Anda di halaman 1dari 20

HUKUM PERIZINAN

Fungsi dan Arti Perizinan

Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujan kehidupan bernegara


yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi
atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum.

Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan


bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang
bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.

Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,


memperbolehkan, tidak melarang.

Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan
masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik

Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan
perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa
persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan
perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam
peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan
perundang-undangan.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.

Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,


memperbolehkan, tidak melarang.

Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan
masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

Izin menurut Prof. Bagirmanan

Yaitu merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-


undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara
umum dilarang.
Izin khusus

Yaitu persetujuan dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik
dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpamgan dari
sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :

 Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir,


menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus
sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.
 Linsesi adalah izin untuk melukakn suatu yang bersifat komersial serta
mendatangkan laba dan keuntungan.
 Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis
dan kompleks, oleh karena merpuakan seperangkat dispensasi-dispensasi,
jiin-ijin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semcam
wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah
diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan
kekayaan alam negara dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang
bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris
walupun terbatas dapat menimbulkan masalah pilitik dan social yang
cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat
memindahkan kampong, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan
telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan
segala sarana laiannya.

W.F Prins yang diterjemaahkan oleh Kosim Adi Saputra

Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan dispensasi
dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula.

Uthrecht

Bilamana pembuatan peraturan tidak umunya melarang suatu perbuatan tetapi


masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan
untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi Negara
memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

Prajyudi Atmosoedirdjo

Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-
undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada
syarat-syarat , criteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk
memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai denganpenetapan
prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat administrasi
negara yang bersangkutan.
Sjachran Basah

Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan


dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana
diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ateng Syafruddin

Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi dengan


warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara
masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu serta upaya
mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat yang berkepentingan.

Perbedaan prinsip antara Hukum Publik dengan Hukum Privat

Hukum Publik

 Bersifat umum
 Bersifat ordonatif (sepihak)
 Diatur oleh perundang-undangan
 Sanksi sangat tegas
 Mengatur masyarakat

Hukum Privat

 Bersifat individu
 Bersifat koordinatif (dua pihak)
 Berdasaran kesepakatan atau perjanjian
 Sanksi kurang tegas
 Mangatur individu dengan individu

Fungsi lain dari izin

 Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon dan masyarakat


 Sebagai tindakan preventif untuk menghadapi pihak-pihak yang
mengganggu
 Sebagai pengaman secara hukum

Proses pengeluaran izin

 Proses sentralisasi (pengaitan terhadap hukum-hukum yang berlaku)


 Proses disentralisasi

Pengertian tentang izin dan kaitannya dengan penetapan


Alasan mengapa di negara berkembang segala sesuatu diperlukan izin
dikarenakan di negara berkembang seperti Indonesia terdapat unsur pembinaan
dan pemerintah melakukan pembinaan melalui pengawasan prepentif.

Hukum Administrasi Negara (HAN)

HAN Matriel

 Bersifat umum
 Bersifat abstrak
 Berkelanjutan
 Dapat dijadikan landasan kerja bagi pejabat Administrasi Negara yang
mengembangkan tugas servis publik khususnya di bidang perdagangan,
dalam melaksanakan tugas itu maka pejabata Administrasi Negara dapat
melakuakan suatu perbuatan penetapan atau beschikkinghandeling yang
dapat menghasilkan penetapan atau beschiking yang merupakan
kongkrisitas dari peraturan perundang-undangan dalam HAN Matriel

HAN Formal

 Bersifat pribadi
 Bersifat konkrit
 Final

Berdasarkan teori HAN Formal di bagi menjdi :

1. HAN Formal Non Kontentiosa

Yaitu ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana suatu penetapan itu
dibuat dan diterbitkan.

1. HAN Formal Kontentiosa

Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana menjelaskan


sengketa TUN apabila merugikan individu atau badan hukum perdata.

HAPTUN merupakan hukum formal, karena merupakan salah satu unsure dari
peradilan demikian juga dengan hukum matrielnya. Oleh karena itu peratun
tanpa hukum matriel akan lumpuh sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan,
dan sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar sebab tidak ada batas
yang jelas dalam melakukan kewenangannya. Hukum formal tanpa hukum
matriel akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan sebaliknya hukum
matriel tanpa hukum formal hanya merupakan angan-angan belaka.
Membuat konkrit (HAN formal) dari yang abstrak (HAN matriel) diperlukan
suatu normativasi (merupakan proses yang membuat norma-norma dalam
berbagai jenis yang bentuknya telah ditetapkan dalam hierarkis ketentuan
perundang-undangan), prose situ berarti membuat individual-konkrit dari
umum-abstrak.

Pengertian Beschikking (penetapan)

 W.F PRINS

Beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak dibidang pemerintahan,


dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan khusus.

 E. UTRECIIT

Beschikking adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik yang bersegi


satu, ialah dilakukan oleh alat-alat pemerinah berdsarkan sesuatu kekuasaan
istimewa.

 VAN DER POT

Beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan itu


dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan
dalam lapangan bidang hukum.

 VAN POELJE

Beschikking adalah pernyataan tertulis kehendak suatu alat perlengkapan


pemerintah dari penguasa pusat yang sifatnya sepihak yang ditujukan keluar,
berdasarkan kewenangan atas dasar suatu peraturan HTN atau hukum Tata
Pemerintahan dan yang tujuannya ialah perubahan atau suatu pembatalan suatu
hubungan hukum yang ada atau penetapan sesuatu hubungan hukum yang baru
ataupun yang memuat suatu penolakan pemerintah penguasa terhadap hal-hal
tersebut.

 CORNELIS VAN VOLLENHOVEN

Beschikking adalah suatu penetapan atau keputusan yang bersifat legislatif yang
mempunyai arti berlainan.

Sumber Undang-Undang

( UU No . 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara )


Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata
Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

Fungsi dan Arti Perizinan

Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujan kehidupan bernegara


yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi
atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum.

Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan


bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang
bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan
dengan hal tersebut perlu adanya pembentukan peraturan dimana harus
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.

Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,


memperbolehkan, tidak melarang.

Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan
masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.

Hukum perizinan berkaitan dengan Hukum Publik

Prinsip izin terkait dalam hukum publik oleh karena berkaitan dengan
perundang-undangan pengecualiannya apabila ada aspek perdata yang berupa
persetujuan seperti halnya dalam pemberian izin khusus. Izin merupakan
perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu yang diaplikasikan dalam
peraturan berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ketentuan
perundang-undangan.

Pengertian izin menurut devinisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan.

Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan,


memperbolehkan, tidak melarang.

Secara garis besar hukum perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan
masyarakat dengan Negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.
Izin menurut Prof. Bagirmanan

Yaitu merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-


undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara
umum dilarang.

Izin khusus

Yaitu persetujuan dimana disini terlihat adanya kombinasi antara hukum publik
dengan hukum prifat, dengan kata lain izin khusus adalah penyimpamgan dari
sesuatu yang dilarang. Izin yang dimaksud yaitu :

 Dispensi adalah merupakan penetapan yang bersifat deklaratoir,


menyatakan bahwa suatu perundang-undangan tidak berlaku bagi kasus
sebagaimana diajukan oleh seorang pemohon.
 Linsesi adalah izin untuk melukakn suatu yang bersifat komersial serta
mendatangkan laba dan keuntungan.
 Konsesi adalah suatu penetapan administrasi negara yang secara yuridis
dan kompleks, oleh karena merpuakan seperangkat dispensasi-dispensasi,
jiin-ijin, serta lisensi-lisensi disertai dengan pemberian semcam
wewenang pemerintah terbatas pada konsensionaris. Konsesi tidak mudah
diberikan oleh karena banyak bahaya penyelundupan, kekayaan bumi dan
kekayaan alam negara dan kadang-kadang merugikan masyarakat yang
bersangkutan. Wewenang pemerintah diberikan kepada konsensionaris
walupun terbatas dapat menimbulkan masalah pilitik dan social yang
cukup rumit, oleh karena perusahaan pemegang konsesi tersebut dapat
memindahkan kampong, dapat membuat jaringan jalan, listrik dan
telepon, membentuk barisan keamanan, mendirikan rumah sakit dan
segala sarana laiannya.

W.F Prins yang diterjemaahkan oleh Kosim Adi Saputra

Bahwa istilah izin dapat diartikan tampaknya dalam arti memberikan dispensasi
dari sebuah larangan dan pemakaiannya dalam arti itu pula.

Uthrecht

Bilamana pembuatan peraturan tidak umunya melarang suatu perbuatan tetapi


masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan
untuk masing-masing hal konkrit maka perbuatan administrasi Negara
memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).

Prajyudi Atmosoedirdjo
Suatu penetapan yang merupakan dispensasi dari suatu larangan oleh undang-
undang yang kemudian larangan tersebut diikuti dengan perincian dari pada
syarat-syarat , criteria dan lainnya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk
memperoleh dispensasi dari larangan tersebut disertai denganpenetapan
prosedur dan juklak (petunjuk pelaksanaan) kepada pejabat-pejabat administrasi
negara yang bersangkutan.

Sjachran Basah

Perbuatan hukum Negara yang bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan


dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana
diteapakan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Ateng Syafruddin

Merupakan bagian dari hubungan hukum antara pemerintah administrasi dengan


warga masyarakat dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara
masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu serta upaya
mewujudkan kepastian hukum bagi anggota masyarakat yang berkepentingan.

Perbedaan prinsip antara Hukum Publik dengan Hukum Privat

Hukum Publik

 Bersifat umum
 Bersifat ordonatif (sepihak)
 Diatur oleh perundang-undangan
 Sanksi sangat tegas
 Mengatur masyarakat

Hukum Privat

 Bersifat individu
 Bersifat koordinatif (dua pihak)
 Berdasaran kesepakatan atau perjanjian
 Sanksi kurang tegas
 Mangatur individu dengan individu

Fungsi lain dari izin

 Untuk memberikan kepastian hukum bagi pemohon dan masyarakat


 Sebagai tindakan preventif untuk menghadapi pihak-pihak yang
mengganggu
 Sebagai pengaman secara hukum
Proses pengeluaran izin

 Proses sentralisasi (pengaitan terhadap hukum-hukum yang berlaku)


 Proses disentralisasi

Pengertian tentang izin dan kaitannya dengan penetapan

Alasan mengapa di negara berkembang segala sesuatu diperlukan izin


dikarenakan di negara berkembang seperti Indonesia terdapat unsur pembinaan
dan pemerintah melakukan pembinaan melalui pengawasan prepentif.

Hukum Administrasi Negara (HAN)

HAN Matriel

 Bersifat umum
 Bersifat abstrak
 Berkelanjutan
 Dapat dijadikan landasan kerja bagi pejabat Administrasi Negara yang
mengembangkan tugas servis publik khususnya di bidang perdagangan,
dalam melaksanakan tugas itu maka pejabata Administrasi Negara dapat
melakuakan suatu perbuatan penetapan atau beschikkinghandeling yang
dapat menghasilkan penetapan atau beschiking yang merupakan
kongkrisitas dari peraturan perundang-undangan dalam HAN Matriel

HAN Formal

 Bersifat pribadi
 Bersifat konkrit
 Final

Berdasarkan teori HAN Formal di bagi menjdi :

1. HAN Formal Non Kontentiosa

Yaitu ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana suatu penetapan itu
dibuat dan diterbitkan.

1. HAN Formal Kontentiosa

Yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana menjelaskan


sengketa TUN apabila merugikan individu atau badan hukum perdata.

HAPTUN merupakan hukum formal, karena merupakan salah satu unsure dari
peradilan demikian juga dengan hukum matrielnya. Oleh karena itu peratun
tanpa hukum matriel akan lumpuh sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan,
dan sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar sebab tidak ada batas
yang jelas dalam melakukan kewenangannya. Hukum formal tanpa hukum
matriel akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan sebaliknya hukum
matriel tanpa hukum formal hanya merupakan angan-angan belaka.

Membuat konkrit (HAN formal) dari yang abstrak (HAN matriel) diperlukan
suatu normativasi (merupakan proses yang membuat norma-norma dalam
berbagai jenis yang bentuknya telah ditetapkan dalam hierarkis ketentuan
perundang-undangan), prose situ berarti membuat individual-konkrit dari
umum-abstrak.

Pengertian Beschikking (penetapan)

 W.F PRINS

Beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak dibidang pemerintahan,


dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan khusus.

 E. UTRECIIT

Beschikking adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik yang bersegi


satu, ialah dilakukan oleh alat-alat pemerinah berdsarkan sesuatu kekuasaan
istimewa.

 VAN DER POT

Beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat pemerintahan itu


dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud mengadakan perubahan
dalam lapangan bidang hukum.

 VAN POELJE

Beschikking adalah pernyataan tertulis kehendak suatu alat perlengkapan


pemerintah dari penguasa pusat yang sifatnya sepihak yang ditujukan keluar,
berdasarkan kewenangan atas dasar suatu peraturan HTN atau hukum Tata
Pemerintahan dan yang tujuannya ialah perubahan atau suatu pembatalan suatu
hubungan hukum yang ada atau penetapan sesuatu hubungan hukum yang baru
ataupun yang memuat suatu penolakan pemerintah penguasa terhadap hal-hal
tersebut.

 CORNELIS VAN VOLLENHOVEN


Beschikking adalah suatu penetapan atau keputusan yang bersifat legislatif yang
mempunyai arti berlainan.

Sumber Undang-Undang

( UU No . 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara )

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata
Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bersifat konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.

Hubungan IMB dengan Penataan Ruang Kota


1. Perizinan di Bidang Bangunan (Gambaran Umum Perizinan Bangunan)

Fungsi bangunan sebagai tempat segala aktivitas manusia, mulai dari


aktivitas perekonomian, kebudayaan, sosial, dan pendidikan terkait dengan
fungsi pemerintah daerah sebagai “agent of development, agent of change,
agent of regulation”.
Dalam fungsinya tersebut, pemerintah daerah berkepentingan terhadap
izin-izin bangunan. Perizinan bengunan diberlakukan agar tidak terjadi
kekacau-balauan dalam penataan ruang kota, dan merupakan bentuk
pengendalian pembangunan ruang kota.

Tentang perlunya izin bangunan, ini akan nampak manakala kita melihat
kota-kota besar. Kota besar seperti Jakarta dan sebagainya mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat dan akan terus berlanjut dari tahun ketahun.
Kebutuhan akan perumahan (mulai rumah perumahan sederhana, rumah susun,
apartemen, dan real estate), perkantoran, pertokoan, mall, dan tempat-tempat
hiburan (hotel, diskotek), tempat pendidikan dan bangunan lainnya semakin
tinggi sebagai akibat pertambahan penduduk dan kebutuhannya.
Pembangunan di bidang real estate, industrial estate, shopping centre,
dan sebagianya, saat ini diperlukan pengaturan dalam rangka pengendalian
dampak pembangunan, yang meliputi dampak lingkungan, impact fee dan
traffic Impact Assement.
Impact fee, adalah biaya yang harus dibayar oleh pengembang kepada
pemerintah kota akibat dari pembangunan yang mereka laksanakan.
Pelaksanaan pembangunan oleh pengembang akan mengakibatkan biaya
infrastruktur bagi pemerintah kota , karena seluruh jaringan infrastruktur yang
dibangun akan disambung dengan system jaringan kota, yang pada gilirannya
akan menuntut peningkatan kapasitas.
traffic Impact Assement , yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh
pengembang untuk malakukan kajian analisis tentang dampak lalu lintas. Kajian
tersebut harus dapat menggambarkan kinerja jaringan jalan sebelum dan stelah
ada pembangunan, dampaknya dan bagaimana mengatasinya. (Ismail Zuber,
2000, hal. 12)

2. Pembangunan Gedung dan Hubungannya dengan Perizinan

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang.


Oleh karena itu, dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada
peraturan penataan ruang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administrative dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara
tertib dan teratur.
Dalam hal ini pemerintah telah mengatur dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, tentang Bangunan Gedung. Undang-
undang ini mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,
penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan
pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan
gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah,
dan sanksinya.
Seluruh maksud dan tujuan pengaturan dalam undang-undang diatas
dilandasi oleh azas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian
bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang
berperikemanusiaan dan berperikeadilan.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, semua penyelenggaraan
bangunan gedung, baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di
wilayah negara Republik Indonesia, yang dilakukan oleh pemerintah, swasta,
masyarakat, dan oleh fihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang Bangunan Gedung. (Adrian Sutedi, SH.,MH.
Hal. 225).
Di dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, telah ditentukan persyaratan administrasi bangunan gedung,
yaitu :
a. status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah ;
b. status kepemilikan bangunan gedung ;
c. izin mendirikan bangunan gedung;
d. kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung.
Menyangkut dengan pembangunan gedung yang dilakukan oleh
pengembang haruslah memperhatikan keharmonisan antara bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Selain harus memperhatikan keserasian intern, yaitu
keserasian antara bahan atap, warna bangunan, jalan masuk, saluran air bersih,
air limbah, pelayanan telekomunikasi, pertamanan, penempatan nomor, nama
hunian, dan hal-hal lain yang menunjukkan nilai dari komunitas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang dalam melaksanakan
bangunan , antara lain :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
b. Koefisien Luas Bangunan (KLB)
c. Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), menunjukkan luas dasar (footprint)
bangunan maksimum yang boleh dibangun dibanding luas kavling. KDB tidak
boleh melebihi rasio maksimum yang diperbolehkan seperti terlihat pada
gambar kadaster yang terlampir dalam PPJD. Persentase KDB berbeda menurut
lokasi, luas dan bentuk kavling akan ditentukan dalam Gambar Kadaster oleh
Pengembang.
b. Koefisien Luas Bangunan (KLB)
Koefisien Luas Bangunan (KLB) ini menunjukkan luas keseluruhan
bangunan yang boleh dibangun disbanding luas tanah. KLB tidak boleh
melebihi standar yang ditentukan oleh pengembang, rasio KLB berbeda
menurut lokasi, luas dan bentuk kavling.
c. Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Daerah Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU), adalah daerah
dimana pengembang berhak untuk menetapkan jarak maksimum bebas
bangunan yang terdapat pada sepanjang batas belakang atau depan sebagai
cadangan jalur utilitas.
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa kavling akan mempunyai bak
control (Inspection Chamber = IC), yang harus dapat dicapai oleh pengembang
dan/ atau pengelola dan/ atau pejabat pemerintah yang berwenang, guna
pemeliharaan system tersebut. Apabila system tersebut memerlukan perbaikan,
maka pembeli harus mengizinkan pekerja dari instansi-instansi tersebut untuk
melakukan perbaikan yang diperlukan. (Adrian Sutedi, SH.,MH. Hal. 227).

3. Pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Pengaturan dalam pemberian izin pendirian dan penggunaan bangunan


dilakukan untuk menjamin agar pertumbuhan fisik perkotaan dalam rangka
mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, tidak menumbulkan
kerusakan penataan kota tersebut. Oleh karenanya maka setiap akan
membangun harus mengurus dulu Izin Medirikan Bangunan (IMB). Sedangkan
pada saat akan menggunakan bangunan juga harus lebih dahulu memperoleh
Izin Penggunaan Bangunan (IPB).
Mengapa mendirikan bangunan dan menggunakannya itu membutuhkan
IMB dan IPB ? Dalam hal ini ada beberapa alasan, yaitu :
a. Agar tidak menimbulkan gugatan fihak lain setelah bangunan berdiri, untuk
itu sebelum mendirikan bangunan harus ada kejelasan status tanah yang
bersangkutan.
b. Lingkungan kota memerlukan penataan dengan baik dan teratur, indah, aman,
tertib, dan nyaman. Untuk mencapai tujuan itu penataan dan pelaksanaan
pembanguna bangunan di perkotaan harus isesuaikan dengan Rencana Tata
Ruang Kota.
c. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) juga dimaksudkan untuk
menghindri bahaya secara fisik bagi penggunaan bangunan. Untuk itu
dibutuhkan rencana bangunan yang matang dan memenuhi standr/ normalisasi
teknis bangunan yang telah diteapkan yang meliputi arsitektur, kontruksi dn
intalainya.
d. Pemantauan terhadap standar/normalisasi teknis banguna melalui izin
Penggunaan Bangunan diharapkan dapat mencegah bahaya yang mungkin
timbul.
Tentang pelayanan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
sebenarnya dapat dilakukan dengan pola pelayanan satu atap, yaitu pola
pelayanan pemberian izin yang dilakukan secara terpadu pada satu
tempat/lokasi oleh beberapa instansi pemerintah yang terlibat dalam proses
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), misalnya Dinas Tata Kota, BPN,
Tim arsitektur, dan sebagainya

4. Pelayanan Izin Membangun Bagi Pemerintah Daerah dalam Era


Otonomi Daerah

Di dalam Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara


Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, telah digariskan bahwa keterpaduan sistem penyelenggaraan
pelayanan melalui jaringan informasi on-line harus dikembangkan dengan
penyediaan data dan informasi sehinga penyelenggaraan pelayanan dapat
dilakukan secara tepat, akurat dan aman
Dalam hal ini ada 4 (empat) kondisi yang memacu arah perbaikan mutu
pelayanan masyarakat, yaitu :
a. Lingkungan yang berkembang dan tuntutan masyarakat juga meningkat
seiring dengan kondisi dan kwalitas hidup masyarakat.
b. Kuatnya sector swasta mencari lokasi tempat usaha (gedung) untuk merebut
pangsa pasar di dalam memasarkan produk barang dan jasanya di suatu wilayah.
c. Perkembangan teknologi yang dapat memeberikan layanan terbaik dengn
komunikasi yang lebih luas dan mudah.
d. Tuntutan masyarakat yang semakin besar untuk memperoleh layanan public
yang berkwalitas, efisien dan efektif.
Dalam hal ini ada beberapa pemikiran, anatara lain :
a. Banyaknya rekomendasi dan izin yang harus dipenuhi untuk memperoleh
IMB, seperti untuk membangun lokasi saha, maka diperlukan rekomendasi
AMDAL, dinad tata ruang dan lain sebagainya.
b. Belum adanya system pelayanan satu atap secar menyeluruh, baik mengenai
personilnya, kantor/tempat pelayanannya, peralatan dan lain sebagainya.

5. Pembangunan Proyek-Proyek Pemerintah

Pelaksanaan proyek-proyek pemerintah dilapangan sering berbenturan


dengan kepentingan individu dan masyarakat, yang kemudian sampai ke PTUN.
Yang menjadi persoalan adalah, mungkinkah dilakukan penundaan atas
proyek karena menunggu putusan PTUN?, Dapatkah proyek-proyek tersebut
dikategorikan kepentingan umum ?. Bagaimana nasib kerugianyang diderita
penggugat akibat pelaksanaan proyek tersebut ?.
Mengingat bahwa proyek-proyek tersebut pendanaannya adalah terkait
dengan disiplin anggaran negara, maka jika terjadi penundaan akan berdampak
pada perencanaan dan mata anggaran tersebut, apalagi jika tidak selesai tepat
waktu, maka anggaran akan hangus. Lalu siapa yang rugi ?. Yang rugi jelas
pertama-tama adalah negara, kemudian developer dan yang terakhir adalah
masyarakat.

6. Hubungan dengan Tata Ruang Kota


Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga
masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang.
Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas
seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada
Negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.”
Kalimat tersebut mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna
terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan
Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan
pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan
suatu perencanaan yang cermat dan terarah.
Apabila kita cermati secara seksama, kekayaan alam yang ada dan
dimiliki oleh Negara, yang kesemuanya itu memiliki suatu nilai ekonomis,
maka dalam pemanfaatannya harus diatur dan dikembangkan dalam pola tata
ruang yang terkoordinasi, sehingga tidak akan adanya perusakan dalam
lingkungan hidup. Upaya perencanaan pelaksanaan tata ruang yang bijaksana
adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan
hidup, dalam konteks penguasaan Negara atas dasar sumber daya alam, melekat
di dalam kewajiban Negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan
lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan
dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber
daya alam tanpa merusak lingkungan.
Selanjutnya, dalam mengomentari konsep Roscoe Pound, Mochtar
Koesoemaatmadja mengemukakan bahwa hukum haruslah menjadi sarana
pembangunan. Disini berarti hukum harus mendorong proses modernisasi.
Artinya bahwa hukum yang dibuat haruslah sesuai dengan cita-cita keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejalan dengan fungsi tersebut, maka pembentuk undang-undang
mengenai penataan ruang. Untuk lebih mengoptimalisasikan konsep penataan
ruang, maka peraturan perundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak
pemerintah, dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur
penataan ruang adalah Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yang merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang
pelaksanaan penataan ruang.
Sejarah Pengaturan Tata Ruang Di Indonesia Dulu Hingga Sekarang
Peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang (kota) modern di
Indonesia telah diperhatikan ketika kota Jayakarta (kemudian menjadi Batavia)
dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-7, tetapi peraturan tersebut baru
dikembangkan secara insentif pada awal abad ke-20. Peraturan pertama yang
dapat dicatat disini adalah De Statuen Van 1642 yang dikeluarkan oleh VOC
khusus untuk Kota Batavia.
Peraturan ini tidak hanya membangun pengaturan jalan, jembatan dan
bangunan lainnya, tetapi juga merumuskan wewenang dan tanggung jawab
pemerintah kota. Pembangunan peraturan kota mulai diperhatikan lagi setelah
Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Undang-Undang Desentralisasi pada
tahun 1903 yang mengatur pembentukan pemerintah kota dan daerah. Dimana
undang-undang ini memberikan hak kepada kota-kota untuk mempunyai
pemerintahan, administrasi dan keuangan kota sendiri.
Tugas pemerintahan kota diantaranya adalah pembangunan dan
pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan,
perbaikan perumahan dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini
dibentuklah pemerintahan otonom yang disebut Gemeente, baik di Jawa
maupun di luar Jawa. Tak lama kemudian, pada tahun 1905 diterbitkan
Localen-Raden Ordonantie, Stb 1905/191 Tahun 1905 yang antara lain berisi
pemberian wewenang pada pemerintahan kota untuk menentukan prasyarat
persoalan pembangunan kota.
Karena mengalami beberapa persoalan mengenai pembentukan kota,
pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menyadari perlunya perencanaan
kota yang menyeluruh. Hal inilah yang memicu dimulainya pengembangan
perencanaan kota di Indonesia, meskipun pada saat itu belum ada peraturan
pemerintah yang seragam.
Peraturan pembangunan kota tidak dapat dipisahkan dengan usaha-usaha
Thomas Karsten, yang dalam kegiatannya dari tahun 1902 sampai dengan 1940
telah menghasilkan dasar-dasar yang kokoh bagi perkembangan peraturan
pembangunan kota yang menyeluruh, antara lain untuk penyusunan rencana
umum, rencana detail, dan peraturan bangunan. Laporan Thomas Karsten
mengenai pembangunan kota Hindia Belanda yang diajukan pada kongres
desentralisasi pada tahun 1920 tidak hanya berisikan konsep dasar
pembangunan kota dan peran pemerintah kota, tetapi juga merupakan petunjuk
praktis yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk penyusunan berbagai
jenis rencana.
Peraturan yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan pada tahun
1926 adalah Bijblad, di mana peraturan ini yang menjadi dasar kegiatan
perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan pada
tahun 1933, kongres desentralisasi di Indonesia meminta pemerintahan Hindia
Belanda untuk memusatkan persiapan peraturan perencanaan kota tingkat pusat.
Menyusul permintaan ini, dibentuklah suatu Panitia Perencanaan Kota pada
tahun 1934 untuk menyiapkan peraturan perencanaan kota sebagai pengganti
Bijblad.
Pada tahun 1939 pemerintah Hindia Belanda menyusun RUU
Perencanaan Wilayah perkotaan di Jawa yang berisikan persyaratan
pembangunan kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan, transportasi,
tempat kerja dan rekreasi.
Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang kemerdekaan
Indonesia menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa baru
disahkan pada tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb
1948/168 (SVO, atau Ordonansi Pembentukan Kota), yang kemudian diikuti
dengan peraturan pelaksanaanya yaitu Stadsvormingverordening, Stb 1949/40
(SVV atau Peraturan Pembentukan Kota).
SVO dan SVV diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali
wilayah-wilayah yang hancur akibat peperangan dan pada mulanya hanya
diperuntukan bagi 15 kota, yakni Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang,
Salatiga, Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap,
Tanggerang, Bekasi, Kebayoran dan Pasar Minggu.
Pesatnya perkembangan kota dan berubahnya karakteristik kota
menyebabkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan ruang di
Indonesia, selain hanya diperuntukan bagi 15 kota, Ordonansi ini hanya
menciptakan dan mengatur kawasan-kawasan elit serta tidak mampu mengikuti
perkembangan yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU
Bina Kota pada tahun 1970 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL.
RUU ini mencakup ketentuan-ketentuan antara lain tahapan
pembangunan, pembiayaan pembangunan, peraturan bangunan, dan peremajaan
kota. Namun, usulan tersebut tidak pernah disetujui.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun
Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yang akhirnya
undang-undang tersebut disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya
perubahan terhadap paradigma otonomi daerah melalui ketentuan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka ketentuan
mengenai penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai dengan
digantikanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang,
menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Selanjutnya, sesuai dengan keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
64/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota, Rencana Umum Tata
Ruang Kota (RUTRK) setidaknya harus berisikan hal-hal sebagai berikut :

a.Kebijaksanaan pengembangan penduduk kota;


b.Rencana pemanfaatan ruang kota;
c.Rencana struktur pelayanan kegiatan kota;
d.Rencana sistem transportasi;
e.Rencana sistem jaringan utilitas kota;
f.Rencana kepadatan bangunan;
g.Rencana ketinggian bangunan;
h.Rencana pemanfaatan air baku;
i.Rencana penanganan lingkungan kota;
j.Tahapan pelaksanaan bangunan; dan
k.Indikasi unit pelayanan kota

https://www.slideshare.net/tomyrisqi/analisis-perizinan-tata-ruang-aspek-
hukum

Pada prinsipnya, setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung, ataupun
bagian dari bangunan gedung. Bagi mereka yang akan mendirikan bangunan gedung tersebut
wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Izin Mendirikan Bangunan adalah izin
yang diberikan oleh Pemerintah Daerah (Pemkab atau Pemkot) kepada pemilik bangunan
gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, termasuk merawat
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang
berlaku. Karena Izin Mendirikan Bangunan dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, maka izin
tersebut diajukan oleh pemilik bangunan kepada Pemerintah Daerah.

Secara hukum, ketentuan mengani Izin Mendirikan Bangunan diatur dalam Undang-
undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksananya
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005. Selain itu, untuk pelaksanaan teknis
peneribtan Izin Mendirikan Bangunan, maka ketentuan penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
juga ditentukan oleh Peraturan Daerah di masing-masing Pemerintahan daerah.

Berdasarkan regulasi tersebut, para prinsipnya setiap bangunan gedung harus


memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsinya.
Persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan, sedangkan
persyaratan administratif meliputi:

1. Status hak atas tanah (atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah)
2. Status kepemilikan bangunan.
3. Izin Mendirikan Bangunan.
Suatu pembangunan gedung baru dapat dilaksanakan setelah Pemerintah Daerah menyetujui
rencana teknis pembangunan tersebut dalam bentuk Izin Mendirikan Bangunan. Untuk
mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan, setiap pemohon wajib melengkapinya
dengan:

1. Bukti status kepemilikan hak atas tanah (atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan
tanah jika tanah tersebut bukan milik sendiri).
2. Data pemilik bangunan.
3. Rencana teknis bangunan.
4. Hasil AMDAL bagi bangunan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.

Setelah persyaratan administratif dan teknis terpenuhi, selanjutnya Pemerintah daerah (Bupati
atau Walikota) akan memberikan persetujuan pembangunannya dalam bentuk Izin
Mendirikan Bangunan. Izin tersebut sekaligus merupakan prasyarat untuk mendapatkan
pelayanan utilitas umum di kabupaten atau kota.

Setelah Izin Mendirikan Bangunan dikeluarkan, untuk menggunakan bangunan yang telah
dibangun diperlukan adanya Izin Penggunaan Bangunan (IPB). Hal ini sebagaimana
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah, yaitu penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah
tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan
yang berlaku. Dengan demikian maka Izin Penggunaan Bangunan (IPB) adalah izin yang
diterbitkan untuk menggunakan bangunan sebelum bangunan tersebut digunakan. Umumnya
izin Penggunaan Bangunan diterbitkan dengan masa berlaku 5 Tahun untuk bangunan umum
dan 10 Tahun untuk bangunan rumah tinggal.

Anda mungkin juga menyukai