Anda di halaman 1dari 2

RINGKASAN

AINUN ZEINUL HASAN. NIT : 06.3.02.712. Teknik Pembesaran Udang Vannamei (Liptopenaeus
vannamei) Teknologi Intensif Di Tambak PT. SAN Desa Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten
Situbondo Jawa Timur. Di bawah bimbingan H. Endang Suhaedy, A.Pi. MM. M.Si sebagai dosen
pembimbing I dan Bambang Suprakto, S. Pi, MT sebagai dosen pembimbing II

Kegagalan budidaya udang di tambak diduga disebabkan oleh benih yang tidak
berkualitas, lingkungan kawasan tambak tempat budidaya udang yang sudah tercemar atau
tertular penyakit, dan perubahan kualitas air petak budidaya yang ekstrim selama proses
pemeliharaan. Berdasarkan fakta di atas, penulis ingin mengetahui tentang teknik budidaya udang
Vannamei yang dilakukan secara intensif, termasuk kendala-kendala teknis dan tingkat
kelayakannya secara finansial yang dihadapi selama proses budidaya dan cara penanganannya.
Tujuan dari Kerja Praktek Akhir ini Untuk mengetahui kondisi lahan tambak PT SAN Desa Arjasa
Kecamatan Arjasa Kabupaten Situbondo ialah Untuk mengetahui proses pembesaran udang
Vannamei (Liptopenaeus vannamei) teknologi intensif mulai dari persiapan lahan sampai kegiatan
panen dan pasca panen dan untuk mengetahui tingkat keuntungan (profit) pada usaha
pembesaran udang Vannamei.
Kerja Praktek Akhir akan dilaksanakan di PT. SAN Desa Arjasa, Kecamatan Arjasa,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 16 Maret sampai dengan 31 Mei 2009. Metode
yang digunakan adalah observasi partisipan.
Lokasi tambak intensif milik PT. Situbondo Alam Nusantara (SAN) berada di pesisir utara
pulau Jawa dan berjarak 500 m dari jalan utama propinsi sehingga mempermudah akses
transportasi. Sumber pasok air lautnya berasal dari perairan selat Madura, sedangkan air tawar di
ambil dari sumur bor yang dibuat di sekitar lokasi tambak. Konstruksi petakan baik dasar, maupun
pematangnya terbuat dari beton dengan saluran inlet dan outlet yang terpisah.
Persiapan media budidaya yang dilakukan meliputi pengeringan lahan, pengisian dan
sterilisasi air media, serta pemupukan. Pengeringan dilakukan selama10 – 30 hari, kategori dari
lahan tua dengan kondisi beberapa bagian rusak. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Suryanto
dan Mujiman (2003), proses pengeringan dilakukan selama 3 – 4 hari dengan bantuan sinar
matahari. Strelisasi dilakukan pada air laut saat pertama kali masuk petak pembesaran dengan
kaporit dengan dosis 3 ppm. Setelah 4 hari dilakukan pemupukan dengan bahan fermentasi dari
dedak, tetes dan ragi tape.
Benur yang akan ditebar sebelumnya dilakukan dengan 2 metode pengujian air tawar dan
dengan formalin dosis 100 ppm dengan tujuan mengurangi resiko penyakit dan kegagalan.
Aklimatisasi suhu dilakukan sebelum benur ditebar. Aklimatisasi salinitas tidak dilakukan di
tambak, tapi telah dilakukan sebelumnya di hatchery. Aklimatisasi suhu dilakukan dengan
membiarkan kantong plastic berisi benur ke dalam petakan selama 5 – 10 menit. Penebaran
dilakukan pada malam hari antara pukul 19.00 – 22.00.
Pemberian pakan dilakukan 5 kali sehari yaitu pada pukul 06.00, 10.00, 14.00, 18.00 dan
22.00. pemberian pakan akan dimulai pada keesokan pagi harinya. Dosis pemberian pakan awal
yang diberikan yaitu 2 kg untuk 100.000 ekor benur, dengan penambahan pakan 1 kg setiap hari
hingga berumur 20 hari.
Pengelolaan kualitas air meliputi monitoring kualitas air, sirkulasi air, penyiponan dan
pengapuran. Monitoring kualitas air meliputi : DO 4 – 7 ppm, pH 7 – 8,5 , salinitas 5 – 25 ppt, Nitrit
< 0,5, NH3 <0,03, kecerahan 25 – 40 cm. sirkulasi dilakukan pada saat umur > 40 hari dengan cara
membuka pipa goyang yang terhubung ke central drain selama beberapa saat hingga air yang
keruh kelur seluruhnya. Penyiponan dilakukan dengan mesin pompa 2 HP dan dilengkapi dengan
selang spiral yang panjangnya diusahakan agar ujung sipon sampai pada saluran tengah. Jenis
kapur yang biasa digunakan adalah kaptan (CaCO3)dan dolomite (CaMg(CO3)2 dengan tujuan
untuk meningkatkan pH air.
Monitoring pertumbuhan yang dilakukan memiliki 3 tujuan, yaitu pengamatan terhadap
pertumbuhan, populasi dan kesehatan udang. Kegiatan monitoring dapat dilakukan dengan
sampling. Kegiatan sampling dilakukan mulai saat umur 50 hari dan kemudian dilanjutkan 7 hari
sekali. Hal ini sesuai dengan Balio dan Tookwinas (2002), bahwa monitoring pertumbuhan
dilakukan dengan interval waktu seminggu sekali.
Probiotik yang diberikan melalui lingkungan (perairan budidaya) dan oral. Golongan bakteri
probiotik yang diberikan melalui lingkungan ialah bakteri heterotrof non pathogen dan bakteri
Autotrof dan bakteri Fotosintetic yang dikemas dalam AQUAZYME dan Super PS. Sedangkan
golongan probiotik yang diberikan melalui oral ialah Yeast Saccharomyses cereviceae (dalam
produk ragi roti “pak maya”).
Hama yang menyerang udang vannamei pada saat KPA adalah kepiting, tritip, lumut dan
kerang – kerang kecil. Penanggulangannya tidak ada cara khusus haya diambil jika terlihat di tepi
tambak. Sedangkan penyakit yang menyerang udang Vannamei ialah IMNV (Invections
Myonecrosis Virus). Virus ini dapat menyebabkan kematian massal sampai saat ini belum ada
obatnya hanya dapat dilakukan pencegahan dengan menjaga kestabilan kualitas air,
pencampuran vitamin C dan vitamineral pada pakan.
Pemanenan udang vannamei dilakukan dengan 2 cara, yakni panen parsial dan panen
total. Penentuan waktu panen parsial biasanya dilakukan pada usia udang mendekati 80 hari.
Panen parsial bertujuan untuk mengurangi populasi udang vannamei di petakan tambak sehingga
pertumbuhan udang maksimal. Panen total dilakukan pada sore hari dengan cara membuang
seluruh air petakan melalui pintu outlet yang telah dipasang jarring agar udang tidak lepas ke
saluran pembuangan. Setelah itu dilakukan penyortiran oleh pihak pengepul. Kemudian seluruh
udang dimasukkan dalam keranjang plastic, penimbangan dan penghitungan size biasanya
disesuaikan dengan kesepakatan antara pihak tambak dan pengepul.
Dari perhitungan usaha yang dilakukan dengan performance analisys diperoleh data Biaya
total : Rp. 1.681.200.054 ; Hasil penjualan : 809.648.888; sehingga petambak mengalami kerugian
sebesar Rp 871.551.166. Dengan R/C Ratio = 0,51.
Kesimpulan yang dapat diambil ialah petambak mengalami kerugian yang sangat besar
karena pada saat pemeliharaan udang terkena penyakit virus IMNV yang menyebabkan kematian
massal pada udang. Apabila petambak sukses dalam pemeliharaan udang maka yang akan
didapatkan oleh petambak ialah keuntungan yang sangat besar. Saran yang dapat diberikan
penulis ialah supaya pihak teknisi/ manajer tambak tidak terlalu meremehkan apabila terjadi
kematian pada udang yang sedikit supaya cepat ditanggulangi karena kematian udang sedikit
tersebut apabila dibiarkan akan menjadi kematian massal sehingga harus dipanen ketika itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Balio, Dan. D dan Siri Tokwinas. 2002. Manajemen Budidaya Udang Yang Baik dan Ramah
lingkungan di Daerah manggrove.(www.seatdec.org.phz).

Nawawi, H. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Jakarta.

Suyanto, S. R dan Ahmad Mujiman. (2003). Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai