Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Insidensinya
menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi.1
Penyakit infeksi kulit masih merupakan masalah utama penyebab tingginya angka
morbiditas pada anak-anak terutama di negara-negara berkembang dan wilayah
beriklim tropis, termasuk di Indonesia.2
Data dari Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) yang
dikumpulkan dari 8 Rumah Sakit di Indonesia tahun 2011, didapatkan 13,86% dari
8.919 kunjungan baru pasien kulit anak adalah pioderma.2 Terjadinya infeksi kulit
terutama pioderma mempunyai hubungan erat dengan beberapa faktor diantaranya
higiene yang kurang, menurunnya daya tahan (kekurangan gizi, anemia, penyakit
kronik, neoplasma ganas, diabetes melitus), telah ada penyakit lain di kulit.1
Pioderma memiliki berbagai bentuk diantaranya adalah impetigo. Impetigo
merupakan pioderma yang tersering pada anak-anak dibandingkan dengan
furunkel, folikulitis dan karbunkel. Impetigo dibagi menjadi 2 yaitu impetigo
krustosa dan impetigo bulosa.2 Insiden impetigo pada anak berusia kurang dari 6
tahun lebih tinggi daripada dewasa, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua
usia.3
Beberapa cara digunakan untuk melakukan penanganan sebuah penyakit
yaitu dengan pengobatan modern dan pengobatan tradisional yang lebih dikenal
masyarakat sebagai pengobatan hebal, pada saat ini penggunaan pengobatan
modern sudah mulai mengalami peralihan kembali menggunakan pengobatan
tradisional karena bertambahnya wawasan masyarakat bahayanya penggunaan
pengobatan kimiawi dalam tubuh untuk jangka panjang, sehingga pelayanan
kesehatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Sampai saat ini pelayanan kesehatan tradisional terus berkembang
sesuai dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya
oleh masyarakat sebagai imbas dari semangat untuk kembali menggunakan hal-
hal yang bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah ’back to nature’.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pioderma
1. Definisi
Pioderma adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh kuman
Staphylococcus, Streptococcus atau keduanya. Klasifikasi pioderma terbagi
menjadi 2 yaitu:
a. Pioderma primer
Infeksi terjadi pada kulit yang normal. Gambaran klinisnya tertentu,
penyebabnya biasanya satu macam mikroorganisme.
b. Pioderma sekunder
Pada kulit yang telah ada penyakit kulit yang lain. Gambaran klinisnya
tidak khas dan mengikuti penyakit kulit yang telah ada. Jika penyakit
kulit disertai pioderma sekunder disebut impetigenisata. Contohnya:
Dermatitis impetigenisata dan skabies impetigenisata. Tanda
impetigenisata ialah jika terdapat pus, pustul, bula purulen, krusta
berwarna kuning kehijauan, pembesaran kelenjar getah bening regional,
leukositosis dan demam.1
Pioderma memiliki berbagai bentuk diantaranya impetigo, folikulitis,
furunkel/karbunkel, ektima, pionikia, erisipelas, dan selulitis1. Impetigo
adalah infeksi bakteri superfisial primer di lapisan superfisial epidermis.
Impetigo dibagi menjadi 2 yaitu impetigo bulosa dan impetigo krustosa.3
2. Etiologi
Penyebab utama pioderma adalah Staphylococcus aureus dan
Streptococcus B hemoplyticus. Penyebab impetigo bulosa adalah
Staphylococcus aureus. Sedangkan penyebab dari impetigo krustosa adalah
Streptococcus B hemoplyticus.1
3. Patofisiologi
Kira-kira 30% nares anterior dikolonisasi oleh Staphyococcus aureus.
Beberapa individu kolonisasi Staphyococcus aureus menyebabkan episode
berulang impetigo pada hidung dan bibir. Bakteri dapat menyebar dari

2
hidung ke kulit yang sehat dalam waktu 7-14 hari dengan lesi impetigo
muncul 7-14 hari kemudian.1
Penyebab impetigo bullous adalah gram positif, koagulase-positif,
Staphyococcus aureus grup II, yang paling sering adalah fag tipe 71.
Staphyococcus aureus menghasilkan eksotoksin eksfoliatif ekstraselular
disebut exfoliatins A dan B. Eksotoksin Staphyococcus aureus
menyebabkan kehilangan adhesi sel di permukaan dermis yang
menyebabkan kulit melepuh. Salah satu target protein eksotoksin A adalah
desmoglein I yang mempertahankan adhesi sel. Molekul-molekul ini juga
merupakan superantigen yang bertindak secara lokal dan mengaktifkan
limfosit T. Koagulasi dapat menyebabkan toksin untuk tetap berada dalam
epidermis atas dengan menghasilkan fibrin thrombi. Tidak seperti impetigo
nonbulosa, impetigo bullous terjadi pada kulit utuh.1
Impetigo nonbulosa terjadi pada lebih dari 70% kasus pada anak usia
<15 tahun dengan infeksi. Penyebabnya adalah Staphyococcus aureus.
Staphyococcus aureus menghasilkan toksin bakteri toksin dari
Streptococcus.1
Jika seseorang terkontak orang lain (misalnya, anggota keluarga,
teman-teman sekelas, rekan satu tim) yang kulitnya telah terinfeksi
GABHS atau pembawa organisme, kulit normal seseorang dapat
terkolonisasi bakteri. Setelah kulit yang sehat terkolonisasi bakteri, trauma
ringan seperti lecet atau digigit serangga, bisa mengakibatkan
perkembangan lesi impetigo dalam waktu 1-2 minggu. GABHS dapat
dideteksi dalam hidung dan tenggorokan dalam 2-3 minggu setelah lesi
berkembang, walaupun mereka tidak memiliki gejala-gejala faringitis
Streptococcus.1
Hal ini karena impetigo dan faringitis disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri. Impetigo biasanya karena strain D, sedangkan faringitis
disebabkan strain A, B dan C.1
4. Gejala Klinis
Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dan kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, vanisela, infeksi herpes

3
simpleks, dermatitis atopi) atau penyakit sisteniik yang menurunkan
kekebalan tubuh (diabetes melitus, HIV).
a. UKK Impetigo Bulosa: vesikel atau bula berisi cairan jernih kekuningan
(bila vesikel/bula berisi nanah mengendap di dasarnya dinamakan
vesikel/bula hipopion); kulit sekitarnya tidak eritematus; apabila vesikel
atau bula pecah, tampak erosi kolaret.
b. UKK Impetigo Krustosa (non bulosa): pustul atau vesikel yang mudah
pecah, menjadi erosi kulit tertutup oleh krusta, seringkali tebal berwarna
kekuningan.1,3
5. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis (Subjective)
Pasien datang mengeluh adanya koreng atau luka di kulit
1) Awalnya berbentuk seperti bintil kecil yang gatal, dapat berisi cairan
atau nanah dengan dasar dan pinggiran sekitarnya kemerahan.
Keluhan ini dapat meluas menjadi bengkak disertai dengan rasa
nyeri.
2) Bintil kemudian pecah dan menjadi keropeng/ koreng yang
mengering, keras dan sangat lengket.1
Faktor Risiko:
1) Higiene yang kurang baik
2) Defisiensi gizi
3) Imunodefisiensi (CD 4 dan CD 8 yang rendah).1
b. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
1) Folikulitis adalah peradangan folikel rambut yang ditandai dengan
papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.
2) Furunkel adalah peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya
berupa papul, vesikel atau pustul perifolikuler dengan eritema di
sekitarnya dan disertai rasa nyeri.
3) Furunkulosis adalah beberapa furunkel yang tersebar.
4) Karbunkel adalah kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan
beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi
di beberapa puncak.

4
5) Impetigo krustosa (impetigo contagiosa) adalah peradangan yang
memberikan gambaran vesikel yang dengan cepat berubah menjadi
pustul dan pecah sehingga menjadi krusta kering kekuningan seperti
madu. Predileksi spesifik lesi terdapat di sekitar lubang hidung,
mulut, telinga atau anus.
6) Impetigo bulosa adalah peradangan yang memberikan gambaran
vesikobulosa dengan lesi bula hipopion (bula berisi pus).
7) Ektima adalah peradangan yang menimbulkan kehilangan jaringan
dermis bagian atas (ulkus dangkal).1

Gambar II.1. Furunkel4

Gambar II.2. Ektima5

5
Gambar II.3. Impetigo Bulosa6

6
Gambar II.4. Impetigo Krustosa7

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan
Gram .
b. Pemeriksaan darah rutin kadang-kadang ditemukan lekositosis.1
6. Terapi
Prinsip-prinsip penatalaksanaan antara lain:
a. Membersihkan luka yang lecet atau mengalami pengausan secara
perlahan-lahan. Tidak boleh melakukan gosokan-gosokan pada luka
terlalau dalam.
b. Pemberian mupirocin secara topical merupakan perawatan yang cukup
adekuat untuk lesi yang tunggal atau daerah-daerah kecil.
c. Pemberian antibiotik sistemik diindikasikan untuk lesi yang luas atau
untuk impetigo bulosa.
d. Pencucian dengan air panas seperti pada Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome diindikasikan apabila lesi menunjukkan keterlibatan daerah
yang luas.
e. Diagnosis dan penatalaksanaan yang dini dapat mencegah timbulnya

7
sikatrik dan mencegah penyebaran lesi.
f. Kebutuhan akan konsultasi ditentukan dari luasnya daerah yang
terserang/terlibat dan usia pasien. Neonatus dengan impetigo bulosa
memerlukan konsultasi dengan ahli neonatologi.1
Medikamentosa:
Pemberian antibiotik merupakan terapi yang paling penting. Obat
yang dipilih harus bersifat melindungi dan melawan koagulasi-positif
Streptococcus aureus dan Streptococcus beta hemolyticus grup A.
Kategori obat: antibiotik-antibiotik jenis topikal kurang potensial
dibandingkan dengan antibiotik sistemik, tetapi pemakaiannya sebagai
cadangan untuk kasus-kasus yang melibatkan lesi yang kecil atau yang
berjumlah sedikit.1
Kategori obat topikal:
a. Obat Mupirocin salep (Bactroban)-DOC untuk lesi kecil dengan jumlah
yang sedikit tanpa adanya lymphadenopaty.
Dosis dewasa: dioleskan 5 kali sehari pada lesi, sebelumnya lesi harus
dibersihkan.
Dosis pediatric: sama seperti dosis dewasa.
Kontraindikasi: hipersensitivitas.
Interaksi: tidak ada laporan.
Kehamilan Biasanya aman tetapi harus lebih dipertimbangkan antara
manfaat dengan risikonya. Peringatan penggunaan dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan resistensi. Kategori obat sistemik terapi
harus dapat mencakup semua jenis kuman patogen sesuai dengan gejala
klinisnya.1,8
b. Obat Cephalexin (Keflex) – Sefalosporin generasi pertama yang
berkerja menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat
sintesis dinding sel bakteri, pembunuh bakteri dan efektif melawan
pesatnya pertumbuhan organisme yang membentuk dinding sel. Paling
aktif melawan flora kulit; khususnya digunakan untuk melindungi
struktur kulit dan sebagai pencegahan pada penatalaksanaan minor.
DOC untuk kasus-kasus yang melibatkan lesi dalam jumlah besar,

8
keterlibatan daerah-daerah yang luas atau regio lymphadenopathy.
Dosis dewasa: 250 – 500 mg peroral terbagi dalam 7 dosis
Dosis pediatric: 25 – 50 mg/KgBB
Kontraindikasi: hipersensitif
Interaksi: aminoglikosida meningkatkan potensi nefrotoksik.
Kehamilan Biasanya aman, tetapi harus dipertimbangkan antara
manfaat dengan risiko. Obat ini dapat merusak ginjal.1,8
c. Obat Erythromycin (EES, Erythrocin, Ery-Tab) – DOC diberikan untuk
pasien yang alergi terhadap penicillin atau sefalosporin. Mekanisme
kerjanya menghambat sintesis protein dengan cara menstimulasi
pemisahan peptidyl t-RNA dari ribosom, yang menghambat
pertumbuhan bakteri.
Dosis dewasa: 250 – 500 mg per oral terbagi dalam 7 dosis.
Dosis pediatric: 30 – 50 mg/KgBB per oral terbagi dalam 7 dosis.
Kontraindikasi: hipersensitif, kelainan hati.
Interaksi: dapat meningkatkan toksisitas dari teopylin, digoksin,
karbamazepin dan siklosforin dapat mempotensi efek anti koagulan dari
warfarin, simfastatin meningkatkan resiko rhabdomyolisis.
Kehamilan Biasanya aman, tetapi harus dipertimbangkan antara
manfaat dan risiko. Peringatan Resistensi dapat timbul (kira-kira 30%
kasus). Hati-hati pada penyakit hati, estolate dapat menyebabkan
cholestatik jaundice, efek yang kurang baik untuk traktus
gastrointestinal termasuk mual, muntah yang biasa terjadi (bila
diminum sesudah makan). Hentikan penggunaan jika terjadi mual,
muntah, malaise, kolik abdomen dan demam.1,8
d. Obat Dicloxacillin (Dycill, Dynapen) – merupakan antibiotik
pembunuh bakteri yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
dinding sel. Digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus yang memproduksi penicillinase, dapat digunakan
untuk terapi pada saat diduga adanya infeksi. Sangat efektif, tetapi
toleransi tubuh kurang baik jika dibandingkan dengan cephalexin.
Dosis dewasa: 250 mg terbagi dalam 7 dosis.

9
Dosis pediatric: 20 – 50 mg/KgBB terbagi dalam 7 dosis.
Kontraindikasi: hipersensitif.
Interaksi: menurunkan efektifitas kontrasepsi oral, meningkatkan efek
anti koagulan; Probenecid dan Disulfiram dapat meningkatkan efek
obat ini.
Kehamilan Biasanya aman, tetapi harus dipertimbangkan antara
manfaat dan risiko. Peringatan Monitor pada pasien yang menggunakan
obat-obat anti-koagulan, toksisitas dapat meningkatkan kerusakan
ginjal.1,8
7. Komplikasi
a. Post Streptococcus Glomerulonefritis (pada semua umur)
b. Meningitis atau sepsis (pada bayi)
c. Ektima
d. Erysipelas
e. Sellulitis
f. Bakteriemia.1
8. Prognosis
Kematian dapat terjadi, terutama pada bayi berusia dibawah setahun, yang
berkisar antara 1 – 10%. Penyebab utama kematian ialah tidak adanya
keseimbangan cairan / elektrolit dan sepsis.1

10
B. Tanaman Obat Penyakit Kulit
1. Daun Binahong (Andera cordifolia (Ten)Stennis)

Gambar II.5. Daun Binahong9

a. Klasifikasi Ilmiah
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Famili : Basellaceae
Genus : Basella
Spesies : Basella alba, Linnaeus.10
b. Deskripsi
Tumbuhan menjalar, berumur panjang (perenial), panjang 5 meter.
Batang lunak, bentuk silindris, saling membelit, warna merah. Daun
bertangkai sangat pendek (subsessile), susunan berseling, warna
hijau, bentuk jantung (cordata). Bunga majemuk bentuk tandan,
tangkai panjang, muncul di ketiak daun. Akar berbentuk rimpang,
berdaging lunak.10,11
c. Kandungan
Saponin : triterpenoid saponin (boussingide Al atau Larreaagenin A),
Flavonoid 8-glukopyranosyl-4,5,7-trihydroxyflavone (aktifitas

11
antioksidan), Asam oleanolic (membantu penyembuhan luka),
Saponin (menurunkan kolesterol, antioksidan , antikarsikogenik). 10,11
d. Efek Farmakologi
Ekstrak binahong dapat menyembuhkan luka pada hari ke -4 setelah
pemberian (1,17%), hari ke-8 (23,7%) dan hari ke -12 (76,14%)
lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hasil juga menunjukan
terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara perbandingan
binahong dan natrium klorida pada hari ke-12, dengan p=0,001
(p<0,05). Perbandingan antara binahong dengan povidone iodine
pada hari ke -12 juga menunjukan hasil yang signifikan dengan
p=0,003 (p,0,05). 10,11
e. Uji Keamanan
Uji toksisistas akut ekstrak kental etanol 90% binahong menunjukan
bahwa tidak ditemukan indikasi toksik seperti : perubahan berat
badan, diare, gatal gatal dan efek lain serta kematian sampai dosis
15g/kgBB. Pengamatan dilakukan selama 14 hari. OECD guideline :
>2 g/kgBB undeclared and relatively safe. 10,11
f. Uji Toksisitas
Uji toksisitas subkronis ekstrak kental etanol 90% binahong pada
pemberian oral selama 90 hari dengan dosis 0,1;0,4; dan 11g /kg BB
tidak menunjukan adanya kematian, tidak merubah perilaku,tidak
merubah profil darah,profil biokomia darah dan tidak toksik pada
organ tikus jantan dan betina yang dijadikan hewan uji. Uji
teratogenik ekstrak etanol daun binahong pada dosis 100, 400, 1000
mg/kg BB yang diberikan pada tikus hamil tidak menunjukan efek
teratogenik, seperti halnya yang ditunjukkan oleh senyawa
pembanding trimetropin. Peningkatan dosis ekstrak daun binahong
dapat meningkatkan berat fetal. 10,11

12
2. Green Tea (Camellia sinensis folium)

Gambar II. 6. Green Tea12

a. Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Plantae
Famili : Theaceae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Erycales
b. Deskripsi
Pohon kecil,batang tegak,berkayu, banyak cabang ujung ranting
dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai
pendek letak berseling, helai daun kaku, bentk elips
memanjang,ujung dan pangkal meruncing,tepi bergerigi
halus,pertulangan menyirip,panjang 6-18 cm ,lebar 2-6 cm,
warna hijau, permukaan mengkilat. Bunga diketiak daun,tunggal
atau beberapa bunga bergabung menjadi 1,warna putih cerah,
kepala sari warna kuning,harumBuah kotak berdinding
tebal,pecah menurut ruang masih mudah hijau setelah tua coklat
kehitaman, biji keras 1-3.10,13
c. Kandungan Kimia
Polifenol ditemukan dalam teh sebagai flavonols dan katekin
(30-40%). Katekin (epikatekin, epikateki-3-gallate,
epigallokatekin, epigallokatekin-3-gallate (EGCG) dengan

13
konsentrasi tertinggi). Polifenol dalam teh hijau menunjukkan
antioksidant yang signifikan.13,14
d. Interaksi
Dapat bersifat antagonis terhadap ( Vit K) antikoagulan warfarin
(>4 cangkir/hari) karena teh mempunyai indeks terapi yang
sempit. Penggunaan dengan obat obatan yang bersifat basa dapat
menghambat penyerapan obat-obatan tersebut sehingga terjadi
ikatan kimia dengan tanin yg terkandung dalam teh.13,14
e. Toksisitas
Dapat terjadi keracunna kafein kronis bila minum 5 cangkir teh
sehari (setara dengan 300 mg kafein) dengan gejala gangguan
pencernaan makanan (dispepsi), rasa lemah, gelisah tremor,
sukar tidur ,tidak napsu makan sakit kepala, vertigo, bingung,
berdebar, sesak nafas , kadang sembelit. 10
f. Mekanisme Kerja
Potensi antioksidan polifenol teh hijau secara langsung berkaitan
dengan kombinasi cincin aromatic dengan gugus hidroxil yang
membentuk struktur mereka dan merupakan hasil dari
pengikatan dan netralisasi radikal bebas oleh kelompok hidroxil.
Penyakit kronik dan inflamasi menyebabkan stress oksidatif dan
terbentuknya radikal bebas. Gangguan pada kulit akibat paparan
dari UV A dan B. Polifenol pada teh hijau amat poten dalam
mengendalikan terbentuknya radikal bebas karena gugus
hidroksil dalam rantai kimianya. Gugus hidroksil membentuk
kelompok dengan radikal bebas dan menetralisirnya.13,14
g. Uji Farmakologi
Senyawa kimia yang utama dianalisis dalam air atau ekstrak
etanol 70%, difraksinasi dengan kloroform, etil asetat dan n-
butanol. Diuji aktivitasnya dengan 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil
(DPPH) dan radikal bebas hidroksil. Hasil menunjukkan etil
asetat ekstrak etanol dari daun teh (EEA) memiliki kemampuan
tertinggi dalam menghambat radikal hidroksi mampu

14
menangkap 80% radikal hidroksi, 40% dari DPPH radikal.
Isoflavon memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai
antioksidan. Polifenol (sifat antioksidan). Secara umum
flavonoid dari tanaman telah ditemukan menunjukkan aktivitas
antioksidan seperti kaemferol dan quersetin glikosida. Flavonoid
mencegah pembentukkan ROS oleh enzim dan logam yang dapat
memediasi produksi radikal bebas dan dapat menangkap radikal
bebas sehingga regulasi pertahanan antioksidan. Teh
mengandung kamferol dan quarcetin serta flavonols atau katekin
sampai dengan 30% berat kering dan asam lainnya seperti asam
galat, caffein dan koumarin. Katekin merupakan bioflavonoid
yang kuat dan banyak terdapat dalam teh hijau, bukti secara in
vivo dan in vitro yang memiliki efek antioksidan dan anti
inflamasi.13,14

15
BAB III
KESIMPULAN
Pioderma merupakan penyakit yang sering dijumpai. Insidensinya
menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan sosial ekonomi
(Djuanda, 2011). Penyakit infeksi kulit masih merupakan masalah utama penyebab
tingginya angka morbiditas pada anak-anak terutama di negara-negara
berkembang dan wilayah beriklim tropis, termasuk di Indonesia.
Terapi antibiotic yang diberikan harus sesuai dengan jenis pioderma dan
penyebabnya. Impetigo krustosa diberikan antibiotic sistemik, misalnya penisilin,
kloksasilin, atau sefalosporin. Untuk antibiotik topikal dapat menggunakan
polimiksin, neomisin, dan basitrasin. Impetigo bulosa diberi salep antibiotic
(kloramfenikol 2% atau eritromisin 3%). Jika ada demam, sebaiknya diberi
antibiotic sistemik, misalnya penisilin 30-50 mg/kgBB atau antibiotic yang
sensitive.
Selain terapi dengan obat kimiawi, terdapat pula tanaman yang dapat
membantu pengobatan dari penyakit kulit diantaranya daun binahong dan green
tea. Kandungan daun binahong seperti Flavonoid 8-glukopyranosyl-4,5,7-
trihydroxyflavone (aktifitas antioksidan), Asam oleanolic (membantu
penyembuhan luka), Saponin (menurunkan kolesterol, antioksidan,
antikarsikogenik) sudah teruji secara klinis. Sedangkan kandungan Polifenol
dalam teh hijau menunjukkan antioksidant yang signifikan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi (2011) Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
2. Pangow, Caren. C. A (2015) Profil Pioderma Pada Anak Di Poliklinik Kulit
Dan Kelaminrsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari-
Desember 2012. Manado, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
3. Goodheart, Herbert. P (2013) Goodheart Diagnosis Fotografik dan
Penatalaksanaan Penyakit Kulit. Jakarta, EGC
4. http://www.ndr.de/ratgeber/gesundheit/infektion_immunsystem/furunkel101.h
tml
5. http://www.actasdermo.org/es/ectima-infeccioso-bacteriemico-paciente-
con/articulo/13071113/
6. http://arycoloum.blogspot.com/2011/12/impetigo-penyakit-kulit-menular.html
7. https://infokulitkelamin.blogspot.com/2013/07/mengenal-penyakit-impetigo-
krustosa.html
8. Departemen Farmakologi dan Terapeutik (2012) Farmakologi dan Terapi.
Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
9. https://www.ilmusains.com/2018/02/23-manfaat-daun-binahong-dan-efek-
sampingnya.html
10. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2011) Acuan
Sediaan Herbal Vol 6 Ed I. Jakarta, BPOM RI.
11. Salasanti, C.D (2014) Acute and Sub Chronic Toxicity Study of Ethanol
Extract of Anredera cordifolia (Ten.) V. Steenis Leaves. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 6(5), 348-352
12. http://canr.udel.edu/udbg/?plant=camellia-sinensis
13. Ziying Yang A.M., Yi Xu A.B, Guoliang Jie A.B, Puming He, & Youying Tu
(2007) Study on the antioxidant activity of tea flowers (Camellia sinensis).
Asia Pasific Journal Clinical Nutrition, 16 (1), 148-152.
14. Thring, T.S.A., Hili, P., Naughton, D.P. (2011). Antioxidant and potential anti
inflammatory activity of extracts and formulations of white tea, rose, and
witch hazel on primary human dermal fibroblast cells. Journal of
Inflammation, 8, 27.

17

Anda mungkin juga menyukai