah menghafal
4) Saya mampu membuat karangan yang baik
5) Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
6) Saya bisa bermain sepak boa dengan baik
7) saya mampu membuat karya seni yang variatif

4. Instrumen nilai
Moral, nilai, dan etika merupakan konsep penting dalam pembentukan
kompetensi siswa. Pencapaian kemampuan kognitif dan psikomotor tidak akan
memberi manfaat bagi masyarakat, jenjang pendidikan bisa baik, bila digunakan

60
membantu orang lain, namun bisa tidak baik bila kemampuan tersebut digunakan
untuk merugikan orang lain. Hal inilah letak pentingnya kemampuan afektif.
Peaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak.
Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgment moral dan
tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip hipetetikal, bukan pada bagaimana
sesungguhnya seseorang bertindak.
Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau
keinginan berbuat. Hemin dan Simon memasukkan pada bagian nilai sepeti
keyakinan, sikap, aktivitas atau perasaan yang memuaskan, antara lain yang
didukung dan terpadu dengan perilaku yang sesungguhnya serta berulang dalam
kehidupan seseorang. Jadi nilai berkaitan dengan keyakinan, sikap dan aktivitas
atau tindakan seseorang. Tindakan merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.
Defenisi konseptual: Nilai adalah keyakinan yang dalam terhadap suatu
pendapat, kegiatan, atau suatu obyek. Defenisi operasional: Nilai adalah keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu obyek atau kegiatan. Misalnya keyakinan akan
kemampuan siswa, keyakinan tentang kinerja guru. Kemungkinan ada yang
berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit untuk ditingkatkan. Atau ada yang
berkeyakinan bahwa guru sulit untuk melakukan perubahan.
Instrumen nilai dan keyakinan bertujuan untuk mengungkap niai dan
keyakinan individu, informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang
positif dan yang negatif. Hal-hal yang positif diperkuat sedang yang negatif
diperlemah dan akhirnya dihilangkan.

Indikator nilai :
1) Keyakinan tentang prestasi belajar siswa
2) Keyakinan atas keberhasilan siswa
3) Keyakinan atas harapan orang tua
4) Keyakinan atas dukungan masyarakat
5) Keyakinan atas sekolah dapat mengubah nasib seseorang

Contoh kuesioner tentang nilai siswa:

1) Saya berkeyakinan bahwa prestasi belajar peserta didik sulit untuk


ditingkatkan
2) Saya berkeyakinan bahwa kinerja guru sudah maksimum
3) Saya berkeyakinan bahwa peserta didik yang ikut bimbingan tes cenderung
akan diterima di perguruan tinggi

Selain melalui kuesioner ranah afektif siswa, sikap, minat, konsep diri, dan
nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif peserta
didik dilakukan di tempat terjadinya kegiatan belajar dan mengajar. Untuk

61
mengetahui keadaan ranah afektif siswa, guru harus menyiapkan diri untuk
mencatat setiap tindakan ranah afektif siswa. Untuk itu perlu ditentukan dulu
indikator substansi yang akan diukur.

5. Instrumen nilai moral


Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui nilai moral siswa. Moral
didefenisikan sebagai pendapat, tindakan yang dianggap baik dan yang dianggap
tidak baik. Indikator nilai moral sesuai dengan defenisi di atas adalah :
1) Memegang janji
2) Membantu orang lain
3) Menghormati orang lain
4) Berkata jujur
5) Berperilaku jujur

Contoh instrumen dengan skala Likert

1) Bila berjanji pada teman saya tidak harus selalu menepati.


2) Ketika berjanji kepada orang yang lebih tua saya berusaha menepatinya.
3) Bila berjanji pada anak kecil saya tidak harus selalu menepatinya.
4) Bila menghadapi kesulitan saya selalu meminta bantuan orang lain.
5) Bila ada orang lain menghadapi kesulitan saya berusaha membantunya.

d. Observasi

Langkah yang dibuat dalam membuat pedoman observasi adalah sebagai


berikut:

a) Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap proses suatu tingkah


laku, misalnya penampilan guru di kelas. Lalu cata kegiatan yang
dilakukannya dari awal sampai akhir pembelajaran. Hal ini dilakukan agar
dapat menentukan jenis perilaku guru pada saat mengajar sebagai segi-segi
yang akan diamati nanti.
b) Berdasarkan gambaran dari langkah (a) penilaian menentukan segi-segi
mana dari perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan
keperluannya. Urutkan segi-segi tersebut sesuai dengan apa yang
seharusnya berdasarkan khazanah ilmu pengetahuan ilmiah, misalnya
berdasarkan teori mengajar. Rumusan tingkah laku tersebut jelas dan
spesifik sehingga dapat diamati oleh pengamatannya.
c) Tentukan bentuk pedoman observasi tersebut, apakah bentuk bebas (tak
perlu ada jawaban, tetapi mencatat apa yang tampak), atau pedoman yang
berstruktur (memakai kemungkinan jawaban). Bila dipakai bentuk yang
berstruktur, tentukan pilihan jawaban serta indikator-indikator dan setiap

62
jawaban yang disediakan sebagai pegangan bagi pengamat pada saat
melakukan oservasi nanti.
d) Sebelum observasi dilaksanakan, diskusi dahulu pedomanobservasi yang
telah dibuat dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat
dipahami maknanya dan bagaimana cara mengisinya.
e) Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada dalam pedoman
observasi, sebaiknya disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di
bagian akhir pedoman observasi.

Berikut contoh pedoman observasi.

2.14 contoh pedoman observasi

PEDOMAN OBSERVASI

Topik diskusi :
...................................................................................
Kelas/semester :
...................................................................................
Bidang studi :
...................................................................................
Nama siswa yang diamati :
...................................................................................

Hasil Pengamatan
Aspek yang diamati Keterangan
Tinggi Sedang Kurang

1. Memberikan pendapat untuk


pemecahan masalah.
2. Memberikan tanggapan terhadap
pendapat orang lain.
3. Mengerjakan tugas yang
diberikan.
4. Motivasi dalam mengerjakan
tugas-tugas.
5. Toleransi dan mau menerima
pendapat siswa lain
6. Tanggung jawab sebagai anggota
kelompok
e. Studi Kasus

Beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus dalam bidang


pendidikan, khususnya di sekolah adalah sebagai berikut:

63
1) Menemukenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa di
antara siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
2) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan perlu mendapatkan
bantuan pemecahan oleh guru. Dalam langkah ini guru sebaiknya
mewawancarai siswa untuk menentukan jenis masalah yang dihadapi oleh
siswa tersebut.
3) Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah yang
dihadapi siswa tersebut melalui analisi hasil belajar yang dicapainya,
mengamati erilakunya, bertanya kepada teman sekelas, kalau perlu meminta
penjelasan dari orang tuanya.
4) Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang
berkenaan dengan kehidupan siswa itu sendiri.
5) Menganalisis sebabsebab tersebut dan menghubungkannya dengan tingkah
laku siswa agar diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar
belakang siswa.
6) Dengan informasi yang telah lengkap tentang faktor penyebab tersebut,
guru dapat menentukan sejumlah alternatif pemecahannya. Setiap informasi
dikaji lebih lanjut untuk menetapkan alternatif mana yang paling baik untuk
dapat mengatasi masalah siswa.
7) Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan
dengan siswa untuk secara bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri
maupun oleh guru.
8) Terus mengadakan pengamatan dan pemantauan terhadap tingkah laku
tersebut untuk melihat perubahan-perubahannya. Jika belum menunjukkan
perubahan, perlakuan guru harus lebih ditingkatkan lagi dengan
menggunakan alternatif lain yang dapat ditemukenali sebelumnya.

3) Telaah instrumen

Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: a) apakah butir


pertanyaan atau pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan apa
sudah komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, dan c) aakah butir
pertanyaan atau pernyataan tidak biasa, d) apakah format instrumen menarik untuk
dibaca, e) apakah jumlah butir sudah tepat sehingga tidak menjemukan
menjawabnya.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik
bia ada pakar pengukuran. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang
diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang

64
digunakan adalah yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah
ini selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.

4) Skala Pengukuran

Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam penelitian,
yaitu Skala Thurstone. Skala Likert, dan Skala Beda semantik. Skala Thurstone
terdiri dari 7 kategori, yang paling banyak bernilai 7 dan yang paling kecil bernilai
1.

Tabel 2.15 contoh Skala Thurstone, Minat terhadap pelajaran Sejarah

7 6 5 4 3 2 1
1. Saya senang belajar Sejarah

2. Pelajaran sejarah bermanfaat

3. saya berusaha hadir tiap pelajaran sejarah

4. saya berusaha memiliki buku pel.sejarah

Tabel 2.16 Contoh Skala Thurstone, sikap terhadap pelajaran matematika

4 3 2 1
1 Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS
2 Pelajaran matematika sulit SS S TS STS
3 Tidak semua peserta didik harus belajar SS S TS STS
matematika
4 Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS
5 Harus banyak aplikasi pada Pel. Matematika SS S TS STS

Keterangan :

SS : Sangat setuju
S : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

65
Panjang instrumen berhubungan dengan masalah kebosanan, yaitu tingkat
kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisisan instrumen kuisioner
sebaiknya tidak lebih dari 20 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu
pertanyaan atau pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur
pertanyaan, dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias,
yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk


kuisioner, yaitu:

a. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan


b. Pertanyaannya jangan samar-samar
c. Hindari pertanyaan yang bias
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Contoh Pertanyaan yang biasa:

Guru yang profesional selalu membaca koran setiap hari.

Pertanyaan : Apakah saudara membaca koran setiap hari?

Peserta didik yang baik selalu membersihkan papan tulis sebelum guru hadir

Pertanyaan : Apakah anda selalu membersihkan papan tulis?

Contoh pertanyaan yang tidak bias:

Sebagian guru setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun
sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang
menempuh ujian akhir lulus semua?

5) Penyusunan butir soal bentuk daftar cek

Daftar cek berisi seperangkat butir soal yang mencerminkan rangkaian


tindakan/perbuatan yang harus ditampilkan oleh peserta ujian, yang merupakan
indikator dari keterampilan yang akan diukur. Oleh karena itu dalam menyusun
daftar cek: 1) carilah indikator penguasaan keterampilan yang diujikan, 2) susunlah
indikator tersebut sesuai dengan urutan penampilannya. Kemudian dilakukan
pengamtan terhadap subjek yang dinilai untuk melihat pemunculan indikator-
indikator yang dimaksud. Jika indikator tersebut muncul, maka diberi tanda V atau
tulisan kata “ya” pada tempat yang telah disediakan.

66
Misal akan dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik
menggunakan termometer badan. Untuk itu maka dicari apa indikator yang
menunjukkan peserte didik terampi menggunakan termometer tersebut, misal
indikator sebagai berikut.
a. Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya
b. Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya
c. Cara memasang termometer pada suhu pasien

Peserta didik dinyatakan terampil dalam hal tersebut jika ia mampu


melakukan urutan kegiatan berikut dengan benar. Setelah diperoleh indikatornya,
kemudian disusun butir soal dalam bentuk daftar cek seperti contoh berikut.

a. Mengeluarkan termometer dari tempatnya dengan memegang bagian ujung


yang tak berisis air raksa
b. Menurunkan posisi air raksa dalam pipa kapiler termometer serendah-
rendahnya
c. Memasang termoter pada tubuh pasien (di muut, di ketiak, atau di dubur)
sehingga bagian yang berisi air raksa kontak dengan tubuh subjek yang
diukur suhunya

6) Penskoran instrumen

Sistem penskoran yang digunakan terantung pada skala pengukuran. Apabila


digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untk tiap butir adalah 7 dan yang
terkecil adalah 1. Demikian pua untuk instrumen dengan skalasemantik. Untuk
skala Likert, skor tertinggi tiap butir soal adalah 4 dan yang terendah adalah 1.

7) Analisis instrumen

Apabila instrumen telah di telaah kemudian diperbaiki dan selanjutnya dirakit


untuk ujicoba. Ujicoba bertujuan untuk mengetahui karakteristik instrumen.
Karakteristik yang penting adalah daya beda instrumen, dan tingkat keandalannya.
Semakin besar variasi jawaban tiap butir maka akan semakin baik instrumen ini.
Bila variasi skor sautu butir soal sangat kecil berarti butir itu bukan variabel yang
baik. Selanjutnya dihitung indeks keandalan intrumen dengna formula Cronbach-
alpha, bila besar indeksnya sama atau lebih besar dari 7,0 maka instrumen itu
tergolong baik.

8) Penafsiran hasil pengukuran

67
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran juga
disebut dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran juga disebut dengan
penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria
yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan.
Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehingga tiap peserta
didik memiliki skor. Selanjutnya dicari rerata skor keseluruhan peserta didik dalam
satu kelas dan simpangan bakunya. Kategorisasi hasil pengukuran menggunakan
distribusi normal, dan untuk skala Likert dengan ketentuan seperti tabel 1 untuk
minat peserta didik dan tabel 2 untuk minat kelas.

Tabel 2.17. Kategorisasi sikap atau minat peserta didik

No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat


1 ̅
𝑋 ≥ 𝑋 + 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑋̅ + 1. 𝑆𝐵𝑥 > 𝑋 ≥ 𝑋̅ Tinggi/ positif
3 𝑋̅ > 𝑋 ≥ 𝑋̅ − 1. 𝑆𝐵𝑥 Negatif/ rendah
4 𝑋 < 𝑋̅ − 1. 𝑆𝐵𝑥 Sangat negatif/ rendah

Keterangan :

𝑋̅ : rerata skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas


𝑆𝐵𝑥 : simpangan baku skor keseluruhan peserta didik dalam satu kelas
𝑋 : skor yang dicapi siswa

Untuk mengetahui minat kelas terhadap matap pelajaran dilakukan langkah


seperti berikut dan kategorisasinya dapat dilihat pada tabel 5.6.
a) Cari rerata skor kelas, disingkat 𝑌̅
b) Cari rerata skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang sama
c) Cari simpangan baku skor keseluruhan kelas untuk mata pelajaran yang
sama

Tabel 2.18 Kategorisasi sikap atau minat kelas

No Skor siswa Kategori Sikap atau Minat


1 𝑌 ≥ 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat positif/ sangat tinggi
2 𝑌̅ + 1. 𝑆𝐵𝑦 > 𝑌 ≥ 𝑌̅ Tinggi/ positif
3 𝑌̅ > 𝑌 ≥ 𝑌̅ − 1. 𝑆𝐵𝑦 Negatif/ rendah
4 𝑌 < 𝑌̅ − 1. 𝑆𝐵𝑦 Sangat negatif/ rendah

Melalui tabel 5.6 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik terhadap
tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong negatif atau minat peserta

68
didik tergolong rendah, maka guru harus berusaha meningkatkan sikap dan minat
siswa. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong positif atau tinggi, guru
harus mempertahankannya. Tabel 5.6 menunjukkan minat atau sikap kelas terhadap
suatu mata pelajaran. Jadi dalam pengukuran sikap atau minat diperlukan informasi
tentang minat atau sikap tiap peserta didik dan sikap kelas.
Cukup banyak ranah afektif yang tampak penting dinilai. Namun yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan guru untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada
tahap awal dicari komponen afektif yang bisa diniai untuk guru. Namun pada tahun
berikutnya bisa ditambah ranah afektif yang lain yang dinilai.
Jenis instrumen yang dikembangkan dibatasi sesuai dengan ranah afektif
yang penting di kelas, agar guru dan para pengelola pendidikan dapat
mengembangkannya. Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan
minat siswa. Pengembangan instrumen afektif dilakukan melalui langkah berikut
ini:
a. Menentukan defenisi konseptual atau konstruk yang akan diukur
b. Menentukan defenisi operasional
c. Menentukan indikator
d. Menulis instrumen

Instrumen yang dibuat harus ditelaah oleh teman sejawat untuk mengetahui
keterbacaan, substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah
digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut diujicoba
di lapangan. Hasi ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi
jawaban, indeks beda, dan indeks keandalan instrumen. Hal yang penting pada
instrumen afektif adalah besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik
adalah minimum 0,70.

Penafsiran hasil pengukuran menggunakan distribusi normal dan


menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti minat peserta
didik baik, sedang negatif berarti minat peserta didik kecil. Demikian juga untuk
instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.

9) Observasi

Penilaian ranah afektif peserta didik selain menggunakan kuisioner juga bisa
dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai
dengan penentuan defenisi konseptual dan defenisi operasional. Defenisi
konseptual kemudian diturunkan menjadi sejumlah indikator. Indikator ini menjadi
isi pedoman obsevasi. Misalnya indikator peserta didik berminat pada mata
pelajaran matematika adalah kehadiran di kelas, kerajinan dalam mengerjakan
tugas-tugas, banyaknya bertanya, kerapian dan kelengkapan catatan.

69
Hasil observasi akan melengkapi informasi hasil kuisioner. Dengan demikian
informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang ditempuh
akan lebih tepat.

70
BAB III
BENTUK INSTRUMEN YANG DIKEMBANGKAN

A. Istrumen Tes
1. Tujuan instrumen

Tujuan instrumen tes ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan
siswa tentang pemahaman materi pembelajaran selama semester 1 di kelas X.
2. Jenis instumen tes yang digunakan
Jenis instrumen tes yang digunakan penulis adalah bentuk pilihan ganda dan
esai. Soal pada isnstrumen berjumlah 33 soal. 30 soal merupakan soal bentuk
pilihan ganda dan 3 soal merupakan soal berbentuk esai. Setiap soal mewakili
indikator yang dikembangkan oleh guru sesuai dengan kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kementerian pendidikan.
3. Panjang instrumen
Waktu pengerjaan yang diberikan kepada peserta didik untuk menjawab
adalah 90 menit.
4. Kisi-kisi tes tulis
Kisi-kisi instrumen tes ini adalah sebagai berikut:

71
72
73
74
75
76
5. Bentuk Instrumen Tes

Soal Ujian Akhir Semester

Mata pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : X/1

Tahun Ajaran : 2014

a. Pilihan Ganda
−3
(2𝑥 3 𝑦 −4 )
1. Bentuk sederhana dari dapat disederhanakan menjadi ....
4𝑥 −4 𝑦 2
𝑦2
5 𝑦 10
a. (2𝑥 ) d. 32𝑥 5

2𝑦 2
5 𝑦 14
b. ( ) e. 2𝑥 5
𝑥
5
1 𝑦2
c. ( )
2 2𝑥
1
2. Nilai 𝑥 dari bentuk log 𝑥 = − 3

a. 103 d. 3
1
√10
1 10
b. 103
e. − 3
3
c. √10
3. Jika 𝑥 = 4 − √7 dan 𝑦 = 4 + √7 maka nilai 𝑥 2 − 𝑦 2 + 2𝑥𝑦 =. . . ..

a. 18 − 16√7 d. 18 − 4√7
b. 23 − 16√7 e. 18 + 16√7
c. 23 + 4√7
4. log 2 + log 18 − log 6 + log 5 − log 3 = . . . .

a. 90 d. 0
b. 10 e. −1
c. 1

77
5. √89 − 28√10 ekuivalen dengan . . . .

a. √5 − √2 d. √2 − √5
b. 2√3 + √3 e. 7 + 2√10
c. 7 − 2√10
4√3+2√6
6. Bentuk sederhana dari −4√3+2√6 adalah . . . .

a. −3 − √2 d. 1 − 2√2
b. −3 + 2√2 e. 3 + 2√2
c. −1 − 2√2
7. Jika 7log 2 = a dan 2log 3 = b maka nilai 6log 98 = . . . .
𝑎+2 𝑎+1
a. d.
𝑎(1+𝑏) 𝑎(1+𝑏)
𝑎+2 𝑎+2
b. e.
1+𝑎𝑏 𝑎(1−𝑏)
𝑎−2
c. 𝑎(1+𝑏)

8. Pernyataan berikut yang benar adalah . . . .

a. |2𝑥 − 5| = d. |2𝑥 − 5| =
2𝑥 − 5, 𝑥>0 2𝑥 − 5, 𝑥>2
5
{
5 − 2𝑥 𝑥<0 { 5
5 − 2𝑥 𝑥<2

b. |2𝑥 − 5| = 2𝑥 − 5,
2
𝑥>5
2𝑥 − 5, 𝑥<0 e. |2𝑥 − 5| = { 2
{ 5 − 2𝑥 𝑥<5
5 − 2𝑥 𝑥>0
c. |2𝑥 − 5| =
5
2𝑥 − 5, 𝑥<2
{ 5
5 − 2𝑥 𝑥>2

9. Persamaan garis lurus yang memotong sumbu-x di (7,0) dan sumbu-y di


(0,4) dan gradiennya berturut-turut adalah...

a. 4𝑥 + 𝑦 = 4 dan −4 4
d. 4𝑥 + 7𝑦 = 28 dan − 7
7 7
b. 7𝑥 + 4𝑦 = 28 dan − 4 e. 7𝑥 − 4𝑦 = 28 dan 4

78
4
c. 4𝑥 − 7𝑦 = 28 dan 7

10. Jika √2𝑥 − 6 < 2, maka batas-batas x yang memenuhi adalah . . . .

a. 𝑥 < 5 d. 3 < 𝑥 < 5


b. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 5 e. 3 ≤ 𝑥 < 5
c. 𝑥 ≤ 3 atau 𝑥 > 3
11. Nilai mutlak yang memenuhi pertidaksamaan 0 < |𝑥 − 3| ≤ 3 adalah . . .
.

a. 0 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3 d. −6 ≤ 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
b. 0 < 𝑥 < 6, 𝑥 ≠ 3 e. −6 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
c. 0 < 𝑥 ≤ 6, 𝑥 ≠ 3
12. Persamaan 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 dan 𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 = 𝑟 memiliki sebuah solusi jika . . .
.

a. 𝑎𝑝 − 𝑏𝑞 = 0 d. 𝑎𝑝 ≠ 𝑏𝑞
b. 𝑎𝑞 ≠ 𝑏𝑝 e. 𝑎𝑏𝑐 = 𝑝𝑞𝑟
c. 𝑎𝑝 + 𝑏𝑞 = 0
13. Nilai 3𝑥 + 5𝑦, jika 𝑥 dan 𝑦 memenuhi sistem persamaan 2𝑥 − 4𝑦 = 7 dan
5𝑥 + 𝑦 = 1 adalah . . . .

a. −9 d. 6
b. −6 e. 9
c. −2
14. Pada suatu latihan perang yang melibatkan 1000 personel tentara dan 100
ton perlengkapan perang. Untuk menuju lokasi latihan disediakan sebuah
jenis pesawat Hercules dan helikopter. Setiap pesawat Hercules mampu
memuat 50 orang tentara dan 10 ton perlengkapan, sedangkan setiap
helikopter mampu memuat 40 orang tentara dan 3 ton perlengkapan.
Bentuk model matematika dari soal ini adalah . . . .
a. 1000 = 50𝑥 + 40𝑦 d. 100 = 50𝑥 + 40𝑦
100 = 10𝑥 + 3𝑦 1000 = 10𝑥 + 3𝑦
b. 1000 = 40𝑦 + 50𝑥 e. 100 = 10𝑥 + 40𝑦
100 = 3𝑦 + 10𝑥 1000 = 50𝑥 + 3𝑦
c. 1000 = 50𝑥 + 10𝑦

79
100 = 40𝑥 + 3𝑦
15. Berdasarkan permasalahn pada nomor 14, banyaknya pesawat Hercules dan
helikopter yang dibutuhkan untuk mengangkut semua tentara dan
perlengkapan dalam satu kali keberangkatan adalah . . . .
a. 4 pesawat Hercules dan 20 d. 3 pesawat Hercules dan 21
helikopter helikoper
b. 20 helikopter dan 4 pesawat e. 21 pesawat Hercules dan 3
Hercules helikopter
c. 12 helikopter dan 12 pesawat
Hercules
16. Suatu hari Budi berbelanja di toko Makmur berupa 3 kg gula dengan harga
per kg Rp.400,00 dan 10 kg beras dengan harga per kg Rp.425,00 setelah
itu Budi ke toko Arfah berupa 2 kg dan 5 kg beras dengan harga yang sama
dengan toko Budi. Pengeluaran belanja di toko Makmur dan toko Arfah
dapat dituliskan dalam bentuk matriks . . . .
3 10 400 3 2 400 400
a. [ ][ ] d. [ ][ ]
2 5 425 10 5 425 425
3 10 425 3 2 350 350
b. [ ][ ] e. [ ][ ]
2 5 400 10 5 400 400
3 2 400
c. [ ][ ]
10 5 425
3 −4
17. Jika 𝑋 = [ ] dan 𝑋 2 − 2𝑋 + 𝐼 = 𝑞, maka 𝑞 adalah . . .
1 −1
3 −4 0 1
a. [ ] d. [ ]
1 −1 1 0
0 0 1 1
b. [ ] e. [ ]
0 0 1 1
1 0
c. [ ]
0 1
2 3 −1 −4 2 3𝑛 + 2
18. Diketahui matriks 𝐴 = [ ], 𝐵 = [ ], dan 𝐶 = [ ].
5 1 2 3 −6 −18
Nilai 𝑛 yang memenuhi 𝐴 × 𝐵 = 𝐶 + 𝐴𝑇 adalah . . . .
1
a. −6 d. 2
3
2
b. −2 e. 2 3
2
c. 3
8 4
19. Invers dari 𝐴 = [ ] adalah . . . .
6 2

80
1 1 1 1
− −2
a. [ 3 4 ] d. [43 2
]
−1 1
4 4

1 1 1 1
− − −2
b. [ 3 4 2
] e. [ 43 ]
−1 −4 1
4

1 1
− −2
c. [ 43 ]
− −1
4

20. Dibawah ini merupakan matiks singular adalah . . .


1 2 −3 5
a. [ ] d. [ ]
3 4 −2 4
1 3 1 2
b. [ ] e. [ ]
2 4 4 8
1 2
c. [ ]
4 3
3𝑥 − 1 3
21. Jumlah akar-akar persamaan | | = 0 adalah . . . .
𝑥+1 𝑥+2
5 2
a. − d. 3
3
4 5
b. − 3 e. 3
2
c. − 3

22. Diberikan dua buah himpunan 𝐴 dan 𝐵 . Himpunan A merupakan himpunan


huruf-huruf penyusun kata “MATEMATIKA” sedangkan himpunan B
adalah himpunan yang beranggotakan angka 1, 2, 3, 4, 5. Banyaknya
pasangan yang terjadi antara himpunan A dan B dengan syarat setiap
anggota di A berpasangan dengan setiap anggota di B adalah . . . .
a. 15 d. 50
b. 30 e. 100
c. 45
23. Di bawah ini relasi yang merupakan fungsi, kecuali . . . .

81
a. A B d. A B

b. A B e. A B

c. A B

24. Diketahui 𝑓(2𝑥 − 3) = 4𝑥 − 7, maka nilai dari 𝑓(17) − 𝑓(7) adalah . . .


a. 5 d. 15
b. 7 e. 20
c. 10
25. Rumus suku ke-n dari barisan {𝑎𝑛 } yang didefenisikan oleh 𝑎𝑛 = 3 + 𝑎𝑛−1
untuk 𝑛 ≥ 2 dan 𝑎1 = 4 adalah . . . .
a. 𝑎𝑛 = 3𝑛 + 1 d. 𝑎𝑛 = 𝑛 + 2
b. 𝑎𝑛 = 3 + 𝑛 e. 𝑎𝑛 = 3𝑛
c. 𝑎𝑛 = 3𝑛 − 3
26. Suku ke-20 dari barisan 20, 42, 66, 92, 120, . . . . adalah . . . .
a. 600 d. 720
b. 6000 e. 620
c. 7200
27. Dalam sebuah deret aritmatika, suku ke-3 adalah 9, suku ke-n adalah 87,
jumlah suku ke-6 dan suku ke-7 adalah 39. Jumlah n suku pertama deret
tersebut adalah . . . .

82
a. 1205 d. 1505
b. 1305 e. 1605
c. 1405
3
28. Diberikan barisan geometri, 𝑢1 + 𝑢3 = 3 dan 𝑢2 + 𝑢4 = 2 √2. Suku ke 5
dari barisan tersebut adalah . . . .
1
a. d. 2
2

b. 1 5
e.
2
3
c. 2
8 8 8
29. Jumlah deret geometri tak hingga dari 8, − 3 , 9 , − 27 , . . . .. . adalah . . . .
a. 2 d. 8
b. 4 e. 10
c. 6
30. Sebuah bola tenis dijatuhkan ke lantai dari suatu gedung yang tingginya 2
meter. Setiap kali bola itu memantul akan mencapai tinggi tiga perempat
dari tinggi yang dicapai sebelumnya. Panjang lintasan yang dilalui bola
tersebut hingga berhenti memantul adalah . . . .
a. 10 𝑚 d. 13 𝑚
b. 11 𝑚 e. 14 𝑚
c. 12 𝑚

b. Esay
1. Buktikan bahwa jika 𝑎 ∈ ℝ, 𝑎 > 1 dan 𝑛 > 𝑚, maka 𝑎𝑛 > 𝑎𝑚 .
2. Tentukan himpunan penyelesaian SPL berikut dengan metode invers
matriks
2𝑥 − 𝑦 = 5
3𝑥 + 2𝑦 = 4
3. Seorang pedagang mempunyai modal sebesar Rp.50.000.000,00 yang ia
investasikan pada setiap permulaan tahun selama 4 tahun berturut-turut
dengan bunga majemuk 10% pertahun. Hitunglah jumlah seluruh modal
pedagang itu pada akhir tahun keempat.

83
6. Kunci Jawaban Instrumen
a. Pilihan Ganda

No Jawaban No Jawaban No Jawaban


1. D 11. C 21. A
2. D 12. B 22. B
3. A 13. B 23. A
4. C 14. A 24. E
5. C 15. A 25. A
6. E 16. A 26. E
7. A 17. B 27. B
8. D 18. B 28. A
9. D 19. B 29. C
10. A 20. E 30. E

b. Esay
1. Diketahui ∈ ℝ, 𝑎 > 1 dan 𝑛 > 𝑚
Akan dibuktikan 𝑎𝑛 > 𝑎𝑚
Bukti:
Karena 𝑎 > 1 dan 𝑛 > 𝑚 maka 𝑛 − 𝑚 > 0 dan 𝑎𝑛 > 0, 𝑎𝑚 > 0.
Akibatnya,berlaku
𝑎𝑛
↔ 𝑎𝑚 = 𝑎𝑛−𝑚 (Lihat Sifat identitas)
𝑎𝑛
↔ 𝑎𝑚 > 1
𝑎𝑛
↔ 𝑎𝑚 ∙ 𝑎 𝑚 > 1 ∙ 𝑎 𝑚
↔ 𝑎𝑛 > 𝑎𝑚 (terbukti)

2. Diketahui
2𝑥 − 𝑦 = 5
3𝑥 + 2𝑦 = 4
Ubah bentuk SPL ke bentuk persamaan matriks 𝐴𝑋 = 𝐵.
2 −1 𝑥 5
[ ][ ] = [ ]
3 2 𝑦 4
2 −1 𝑥 5
Dengan 𝐴 = [ ] , 𝑋 = [𝑦], dan 𝐵 = [ ]
3 2 4
2 −1 𝑥 5
Sehingga [ ] [ ] = [ ] dapat dibentuk menjadi 𝐴𝑋 = 𝐵
3 2 𝑦 4
𝐴𝑋 = 𝐵
𝑋 = 𝐴−1 𝐵
𝑥 1 2 1 5
[𝑦 ] = 2 −1 [ ][ ]
𝐷𝑒𝑡[ ] −3 2 4
3 2

84
1 2 1 5
= 7[ ][ ]
−3 2 4
1 10 + 4
= 7[ ]
−15 + 8
1 14
= 7[ ]
−7
2
=[ ]
−1
Sehingga himpunan penyelesaiannya adalah (2, -1).

3. Diketahui modal awal : Rp. 50.000.000,00


Bunga : 10%
Waktu : 4 tahun

Ditanya : jumlah seluruh modal pedagang itu pada akhir tahun keempat

Solusi:

Rp. 50.000.000,00 yang diperbungakan pada permulaan tahun pertama


memberi bunga selama 4 tahun dan menjadi

10 4
Rp. 50.000.000,00 (1 + 100) = 50.000.000 (1,1)4

Rp. 50.000.000,00 yang kedua memberi bunga selama 3 tahun dan menjadi
50.000.000,00 x (1,1)3 . yang ketiga menjadi 50.000.000,00 x (1,1)2 ; dan
yang keempat menjadi 50.000.000 x (1,1).

Jadi, setelah 4 tahun jumlah semuanya adalah (50.000.000 × 1,14 ) +


(50.000.000 × 1,13 ) + (50.000.000 × 1,12 ) + (50.000.000 × 1,1).

Jika deret geometri itu kita membacanya dari belakang ke muka, maka

(50.000.000 × 1,14 ) + (50.000.000 × 1,13 ) + (50.000.000 × 1,12 ) +


(50.000.000 × 1,1) = 50.000.000(1,1 + 1,12 + 1,13 + 1,14 )
𝑎(𝑟 𝑛 −1)
𝑆𝑛 = 𝑟−1

50.000.000×1,1(1,14 −1)
𝑆𝑛 = 1,1−1

= 255.255.000

Jadi, jumlah seluruh modal pedagang itu pada akhir tahun keempat adalah
Rp. 255.255.000,00

85
B. Instrumen Non Tes
1. Tujuan instrumen.
Tujuan instumen non tes ini adalah untuk mengetahui sejauh mana minat
peserta didik terhadap mata pelajaran matematika kelas X semester 1.
2. Jenis instrumen non tes yang digunakan
Jenis instrumen yang digunkaan adalah instrumen berbentuk kuesioner.
Waktu menjawab istrumen adalah 15 menit. Jumlah soal instrumen non tes adalah
30. 17 merupakan pernyataan positif dan 13 merupakan pernyataan negatif.
3. Skala yang digunakan
Skala penilaian yang digunakan dalam instrumen ini adalah jenis skala Likert
4. Kisi-kisi instrumen non tes

KISI-KISI PENYUSUNAN INSTRUMEN PEMBELAJARAN NON-TES


DENGAN VARIABEL MINAT SISWA-SISWI TINGKAT SMA KELAS X
TERHADAP MATA PELAJARAN MATEMATIKA

NOMOR
VARIABEL INDIKATOR PERNYATAAN JUMLAH
POSITIF NEGATIF
Ketertarikan dalam
Membaca Buku 1,2 3,4 4
Matematika
Mengerjakan Tugas
Matematika dengan 5, 6, 7 8, 9 5
Minat Siswa-
Baik
Siswi Tingkat
Mempelajari 10, 11,12 13 4
SMA Kelas X
Matematika
Terhadap Mata
Memiliki Buku 14 15 2
Pelajaran
Matematika
Matematika
Memiliki Catatan 16, 17, 18 19, 20 5
Matematika
Mengikuti 21, 22, 23, 26, 27, 28, 10
Pembelajaran 24, 25 29, 30
Matematika
JUMLAH
PERNYATAA 17 13 30
N

86
5. Bentuk instrumen non tes

Kuesioner

Nama/Identitas :

Nomor Induk :

Kelas :

Pengantar

Angket ini bukan merupakan suatu tes dan tidak berpengaruh terhadap hasil
belajar anda di sekolah. Isilah angket ini dengan sebaik-baiknya dan tanpa ada rasa
khawatir. Anda diharapkan menjawab dengan jujur dan teliti sesuai dengan keadaan
anda yang sebenarnya pada saat ini. Jawaban anda bersifat pribadi dan dijaga
kerahasiaannya. Oleh karena itu, kerjakanah angket ini secara jujur dan sungguh-
sungguh dengan petunjuk pengerjaan dibawah ini.

Petunjuk Pengerjaan

1. Tuliskan identitas anda pada tempat yang tersedia


2. Bacalah pernyataan-pernyataan pada angket dibawah ini secara teliti dan cermat
3. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan anda, dengan memberi tanda (√)
pada kolom pilihan
4. Jawablah sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga kesimpulan yang diambil
dari data ini bisa benar.
5. Periksa kembali nomor pernyataan, jangan sampai ada yang terlewatkan

Keterangan :
SS : Sangat setuju
S : Setuju
R : Ragu
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

No. Pernyataan SS S R TS STS

87
1. Saya suka membaca buku matematika setiap
malam
2. Buku matematika menarik untuk dibaca
3. Saya tidak suka membaca buku matematika
4. Buku matematika tidak menarik
5. Saya selalu menyelesaikan tugas matematika
tepat waktu
6. Saya selalu mengerjakan soal dibuku cetak
tanpa disuruh oleh guru
7. Saya suka mengerjakan soal yang
berhubungan dengan matematika
8. Saya tidak suka mengerjakan tugas
matematika sendiri
9. Mengerjakan tugas tidak membantu
meningkatkan pemahaman saya tentang mata
pelajaran matematika
10. Saya selalu belajara matematika dirumah
sehari sebelum pembelajaran matematika
disekolah
11. Saya selalu menggunakan media sosial untuk
mencari materi mengenai mata pelajaran
matematika
12. Saya suka mempelajari kembali materi
matematika saat tiba dirumah
13. Pelajaran matematika tidak penting buat saya
14. Saya berusaha membeli buku matematika
walaupun harganya mahal
15. Saya tidak suka membeli buku matematika
16. Saya selalu mencatat hal-hal penting saat
belajar matematika
17. Catatan sangat membantu dalam proses
pembelajaran matematika
18. Saya selalu mencatat sebelum disuruh oleh
guru
19. Catatan matematika tidak perlu karena sudah
ada buku cetak
20. Saya tidak suka mencatat saat pembelajaran
matematika
21. Saya tidak pernah datang terlambat saat
pelajaran matematika
22. Saya selalu bertanya saat pembelajaran
matematika
23. Saya selalu naik mengerjakan soal dipapan
tulis

88
24. Saya selalu memperhatika penjelasan guru
saat proses pembelajaran matematika
25. Belajara secara berkelompok sangat
membantu saya untuk memahami materi
matematika
26. Saya jarang bertanya kepada guru saat
pembelajaran matematika
27. Saya sering mengantuk saat pelajaran
matematika
28. Saya lebih suka cerita dengan teman saat
pelajaran matematika
29. Saya suka bolos sekolah saat mata pelajaran
matematika
30. Pembelajaran matematika membosankan

89
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tes merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk melakukan


pengukuran. Hasil belajar yang dinilai dengan menggunakan tes, biasanya dengan
menggunakan tes objektif san tes non objektif.
Bentuk tes yang digunakan di satuan pendidikan dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu tes objektif dan tes nonobjektif. Bentuk tes objekif yang sering digunakan
adalah bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Tes
uraian dapat dibedakan uraian objektif dan uraian nonobjekif. Tes uraian yang
objektif sering digunakan pada bidang sains dan teknologi atau bidang sosial yang
jawabannya sudah pasti, dan hanya satu jawaban yang benar. Tes uraian nonobjektif
sering digunakan pada ilmu-ilmu sosial, yaitu yang jawabannya luas dan tidak
hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi peserta tes.

Ada delapan langkah yang harus ditempuh dalam menyusun tes hasil ata
prestasi belajar yang baku seperti berikut ini.

1) Menyusun spesifikasi tes


2) Menulis tes
3) Metelaah tes
4) Melakukan uji coba tes
5) Menganalisis butir tes.
6) Memperbaiki tes.
7) Merakit tes.
8) Melaksanakan te.
9) Menafsirkan hasil tes.

Instumen non tes adalah instrumen untuk melakukan penilaian dalam


memperoleh gambaran mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian peserta
didik, minat, sikap, kemauan, tanggapan atau pandangan siswa terhadap
pembelajaran.

Alat penilaian non tes dapat berupa wawancara, kuesioner, skala sikap, skala
minat, skala nilai dan skala konsep diri.

90
Sama halnya dengan instumen tes, pembuatan instrumen non tes juga
memiliki langkah-langkah dalam pengembangan. Langkah-langkah tersebut adalah
:

1) Menentukan spesifikasi instrumen


2) Menulis instrumen
3) Menentukan skala instrumen
4) Menentukan sistem penskoran
5) Mentelaah instrumen
6) Melakukan ujicoba
7) Menganalisis instrumen
8) Merakit instrumen
9) Melaksanakan pengukuran
10) Menafsirkan hasil pengukuran

B. Saran

Saran penulis untuk pembaca adalah:

1. Pembaca diharapkan membaca banyak buku atau sumber-sumber lain yang


dapat memberi informasi yang kurang dalam makalah ini.
2. Diharapkan saran dan kritik ke arah positif terhadap kekurangan atau kesalahan
yang terdapat dalam makalah ini demi perbaikan ke depannya.
3. Setelah membaca makalah ini, pembaca sebaiknya menanyakan hal-hal yang
belum dipahami kepada penulis atau dosen pembimbing.

91
DAFTAR PUSTAKA

Mardapi, Djemari. 2012.Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.


Yogyakarta. Nuha Litera.
Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT
Remaja Rosdakarya.
Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Arifin, Zainal. 2014. Evaluasi Pembelajaran. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto. 2014. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta. Pustaka Pelajar.
Sukardi. 2014. Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan. Yogyakarta. Bumi
Aksara
Hamzah, Ali. 2013. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta. Rajawali Pers.

92

Anda mungkin juga menyukai