POWER SUPPLY
1
Gambar 1-1 Rangkaian Penyearah Sederhana (Half Wave rectifier)
Pada rangkaian ini, dioda berperan untuk hanya meneruskan tegangan positif ke beban RL. Ini yang
disebut dengan penyearah setengah gelombang (half wave). Untuk mendapatkan penyearah gelombang
penuh (full wave) diperlukan transformator dengan center tap (CT) seperti pada gambar-2.
Tegangan positif phasa yang pertama diteruskan oleh D1 sedangkan phasa yang berikutnya dilewatkan
melalui D2 ke beban R1 dengan CT transformator sebagai common ground. Dengan demikian beban R1
mendapat suplai tegangan gelombang penuh seperti gambar di atas. Untuk beberapa aplikasi seperti
misalnya untuk men-catu motor dc yang kecil atau lampu pijar dc, bentuk tegangan seperti ini sudah
cukup memadai. Walaupun terlihat di sini tegangan ripple dari kedua rangkaian di atas masih sangat
besar.
Gambar diatas adalah rangkaian penyearah setengah gelombang dengan filter kapasitor C yang paralel
terhadap beban R. Ternyata dengan filter ini bentuk gelombang tegangan keluarnya bisa menjadi rata.
2
Gambar-4 menunjukkan bentuk keluaran tegangan DC dari rangkaian penyearah setengah gelombang
dengan filter kapasitor. Garis b-c kira-kira adalah garis lurus dengan kemiringan tertentu, dimana pada
keadaan ini arus untuk beban R1 dicatu oleh tegangan kapasitor. Sebenarnya garis b-c bukanlah garis
lurus tetapi eksponensial sesuai dengan sifat pengosongan kapasitor.
Kemiringan kurva b-c tergantung dari besar arus I yang mengalir ke beban R. Jika arus I = 0 (tidak ada
beban) maka kurva b-c akan membentuk garis horizontal. Namun jika beban arus semakin besar,
kemiringan kurva b-c akan semakin tajam. Tegangan yang keluar akan berbentuk gigi gergaji dengan
tegangan ripple yang besarnya adalah :
Rangkaian penyearah yang baik adalah rangkaian yang memiliki tegangan ripple paling kecil. VL adalah
tegangan discharge atau pengosongan kapasitor C, sehingga dapat ditulis :
Vr = VM (1 – e –T/RC) …… (4)
sehingga jika ini disubsitusi ke rumus (4) dapat diperoleh persamaan yang lebih sederhana :
Vr = VM(T/RC) …. (6)
3
VM/R tidak lain adalah beban I, sehingga dengan ini terlihat hubungan antara beban arus I dan nilai
kapasitor C terhadap tegangan ripple Vr. Perhitungan ini efektif untuk mendapatkan nilai tengangan
ripple yang diinginkan.
Vr = I T/C … (7)
Rumus ini mengatakan, jika arus beban I semakin besar, maka tegangan ripple akan semakin besar.
Sebaliknya jika kapasitansi C semakin besar, tegangan ripple akan semakin kecil. Untuk penyederhanaan
biasanya dianggap T=Tp, yaitu periode satu gelombang sinus dari jala-jala listrik yang frekuensinya 50Hz
atau 60Hz. Jika frekuensi jala-jala listrik 50Hz, maka T = Tp = 1/f = 1/50 = 0.02 det. Ini berlaku untuk
penyearah setengah gelombang. Untuk penyearah gelombang penuh, tentu saja fekuensi gelombangnya
dua kali lipat, sehingga T = 1/2 Tp = 0.01 det.
Penyearah gelombang penuh dengan filter C dapat dibuat dengan menambahkan kapasitor pada
rangkaian gambar 2. Bisa juga dengan menggunakan transformator yang tanpa CT, tetapi dengan
merangkai 4 dioda seperti pada gambar-5 berikut ini.
Sebagai contoh, anda mendisain rangkaian penyearah gelombang penuh dari catu jala-jala listrik
220V/50Hz untuk mensuplai beban sebesar 0.5 A. Berapa nilai kapasitor yang diperlukan sehingga
rangkaian ini memiliki tegangan ripple yang tidak lebih dari 0.75 Vpp. Jika rumus (7) dibolak-balik maka
diperoleh.
Untuk kapasitor yang sebesar ini banyak tersedia tipe elco yang memiliki polaritas dan tegangan kerja
maksimum tertentu. Tegangan kerja kapasitor yang digunakan harus lebih besar dari tegangan keluaran
catu daya. Anda barangkalai sekarang paham mengapa rangkaian audio yang anda buat mendengung,
coba periksa kembali rangkaian penyearah catu daya yang anda buat, apakah tegangan ripple ini cukup
mengganggu. Jika dipasaran tidak tersedia kapasitor yang demikian besar, tentu bisa dengan
memparalel dua atau tiga buah kapasitor.
1.3.6 REGULATOR
Rangkaian penyearah sudah cukup bagus jika tegangan ripple-nya kecil, namun ada masalah stabilitas.
Jika tegangan PLN naik/turun, maka tegangan outputnya juga akan naik/turun. Seperti rangkaian
penyearah di atas, jika arus semakin besar ternyata tegangan dc keluarnya juga ikut turun. Untuk
4
beberapa aplikasi perubahan tegangan ini cukup mengganggu, sehingga diperlukan komponen aktif
yang dapat meregulasi tegangan keluaran ini menjadi stabil.
Rangkaian regulator yang paling sederhana ditunjukkan pada gambar 6. Pada rangkaian ini, zener
bekerja pada daerah breakdown, sehingga menghasilkan tegangan output yang sama dengan tegangan
zener atau Vout = Vz. Namun rangkaian ini hanya bermanfaat jika arus beban tidak lebih dari 50mA.
1.4 PERCOBAAN
5
Gambar 1-6 Rangkaian Power Supply
Power supply ini akan anda gunakan untuk praktikum-praktikum selanjutnya. Oleh karena
itu, pastikan power supply anda berfungsi dengan baik setelah selesai di-solder. Jika selama
keberjalanan praktikum terjadi kerusakan, maka anda harus memperbaikinya sendiri di
Workshop (minta ijin pada Bapak Sutriana - Penanggung jawab Workshop).
6
MODUL 2
TRANSISTOR
Cara kerja BJT bisa dianalogikan sebagai dua diode yang bagian positif
atau negatifnya berdempet, sehingga ada tiga terminal. Ketiga terminal
tersebut adalah emiter (E), kolektor (C), dan basis (B).
Perubahan arus listrik dalam jumlah kecil pada terminal basis dapat
menghasilkan perubahan arus listrik dalam jumlah besar pada terminal
kolektor. Prinsip inilah yang mendasari penggunaan transistor sebagai penguat
elektronik. Rasio antara arus pada kolektor dengan arus pada basis biasanya
dilambangkan dengan β atau h F E . β biasanya berkisar sekitar 100 untuk
transistor-transistor BJT.
Transistor BJT dibagi menjadi dua bagian yaitu NPN dan PNP, tampak
seperti pada ilustrasi di atas. Perbedaan PNP dan NPN terletak pada operasi
yang dilakukan ketika terjadi perbedaan tegangan pada base, collector dan
emitter. Mode operasinya dapat dilihat pada tabel berikut
Dari operasi tersebut, terdapat beberapa fungsi dari transistor, antara lain
switching dan penguatan
2.3.2 Switching
3.1 Tujuan
1. Mengetahui Fungsi dari Opamp
2. Mempelajari penguatan dengan menggunakan Opamp
3.2 Alat dan Bahan
1. Opamp OP07
2. Resistor
3. Kit Praktikum
4. Kabel Jumper
𝑅𝑓
𝑉𝑜𝑢𝑡 = − 𝑉
𝑅𝑖𝑛 𝑖𝑛
3.3.3 Non-Inverting Amplifier
Penguat jenis ini hampir sama dengan Inverting amplifier, hanya saja tanda
sinyal keluarannya sama dengan masukannya
𝑅2
𝑉𝑜𝑢𝑡 = (1 + )𝑉
𝑅1 𝑖𝑛
3.3.4 Summing Amplifier
Penguat jenis ini mirip dengan Inverting amplifier, namun jumlah masukan
sinyalnya lebih dari satu dan penguatan untuk tiap masukan bisa berbeda beda
𝑉1 𝑉2 𝑉𝑛
𝑉𝑜𝑢𝑡 = −𝑅𝑓 ( + …+ )
𝑅1 𝑅2 𝑅𝑛
3.4 Percobaan
3.4.1 Inverting Opamp
3.4.3 Summing
4.1 Tujuan
- Kit Praktikum
- OpAmp OP07
- Kapasitor
- Resistor
- Osiloskop
- Generator Sinyal
4.3 Teori Dasar
Low pass filter adalah filter yang melewatkan sinyal dengan frekuensi di
bawah frekuensi cutoff dan menahan sinyal pada frekuensi di atasnya.
Frekuensi cutoff tersebut ditentukan dari nilai resistor pada R2 dan kapasitor,
sementara gain atau penguatan diatur oleh resistor R1 dan R2
1
𝑓𝑐 =
2𝜋𝑅2 𝐶
𝑅2
𝐺=−
𝑅1
Sama seperti low pass filter, namun pada filter ini, sinyal yang dilewatkan
adalah yang frekuensinya di atas frekuensi cutoff dan menahan di bawahnya.
Untuk menentukan frekuensi cutoff filter dan gainnya digunakan persamaan
1
𝑓𝑐 =
2𝜋𝑅1 𝐶
𝑅2
𝐺=−
𝑅1
4.3.4 Band Pass Filter
Bandpass filter adalah filter yang mempunyai dua frekuensi cutoff, sinyal
yang dilewatkan adalah sinyal yang mempunyai frekuensi di antara dua
frekuensi cutoff tersebut. Di luar frekuensi tersebut, sinyal ditahan. Rangkaian
band pass filter adalah gabungan rangkaian low dan high pass filter dengan
frekuensi cutoff high pass filter lebih kecil daripada low pass filter.
4.4 Percobaan
4.4.1 Low Pass Filter
1. Hubungkan kit praktikum dengan jala-jala listrik
2. Sambungkan catu daya +12 V dan -12 V ke protoboard
3. Rangkai rangkaian low pass filter dengan frekuensi cutoff sekitar 1000
Hz dan gain dua kali lipat pada protoboard dan hubungkan catu daya
untuk IC Opamp
4. Sambungkan generator sinyal sebagai masukan dari rangkaian.
5. Atur input generator sinyal dengan sinyal sinusoidal pada amplitudo 2V
dengan frekuensi 50 Hz
6. Ulangi percobaan dengan frekuensi input yang berbeda, yaitu 500 Hz,
750 Hz, 1500 Hz, 5000 Hz, 10000 Hz
7. Catat amplitudo keluaran dan foto sinyal keluarannya
4.4.2 High Pass Filter
1. Rangkai rangkaian high pass filter dengan frekuensi cutoff sekitar 100
Hz dan gain dua pada protoboard dan hubungkan catu daya untuk IC
Opamp
2. Sambungkan generator sinyal sebagai masukan dari rangkaian.
3. Atur input generator sinyal dengan sinyal sinusoidal pada amplitudo 2V
dengan frekuensi 1000 Hz
4. Ulangi percobaan dengan frekuensi input yang berbeda, yaitu 750 Hz,
250 Hz, 50 Hz, 20 Hz, 5 Hz
5. Catat amplitudo keluaran dan foto sinyal keluarannya
4.4.3 Band Pass Filter
1. Rangkai rangkaian band pass filter dengan menggabungkan rangkaian
low pass dan high pass filter sebelumnya
2. Sambungkan generator sinyal sebagai masukan dari rangkaian.
3. Atur input generator sinyal dengan sinyal sinusoidal pada amplitudo 2V
dengan frekuensi 500Hz
4. Ulangi percobaan dengan frekuensi input yang berbeda, yaitu 10000 Hz,
5000 Hz, 750 Hz, 250 Hz, 50 Hz, 5 Hz
5. Catat amplitudo keluaran dan foto sinyal keluarannya
Metode kalibrasi yang sering dilakukan adalah kalibrasi statik atau kalibrasi perbandingan/metode
komparasi. Dalam kalibrasi ini besaran fisis diukur oleh standar dan oleh instrumen yang akan
dikalibrasi, sehingga instrumen yang dikalibrasi akan mempunyai ketelitian yang sama atau di bawah
standar (dalam toleransi tertentu). Beberapa hal yang akan dipelajari pada percobaan karakteristik statik
ini adalah
Karakteristik statik yang akan dipelajari pada percobaan ini antara lain berkaitan dengan
ketelitian (accuracy), ketepatan (precision), sensitivitas (sensitivity) serta kesalahan (error)
penggunaan dan prinsip kerja alat ukur dan sumber listrik meliputi : multimeter, generator
sinyal, osiloskop, sumber DC
prosedur, perhitungan dan kegunaan kalibrasi instrumentasi
4.4 PERCOBAAN
13
4. Hubungkan kutub positif multimeter ke pin 1 dari potensiometer
5. Hubungkan pin 2 ke kutub negatif multimeter
6. Geser potensiometer setiap 1 skala sampai dengan ke posisi paling atas
7. Catat tegangan yang terbaca pada multimeter tiap perpindahan 1 skala dari potensiometer
8. Geser potensiometer setiap 1 skala sampai dengan ke posisi paling bawah dan catat tegangan
yang terbaca pada multimeter
TABULASI PERCOBAAN 1
2 6
3 5
4 4
5 3
6 2
a. Catat tegangan yang terbaca pada osiloskop tiap perpindahan 1 skala dari potensiometer
b. Setelah mencapai posisi paling atas, geser potensiometer setiap 1 skala sampai dengan ke
posisi paling bawah
c. Catat tegangan yang terbaca pada osiloskop tiap perpindahan 1 skala dari potensiometer
14
TABULASI PERCOBAAN 2
Posisi Skala V - Multimeter Posisi Skala V - Multimeter
Potensiometer Putar (Volt) Potensiometer Putar (Volt)
2 6
3 5
4 4
5 3
6 2
TABULASI PERCOBAAN 3
15
4.4.4 PERCOBAAN PRAKTIKUM 2 : KARAKTERISTIK INTEGRATOR
1. Buat rangkaian integrator dengan menggunakan operational amplifier OP-07 sesuai dengan
rangkaian pada Gambar 4-1 dan Gambar 4-2.
16
MODUL 5
PENGUKURAN BESARAN TEKANAN
(BAGIAN 1: SENSOR LOAD CELL)
L
L
atau perbandingan perubahan resistansi (ΔR) terhadap resistansi semula (R) sama dengan faktor gage
(Gf) dikali elastisitas starin gage (ε) :
R
Gf
R
Secara konstruksi strain gauge terbuat dari bahan metal tipis (foil) yang diletakkan diatas kertas. Untuk
proses pendeteksian strain gauge ditempelkan dengan benda uji dengan dua cara yaitu:
17
Gambar 5-1 Bentuk Fisik Strain Gauge
Faktor gauge (Gf) merupakan tingkat elastisitas bahan metal strain gauge.
Metal incompressible Gf = 2
Piezoresistif Gf =30
Piezoresistif sensor digunakan pada IC sensor tekanan
18
Instrumentation Amplifier
Instrumentation amplifier adalah salah satu bentuk dari perangkat differential amplifier yang digunakan
untuk pengukuran dan pengujian alat. Dalam penggunaan load cell pada praktikum ini, digunakan
perangkat instrument amplifier untuk mengamplifikasi sinyal yang diperoleh dari strain gauge sehingga
sinyal hasil keluaran dapat terbaca dengan lebih baik.
R 4 2 R1
Vout V 1 V 2 1
R3 RG
5.4 PERCOBAAN
19
Gambar 5-4 Rangkaian Instrumentation Amplifier
20
Tabel 1 Kalibrasi Massa Beban
50 45.3
100 91.8
200 180.4
500 448.5
Massa
50 100 150 200 250 300 350 500
(gram)
Multimeter
(Volt)
21
PENGUKURAN BESARAN TEKANAN
(BAGIAN 2: SENSOR TEKANAN - ONE POINT PRESSURE)
Selain menghasilkan sinyal listrik, sensor tekanan juga dapat dibuat dengan menggunakan tekanan
sebagai saklar pada sebuah rangkaian listrik. Sensor tekanan jenis ini biasa disebut pressure switch.
Pengukuran tekanan pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga prinsip dasar:
- Tekanan Absolut
Pengukuran tekanan absolut mengukur tekanan dengan referensi tekanan dalam keadaan vakum (0
atm).
- Tekanan Gauge
Pengukuran tekanan gauge dilakukan dengan membandingkan tekanan pada fluida yang diukur
dengan tekanan atmosfer (biasanya 1 atm). Contoh pengukuran tekanan gauge adalah pengukuran
tekanan udara pada ban kendaraan.
- Perbedaan Tekanan
Prinsip lain dari pengukuran tekanan adalah dengan mengukur tekanan dari fluida yang diukur dengan
referensi tekanan pada tempat lain yang sudah diketahui tekanannya.
5.8 PERCOBAAN
22
4. Catat tegangan yang terbaca pada multimeter setiap satu skala dari suntikan
Skala 1 2 3 4 5 6 7
Multimeter
(Volt)
23
MODUL 6
PENGUKURAN BESARAN SUHU (SENSOR LM35)
Thermocouple memiliki sinyal keluaran yang kecil dimana id akan bervariasi secara non linear terhadap
temperatur hingga dibutuhkan beberapa bentuk kompensasi untuk referensi. Sedang RTD lebih linear
dari thermocouple tapi perubahan hambatan mereka sangat kecil walau untuk perubahan temperatur
yang besar(sensitivitas kecil). Thermistor memiliki sensitivitas yang tinggi namun menunjukkan
karakteristik temperatur hambatan yang sangat tidak linear. Sensor suhu IC seperti LM35 memiliki
perubahan tegangan yang sangat linier dengan perubahan suhu namun membutuhkan sumber tegangan
untuk beroperasi.
Kabel merah: 5 V
Kabel hitam: Ground
Kabel putih: Output
24
6.4.2 TUGAS ANALISIS PERCOBAAN PRAKTIKUM 1
1. Tentukan karakteristik statik (Histerisis, Linearitas, Sensitivitas) dari sensor LM35 berdasarkan
data yang diperoleh. Apa yang dapat disimpulkan mengenai kinerja sensor suhu yang anda
gunakan dari data tersebut?
2. Ambil dua contoh aplikasi sensor suhu pada kehidupan sehari-hari. Jelaskan secara lengkap
mengenai cara kerja sensor suhu pada divais tersebut!
25
MODUL 7
PENGUKURAN BESARAN ALIRAN (SENSOR DIFFERENTIAL PRESSURE)
Venturi
DP Transmitter
Tangki
Pompa
Pf 1 v f1
gZ 1 constant
f 2
Dengan mengasumsikan bahwa fluida yang mengalir memiliki kriteria compressible dan volumetrik
aliran konstan pada semua bagian bidang yang sama lalu jumlah energi differensial tekanan, energi
kinetik, dan energi potensial juga konstan. Keseimbangan energi tetap terjaga karena nilai energi
diferensial berkurang sementara energi kinetiknya meningkat.
Apabila pengukuran tekanan dilakukan pada kedua bidang yang luasnya berbeda, makan tekanan statik
di bagian downstream akan lebih tinggi daripada tekanan di bagian upstream.
26
Untuk menyederhanakan proses pengukuran menggunakan instrumen diferensial tekanan pada Gambar
7-1., jalur pipa upstream dan downstream diasumsikan sedemikian rupa sehingga sensor seolah-olah
mengukur tekanan di ketinggian yang sama (H1 = H2)[1]. Apabila massa jenis fluida adalah konstan,
maka untuk perbedaan elevasi antara kedua titik sebelum dan sesudah penghalang, persamaan
sebelumnya dapat disederhanakan menjadi:
(2.2)
Dengan asumsi bahwa massa jenis aliran fluida adalah konstan, maka aplikasi konsep kontinuitas massa
akan mengahasilkan persamaan laju aliran 𝑞𝑣 sebagai berikut :
(2.3)
Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.2) di atas. Maka persamaan menjadi:
(2.4)
Jika plane 1 dan 2 merupakan circular, dengan diameter pipa dan diameter penghalang adalah 𝐷 dan 𝑑
sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
(2.5)
Sehingga persamaan volumetrik aliran teoritis untuk instrumen penghasil diferensial tekanan dapat
diperoleh dengan menyusun kembali persamaan (2.3) dan (2.5) menjadi:
27
Bilangan Reynold
Pengukuran aliran bukan hanya dipengaruhi oleh tekanan, kerapatan fluida, dan kecepatan fluida, tetapi
juga dipengaruhi oleh bentuk aliran fluida itu sendiri. Pada tahun 1883, Osborne Reynold mampu
menunjukkan bahwa karakteristik profil aliran dapat diprediksikan menggunakan persamaan yang tak
berdimensi (dikenal dengan bilangan Reynold) yang merupakan hubungan rasio antara inersia dan
viskositas. Berikut bilangan Reynold (Re) untuk mengetahui bentuk aliran yang mengalir pada sebuah
pipa:
𝜌𝑉𝐷
𝑅𝑒 = (2.7)
𝜇
Dimana D merupakan diameter dari pipa (m) dan 𝜇 merupakan viskositas dinamik (kg/m.s).
Pada aliran laminer (Re < 2300), fluida mengalir seperti lapisan-lapisan paralel yang terpisah dengan
profil berbentuk parabolik dan bergerak sejajar secara bersamaan. Dominasi gaya viskos menyebabkan
partikel fluida yang berada di dekat dinding pipa bergerak lebih lambat daripada fluida di bagian tengah
pipa. Aliran laminer biasa terjadi apabila fluida mengalir pada pipa dengan diameter kecil dan kecepatan
rendah.
Pada aliran turbulen (Re > 4000), fluida mengalir tanpa bentuk yang pasti (acak) dengan profil berbentuk
bidang datar (flat) tetapi rata-rata gerakan partikelnya cukup paralel dengan jalur pipa. Gaya inersia
lebih mendominasi sementara efek pada dinding pipa tidak terlalu berpengaruh. Aliran turbulen biasa
terjadi apabila fluida mengalir pada pipa dengan diameter besar dan kecepatan tinggi.
Sedangkan aliran transisi merupakan perpindahan dari aliran laminar menuju turbulen. Pada aliran
transisi (2300 < Re < 4000), profil laminer dan turbulen bisa muncul secara bersamaan sepanjang jalur
pipa atau terjadi secara bergantian. karakteristik dan profil kecepatan aliran yang stabil sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan hasil pengukuran, maka untuk memastikan bahwa profil aliran yang
terjadi cukup valid, analisis sebaiknya dilakukan pada jalur pipa yang lurus [1].
Flowmeter adalah alat untuk mengukur jumlah atau laju aliran dari suatu fluida yang mengalir dalam
pipa atau sambungan terbuka. Alat ini terdiri dari primary device, yang disebut sebagai alat utama dan
secondary device (alat bantu sekunder).
Flowmeter umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu alat utama dan alat bantu sekunder.
28
Alat utama menghasilkan suatu signal yang merespons terhadap aliran karena laju aliran
tersebut telah terganggu. Alat utamanya merupakan sebuah orifis yang mengganggu laju aliran,
yaitu menyebabkan terjadinya penurunan tekanan.
Alat bantu sekunder menerima sinyal dari alat utama lalu menampilkan, merekam, dan/atau
mentrasmisikannya sebagai hasil pengukuran dari laju aliran. (koestoer, 2004)
Venturimeter
Bentuk lain dari pengukuran aliran dengan beda tekanan adalah venturi meter.
Pipa venturi digunakan untuk pengukuran dimana permanent pressure loss tinggi tidak ditoleransi.
Untuk menjaga agar aliran tetap laminar, pipa venturi dibuat seperti corong. Sensor tekanan untuk high
pressure diletakkan pada bagian inlet, sedangkan sensor tekanan untuk low pressure diletakkan pada
bagian pipa venturi yang memiliki diameter terkecil. Pipa venturi biasa digunakan untuk mengukur aliran
cairan.
P2
P1
Aliran
Fluida
P1 > P2
29
2. Kapasitas aliran cukup besar
3. Pengukuran tekana lebih baik dibandingkan orifice plate.
4. Tahan terhadapa gesakan fluida.
Kerugiannya adalah:
Asumsi lain bahwa profil kecepatan adalah konstan hanya dapat digunakan pada aliran fluida dengan
bilangan Reynolds yang besar. Nilai kecepatan yang rendah dan viskositas yang tinggi akan menurunkan
nilai bilangan Reynolds sehingga profil kecepatan aliran menjadi beragam pada setiap titik. Dengan
demikian persamaan teoritis harus menggunakan koefisien discharge (Cd) yang berfungsi sebagai faktor
koreksi terhadap profil kecepatan aliran [1].
Cd merupakan perbandingan antara pengukuran hasil percobaan dengan perhitungan teorinya. Nilai laju
aliran yang nyata diperoleh dari kumpulan data pengukuran volumetrik pada orifice dalam rentang
waktu tertentu sementara laju aliran teoritis diperoleh dari perhitungan pada persamaan (2.6). Dalam
ekspresi matematik, Cd didefinisikan sebagai:
𝑞
𝐶𝑑 = 𝑞 𝑣 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 (2.8)
𝑣 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
30
Tabel 1 Venturi
50 %
25% 75%
Full Open
50 %
50% 75%
Full Open
31